BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL-MODEL KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

Reality Therapy. William Glasser

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

Psikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

TERAPI EKSISTENSIAL. Tahanan di kamp nazi dari tahun, Dachau, kehilangn orang tua,

PERSPEKTIF DAN MAKNA PENDEKATAN KONSELING

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

Presented by : Ayu Puspita Sari Psychology 2k11 UIN SA SBY

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

KONSEP DASAR. Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan.

BAB IV ANALISIS DATA

SELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama HUBUNGAN INTERPERSONAL

THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) TERAPI ADLER

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Starlet Gerdi Julian / /

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV EKSPLORASI NILAI KONSELING DAN ANALISA PRIBADI KONSELOR DALAM QOWAIDUL FIQHIYAH. salah maka kesalahannya tidak membahayakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

\elompo. Berbasis Afektif

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. keinginan dalam hidupnya. Perasaan yakin akan kemampuan yang dimiliki akan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

Client Centered Therapy

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

BAB II LANDASAN TEORI

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

A. Proses Pengambilan Keputusan

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

Capaian Pembelajaran. Menerapkan keterampilan dasar mengajar dalam kegiatan pembelajaran. Sudarmantep.com

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam menjalin hubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama TUGAS DASAR KONSELOR

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1) kesimpulan, 2) implikasi dan saran hasil penelitian.

Pendekatan-Pendekatan Psikologi Kepribadian. Adhyatman Prabowo, M.Psi

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia

STRATEGI MENGATASI TRAUMA PADA KORBAN BULLYING MELALUI KONSELING EKSISTENSIAL. Kata kunci: bullying; konseling eksistensial; trauma

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sikap merupakan etika, sopan dan santun yang termasuk didalamnya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang amat penting dipelajari. Namun sebagian besar teori psikologi berasal dari Barat, jadi besar kemungkinan kerangka pikir (mode of thought) psikologi dipenuhi oleh pandangan dan nilai-nilai hidup masyarakat Barat yang sebagian besar berbeda, dan mungkin sangat bertentangan, dengan pandangan dan nilai-nilai agama. Timbul kekhawatiran, jika psikologi Barat diserap tanpa hati-hati, maka akan merusak ideologi umat beragama. Banyak teori konselingi Barat yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan pandangan agama. Namun diantara teori konseling Barat tersebut, diantaranya ada pula yang tampaknya masih sejalan dengan pandangan agama, salah satu diantaranya adalah psikologi Eksistensial- Humanistik. Objek kajian psikologi adalah manusia, oleh sebab itu hal yang mendasar dan pertama kali dibicarakan oleh didiplin ilmu ini adalah tentang hakikat manusia. Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis 1

bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasiimplikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten. 2

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diambil rumusan masalah yang akan dikaji lebih lanjut dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimanakah konsep dasar pendekatan eksistensial-humanistik tentang manusia? 1.2.2 Bagaimanakah proses konseling pendekatan eksistensialhumanistik? 1.2.3 Bagaimanakah penerapan langkah atau teknik pendekatan eksistensial-humanistik dalam konseling? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar pendekatan eksistensialhumanistik tentang manusia. 1.3.2 Untuk mengetahui proses konseling pendekatan eksistensialhumanistik. 1.3.3 Untuk mengetahui penerapan langkah atau teknik pendekatan eksistensial-humanistik dalam konseling. 1.4 Manfaat Penulisan Hasil penulisan ini diharapkan memberikan manfaat penulisan sebagai berikut. 1.4.1 Bagi penulis, penulisan makalah ini dapat menambah wawasan penulis tentang Teori Eksistensial-Humanistik. 1.4.2 Bagi pembaca, penulisan makalah ini dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk mengetahui lagi lebih dalam tentang Teori Eksistensial-Humanistik. 3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengantar Teori Konseling Eksistensial-Humanistik Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensialhumanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaanpertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten. 2.2 Konsep Dasar Tentang Manusia Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada 4

pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsepkonsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu: a. Kesadaran Diri Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya. b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya. 5

c. Penciptaan Makna Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi sakit. 2.3 Proses Konseling atau proses terapeutik Ada tiga tahap proses konseling yaitu 1. Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri. 2. Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka. 6

3. Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. 2.4 Penerapan langkah atau Teknik- teknik dalam konseling Teori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensialhumanistik. Buku The Search for "Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik. Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja konseling yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial. Rollo May (1953,1958,1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikokonseling eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikokonseling eksistensial. Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa besar saya menyadari siapa saya ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana saya bisa memilih menciptakan kembali identitas diri saya yang sekarang? Seberapa besar kesanggupan saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri? 7

Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran atas pilihan-pilihan? Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya sendiri? Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini? Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya? Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan? Pada pembahasan di bawah ini diungkap dalil-dalil yang mendasari praktek konseling eksistensial-humanistik. Dalil-dalil ini, yang dikembangkan dari suatu survai atas karya-karya para penulis psikologi eksistensial, berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961), Maslow (1968), Jourard (1971), dan Bugental (1965), merepresentasikan sejumlah tema yang penting yang merinci praktek-praktek konseling. a. Tema-Tema Dan Dalil-Dalil Utama Eksistensial dan Penerapan- Penerapan Pada Praktek Konseling Dalil 1 : Kesadaran diri Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya. Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat 8

banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk kembali ke rumah lagi, menjadi orang yang seperti dulu lagi. Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap konseling. Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pad a pusat ke beradaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-k esanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat 9

mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sendiri", menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan". Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih. Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalamin keterasingan. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis; ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa mereka akan tidak 10

menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa. Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jiks kita hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan. Dalil 4 : Pencarian makna Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga membawa orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? Konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu konseli dalam usahanya mencari makna hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselor kepada konseli adalah: 'Apakah Anda menyukai arah hidup Anda? Apakah Anda puas atas apa Anda sekarang dan akan menjadi apa Anda nanti? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu yang akan mendekatkan Anda pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa yang Anda inginkan? Jika Anda bingung 11

mengenai siapa Anda dan apa yang Anda inginkan, apa yang Anda lakukan untuk memperoleh kejelasan? Salah satu masalah dalam konseling adalah penyisihan nilai-nilai tradisional (dan nilai-nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan nilai-nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya. Tugas konselor dalam proses konseling adalah membantu konseli dalam menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan cara ada-nya konseli. Konselor harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya bermakna. Konseli tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya ni1ai-nilai yang jelas. Kepercayaan konselor terhadap konseli adalah variabel yang penting dalam mengajari konseli agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya. Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenamya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara 12

konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaanpertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah. Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan kedalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Dalil 6: Kesadarau atas kematian dan non-ada Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar, yang memberikan makna kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May menyebutkan bahwa kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita 13

lakukan sekarang memiliki arti khusus. Bagi Frankl, yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup. Dalil 7 Perjuangan untuk aktualisasi diri Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensipotensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensipotensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. Alam seolah-olah berkata kepada kita, "Kamu harus menjadi apa saja yang kamu bisa." Menjadi sesuatu memerlukan keberanian. Dan apakah kita ingin menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu adalah pilihan kita. Maslow merancang suatu studi yang menggunakan subjek-subjek yang terdiri dari orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa ciri yang ditemukan oleh Maslow (1968, 1970) pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yang artifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci, lemah-kuat). 14

Dalil Maslow tentang aktualisasi diri memiliki implikasi-implikasi yang jelas bagi praktek psikologi konseling sebab tendensi kearah pertumbuhan dan aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik. Menurut kodratnya manusia memiliki dorongan yang sangat kuat kearah aktualisasi diri dan ingin mencapai lebih dari sekedar keberadaan yang aman tetapi Statis Carl Rogers (1961), seorang tokoh utama dalam menciptakan psikologi humanistik, membangun teori dan praktek di atas konsep tentang : Pribadi Yang Berfungsi Penuh, yang sangat mirip dengan Orang yang Mengaktualkan Diri yang dikemukakan oleh Maslow. 15

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Menurut teori Eksistensial-Humanistik pada hakikatnya manusia memiliki beberapa dimensi dasar dalam hidupnya, yaitu; kesadaran diri, kebebasan, tanggung jawab, kecemasan, dan pancarian makna hidup. Ada tiga tahap proses konseling yaitu; 1). Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. 2). Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka.3 ). Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Teori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya. 3.2 Saran Sebagai calon konselor, kita harus sangat memahami teori-teori dalam konseling secara menyeluruh dan utuh, sehingga dapat membantu klien kita secara tepat, efektif dan pula efisien. 16