BAB II TINJAUAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Gerlach s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB II KONSEP DASAR A.

Tonsilitis. No. Documen : No. Revisi : Tgl. Terbit :


LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

BAB II KONSEP DASAR. staphylococcus (Charlene J. Reeves,2001). pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus. (Mansjoer,A. 2000).

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB II TINJUAN PUSTAKA

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

BAB III ANALISA KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

Tonsilofaringitis Akut

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR A.

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatine yang merupakan

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

nukleus seperti spienomegali dan limfadenopati generalisita.

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Radang liang telinga akut maupun kronis akibat infeksi jamur, bakteri, atau virus. Faktor predisposisi: trauma ringan, mengorek telinga.

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

KEDARURATAN LINGKUNGAN

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I KONSEP DASAR. stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. Morbili adalah suatu penyakit yang sangat menular karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

Pusat Hiperked dan KK

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT REGULER

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

PENGELOLAAN NYERI PADA An. E DENGAN POST OP TONSILEKTOMI DI RUANG ANGGREK RSUD SALATIGA

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

Informasi penyakit ISPA

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. MORBILI

BAB V PENUTUP. Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB II KONSEP DASAR. normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

PATHWAY THALASEMIA. Mutasi DNA. Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang. Kelainan pada eritrosit. Pengikatan O 2 berkurang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlach s tonsil) (Soepardi, 2007). Sedangkan menurut Reeves (2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel. Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus β hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000). Tonsilektomi adalah pengangkatan tonsil dan struktur adenoid, bagian jaringan limfoid yang mengelilingi faring melalui pembedahan (Nettina, 2006) Berdasarkan pengertian di atas kesimpulan dari penulis adalah tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus, prosesnya bisa akut atau kronis. 1

Menurut Soepardi (2007) macam-macam tonsilitis yaitu : 1. Tonsilitis Akut a. Tonsilitis viral Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan klien. b. Tonsilitis bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. 2. Tonsilitis Membranosa a. Tonsilitis difteri 2

Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae. Penularannya melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasi. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahun frekuensi tertinggi pada usia 2 sampai 5 tahun. b. Tonsilitis septik Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi. c. Angina plaut vincent ( stomatitis ulsero membranosa ) Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. d. Penyakit kelainan darah Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. e. Tonsilitis Kronik Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. 3

B. Anatomi Fisiologi Tonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang melingkari faring dan secara kolektif dikenal sebagai cincin waldeyer. Cincin ini terdiri dari jaringan limfoid dari dasar lidah (tonsil lidah), dua tonsil tekak, adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding posterior. Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tetapi ia dapat menjadi tempat infeksi akut atau kronis (Behrman, 2000) Gambar 1 Anatomi tonsil 4 (Price, 2006)

Tonsil terdiri atas: 1. Tonsil faringealis atau adenoid, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang koana. 2. Tonsil palatina atau faucial, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. 3. Tonsil lingual atau tonsil pangkal lidah, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga, Hidung dan Tenggorokan ( THT ). Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan 5

menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. (Price, 2006 ; Syaifudin, 2006) C. Etiologi Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh infeksi virus (Soepardi, 2007) D. Patofisiologi Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsilitis. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang 6

berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah di dalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan 7

dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. (Reeves, 2001) E. Manifestasi klinik Tanda dan gejala tonsilitis seperti demam mendadak, nyeri tenggorokan, ngorok, dan kesulitan menelan (Smeltzer, 2001). Sedangkan menurut Mansjoer (2000) adalah suhu tubuh naik sampai 40 C, rasa gatal atau kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi, odinofagia (nyeri menelan), anoreksia, dan otalgia (nyeri telinga). Bila laring terkena suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemisis, tonsil membengkak, hiperemisis. F. Komplikasi 8

Komplikasi tonsilitis akut dan kronik adalah : 1. Abses peritonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A (Soepardi, 2007) 2. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga (Soepardi, 2007) 3. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid (Soepardi, 2007) 4. Laringitis Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupun karena alergi (Reeves, 2001) 5. Sinusitis Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa (Reeves, 2001) 9

6. Rhinitis Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharinx. Sama halnya dengan sinusitis, rhinitis bisa berupa penyakit kronis dan akut yang kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi (Reeves, 2001) G. Tumbuh kembang anak Tumbuh kembang anak usia sekolah (6 sampai 12 tahun) menurut Sukarmin (2009) yaitu motorik anak usia sekolah biasanya lebih mampu menggunakan otot-otot kasar dari pada otot-otot halus. Misalnya lompat tali, badminton, bola voly pada akhir masa sekolah motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif dari pada anak perempuan. Sosial emosional mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung sering pergi dari rumahnya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sangat berperan untuk membentuk pribadi anak, di sekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya, sehingga peranan guru sangatlah besar. Pertumbuhan fisik anak berat badannya meningkat 2 sampai 3 kg/tahun, tinggi badan meningkat 6 sampai 7 cm/tahun. 10

