BEDA PERSEPSI DOKTER PUSKESMAS INTEGRASI DAN NON INTEGRASI DI KABUPATEN KLATEN TERHADAP PENDERITA SKIZOFRENIA

dokumen-dokumen yang mirip
Artikel Penelitian Majalah Kesehatan Pharmamedika 2013, Vol 5 No. 1 15

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

BAB III PENUTUP. terhadap anggota keluarga penderita Skizofrenia yang mengalami. preventif dan rehabilitatif.

ANGKA KEJADIAN DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PSIKOSOSIAL DAN INSOMNIA TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI KOTA YOGYAKARTA

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di RSD dr. Soebandi Jember

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI DAN YANG BERSAMA KELUARGA DI KELURAHAN PAJANG

Hubungan di antara merokok dengan tingkat kecemasan di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2014

Suryani 1, Wiwi Karlin 2, Maria Komariah 3

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik DIY, Propisi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam angka tahun 2003, Yogyakarta.

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

EVALUASI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIPSIKOTIK ORAL PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

TINGKAT STRES PADA CAREGIVER PASIEN GANGGUAN JIWA PSIKOTIK LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

Karakteristik Demografi Pasien Depresi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Periode

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

PERBEDAAN TINGKAT STRES DAN GEJALA SOMATIK ANTARA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEPERAWATAN DI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

ANALISIS LAMA RAWAT DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA SISTEM PEMBAYARAN INA DRG DAN NON INA DRG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

HUBUNGAN PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN PADA LAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : ASTRI SRI WARIYANTI J

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien...

PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI BERHUBUNGAN DENGAN KETAATAN KONTROL GULA DARAH PADA PENDERITA DM DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Muhammadiyah Semarang ABSTRAK ABSTRACT

PERBEDAAN PENINGKATAN INDEKS MASSA TUBUH PADA PASIEN SKIZOFRENIA YANG DITERAPI OBAT STANDAR DENGAN OBAT STANDAR DITAMBAH CLOZAPINE DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai. salah satunya adalah pembangunan dibidang kesehatan.

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA KEPATUHA KO TROL BEROBAT PADA KLIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN IMUNISASI CAMPAK: APLIKASI TEORI HEALTH BELIEF MODEL SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Pengaruh Kompetensi Bidan di Desa dalam Manajemen Kasus Gizi Buruk Anak Balita terhadap Pemulihan Kasus di Kabupaten Pekalongan Tahun 2008

TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS HALMAHERA DAN PUSKESMAS ROWOSARI SEMARANG DI ERA JKN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

SKRIPSI. HUBUNGAN KUALIFIKASI CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS RAWAT JALAN BERDASARKAN ICD-10 DI RSPAU dr S HARDJOLUKITO YOGYAKARTA 2015

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

PERBEDAAN STATUS INSOMNIA ANTARA ORANG DEWASA YANG MELAKUKAN YOGA DENGAN YANG TIDAK MELAKUKAN YOGA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA PADA IBU BERSALIN DAN LAMA PERSALINAN KALA I DI RSUD KARANGANYAR KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK GAMBARAN GANGGUAN JIWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENYARINGAN MEODE 2 MENIT

Pembimbing II : dr. Rita Tjokropranoto, M.Sc.

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi

KARAKTERISTIK PASIEN RADIODERMATITIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN JANUARI AGUSTUS Oleh : MUHAMMAD FACHRUL ROZI LUBIS

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA

ABSTRAK. Kata kunci: Bunuh diri, karakteristik percobaan bunuh diri, masalah psiko-sosial.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB IV METODE PENELITIAN

Pengaruh pelatihan asuhan gizi dalam meningkatkan kinerja ahli gizi ruang rawat inap di RSUD DR. Soetomo Surabaya

PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI KANKER ANTARA PASIEN KANKER DI RSUP HAJI ADAM MALIK DENGAN ORANG AWAM DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG II

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MUTU PELAYANAN POLIKLINIK DIAN NUSWANTORO DENGAN KEPUTUSAN PEMANFAATAN ULANG DI UPT POLIKLINIK DIAN

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

ABSTRAK. Ika Dewi Wiyanti, 2016; Pembimbing I : dr. Dani, M.kes Pembimbing II : dr.frecillia Regina,Sp.A

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN DOKTER DENGAN KELENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI POLIKLINIK NEUROLOGI RSUP DR. KARIADI SEMARANG OKTOBER 2008.

