POLICY BRIEF. Sempitnya Ruang Bicara Peserta BPJS Penyusun: Dini Inayati - Direktur PATTIRO Semarang REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
POLICY BRIEF PEKERJAAN RUMAH YANG TIDAK TERSELESAIKAN REKOMENDASI

MODUL PEMANTAUAN DISUSUN OLEH

POLICY BRIEF. Pemenuhan Hak atas Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil bagi Penyandang Disabilitas

Mempertangguh Badan Usaha Milik Desa untuk Menggerakkan Ekonomi Desa Sejak dulu, desa sudah diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

LAPORAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK RSUD Dr. SOETOMO TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT

LAPORAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta

Mempertangguh Badan Usaha Milik Desa untuk Menggerakkan Ekonomi Desa

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I

RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PERAN DINKES DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Desa memasuki babak baru ketika pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 akan segera

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

LAPORAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN Daerah Istimewa Yogyakarta

LAPORAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK RSUD Dr. SOETOMO TAHUN 2014

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

panduan praktis Edukasi Kesehatan

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI. 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi

Panduan Membuka Dan Mengelola Pos Pengaduan Pelayanan Publik

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JALAN. 1 Pendahuluan

LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK

Pencegahan Korupsi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Niken Ariati Fungsional Direktorat Penelitian dan Pengembangan Jakarta, 8 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) SK DIREKSI NO KEP/216/072014

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

LOGO PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RSUD

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 01/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 24 TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat mengenai peningkatan kualitas dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM)

Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

II. PELAKSANAAN PELAYANAN INFORMASI

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Pemberdayaan Badan Permusyawaratan Desa untuk Penguatan Demokrasi Desa

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

BAB V PENUTUP. menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah

PETA PERSAMPAHAN BANDUNG. Mengembangkan Piranti Lunak Untuk Mendorong Sistem Persampahan Berbasis Komunitas di Kota Bandung

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 16 TAHUN 2013

1.x. Masyarakat. Masyarakat. Masyarakat 2.x. 3.x. Tahap Perkembangan Masyarakat Menurut Moravec

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN

LANGKAH KEBIJAKAN PETA JALAN PNPM MANDIRI 2012

PERAN IDI DALAM MELAKSANAKAN KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA TERKAIT PROSES VERIFIKASI BPJS

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

LAPORAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK PPID PEMBANTU BKPMPT PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

LOGO PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PELAKSANAAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK PEMERINTAH KOTA MAGELANG TAHUN 2016 PEJABAT PEMBUAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA MAGELANG

Bab BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

RechtsVinding Online

BAB V SISTEM DAN IMPLEMENTASI KONTROL PROGRAM RASKIN

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS KE JAKARTA TANGGAL 17 SEPTEMBER 21 SEPTEMBER 2017

LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

LAPORAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK RSUD Dr. SOETOMO TAHUN 2015

Laporan Tahunan Layanan Informasi Publik Tahun Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Laporan Tahunan LAYANAN INFORMASI PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya memberikan pelayanan yang responsif, transparan dan

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

LAYANAN INFORMASI PUBLIK

Komite Advokasi Nasional & Daerah

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Transkripsi:

