Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, khususnya Jawa Barat ternak domba dikenal sebagai salah

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

HASIL. Medium V3+ embrio

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

PRlNSlP KERJA PEMBEKUAN

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PEMBEKUAN VITRIFIKASI SEMEN KAMBING BOER DENGAN TINGKAT GLISEROL BERBEDA

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG. (sub sektor Peternakan) Tahun

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

3.KUALITAS TELUR IKAN

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

ikan jambal Siam masih bersifat musiman,

Pengaruh Metode Strafikasi Suhu Rendah, Krioprotektan Dan Kriopreservasi Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

SKRIPSI. Oleh FINNY PURWO NEGORO. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)


PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

Semen beku Bagian 1: Sapi

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BIOLOGI REPRODUKSI. Ligaya Tumbelaka

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semen beku Bagian 1: Sapi

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN

Transkripsi:

1. Latar Belakang Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan penyediaan bibit berkuaiitas tinggi meialui penerapan dan pengembangan bioteknologi reproduksi, antara lain teknologi Lnseminasi Buatan (IB) dan Transfer Embrio (TE). Hal ini terbukti dari telah didirikannya Balai Inseminasi Buatan di Lembang dan Singosari, yang diikuti dengan didirikannya Balai Ernbrio Ternak di Cipelang, Bogor pada tahun 1992. Inseminasi Buatan dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah sel garnet jantan (spermatozoa) dari seekor pejantan unggul sehingga jumlah betina yang dapat dibuahi dapat ditingkatkan dan keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik. Sedangkan TE ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sel gamet baik dari induk jantan maupun induk betina terhadap proses produksi ternak, sehingga keturunan yang diperoleh akan rnendapatkan peningkatan mutu genetik dari kedua tetuanya. Didalam penerapan TE, embrio yang akan ditransfer dapat dihasilkan baik secara in vivo maupun in vitro, sehingga tersedianya garnet, terutama sel tetur (oosit) secara kesinambungan merupakan faktor utama yang hams terus diupayakan. Kriopresewasi oosit merupakan salah satu cara untuk rneningkatkan nilai tambah oosit sehingga dapat dipergunakan tanpa dibatasi oleh kendala waktu dan jar&. Teknik kriopreservasi oosit merupakan suatu cara untuk menyimpan sampel dalam bentuk beku dengan tujuan untuk penyimpanan, pemeliharaan, menjamin

dan mempertahankan kelangsungan hidup sel. Dengan teknik kriopreservasi daya tahan hidup (viabilitas) oosit dapat dipertahankan dengan cara mereduksi fungsifungsi dan aktivitas metabolik tanpa terjadinya kerusakan membran maupun organel sel sehingga fbngsi biologis, fisiologis dan imunologis tetap ada. Kemampuan untuk melakukan kriopreservasi oosit marnalia akan mernperpanjang daya tahan oosit dan secara efektif akan meningkatkan penerapan dan peranan TE serta kemampuan daya guna teknologi biologi reproduksi secara luas, antara lain kloning dan rekayasa embrio. Melalui teknik kriopreservasi, oosit dari hewan temak, hewan laboratoriurn maupun hewan liar dapat disimpan dalam keadaan beku tanpa batas waktu untuk aplikasi komersial ataupun keperluan penelitian di kemudian hari. Oosit dari betina yang bermutu genetik tinggi, termasuk species-species yang hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina teiah kehilangan fungsi fertilisasi secara normal atau bahkan telah mati; karenanya penyediaan oosit yang diperoleh dari hewan bermutu genetik tinggi atau memiliki nilai ekonomi dapat ditingkatkan dan dilakukan setiap saat setelah hewan dipotong atau mati mendadak. Keberhasilan kriopreservasi akan memungkinkan tersedianya oosit beku sehingga (a) dapat mempermudahkan pengaturan waktu didalam program produksi embrio in vifro berikut transfer embrio (atau program bayi tabung pada manusia) serta teknik konsepsi terkait lainnya (Rall, 1992), dan (b) secara umum merupakan upaya penyimpanan dan pemeliharaan pjasma nutfah (Wildt, 1989). Pada manusia, kriopreservasi oosit selain akan mempermudah melakukan intervensi terbadap siklus reproduksi juga akan memungkinkan mengantisipasi