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

Transkripsi:

BEDA PERSEPSI DOKTER INTEGRASI DAN NON INTEGRASI DI KABUPATEN KLATEN TERHADAP PENDERITA SKIZOFRENIA DIFFERENT PERCEPTION BETWEEN INTEGRATION AND NON-INTEGRATION PRIMARY CARE DOCTOR IN KLATEN REGENCY TOWARDS SCHIZOPHRENIA PATIENT Anisa Renang 1, Carla Marchira 2 1 Peserta PPDS I Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2 Bagian IImu Kedokteran Jiwa FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ABSTRACT Background: Mental disorder is a health problem commonly found in the community. Studies showed that mental disorder often undetected and not well managed in primary care. Primary care doctors perception towards severe mental disorder i.e. schizophrenia will influence the management of this disorder. Objective: To identify different perception between integration and non-integration primary care doctor in Klaten regency towards schizophrenia patient. Subject and Method: Subjects were primary care doctors in Klaten Regency. The figure of sample was 48. Data was collected using perception towards schizophrenia patient instrument. Data was analyzed with Chi- Square. Result: Data collection showed 75% primary care doctors stated that schizophrenia was a disease which could be recovered, 45.8% stated they did not like to treat schizophrenia patient, 83.3% stated that schizophrenia patient needed to be supervised continuously, and 16.7% primary care doctors stated that schizophrenia patient is dangerous; therefore they needed to be isolated. Chi-square test showed different perception between integration and non-integration primary care doctor towards recovery of schizophrenia patient (x²=7.759, p=0.005), using of new antipsychotic (x²=9,966, p=0,002), supervision of schizophrenia patient continuously (x²=12.448, p=0.00), giving diagnosis of schizophrenia (x²=5.828, p=0.016) and isolation of schizophrenia patient (x²=12.448, p=0.00). Conclusion: There s a significant difference between integration and non-integration primary care doctor towards recovery of schizophrenia patient, using of new antipsychotic, supervision of schizophrenia patient continuously, giving diagnosis of schizophrenia, and isolation of schizophrenia patient. Keywords: perception, primary care doctor, schizophrenia PENDAHULUAN Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat, yang dapat mengenai laki-laki dan perempuan dari berbagai lapisan umur dan berbagai tingkatan sosialekonomi. 1 Dari beberapa studi didapatkan bahwa apabila gangguan jiwa tersebut tidak terdeteksi dan tertatalaksana dengan baik, dapat menyebabkan timbulnya disabilitas bagi penderitanya, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial okupasional. 1,2 Pelayanan primer seperti Puskesmas merupakan lini terdepan petugas kesehatan yang akan menangani gangguan-gangguan jiwa pertama kali. Oleh karena itu, petugas kesehatan di pelayanan primer haruslah memiliki kemampuan untuk melakukan deteksi dan mampu menatalaksana gangguan jiwa. 2,3,4 Dalam hal gangguan jiwa, masyarakat telah mengalami stigma dan terlanjur keliru menganggap penderita gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebagai hal berbahaya, bodoh, aneh, dan tidak bisa disembuhkan. 5,6,7 Meskipun kini banyak bukti yang telah menunjukkan hal sebaliknya, namun stempel negatif terhadap penderita gangguan jiwa terus melekat dan sulit dihilangkan. Stigma dan diskriminasi yang kuat terhadap penderita gangguan jiwa juga akan berpengaruh terhadap persepsi dokter yang akan menangani gangguan jiwa berat tersebut. 5,8 Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan adanya halusinasi dan waham serta penurunan fungsi kerja dan sosial. 6,7,8 Skizofrenia juga dapat ditandai dengan perilaku bizarre dan orang yang menderita akan memiliki tilikan dan penilaian diri yang buruk. 9,10 Deteksi dini dan penatalaksanaan yang baik di tingkat pelayanan primer akan membuat prognosis yang baik terhadap penderita. 11 Kemampuan dokter di tingkat Puskesmas dalam deteksi dini dan penatalaksanaan gangguan jiwa juga akan dipengaruhi oleh persepsi dan model Puskesmas tempatnya bekerja. Puskesmas integrasi adalah Puskesmas yang bekerja sama Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009 69

Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 2, Juni 2009 halaman 69-73 dengan Rumah Sakit Jiwa Daerah untuk melakukan pelayanan terhadap penderita gangguan jiwa, sedangkan Puskesmas non Integrasi meskipun melayani pasien dengan gangguan jiwa, namun tidak bekerja sama dengan Rumah Sakit Jiwa Daerah. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentif ikasi perbedaan persepsi dokter Puskesmas Integrasi dan Non Integrasi di Kabupaten Klaten terhadap penderita skizofrenia. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik yang bersifat cross sectional. Penelitian dilakukan di seluruh Puskesmas Kabupaten Klaten pada bulan Mei sampai dengan Juli 2008. Populasi penelitian adalah dokter umum yang bekerja di Puskesmas Kabupaten Klaten. Besar sampel penelitian sebanyak 48 orang dokter Puskesmas. Data diambil dengan menggunakan instrumen persepsi terhadap penderita skizofrenia. 12 Adapun kriteria inklusi penelitian ini adalah: a) dokter umum PNS dan dokter umum PTT yang bekerja di Puskesmas Kabupaten Klaten, b) bersedia mengisi informed consent. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah a) dokter umum Puskesmas yang sedang cuti panjang (melahirkan), b) dokter umum Puskesmas yang tercatat sebagai residen (studi spesialisasi) dan tidak aktif di Puskesmas. Data dianalisis dengan uji chi square. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari 53 jumlah populasi seluruh dokter umum yang berdinas di Puskesmas Kabupaten Klaten, terdapat 2 dokter yang cuti panjang 3 bulan karena melahirkan, dan 3 dokter yang tidak aktif lagi karena melanjutkan studi spesialisasi, sehingga jumlah sampel adalah 48. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak semua dokter Puskesmas berpandangan positif terhadap skizofrenia. Sebanyak 75% dokter Puskesmas menganggap bahwa skizofrenia adalah penyakit yang bisa disembuhkan, namun 25% tidak sependapat jika skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dapat disembuhkan. Sebanyak 45,8% dokter Puskesmas menyatakan kurang senang mengobati pasien skizofrenia. Hasil ini agak berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada 67 psikiater di Indonesia, 12 hanya 58% yang menyatakan setuju jika skizofrenia adalah penyakit yang dapat disembuhkan, dan 80% menyatakan jika senang mengobati skizofrenia. Sebanyak 83,3% dokter Puskesmas menganggap penderita skizofrenia perlu diawasi terus-menerus dan 16,7% dokter Puskesmas berpendapat jika penderita skizofrenia berbahaya sehingga perlu diisolasi. Stigma terhadap gangguan jiwa berat seperti skizofrenia memang masih sangat kuat, hal ini akan berpengaruh terhadap persepsi dokter. 5,8 Sebagian besar dokter Puskesmas percaya bahwa obat-obat antipsikotik baru akan mampu mengobati gejala skizofrenia (79,2%), hal ini menunjukkan sebagian besar mengetahui tentang adanya antipsikotik generasi kedua (antipsikotik atipikal). Sebanyak 27,1% dokter Puskesmas merasa tidak perlu memberitahukan diagnosis skizofrenia, hal ini disebabkan karena dokter menjaga perasaan keluarga pasien dan berusaha mengurangi stigma yang akan muncul. 5,8 Angka ini tidak terlalu jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Irmansyah yang menyatakan jika 17% psikiater tidak merasa perlu memberitahukan diagnosis skizofrenia kepada pasien. 12 Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa secara statistik berdasar persepsi tentang kesembuhan terhadap penderita skizofrenia. Tabel 1. Frekuensi Distribusi tentang Persepsi Dokter Puskesmas di Kabupaten Klaten terhadap Penderita Skizofrenia Skizofrenia adalah penyakit yang dapat disembuhkan Saya senang mengobati pasien dengan skizofrenia Obat-obat antipsikotik baru akan mampu mengobati gejala skizofrenia Pasien skizofrenia adalah orang yang tidak bisa diminta tanggung jawab Seperti anak-anak, pasien skizofrenia harus diawasi terus-menerus Pasien dengan skizofrenia berbahaya, karenanya harus diisolasi Pemberian informasi tentang diagnosis skizofrenia kepada pasien Setuju/Ya Tidak Setuju/Tidak f % f % 36 26 38 28 40 8 13 75,0 54,2 79,2 58,3 83,3 16,7 27,1 12 22 10 20 8 40 35 25,0 45,8 20,8 41,7 16,7 83,3 72,9 70 Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009