POLICY BRIEF REKOMENDASI Sebagian besar masyarakat belum mendapatkan informasi yang memadai tentang hak dan kewajibannya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Sosialisasi dan kesepakatan hak dan kewajiban peserta seharusnya dilakukan pada saat pendaftaran. BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan publik belum melaksanakan mekanisme penanganan keluhan secara ideal. Sarana pengaduan belum dapat diakses dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat, dan tidak ada mekanisme klarifikasi (jika perlu penjelasan lebih lanjut atas persoalan yang diadukan) maupun konfirmasi (hasil penanganan pengaduan) kepada pengadu. Ruang partisipasi peserta hanya terbatas pada penyampaian keluhan. Tidak ada ruang untukterlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait perbaikan pelayanan. Terkait dengan persoalan tersebut maka perlu : Perbaikan prosedur pendafataran yang mengakomodasi tahapan sosialisasi dan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan calon peserta. BPJS Kesehatan harus mencetak buku saku atau leaflet yang dibagikan kepada seluruh pendaftar. Penetapan Standar Prosedur Operasional (SPO) penanganan keluhan yang menyeluruh dan responsive terhadap masyarakat miskin, terpinggir, difabel dan anakanak serta lansia. Mengakomodasi dalam Perpres tentang JKN terkait hak peserta untuk berkumpul, berserikat dan menyampaiakn pendapat melalui asosiasi peserta BPJS Kesehatan. Sempitnya Ruang Bicara Peserta BPJS Penyusun: Dini Inayati - Direktur PATTIRO Semarang Pada UU Pelayanan Publik No. 25 tahun 2009 pasal 35 disebutkan tentang pengawasan eksternal oleh masyarakat. Pengawasan masyarakat bisa dalam bentuk keluhan atas pelayanan yang diterima sebagai bahan perbaikan. Unit penanganan keluhan BPJS Kesehatan belum mengatur dan mengimplementasikan mechanism penanganan keluhan yang ideal. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hak dan kewajiban untuk mengawasi pelayanan publik. Penyelenggara layanan juga belum memahami tentang manfaat hasil pengawasan masyarakat dapat menjadi bahan perbaikan layanan. Bahkan seringkali penyedia layanan bersikap defensif terhadap keluhan dan usulan perbaikan kebijakan dari masyarakat. Pada prinsipnya, penyelenggara layanan membutuhkan bahan perbaikan dari keluhan dan usulan masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan salah satu penyelenggara layanan pubik yang harus taat pada UU No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan pubik. Kewajiban bagi penyelenggara layanan publik menurut undang-undang tersebut belum seluruhnya ditaati oleh BPJS Kesehatan. Menurut informasi dari BPJS, dari 104,427 keluhan peserta yang diterima BPJS Kesehatan sampai dengan Tri Wulan (TW)- IV tahun 2014, seluruhnya telah diselesaikan 100%. Namun demikian BPJS Kesehatan tidak mempunyai data jumlah masyarakat yang menyatakan puas setelah pengaduannya dilaporkan telah ditangani. Policy Brief BPJS.indd 1 11/17/2015 7:37:06 PM

LATAR BELAKANG Dari 20 orang peserta BPJS Kesehatan yang disurvei PATTIRO di dua Kelurahan di Kota Semarang dan dua desa di Kabupaten Semarang seluruhnya belum pernah dan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keluhan kepada BPJS maupun Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang bekerjasama. Selama ini, BPJS Kesehatan belum menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi peserta sehingga peserta tidak dapat menyampaikan usulan untuk penyusunan kebijakan. Saluran/cara penyampaian pengaduan yang disediakan menggunakan internet dan call center. Kedua saluran/cara tersebut tidak mudah diakses oleh seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin, marginal dan/atau difabel. PATTIRO ingin mendorong ruang partisipasi yang lebih luas bagi peserta BPJS Kesehatan. Salah satu ruang partisipasi adalah melalui penanganan keluhan yang berguna untuk mendorong peningkatkan pelayanan. Pelayanan yang ideal sesuai Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pasal 42, yaitu pelayanan harus memperhatikan mutu pelayanan dengan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien dan efisiensi biaya. Mekanisme penanganan keluhan yang saat ini dijalankan oleh BPJS Kesehatan dinilai belum cukup ideal (belum mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,serta belum ada mekanisme konfirmasi/pemberitahuan kepada pengadu atas penanganan yang dilakukan). Selain itu External Complain Mechanism menjadi penting keberadaannya untuk mendukung efektifitas unit pengaduan yang sudah ada maupun yang akan dikembangkan. TELAAH KRITIS Data BPJS Kesehatan Regional Jateng dan DIY menunjukkan bahwa sampai bulan Maret 2015 telah dilakukan sosialisasi melalui televisi tiga kali (3x), spot radio 3747 kali, surat kabar 55 kali, banner dan poster 211 unit, souvenir 756 kali, penyebaran leaflet 36.000 dan penyuluhan dengan pertemuan tatap muka sebanyak 315 kali. Namun demikian temuan survei lapangan yang dilakukan PATTIRO menemukan banyaknya masyarakat yang tidak terpapar sosialisasi yang memadai. Leaflet yang berisi tentang informasi hak dan kewajiban peserta tidak sebanding dengan jumlah peserta pada tahun 2014 (36.000 leaflet : 21.627.819 peserta) artinya kurang lebih satu leaflet untuk 600 peserta. Salah satu akibatnya banyak masyarakat tidak memahami manfaat yang bisa didapatkan sebagai peserta serta mekanisme penanganan keluhan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dan Faskes yang bekerjasama. Dari 20 peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Semarang dan Kota Semarang seluruhnya (100%) pada saat mendaftar tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat kepesertaan dan bagaimana mekanisme penanganan keluhan jika tidak puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan maupun Faskes yang bekerjasama. Sebagaimana umumnya peserta asuransi, maka kesepakatan hak dan kewajiban antara dua pihak (penyelenggara asuransi dan peserta), harus dilakukan di awal pendaftaran peserta. Penyelenggara asuransi harus menjelaskan secara lengkap tentang hak dan kewajiban peserta dan perusahaan serta konsekuensi atas pelanggarannya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan pengelola Jaminan Kesehatan Nasional harus melakukan hal serupa. Tahun 2019, BPJS kesehatan ditargetkan dapat mewujudkan universal coverage. Sehingga, BPJS Kesehatan dituntut mampu membagun kepercayaan, kesadaran dan kerelaan seluruh masyarakat menjadi peserta. Dari 20 peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Semarang dan Kota Semarang seluruhnya (100%) pada saat mendaftar tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat kepesertaan dan bagaimana mekanisme penanganan keluhan jika tidak puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan maupun Faskes yang bekerjasama. Sebagaimana umumnya peserta asuransi, maka kesepakatan hak dan kewajiban antara dua pihak (penyelenggara asuransi dan peserta), harus dilakukan di awal pendaftaran peserta. Penyelenggara asuransi harus menjelaskan secara lengkap tentang hak dan kewajiban peserta dan perusahaan serta konsekuensi atas pelanggarannya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan pengelola Jaminan Kesehatan Nasional harus melakukan hal serupa. Tahun 2019, BPJS kesehatan ditargetkan dapat mewujudkan universal coverage. Sehingga, BPJS Kesehatan dituntut mampu membagun kepercayaan, kesadaran dan kerelaan seluruh masyarakat menjadi peserta. Dari 20 peserta BPJS Kesehatan yang diwawancarai menyampaikan alasannya menjadi peserta karena terpaksa. Masyarakat tidak mampu membayar premi asuransi swasta karena mahal, sedangkan BPJS dianggap lebih murah. Peserta memilih BPJS bukan karena paham benar manfaatnya dan sepakat dengan hak dan kewajibannya, tetapi lebih karena tidak ada pilihan lain. Peserta pun tidak cukup berdaya karena tidak ada ruang berpartisipasi untuk menyampaikan usulan kebijakan pelayanan kecuali dengan pengaduan melalui internet dan call center yang telah disediakan BPJS Kesehatan. Policy Brief BPJS.indd 2 11/17/2015 7:37:06 PM