H. Dampak hospitalisasi pada anak Anak merasa cemas karena berpisah dengan kelompok sosialnya seperti teman-temanya dan keluarga, anak kehilangan kontrol (perubahan peran dalam keluarga, mengalami kelemahan fisik, takut mati, kehilangan kegiatan dalam kelompok) dan reaksi terhadap nyeri (anak mampu mengkomunikasikan rasa nyeri, mampu mengontrol perilaku jika merasa nyeri dengan cara : menggigit bibir dan mengenggam sesuatu dengan erat). (Sukarmin, 2009) I. Penatalaksanaan 11

Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum : 1. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan. 2. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika: a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun. b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun. c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun. d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik. Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut Mansjoer (2000) adalah : 1. Penatalaksanaan tonsilitis akut : a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klidomisin. b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. 12

c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2 sampai 3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negatif. d. Pemberian antipiretik 2. Penatalaksanaan tonsillitis kronik a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur atau hisap. b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu: 1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara. 4) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 13

6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus β hemoliticus 7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8) Otitis media efusa atau otitis media supurataif (Soepardi, 2007) Penatalaksanaan tonsilektomi : 1) Perawatan pra Operasi : a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi. b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan adanya risiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin parsial c) Lakukan pengkajian praoperasi : Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak (buku, boneka, gambar), bicaralah pada anak tentang hal-hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu 14

orang tua menyiapkan anak mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan perawatan. 2) Perawatan pascaoperasi : a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi. b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca operasi. c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal untuk berjaga-jaga seandainya terjadi kedaruratan. d) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan ke samping untuk mencegah aspirasi e) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar (orangtua boleh menggendong anak ). f) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama. Jika diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring. g) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika perlu. h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati. 15

i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam pertama. j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pemberian susu dan es krim pada malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan anak lebih sering membersihkan tenggorokanya, meningkatkan risiko perdarahan. k) Berikan collar es pada leher, jika anak menjadi gelisah, lepas collar es tersebut. l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin. m)jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk membantu menurunkan kecemasan. n) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar. (Nettina, 2006) J. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang 1. Fokus pengkajian menurut Firman (2006) yaitu : a. Wawancara 1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsilitis) 2) Apakah pengobatan adekuat 3) Kapan gejala itu muncul 16

4) Bagaimana pola makannya 5) Apakah rutin atau rajin membersihkan mulut b. Pemeriksaan fisik Data dasar pengkajian menurut Doenges (2000), yaitu : a) Integritas Ego Gejala : Perasaan takut, khawatir Tanda : ansietas, depresi, menolak. b) Makanan atau Cairan Gejala : Kesulitan menelan Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi c) Hygiene Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk d) Nyeri atau keamanan Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati Gejala : Sakit tenggorokan kronik, penyebaran nyeri ke telinga e) Pernapasan Gejala : Riwayat menghisap asap rokok (mungkin ada anggota keluarga yang merokok), tinggal di tempat yang berdebu. f) Tenggorokan Inspeksi : Tonsil membesar dan berwarna kemerahan. Palpasi : Terdapat nyeri tekan, pembesaran kelenjar limfoid. 17

18

L. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Doenges (2000): 1. Pre Operasi a. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat. b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi. c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi. d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan dilakukannya tonsilektomi. 2. Post Operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan. b. Risiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret. c. Risiko komplikasi : perdarahan berhubungan dengan pembedahan d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan. e. Risiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme. 19

M. Fokus Intervensi 1. Pre Operasi a. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi klien adekuat, tidak ada tanda malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan. Intervensi : 1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi Rasional : memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi 2) Auskultasi bunyi usus Rasional : makanan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik 3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi. Rasional : kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan 20

4) Berikan diet nutrisi seimbang (makanan cair atau halus) atau makanan selang sesuai indikasi Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang (Doenges, 2000) b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi. Tujuan : nyeri berkurang atau terkontrol. Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri menurun Intervensi: 1) Monitor perkembangan nyeri Rasional : mengetahui perkembangan tindakan dari yang dilakukan. 2) Monitor tanda-tanda vital darah dan nadi. Rasional : mengetahui keadaan pasien 3) Berikan tindakan nyaman dan hiburan Rasional : meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu di samping diri sendiri atau ketidaknyamanan. 4) Selidiki perubahan karakteristik nyeri, periksa mulut dan tenggorokan. 21