Tabel 2. Frekuensi Distribusi Persepsi tentang Kesembuhan terhadap Penderita Skizorenia YA 11 22,9 26 54,2 37 77,1 TIDAK 0 0 11 22,9 11 22,9 x² = 7,759 df=1 p = 0,005 (p<0,01) Tabel 3. Frekuensi Distribusi Persepsi tentang Kesenangan Mengobati Penderita Skizofrenia YA 9 18,7 19 39,6 28 58,3 TIDAK 2 4,2 18 37,5 20 41,7 x²=0,310 df=1 p=0,577 (p>0,05) Tabel 4. Frekuensi Distribusi Persepsi tentang Obat Antipsikotik Baru Mampu Mengobati Gejala Skizorenia YA 7 14,6 31 64,6 38 79,2 TIDAK 4 8,3 6 12,5 10 20,8 x²=9,966 df=1 p=0,002 (p<0,01) Tabel 5. Frekuensi Distribusi Persepsi tentang Penderita Skizorenia Adalah Orang yang Tidak Bisa Diminta Tanggung Jawab YA 9 18,7 20 41,7 29 60,4 TIDAK 2 4,2 17 35,4 19 39,6 x²=0,862 df=1 p=0,353 (p>0,05) Tabel 6. Frekuensi Distribusi Persepsi tentang Pengawasan Penderita Skizofrenia Secara Terus-menerus YA 9 18,7 31 64,6 40 83,3 TIDAK 2 4,2 6 12,5 8 16,7 x²=12,448 df=1 p=0,000 (p<0,01) Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara Puskesmas integrasi dan non-integrasi berdasar persepsi tentang kesenangan mengobati penderita skizofrenia. Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa secara statistik berdasar persepsi tentang obat antipsikotik baru mampu mengobati gejala skizofrenia. Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara Puskesmas integrasi dan non-integrasi berdasar persepsi tentang penderita skizofrenia adalah orang yang tidak bisa diminta tanggung jawab terhadap tindakannya. Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa secara statistik berdasar persepsi tentang pengawasan penderita skizofrenia secara terus menerus. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009 71

Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 2, Juni 2009 halaman 69-73 Tabel 7. Frekuensi Distribusi Persepsi Tentang Isolasi terhadap Penderita Skizorenia YA 2 4,2 6 12,5 8 16,7 TIDAK 9 18,7 31 64,6 40 83,3 x²=12,448 df=1 p=0,000 (p<0,01) Tabel 8. Frekuensi Distribusi Persepsi tentang Pemberian Informasi Diagnosis Skizorenia Kepada Penderita YA 4 8,3 8 18,7 13 27 TIDAK 7 14,6 28 58,4 35 73 x²=5,828 df=1 p=0,016 (p<0,05) Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa secara statistik antara Puskesmas integrasi dan non integrasi berdasar persepsi tentang isolasi terhadap penderita skizofrenia. Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara Puskesmas integrasi dan non integrasi berdasar persepsi tentang pemberian informasi diagnosis skizofrenia kepada penderita. Dari hasil yang didapatkan pada penelitian ini, terdapat 5 dari 7 jenis persepsi yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara dokter umum di Puskesmas integrasi dan non integrasi mengenai persepsi tentang kesembuhan, pengaruh obat antipsikotik baru, pengawasan pasien secara terusmenerus, pemberian informasi diagnosis, dan isolasi terhadap penderita skizofrenia. Hanya dua jenis persepsi yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara dokter umum di Puskesmas integrasi dan non integrasi yaitu persepsi tentang kesenangan mengobati penderita skizofrenia dan persepsi bahwa penderita skizofrenia tidak bisa diminta pertanggungjawaban atas tindakannya. Hal ini menunjukkan jika model pelayanan jiwa di Puskesmas tempat bekerja akan mempengaruhi persepsi dokter umum terhadap skizofrenia. Dokter umum yang bekerja di Puskesmas integrasi Kabupaten Klaten memiliki kemungkinan menerima informasi tentang skizofrenia lebih baik karena melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Jiwa Daerah. Adanya stigma terhadap gangguan jiwa tidak dapat dikesampingkan akan mempengaruhi persepsi dokter terhadap gangguan tersebut. 5,8 KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara Puskesmas integrasi dan non-integrasi di Kabupaten Klaten berdasar persepsi tentang kesembuhan, pengaruh obat antipsikotik baru, pengawasan pasien secara terus-menerus, pemberian informasi diagnosis, dan isolasi terhadap penderita skizofrenia. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada persepsi tentang kesenangan mengobati penderita skizofrenia dan persepsi bahwa penderita skizofenia tidak bisa diminta pertanggungjawaban atas tindakannya. Melihat hasil yang didapatkan pada penelitian ini, kiranya perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan petugas kesehatan di Puskesmas untuk deteksi dini dan penatalaksanaan penderita gangguan jiwa. Diperlukan juga adanya kerja sama yang baik antara pihak Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten, dan Keswamas Rumah Sakit Jiwa Dr RM Soedjarwadi Klaten dalam upaya penyuluhan dan penanggulangan stigma terhadap gangguan jiwa. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu jalannya penelitian dan pengolahan hasilnya. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, seluruh Staf Pengajar Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Direktur RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten, 72 Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009

seluruh teman sejawat dokter umum di Puskesmas Kabupaten Klaten, sejawat residen Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM/RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, serta pihak-pihak lain yang telah membantu penelitian ini. KEPUSTAKAAN 1. Agiananda F. Problem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang lazim di Pelayanan Primer. Kumpulan Makalah Menanti Empati terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan. Departemen Psikiatri FK UI, Jakarta.2006. 2. Maramis A, Dharmono S, Maramis M. Penanganan Depresi dan Anxietas di pelayanan Primer, Indopsy, Surabaya.2003. 3. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas kesehatan Umum. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Jakarta. 1995. 4. WHO. Burden of Mental and Behavioural Disorders, In: The World Health Report 2001 Mental Health: New Understanding, New Hope. World Healh Organization, Geneva.2001. 5. Lal YM, Hong C, Chee C. Stigma of Mental Illness. Singapore Medical Journal; 2000;42:111-4. 6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III). Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI, Jakarta.1993. 7. Sinaga B.R. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. FK UI. Jakarta.2007. 8. Mulyoharjono, H. Pandangan Masyarakat terhadap Pasien Mental. Jiwa 1990;XXIII(4): 40-51 9. Lipton, A.A., Cancro, R. Schizophrenia: Clinical Features. In: H.I. Kaplan, B.J. Sadock: Comprehensive Textbook of Psychiatry/VI, Volume I, Sixth Edition, pp.968-87. William & Wilkins, Baltimore. 10. WHO. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision. Vol. 1. Geneva, World Health Organization.Geneva.1992. 11. Sadock, BJ & Sadock, VA. Kaplan & Sadock s Synopsis of Psychiatry, 9 th ed. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2003. 12. Irmansyah. Psikiater Sebagai Pelaku dan Korban Masalah Etik. Kumpulan Makalah Menanti Empati terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan. Departemen Psikiatri FK UI, Jakarta.2006. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009 73