pada wanita yang kehilangan kngsi gonadal akibat proses bedah atau kemo-terapi sehingga potensi reproduksi masih dapat dipertahankan serta mengantisipasi pertanyaan masalah etika dan legalitas sekitar penyimpanan embrio beku pada manusia. Sedangkan plasma nutfah dari betina yang berniiai mutu genetik atau ekonomi tinggi, serta species-species langka yang dilindungi (endangered species) dapat diselamatkan setelah hewan betina dipotong atau bahkan mati. Ditinjau dari fenomena fisik, ada dua metode kriopreservasi oosit, yaitu metode pembekuan weezing), termasuk kedalamnya adalah pembekuan lambat dan cepat (slow and rapid/ultra rapidfreezing) dan metode vitrifikasi. Perbedaan yang menyolok diantara kedua metode tersebut adalah pada metode pembekuan te jadi pemadatan cairan tetjadi melalui pembentukan kristal es, sedangkan pada vitrifikasi pemadatan cairan te jadi tanpa melalui pembentukan kristai es (Rall dan Fahy, 1985). Adapun kerusakan fisik yang dapat ditimbulkan oleh kedua metode tersebut di atas adalah hampir sama. Saat ini metode vitrifikasi telah dipakai sebagai metode alternatif kriopreservasi embrio maupun oosit (Rall dan Fahy, 1985; Nakagata, 1989; Arav ef al., 1990). Pada proses vitrifikasi, pemadatan cairan terjadi melalui peningkatan viskositas yang ekstrim pada masa pendinginan cepat (Fahy, el at., 1984). Bagian padat ini menyerupai kaca sehingga disebut vitreus, serta memiliki distribusi molekuler dan ionik dalam keadaan cair. Dengan demikian, efek yang merusak dari kristal es ekstra dan intraseluler dapat menghidari atau diminimumkan -1 dan Fahy, 1985). Kelebihan lain dari metode vitrifikasi adalah sederhana, murah, mudah dan tidak memerlukan alat khusus penurun suhu sehingga dapat

diterapkan di tempat-tempat seperti rumah sakit, laboratorium atau balai-balai ternak yang memiliki fasilitas kontainer nitrogen cair. Adapun kelemahan pada rnetode vitrifikasi adalah untuk meniadakan atau meminimunkan terbentuknya krista1 es dibutuhkan krioprotektan dengan konsentrasi tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan tingginya tekanan osmotik serta toksisitas krioprotektan terhadap oosit (Arav, et al., 1993). Salah satu upaya untuk menimimunkan pengaruh tekanan osmotik, dapat dilakukan dengan menambahkan krioprotektan ekstra seluler seperti sukrosa dengan konsentrasi bertingkat (Takahashi dan Kanagawa, 1990; Tada et al., 1994) Sedangkan pengaruh toksisitas dapat dirninimumkan dengan menggunakan krioprotektan dengan toksisitas rendah seperti etilen glikol. Penambahan sukrosa ke dalarn larutan ekuilibrasi embrio sebelum dan sesudah kriopreservasi telah dilaporkan dapat meningkatkan daya tahan hidup ernbrio maupun oosit setelah penghangatan kembali (warming)(szell dan Shelton, 1986; Takahashi dan Kanagawa, 1990). Tada et al. (1994) mempergunakan larutan sukrosa untuk proses dehidrasi oosit mencit pada proses vitrifikasi untuk menghindari penggunaan krioprotektan intra- seluler yang bersifat toksik bagi oosit dan memfasilitasi pengeluaran krioprotektan intra-seluler pada masa pasca-penghangatan. Mengacu pada keberhasilan metode vitrifikasi embrio, vitrifikasi oosit telah dilaporkan pada mencit (Nakagata et d., 1989; Shaw et al., 1991; Shaw ef al., 1992; O'Neil, et al., 1998; Bautista, et al., 1998) dan beberapa hewan hewan ternak seperti sapi (Otoi, ef al., 1998; Vajta et al., 1999; Hyttel et al., 2000), babi (Arav et d, 1990; Isachenko et al., 1998) dan kuda (Hochi et al., 1996). Namun

