BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembentukan konsep diri anak menurut (Burns, 1993). bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

KONSEP DIRI SISWA YANG BERASAL DARI KELUARGA BROKEN HOME

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lembaga terkecil namun memberikan pengaruh yang

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil pembahasan pada bab IV, oleh peneliti rumuskan suatu. kesimpulan, kesimpulan umum dan kesimpulan khusus.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dekat dengan ustadzah. Dengan kriteria sebagai berikut dari 100

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BABI PENDAHULUAN. Selama rentang waktu kehidupannya, manusta mengalami perubahanperubahan

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut. Fenomena yang telah dilakukan oleh Triana, 2010, yaitu tentang keluarga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menjumpai keluarga yang tidak

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua tunggal atau single parent. Single parent adalah suatu kondisi dimana ibu atau ayah menjalankan peran tunggal sebagai orang tua dalam mengasuh anak mereka. Menjadi orang tua tungal atau single parent dapat terjadi biasanya karena ada perceraian antara ayah dengan ibu, atau meninggalnya salah satu orangtua sehingga menyebabkan orang tua satunya menanggung segala beban rumah tangga seorang diri serta harus merangkap sebagai ayah sekaligus ibu untuk anak-anak mereka. Data statistik dari kementerian sosial mencatat bahwa pada tahun 2010 perempuan yang menjadi single parent di Indonesia cukup besar yaitu 31,60% dibanding laki-laki yang menjadi single parent yaitu sebanyak 3,53%. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag), Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan angka perceraian nasional hingga 70%. Ada tiga daerah tercatat memiliki tingkat perceraian paling tinggi. Bandung menempati urutan pertama. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi (PT) tahun 2010, angka perceraian mencapai 84.084 perkara. Angka tersebut naik 100% lebih dibanding tahun sebelumnya sebanyak 37.523 perkara. Rincian penyebab perceraian adalah sebanyak 33.684 perceraian akibat faktor ekonomi, 25.846 perkara tidak ada keharmonisan, dan 17.348 perkara tidak ada tanggung jawab. Diurutan kedua yaitu kota Surabaya 68.092 perkara serta kota Semarang di urutan ketiga dengan jumlah perkara sebanyak 54.105. Hurlock (1999), menjelaskan bahwa ketidakmatangan dalam sebuah hubungan keluarga seperti yang ditunjukkan dengan pertengkaran orangtua atau perpisahan orangtua akibat perceraian atau kematian, kemudian secara terus menerus memberikan kritikan atau komentar yang merendahkan diantara keluarga dan pada masa tersebut biasanya hubungan keluarga berada pada titik

2 terendah. Konflik perceraian diantara orangtua akan menimbulkan berbagai dampak bagi anak dari hasil pernikahannya. Terlebih jika anak sudah menginjak remaja, karena jika konflik orangtua terjadi pada masa tersebut, remaja akan cenderung lebih mengingat konflik-konflik tersebut sehingga lebih rentan untuk mengalami stres. Hurlock (1999) menambahkan, hubungan yang buruk di dalam keluarga merupakan bahaya psikologis pada semua usia, terlebih selama masa remaja karena pada masa tersebut anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Jika hubungan-hubungan keluarga banyak ditandai dengan pertentangan, perasaan-perasaan tidak aman yang berlangsung cukup lama akan berakibat remaja kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan pola perilaku yang tenang dan lebih matang. Hubungan yang dijalin dengan keluarga membentuk pola kelekatan pada individu (Santrock, 2002). Pola kelekatan sendiri merupakan suatu ikatan afeksional seorang individu dengan individu lain yang merupakan figur lekatnya atau orang yang paling dekat dengannya. Pola kelekatan berfungsi dalam menumbuhkan perasaan saling percaya dalam interaksi sosial serta membantu individu untuk memiliki perasaan mampu dan lebih positif dalam menghadapi situasi yang menekan. Pola kelekatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, seperti tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik (Allen, dkk, 1994: Onishi & Gjerde, 1994 dalam Faiz, 2011). Armsden & Greenberg (1987), mengatakan remaja yang memiliki kelekatan yang nyaman dengan orangtuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Sebaliknya, detachment emosional dari orangtua terkait dengan perasaan-perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan romantik yang dimiliki diri sendiri (Ryan & Lynch, 1989 dalam Faiz, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan dalam pola kelekatan yang diberikan oleh orangtua akan memiliki dampak berbeda pula pada diri remaja.

