ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

dokumen-dokumen yang mirip
Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERAN DESA DALAM MENDUKUNG DAYA SAING PERTANIAN MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN 1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018

Ketika cakar Sang Naga kian kuat mencengkeram

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 Awal tahun 2010 dimulai dengan hentakan pemberlakuan ACFTA atau ASEAN-China Free Trade Area. Pro-kontra mengenai pemberlakuan ACFTA marak diperbincangkan. Sebagian masyarakat menganggap ACFTA sebagai tantangan bagi Indonesia untuk maju, namun sebagian lainnya menganggap ACFTA sebagai kado pahit di awal tahun. ACFTA mulai berlaku pada 1 Januari 2010 dengan menggunakan prinsip perdagangan bebas. Perdagangan bebas tersebut didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan, yakni hambatan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Bagi pendukung ACFTA, kesepakatan ini akan bermakna besar bagi kepentingan geostrategis dan ekonomis Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan (Kompas, Senin, 18 Januari 2010). Namun bagi penentangnya, penerapan ACFTA dikhawatirkan bakal menghancurkan industri nasional. Sebab, tarif bea masuk barang-barang dari China ke ASEAN, khususnya Indonesia menjadi nol persen. Hal ini tentu akan mengancam industri dalam negeri dikarenakan produk China terkenal dengan harga murah. Penerapan ACFTA memang membawa konsekuensi yang besar. Tanpa kebijakan yang sistematis dan terarah, kesepakatan ACFTA hanya akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Kronologi ACFTA dan Upaya Pemerintah Sebenarnya kesepakatan untuk menerapkan ASEAN-China Free Trade Area atau ACFTA tersebut telah dirancang sejak lama dan ditandatangani 8 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 4 November 2002. Sedangkan jauh sebelumnya juga sudah dirancang dan disepakati Common Effective Preferential Tariff dalam rangka ASEAN Free Trade Agreement (CEPT-AFTA), dan perjanjian tersebut telah ditandatangani 18 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Januari 1992. Sebagaimana diutarakan diatas bahwa ACFTA mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2010. Setelah berlakunya ACFTA, sejumlah kalangan, terutama kalangan pengusaha meminta pemberlakuannya ditunda sampai pengusaha domestik benar-benar siap menghadapi ACFTA. Golongan yang meminta penundaan tersebut khawatir jika liberalisasi perdagangan diterapkan mulai saat ini akan menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sejumlah perusahaan karena produknya kalah bersaing di pasaran. Jika terjadi PHK besar-besaran maka tingkat pengangguran akan semakin tinggi, dampaknya tingkat kemiskinan akan semakin tinggi pula. Sejumlah pakar memperkirakan produk dalam negeri yang akan terkena dampak ACFTA yang cukup signifikan antara lain tekstil dan produk tekstil, makanan dan minuman, pertokimia, alat-alat dan hasil pertanian, elektronik, industri komponen manufaktor otomotif dan lain-lain. Sehubungan dengan keberatan tersebut, Pemerintah bersama pihak dunia usaha telah melakukan kajian bersama secara mendalam untuk mengindentifikasi sektor-sektor mana yang diperkirakan akan mengalami pelemahan daya saing. Kajian tersebut telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 228 pos tarif produk dalam kerangka ACFTA dan sebanyak 227 pos tarif produk dalam kerangka CEPT-AFTA. Pos-pos tarif dimaksud diupayakan untuk dinegosiasikan kembali dengan negara mitra dalam perjanjian tersebut. Upaya lain yang juga sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, misalnya pada tanggal 31 Desember 2009 Kementerian Perdagangan telah menyampaikan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai kekhawatiran industri di dalam negeri atas pelaksanaan ACFTA dan CEPT-AFTA secara penuh, dan meminta pelaksanaan perjanjian dimaksud dapat ditinjau kembali.