demikian, sejauh ini keberhasilan yang telah dilaporkan masih sangat terbatas dan variatif. Dari berbagai kajian tentang kriopreservasi oosit, kajian terhadap morfologi dan fingsi biologis oosit setelah vitrifikasi masih sangat terbatas (Niemann, 1991; Richardson dan Park, 1992; Aman dan Park, 1994; Lim et al., 1992; Otoi el al., 1992; Rayos, et al, 1994). Oosit beku akan memiliki nilai tambah jika setelah kriopreservasi masih menunjukkan keadaan morfologi maupun struktur organel yang normal. Keadaan ini sangat berkait erat dengan perananannya didalarn menunjang dan menjalankan aktivitas hngsi biologis oosit, yaitu sebagai salah satu unsur utama pembentuk sigot pada proses fertilisasi disamping sebagai sarana atau tempat berlangsungnya proses fertilisasi dan perkembangan embrio (Hyttel et al., 1997). Dengan demikian, kuantitas serta kualitas dari organel ataupun bahan-bahan lain yang terkandung di dalam sitoplasma oosit akan sangat menentukan keberhasilan proses fertilisasi dan perkembangan embrio selanjutnya (Hyttel et al., 1997). Dibandingkan dengan sel tubuh lainnya, oosit mamalia memiliki ukuran yang relatif besar dengan diameter 120 pm, dan memiliki karakteristik morfologik serta fbngsional yang unik. Keadaan susunan morfologi berturut-huut dari Iuar adalah zona pelucida, membnrn plasma (oolemma) dan sitoplasma (ooplasma). Di bagian luar, zona pelucida dikelilingi oleh sel-sel granulosa yang berhubungan dengan membran plasma melalui gq junction. Sitoplasma oosit mengandung organel-organel seperti mitokondria, retikulum endopiasmik, butir-butir korteks dan lemak, vakuoia, serta sitoskeleton. Disamping itu, perbedaan tahap

pematangan ataupun species telah dilaparkan pula menunjukkan keadaan perbedaan karakteristik rnembran maupun organel (Agca el al., 1997; Hyttel et al., 1997). Dengan demikian, sampai saat ini, kriopreservasi oosit masih menjadi tantangan terbesar bagi kriobiologis yang beke rja di bidang reproduksi. Kerusakan yang te rjadi pada oosit yang mengalami kriopreservasi sangat variatif tergantung pada dua faktor utama yaitu karakteristik oosit dan metode yang dipergunakan sehingga penentuan metode yang akan dipergunakan serta kesesuaiannya dengan karakteristik sel &an sangat menentukan keberhasilan kriopreservasi. Karenanya setelah proses vitrifikasi, pemeriksaan morfologi serta keadaan struktur oosit secara mikroskopis dan imunositokimia adalah penting sekali. Dan keadaan ini perlu dibuktikan lebih lanjut dengan pengujian aktivitas fungsi biologis oosit melalui proses pematangan dan fertilisasi in vitro serta perkembangan embrio in vifro selanjutnya. 2. Tujuan dm Manfaat Penelitian 2. 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk rneningkatkan nilai tambah wsit melalui proses kriopreservasi dalam rangka memproduksi oosit beku dan embrio secara in vitro. Sedangkan secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keadaan morfologi dan hgsi biologis oosit domba setelah kriopreservasi dengan metode vitrifikasi.

2.2. Manfmt Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dengan dihasilkannya oosit beku melalui penelitian ini adalah: (1) Memberikan informasi dasar mengenai vitrifikasi oosit yang dapat diterapkan pada hewan ternak lainnya ataupun hewan mamalia lainnya. (2) Memudahkan transportasi oosit. (3) Mendukung dan mernudahkan implernentasi kegiatan proses produksi embrio in vitro serta teknik terkait lainnya. (4) Mendukung upaya pelestarian plasma nutfah melalui pembentukan bank gamet. (5) Memperluas khasanah pengetahuan dasar mengenai kriopreservasi melalui diseminasi informasi pada berbagai kegiatan seminar ataupun publikasi.