Rasional : dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi lanjutan. 5) Catatan indikator non-verbal respon automatik terhadap nyeri evaluasi efek samping Rasional : dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam program pengobatan (Doenges, 2000) c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal Kriteria hasil : suhu tubuh normal ( 36ºC sampai 37ºC ) tubuh tidak terasa panas, klien tidak gelisah. Intervensi : 1) Pantau suhu tubuh, perhatikan menggigil atau diaphoresis Rasional : suhu 38,1 C-41,1 C menunjukan infeksius 2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi Rasional : suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol Rasional : dapat membantu menurunkan suhu tubuh 4) Berikan antipiretik Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam 22

(Doenges, 2000) d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan dilakukanya tonsilektomi. Tujuan : cemas berkurang atau hilang. Kriteria hasil : kecemasan berkurang, klien tampak tenang. Intervensi : 1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan dengan mempersiapkan anak dan orang tua. 2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak mungkin tidak diberi makan atau minum setelah tengah malam pada hari pembedahan dilakukan untuk mencegah anak muntah dan aspirasi selama pembedahan. Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak memperoleh makanan atau minuman sepanjang malam, atau pagi hari sebelum pembedahan. 3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin tidak dilakukan jika anak memiliki tanda dan gejala infeksi akut, termasuk peningkatan suhu, hidung terdapat sekret, dan nyeri pada telinga pada hari pembedahan. Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi ini, sehubungan dengan risiko septikemia atau infeksi meluas. 23

4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan dan tempat mereka menungggu selama prosedur dan periode pemulihan. Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan berlangsung dapat membuat orang tua cemas selama pembedahan. 5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan kondisi pasca operasi. Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah prosedur, dapat mengurangi rasa cemas (Doenges, 2000) 2. Post Operasi. a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan. Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri, nyeri dapat hilang atau berkurang Kriteria hasil : melaporkan nyeri berkurang dan ekspresi wajah tampak rileks. Intervensi : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya. 2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi atau latihan nafas dalam. 24

Rasional : teknik distraksi atau latihan nafas dalam dapat mengurangi nyeri. 3) Tingkatkan istirahat klien Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri 4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan minum air dingin atau es, hindarkan makanan panas, pedas, keras dan melakukan teknik relaksasi Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara alternatif untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan 5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat. (Doenges, 2000) b. Risiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret Tujuan : jalan nafas efektif. Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, risiko ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya sekret Intervensi : 1) Pantau irama atau frekuensi irama pernafasan. Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. 25

2) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles atau ronkhi. Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada inspirasi atau ekspirasi pada respon terhadap pegumpulan sekret. 3) Kaji klien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan 4) Dorong klien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan. Rasional : membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan (Doenges, 2000) c. Risiko komplikasi: perdarahan berhubungan dengan pembedahan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan komplikasi perdarahan tidak terjadi. kriteria hasil : Kulit tidak sianosis, tanda-tanda vital normal, klien tenang dan rileks. Intervensi : 1) Pantau tanda-tanda vital. 26

Rasional : jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi. 2) Kaji adanya perdarahan. Rasional : mengetahui tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. 3) Lakukan kompres air es pada leher Rasional : mengurangi perdarahan 4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka Rasional : batuk dan bicara meningkatkan tekanan abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan. 5) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. Rasional : kulit dingin, denyut nadi lemah indikasi penurunan sirkulasi perifer. (Doenges, 2000) d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan. Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi. Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko kekurangan volume cairan dapat teratasi ditandai dengan tanda vital stabil, 27

membran mukosa lembab, turgor kulit baik, capilary refill time normal. Intervensi : 1) Kaji atau ukur dan catat jumlah perdarahan Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak ada tambahan cairan 2) Awasi tanda-tanda vital Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan untuk perkiraan kehilangan darah. 3) Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, peningkatan suhu. Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan atau lamanya episode perdarahan 4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan menambah perdarahan Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekanan intra abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langit-langit. (Doenges, 2000) e. Risiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme. Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau faktor risiko individu. Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan risiko infeksi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital normal. Intervensi : 28

1) Pantau tanda-tanda vital. Rasional : jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi. 2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian tangan yang baik. Rasional : mencegah risiko infeksi 3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif. Rasional : mengurangi infeksi nosokomial. 4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. Rasional : mencegah perkembangan mikroorganisme 29