Disamping itu, Pemerintah juga telah membentuk Tim Koordinasi yang bertugas menyelesaikan hambatan industri dan perdagangan dalam rangka memperkuat daya saing industri nasional dalam menghadapi perdagangan global. Langkahlangkah yang sudah dilakukan oleh Tim tersebut antara lain : - Meningkatkan efektivitas pengamanan pasar dalam negeri dari penyelundupan dan pengawasan peredaran barang dalam negeri melalui peningkatan pemberlakukan sejumlah instrumen yang sesuai dengan disiplin perjanjian internasional, seperti standar mutu, HaKI dan perlindungan konsumen, serta mencegah dumping dan lain-lain. - Meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap penerbitan dan pemanfaatan dokumen surat keterangan asal (SKA) untuk ekspor dan impor. - Melakukan penguatan pasar ekspor, seperti Trade Promotion Center. - Peningkatan promosi penggunaan produk dalam negeri.â - Penanganan issue domestik lainnya, seperti pembenahan tata ruang dan pemanfaatan lahan, infrastuktur dan energi, perluasan akses pembiayaan, perbaikan pelayanan publik, dan lain-lain. Pemerintah juga akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan demi kelancaran pelaksanaan pembicaraan ulang dengan pihak-pihak terkait. Indonesia vs China China merupakan negara yang sedang berjaya. Produknya merambah hampir ke seluruh dunia. Produk yang murah menjadi poin plus bagi Negara Tirai Bambu tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang pesat pun membuat China menjadi Aktor paling penting di kawasan Asia. China memang mempunyai dukungan yang besar terhadap industri dalam negerinya sehingga dapat menguasai pasar dunia. Kemudahan dalam memberikan pinjaman bank dengan bunga yang rendah mendorong lahirnya produk-produk yang merambah negara-negara lain dengan harga relatif murah. Dukungan infrastruktur juga sangat diperhatikan bagi perluasan perdagangan. Selain itu kemudahan izin usaha juga diterapkan. Kemudahan-kemudahan seperti di China tersebut sampai saat ini belum ditemui di Indonesia. Inilah yang memberikan kekhawatiran tersendiri atas dampak ACFTA di dalam negeri. Produk dalam negeri dinilai belum dapat bersaing dengan produk-produk dari China karena biaya produksi di dalam negeri masih tinggi dan menyebabkan harga jualnya jauh di atas produk-produk China. Penerapan ACFTA tentu akan menyebabkan berubahnya peta perdagangan antara Indonesia, negara-negara ASEAN, dan China. Pada tabel 1 berikut disajikan ekspor-impor Indonesia dengan negara-negara tersebut:

Dari data di atas jelaslah bahwa impor China ke Indonesia lebih besar dari ekspornya, sehingga terjadi defisit perdagangan. Jadi, kekhawatiran tersebut sangat beralasan. Tanpa pemberlakuan ACFTA pun impor China ke Indonesia sudah cukup tinggi, apalagi dengan dihapuskannya tarif bea masuk barang China ke Indonesia. Indonesia memang masih jauh tertinggal dari China. Ketertinggalan ini dapat dilihat dari perbandingan indikator makroekonomi antara Indonesia dengan China sebagaimana digambarkan pada tabel 2. Indikator-indikator diatas menjelaskan betapa China lebih unggul dari Indonesia. Suku bunga kredit bank komersil di China hanya sebesar 5,31 persen, sementara Indonesia jauh lebih tinggi yakni sebesar 13,6 persen. Inilah yang menyebabkan minimnya perkembangan pertumbuhan produksi industri Indonesia yang hanya 2 persen di tahun 2009 sementara China mencapai 8,1 persen. Dari data tersebut, infrastruktur Indonesia juga terlihat jauh tertinggal. Padahal infrastruktur yang baik akan menunjang dalam menciptakan biaya berproduksi murah yang selanjutnya akan menekan harga di tingkat konsumen. Infrastruktur yang baik juga sangat membantu dalam perluasan pasar hingga mencapai skala perdagangan ekspor-impor. Dampak ACFTA Terhadap Indonesia Segala sesuatu memang akan memberi dampak positif dan negarif. Begitu juga dengan ACFTA. Dampak kesepakatan ini memang memiliki implikasi yang cukup luas di bidang ekonomi, industri dan perdagangan. Dari sisi konsumen atau masyarakat, kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan. Dengan demikian akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat sehingga diharapkan kesejahteraan pun dapat ditingkatkan. Namun, kesepakatan tersebut justru membuat industri lokal gelisah. Hal ini dikarenakan industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi serbuan produk-produk China yang berharga murah. Produk-produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga pasaran pun masih sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan ditutupnya perusahaan dalam negeri akibat kalah bersaing. Masalah yang paling dikhawatirkan adalah pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Tentu UKM tersebutlah yang paling parah terkena imbas dengan membanjirnya produk-produk China. Produk-produk China yang menguasai pasar Indonesia dapat ditampilkan sebagai berikut:â