Selama ini tidak pernah ada sosialisasi kepada Peserta BPJS tentang tim monev penyelenggaran pelayanan JKN tingkat pusat yang di tetapkan oleh Menteri Kesehatan, dan tim monev penyelenggaraan pelayanan JKN di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota yang ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Peserta tidak pernah tahu bahwa sebenarnya mereka dapat meneruskan keluhan jika tidak puas atas penanganan yang dilakukan Faskes maupun BPJS Kesehatan. Peserta hanya mendapatkan sosialisasi tentang nomor call center dan alamat portal web BPJS Kesehatan untuk menyampaikan pengaduan dan belum pernah mengetahui bagaimana mekanisme penanganan pengaduan. Selain call center dan internet, seharusnya disediakan cara lain agar seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, marjinal dan atau difabel dapat menyampaikan keluhan secara mudah, murah dan cepat. Dari hasil penenlusuran regulasi terkait BPJS Kesehatan, belum ditemukan regulasi tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) mekanisme menyampaikan pengaduan dan penanganannya. Laporan Hasil Kajian Sistem, pengelolaan dana kapitasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah daerah, Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Komite Pemberantasan Korupsi, tahun 2014 juga merekomendasikan BPJS Kesehatan di tiap daerah membangun saluran pengaduan masyarakat terkait pelayanan di FKTP dan mensosialisasikannya. Perlu diperhatikan, saluran yang dimaksud tidak hanya cara menyampaikan keluhan namun juga mekanisme penangananya termasuk mekanisme komunikasi antara masyarakat yang mengadu dan petugas yang menanganinya sehingga masyarakat mengetahui adanya perbaikan pelayanan atau sebaliknya. Tidak semua peserta BPJS Kesehatan berani menyampaikan keluhan dan mengawalnya sampai terjadi perbaikan pelayanan sebagaimana diharapkan. Mekanisme penanganan keluhan yang dibuat atau dibangun secara ideal sekalipun tidak akan efektif jika masyarakatnya enggan dan atau tidak berani mengadu atas ketidakpuasan layanan. Sehingga penyaluran keluhan melalui mekanisme eksternal menjadi salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan. Asosiasi peserta BPJS Kesehatan dapat menjadi saluran alternatif penyampaian keluhan yang kemudian diteruskan kepada yang berwenang, serta mengawal penangan keluhan tersebut sampai terjadi perbaikan pelayanan. Peserta BPJS Kesehatan berhak untuk berkumpul dan mengorganisir diri dalam asosiasi peserta. Fungsinya untuk menyampaikan pendapat secara kolektif bagi perbaikan pelayanan. Peserta/pengguna layanan/konsumen BPJS Kesehatan selayaknya mendapatkan ruang partisipasi berupa kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya bagi peningkatan kulaitas layanan. Tidak hanya melalui mekanisme pengelolaan keluhan, ruang partisipasi yang diharapkan adalah adanya forum-forum peserta untuk menyampaikan aspirasi ketika BPJS Kesehatan akan menetapkan kebijakan pelayanan. Selain itu, keberadaan Asosiasi Peserta BPJS juga akan sangat membantu tim monev untuk menjalankan tugasnya yaitu memberikan masukan untuk monitoring, memberikan masukan untuk rekomendasi dalam evaluasi serta mengawal implementasi hasil evaluasi. Sehingga pelayanan yang memperhatikan mutu pelayanan dengan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien dan efisiensi biaya akan terus dapat diwujudkan. Policy Brief BPJS.indd 3 11/17/2015 7:37:09 PM