3 Meskipun remaja hanya tinggal dengan orangtua tunggal dan memiliki kelekatan yang kokoh dengan orang tuanya, namun pada periode remaja awal adalah masa ketika konflik dengan orangtua meningkat melampaui tingkat pada masa kanak-kanak (Steinberg, 1993). Umumnya, orangtua merupakan tempat pertama bagi anak untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya, namun pada kenyataannya banyak remaja yang tidak mau menceritakan masalah pada orangtuanya karena ia menganggap orangtuanya tidak akan peduli dan tidak memahami permasalahan yang dihadapinya. Selain itu, orangtua juga mulai memberi tekanan kepada remaja untuk menjadi mandiri dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri. Hurlock (1974) mengatakan bahwa hubungan dengan keluarga akan memengaruhi konsep diri dari individu. Konsep diri terbentuk berdasarkan pengalaman dengan lingkungan, dan kelekatan (attachment) yang terjalin dalam keluarga sejak tahun pertama individu akan menjadi pengalaman dasar yang membentuk konsep diri menjadi positif atau negatif di masa mendatang. Meskipun ketika dewasa figur lekat bisa saja berganti dari orangtua menjadi figur utama lainnya seperti teman atau saudara, namun kelekatan yang terjalin di tahun-tahun pertama kehidupannya akan berpengaruh besar sebagai pengalaman awal dalam pembentukan konsep diri. Konsep diri tidak dibawa oleh individu ketika ia lahir, karena ketika individu lahir ia tidak memiliki konsep diri dan tidak memiliki pengetahuan tentang diri sendiri (Hurlock, 1974). Dengan kata lain, konsep diri bukanlah faktor bawaan dari individu, melainkan berkembang seiring dengan pengalaman yang dialami oleh individu tersebut yang berkaitan dengan perasaannya sendiri maupun yang berasal dari lingkungannya. Pengalaman-pengalaman tersebut di dapatkan bersama lingkungan terdekatnya yaitu keluarga dan orangtua. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Riyandara (2010) menunjukkan baik remaja yang berasal dari keluarga broken home yang disebabkan karena hubungan orangtua yang tidak harmonis namun tidak bercerai, maupun remaja yang berasal dari keluarga broken home yang disebabkan karena orangtua yang bercerai memiliki konsep

4 diri negatif dilihat dari pengetahuan diri yang tidak teratur, harapan terhadap diri yang tidak realistis, dan penilaian tentang diri yang rendah. Sebelumnya, telah dilakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan attachment dan konsep diri yang dilakukan oleh Helmi (1999) dengan hasil yang menunjukkan adanya korelasi antara gaya kelekatan dengan konsep diri dimana penelitian tersebut dilakukan kepada seluruh mahasiswa psikologi di Universtas Gajah Mada. Hal tersebut yang menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian serupa namun lebih difokuskan subjeknya kepada remaja yang diasuh oleh orangtua tunggal di kota Bandung agar dapat terlihat secara lebih detail bagaimana pola kelekatan serta konsep diri seorang remaja yang hanya diasuh oleh orangtua tunggal karena pasti terdapat perbedaan dalam pola kelekan antara keluaraga yang harmonis dengan keluarga yang bercerai atau broken home. Berdasarkan hasil wawancara dengan RW, seorang remaja berusia 17 tahun yang saat ini diasuh hanya oleh ibunya akibat perceraian orangtua mereka ketika RW berusia 5 tahun. RW menceritakan bahwa dirinya sangat kehilangan sosok ayahnya dan jarang bertemu terlebih saat ini ayahnya telah menikah lagi dan membina keluarga yang baru. Kemudian, saat ini ibu RW juga bekerja sebagai guru di sebuah SMA serta menjalankan beberapa bisnis dengan membuka toko pakaian. Praktis waktu RW bersama ibu yang mengasuhnya seorang diri pun menjadi berkurang karena kesibukan satu sama lain. Namun berdasarkan hasil observasi, RW tampak tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, sikapnya yang selalu ceria serta berprestasi di sekolah dan meraih berbagai penghargaan di bidang akademik, ia juga menjuarai salah satu ajang kecantikan di jawa barat. Hal tersebut memperlihatkan bahwa subjek memliki konsep diri yang positif meskipun dalam hubungan keluarga yang kurang harmonis. Selain RW, AR juga merupakan remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya sejak ia duduk di bangku SMP. Saat ini, AR berusia 18 tahun dan duduk di bangku akhir SMA. Meskipun perceraian kedua orangtuanya baru terjadi beberapa tahun lalu, namun AR menuturkan bahwa kedua orangtuanya memiliki hubungan yang kurang harmonis dan sering bertengkar sejak ia masih