Berdasarkan chart di atas, bisa dilihat produk-produk China berupa mainan anak dan alat rumah tangga marak dibeli oleh masyarakat. Hal ini merupakan tantangan berat bagi UKM yang memproduksi barang-barang tersebut, untuk terus melanjutkan usahanya. Dampak ACFTA juga akan merambah ke sektor pertanian. Mengingat begitu lancarnya hubungan ekspor-impor pertanian antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dan China. Data menunjukkan trade balance (neraca perdagangan) produk pertanian dengan ASEAN-Cina pada Januari 2010, Indonesia masih meraih surplus US$ 2,2 miliar. Nilai surplus terbesar diperoleh dari sektor perkebunan, seperti minyak kelapa sawit dan turunannya, karet SIR 20, minyak dan lemak dari sayuran, karet lembaran, minyak kopra, biji cokelat (pecah, setengah pecah, dan mentah), serta gaplek iris dan kering sebesar US$ 2.756 miliar. Secara lebih rinci, nilai ekspor Indonesia ke China adalah: 1. Sektor komoditas primer sektor perkebunan, kontribusi terbesar disumbang karet US$ 6,152 miliar, kakao US$ 1,269 miliar, kopi US$ 991 juta, dan kelapa US$ 901 juta. 2. Sektor perkebunan olahan, sumbangan terbesar adalah minyak sawit (US$ 14,11 miliar) dan karet (US$ 1,485 miliar). 3. Subsektor tanaman pangan, kontribusi terbesar disumbang gandum (US$ 252 juta) dan ubi kayu (US$ 36 juta). 4. Subsektor hortikultura disumbang buah, kacang-kacangan, dan tumbuhan awetan (US$ 170 juta). 5. Subsektor peternakan disumbang susu (US$ 187 juta) dan lemak (US$ 377 juta). Sementara nilai impor Indonesia dari China sebagai berikut : - Impor terbesar terjadi pada subsektor hortikultura, seperti bawang putih segar, buah apel, pir, serta kwini Mandarin segar, dan komoditas buah lainnya sebesar US$ 434,4 juta; - Subsektor pangan berupa benih gandum dan gandum lainnya, gula kasar, kacang kupas, dan komoditas pangan lain sebesar US$ 109,53 juta; - Subsektor peternakan yang umumnya berupa impor binatang hidup US$ 17,947 juta (Tempo, 19 Januari 2010). Kebijakan Indonesia Menghadapi ACFTA Berbagai kebijakan memang harus dibuat agar dampak ACFTA tidak menggerus perekonomian Indonesia. Hal yang paling krusial adalah dalam menekan harga produk lokal sehingga dapat bersaing dengan produk-produk murah dari China. Inilah mengapa perlunya menciptakan biaya produksi rendah.

Biaya produksi rendah bagi industri dalam negeri dapat diciptakan dengan pertama, menurunkan suku bunga pinjaman bank. Suku bunga pinjaman yang diterapkan di Indonesia adalah sebesar 13,6 persen. Suku bunga tersebut dianggap terlalu tinggi dan membebani para pengusaha, terutama pengusaha UKM. Bunga yang relatif tinggi memberikan keengganan bagi perusahaan maupun perorangan untuk meminjam uang karena biayanya dianggap masih mahal. Implikasi bunga pinjaman yang tinggi lainnya adalah akan menyebabkan sektor manufaktur sulit bersaiang. Bunga pinjaman tersebut akan membebani ongkos kapital sehingga menaikkan biaya produksi. Dan selanjutnya seperti yang telah disebutkan di atas yakni membuat biaya produksi tinggi dan memaksa harga produk pun menjadi lebih mahal. Dengan demikian diperlukan penurunan suku bunga pinjaman agar meringankan beban biaya produksi dan juga mendorong pembukaan usaha-usaha baru agar terbuka kesempatan kerja yang lebih luas. Kedua, memperbaiki infrastruktur. Infrastruktur memang tak dipungkiri merupakan variabel yang sangat krusial dalam memacu roda perekonomian. Bahkan Kwiek Kian Gie mengatakan, secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Penurunan kinerja infrastruktur berimplikasi pada terhambatnya distribusi barang dan jasa yang menyebabkan kenaikan biaya angkut, sehingga biaya produksi meningkat. Hal inilah mengapa perbaikan infrastruktur akan sangat menekan biaya produksi. Selain kedua kebijakan tersebut, di sektor pertanian diperlukan fokus dalam pengembangan komoditas berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan di sektor perkebunan perlu mendapat perhatian khusus. Diperlukan pengembangan produk-produk perkebunan bernilai tambah berupa olahan. Sehingga ekspor komoditas perkebunan tidak lagi berupa bahan mentah, namun mempunyai nilai tambah yang memberikan pendapatan yang lebih tinggi. Diharapkan dengan kebijakan-kebijakan yang sistematis dan terarah, momen ACFTA dapat memberikan efek laju pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memunculkan daya saing produk lokal yang unggul, murah, dan memiliki pasar yang luas. ( Ibnu Purna/ Hamidi/ Prima )