ALTERNATIF KEBIJAKAN Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO) Penanganan Keluhan Sebagaimana UU no. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan pasal 48 menyebutkan bahwa untuk penyelesaian pengaduan BPJS Kesehatan wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan peserta. Standar Prosedur Operasional (SPO) penanganan keluhan atas pelayanan Fasilitas Kesehatan (Faskes) dan BPJS Kesehatan diperlukan agar ada kejelasan prosedur teknis yang harus dijalankan oleh masyarakat yang akan menyampaikan keluhan. Begitu pula dengan Faskes dan BPJS Kesehatan mendapatkan kejelasan prosedur menangani keluhan dan memperbaiki pelayanan sesuai harapan masyarakat. Sosialisasi Manfaat Kepesertaan dan Mekanisme Penanganan Keluhan Sosialisasi manfaat kepesertaan dan mekanisme penanganan keluhan seharusnya dilakukan sejak peserta mendaftar. Dapat dilakukan melalui pembagian buku saku atau leaflet yang dibagikan kepada seluruh pendaftar. Hal itu dapat mencegah peserta menuntut lebih atau diperlakukan tidak semestinya oleh Faskes. Sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pasal 13 menyebutkan bahwa BPJS berkewajiban untuk memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya. Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan pasal 25 menyebutkan bahwa peserta berhak mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan. Sosialisasi hak dan kewajiban peserta akan mendorong partisipasi masyarakat untuk berkontribusi dalam perbaikan pelayanan melalui penyampaian keluhan. Revisi Regulasi tentang JKN (Perpres No 12 Tahun 2013) untuk Mengakomodir Eksistensi Perserikatan Peserta BPJS Peserta BPJS Kesehatan berhak untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat. Serikat peserta BPJS Kesehatan adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk peserta BPJS, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, Policy Brief BPJS.indd 4 11/17/2015 7:37:12 PM