5 kecil. Ketika bertengkar, ibunya sering keluar dari rumah dan meninggalkan AR serta adiknya bersama dengan ayahnya. Setelah bercerai, AR diasuh oleh ayahnya dan berpisah dengan ibunya. Menurut AR, saat ini ia kesulitan menjalin komunikasi dengan ibunya dan jarang bertemu. Meskipun ia tinggal bersama ayahnya, namun AR menuturkan bahwa ayahnya sering keluar rumah untuk bekerja. Perpisahan kedua orangtuanya serta kurangnya kasih sayang yang didapatkan AR sepertinya berdampak cukup besar pada kehidupan AR saat ini. AR menjadi anak yang kurang terbuka serta cukup kasar ketika berbicara, ia juga menjadi anak yang cukup bermasalah di sekolahnya. Selain itu, AR juga sempat beberapa kali terlihat merokok di area luar sekolah dengan temantemannya. Kasus diatas memperlihatkan kurangnya relasi kelekatan antara orang tua dengan anaknya yang diakibatkan oleh perceraian. Konflik yang terjadi diantara kedua orang tua hingga menyebabkan terjadinya perpisahan akan menimbulkan berbagai dampak bagi anak itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Bowbly (1990), bahwa umumnya figur lekat bagi anak adalah orang tuanya, karena melalui pengasuhannya orangtua akan melengkapi perilaku untuk lekat yang ditampilkan oleh anaknya serta ikatan afeksi yang terjadi antara anak dengan orangtuanya itulah yang menjadi landasan utama bagi perkembangan sosial dan emosional anak dimasa mendatangnya. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah disebutkan sebelumnya mengenai kasus-kasus perceraian dan pengasuhan orang tua tunggal serta dampak bagi anak, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Hubungan Antara Persepsi terhadap Pola Kelekatan OrangTua Tunggal dengan Konsep Diri Remaja di Kota Bandung B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap pola kelekatan (attachment style) orangtua tunggal dengan konsep diri (self concept) pada remaja di kota Bandung?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris tentang hubungan antara dua variabel yaitu persepsi terhadap pola kelekatan (attachment style) orangtua tunggal dan konsep diri (self concept) remaja di Kota Bandung. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan secara teoritis terutama dalam bidang psikologi mengenai pola kelekatan dan juga konsep diri. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini akan dapat memberikan bukti dan penjelasan mengenai fenomena fenomena yang terjadi di lapangan, juga sebagai pembelajaran pengalaman awal bagi penulis dalam menulis karya ilmiah. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi orangtua yang dapat mendorong mereka untuk lebih memperhatikan kondisi psikis anak mereka terutama bagi orang tua tunggal (single parent) serta selalu menjalin hubungan kelekatan yang harmonis dengan anak mereka. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian skripsi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab I akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II PERSEPSI TERHADAP POLA KELEKATAN DAN KONSEP DIRI REMAJA

7 Pada bab ini akan dibahas teori persepsi terhadap pola kelekatan yaitu definisi persepsi, pola kelekatan remaja, serta remaja yang diasuh oleh orangtua tunggal. Kemudian, berikutnya akan membahas mengenai konsep diri yaitu definisi konsep diri, konsep diri remaja, kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja serta proses perkembangan konsep diri. Selanjutnya akan dibahas mengenai penelitian sebelumnya yang relevan, kerangka berpikir, asumsi dan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metode penelitian yang akan digunakan, yang meliputi desain penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian yang terdiri dari kuesioner persepsi terhadap pola kelekatan dan kuesioner konsep diri. Selanjutnya akan dibahas mengenai uji reliabilitas, uji validitas dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, akan dibahas mengenai penelitian dan pembahasan hasil analisis mengenai gambaran hubungan antara persepsi terhadap pola kelekatan dan konsep diri remaja di kota Bandung. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran yang akan bermanfaat bagi orangtua tunggal, subjek penelitian serta peneliti selanjutnya.