Saya dipaksa naik kelas oleh RS swasta di Semarang ketika istri saya melahirkan cessar. Sebenarnya saya peserta BPJS kelas II dan dipaksa naik kelas I dengan alasan agar istri saya mendapatkan tidakan yang semestinya. Bayi yang dilahirkan pun seluruh perawatannya tidak ditanggung bersama biaya persalinan. Sehingga saya harus membayar seluruh biaya perawatan bayi. Hal ini janggal menurut saya karena mana ada bayi baru saja lahir sudah punya asuransi??? Ketika saya mengeluh pada petugas BPJS di RS tersebut, mereka menyuruh saya untuk turuti saja aturan RS, tukas Bapak Nugroho. Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Lampiran BAB VII Monitoring, Evaluasi dan Penanganan Keluhan Belum menyebutkan kewajiban BPJS Kesehatan untuk menetapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) mekanisme keluhan. Peraturan ini hanya menyebutkan penyelesaian keluhan secara berjenjang : Apabila peserta memiliki keluhan terhadap pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, peserta dapat mengajukan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Jika penanganan keluhan tidak dapat diselesaikan, maka dapat diteruskan ke jenjang selanjutnya (melalui tim monev kabupaten/kota, tim monev provinsi, tim monev pusat, dan Menteri Kesehatan). Apabila peserta memiliki keluhan terhadap pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan, maka dapat menyampaikan pengaduan kepada BPJS Kesehatan setempat. Jika penanganan keluhan tidak dapat diselesaikan, maka dapat diteruskan ke jenjang selanjutnya (melalui tim monev kabupaten/kota, tim monev provinsi, tim monev pusat, dan Menteri Kesehatan). Usulan Pengembangan Mekanisme Penanganan Keluhan Perlunya payung hukum untuk kewajiban penyusunan SPO secara partisipatif khusus bagi BPJS Kesehatan. Standar Prosedur Operasional (SPO) Penangnan Keluhan harus memuat : Sarana yang digunakan untuk menyampaikan pengaduan harus mudah di akses oleh semua lapisan masyarakat Petugas penerima pengaduan Mekanisme merespon pengaduan Mekanise konfirmasi kepada pengadu setelah ada respon atas pengaduan Pemantauan dan evaluasi penanganan pengaduan Dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan Apabila terjadi permasalahan antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan atau antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan maka sebaiknya diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak. Jika penanganan keluhan tidak dapat diselesaikan, maka dapat diteruskan ke jenjang selanjutnya (melalui tim monev kabupaten/kota, tim monev provinsi, tim monev pusat, dan Menteri Kesehatan). Perbandingan antara Mekanisme Penanganan Keluhan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Usulan Pengembangannya Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ketentuan Umum Belum memuat ketentuan/definisi tentang partisipasi peserta Bab II Peserta dan Kepesertaan Belum menyebutkan tentang hak peserta untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat Bab X Penanganan Keluhan Bentuk partisipasi peserta hanya melalui pengaduan dan tidak disebutkan secara spesifik bahwa pengaduan dapat dilakukan secara perorangan dan berkelompok Usulan Pembentukan Asosiasi Peserta BPJS Partisipasi peserta didefinisikan dalam ketentuan umum : keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada peserta Ditambahkan satu pasal tentang hak peserta untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat serta ketentuannya Bentuk partisipasi tidak hanya melalui mekanisme pengaduan namun juga melalui pelibatan dalam forum yang merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan melibatkan peserta melaui perwakilan dari asosiasi peserta UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan- Publik Bab VI Peran Serta Masyarakat Pasal 39 Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan pubik dimulai sejak penyusunan standar pelayanan hingga evaluasi dan pemberian penghargaan Peran serta yang dimaksud diwujudkan dalam bentuk kerjasama, pemenuhan hak dan kewajian masyarakat, serta peran aktif dalam kebijakan penyusunan pelayanan publik Masyarakat dapat membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik Perbandingan antara Hak dan Kewajiban Peserta dalam Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Usulan Assosiasi Peserta Jaminan Kesehatan Policy Brief BPJS.indd 5 11/17/2015 7:37:13 PM

PROFIL PATTIRO adalah organisasi non profit yang mendorong terwujudnya tata pemerintahan lokal yang baik, transparan, dan adil bagi kesejahteraan sosial masyarakat. PATTIRO, yang didirikan pada 17 April 1999 di Jakarta, bergerak di bidang riset dan advokasi dengan fokus pada isu local governance, terutama desentralisasi. Saat ini, kami telah bekerja di 17 provinsi dan 70 kabupaten/ kota di Indonesia melalui riset, bantuan teknis kepada pemerintah daerah, pendampingan masyarakat dan advokasi kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mereformasi kebijakan, memperbaiki pelayanan publik dan memperbaiki pengelolaan anggaran publik. Fokus Area PAT- TIRO terdiri dari: akuntabilitas sosial untuk pelayanan publik (social accountability for public service); keuangan publik (public finance); dan transparansi (transparency). Pada 2011, 2012, dan 2013, PATTIRO telah meraih penghargaan sebagai lembaga think tank untuk riset dan advokasi kebijakan Top 30 Good Governance and Transparency Think Tank in the World oleh University of Pennsylvania, USA. Office Jalan Mawar, Komplek Kejaksaan Agung Blok G 35, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520, Indonesia. Telepon: 021-7801314. Fax: 021-782 3800. Email: info@pattiro.org Website: www.pattiro.org Disclaimer Penelitian ini terlaksana dengan dukungan dari Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID)/ Program Representasi. Konten dari policy brief ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari PATTIRO dan tidak mencermikan pandangan dari USAID atau pemerintah Amerika Serikat. Twitter: @InfoPattiro Facebook: @ PATTIROIndonesia Policy Brief BPJS.indd 6 11/17/2015 7:37:19 PM