BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Membolos 1. Pengertian Membolos Menurut Gunarsa (1981) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin berangkat sekolah, namun saat jam pelajaran ketika dimulai pun terkadang ada siswa yang memanfaatkan waktu untuk membolos. Membolos dapat dibedakan dari fobia sekolah karena pada kasus yang belakangan orang tua tahu dimana anak berada, tetapi dalam hal bolos baik orang tua maupun guru tidak tahu dimana anak berada (Pearce, 2000). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa membolos adalah tindakan meninggalkan sekolah secara sengaja tanpa melakukan izin tanpa sepengetahuan dari pihak sekolah. 2. Penyebab Siswa Membolos Gunarsa (2002), mengemukakan tentang alasan-alasan yang menyebabkan siswa membolos sekolah, dibagi 2 kelompok yaitu: a. Sebab dari dalam diri anak itu sendiri, yaitu : 1) Pada umumnya anak tidak ke sekolah karena sakit, 2) Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah, 3) Kemampuan intelektual yang tarafnya lebih tinggi dari temantemannya, 6

2 4) Dari banyaknya kasus di sekolah, ternyata faktor pada anak yaitu kekurangan motivasi belajar yang jelas mempengaruhi anak. b. Sebab dari luar anak, yaitu : 1) Keluarga a) Keadaan keluarga Keadaan keluarga tidak selalu memudahkan anak didik dalam menggunakan waktu untuk belajar sekehendak hatinya. Banyak keluarga yang masih memerlukan bantuan anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas di rumah, bahkan tidak jarang pula terlihat ada anak didik yang membantu orang tuanya mencari nafkah. b) Sikap Orang Tua Sikap orang tua yang masa bodoh terhadap sekolah, yang tentunya kurang membantu mendorong anak untuk hadir ke sekolah. Orang tua dengan mudah memberi surat keterangan sakit ke sekolah, padahal anak membolos untuk menghindari ulangan. 2) Sekolah a) Hubungan anak dengan sekolah dapat dilihat dari anak-anak lain yang menyebabkan ia tidak senang di sekolah, lalu membolos. i. Kemungkinan anak memiliki kelainan dengan teman-temannya yang lain : aneh, cacat, berkelainan ii. Kemungkinan anak tidak disenangi oleh anak sekelasnya karena termasuk kelompok minoritas atau anak kesayangan gurunya 7

3 b) Anak tidak senang ke sekolah karena tidak senang dengan gurunya. i. Guru mungkin menakutkan bagi siswa, ii. iii. iv. Sikap guru yang membeda-bedakan siswanya, Sikap guru yang tidak mau menjawab pertanyaan siswanya, Ada persoalan atau masalah antara anak didik dan guru. Pearce (2000) mengemukakan tentang alasan-alasan yang menyebabkan siswa membolos sekolah, antara lain sebagai berikut: a. Sekolah membosankan atau sulit bagi anak dan tampaknya tidak menawarkan sesuatu, b. Anak disesatkan orang lain, c. Sekolah tidak terorganisir dengan baik dan tidak memperhatikan masalah membolos, d. Tindakan membolos terjadi pada orang tua yang terlalu sibuk bekerja, e. Karena mendapat sesuatu yang lebih menarik untuk dikerjakan seperti pekerjaan yang dibayar atau untuk menemui teman-temannya. 3. Faktor- faktor siswa membolos Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab anak membolos ada 2 faktor penting (Pearce, 2000), yaitu: 1) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, yaitu: a.) Motivasi atau dorongan Ada kalanya anak menjadi patah semangat karena kurangnya motivasi dalam diri anak itu sendiri. b.) Kemampuan belajar 8

4 Anak membolos bisa juga karena kemampuan belajarnya rendah dan malu untuk mengakui kekurangannya, lebih baik mengatakan, saya tidak masuk waktu guru menerangkan tentang pelajaran itu daripada mengatakan saya tidak bisa menangkap penjelasan yang diterangkan guru. c.) Akibat kegagalan Ada kalanya dalam belajar siswa mengalami kegagalan, akibat kegagalan yang dialami tersebut sering dicemooh oleh temantemannya, dan akhirnya lebih baik membolos saja. d.) Rasa rendah diri Kemampuan yang dimiliki setiap anak tidak sama, bagi anak yang mempunyai kemampuan rendah dibanding teman-temannya, maka hal ini akan menyebabkan anak menjadi rendah diri atau minder. e.) Kesalahan dalam belajar Siswa merasa mendapatkan sesuatu yang lebih menarik dari pada kegiatan di sekolah, hal ini merupakan suatu kesalahan dalam belajar. Karena dengan membolos siswa tidak akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. 9

5 2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu: a.) Dari keluarga Adanya anggapan dari orang tua tentang kurang pentingnya pendidikan, sehingga ada orang tua yang melindungi anaknya membolos. b.) Interaksi guru dengan siswa Interaksi ini banyak bergantung pada setiap guru dalam menghadapi murid, ada kalanya guru tidak mengetahui kalau ada siswa yang merasa terasing di tangah-tengah teman sekolahnya. c.) Dari teman Pengaruh teman-temannya sangat besar dalam membolos sekolah, ada hal-hal menarik yang bisa dilakukan dengan teman-temannya ketika membolos sekolah. 4. Akibat dari siswa yang suka membolos Berikut ini beberapa akibat dari tindakan membolos siswa (Pearce, 2000), antara lain : 1) Akibat dari psikis Anak cenderung merasa cemas jika membolos, karena jika ditemukan oleh petugas sekolah maka akan dihukum dan diskorsing, tidak naik kelas, dan akibat yang lebih buruk lagi adalah dikeluarkan dari sekolah. Perasaan cemas ini sebenarnya dirasakan oleh setiap anak yang melakukan kesalahan atau melanggar peraturan, tapi tingkat atau kadar kecemasan dari masing-masing anak berbeda. 10

6 2) Akibat secara sosial Anak yang sering membolos cenderung dibenci atau tersisihkan dari teman-temannya. Anak yang tidak membolos, enggan berteman dengan anak yang sering membolos karena khawatir akan terpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan jelek. Seperti pendapat Jadi bisa dikatakan bahwa anak membolos dapat dipengaruhi atau mempengaruhi orang lain. 3) Akibat dalam prestasi belajar Ketler (dalam Kartini Kartono, 1991) menyatakan bahwa anak tidak masuk sekolah pasti ketinggalan langkah dasar tertentu dalam belajar. Waktu dia kembali ke sekolah dia rugi karena tidak masuk sekolah, dia membolos lagi karena hal itu dia gagal dan dengan demikian ia membuka jalan kegagalan berikutnya apabila ia masuk sekolah lagi. B. Konseling Kelompok 1. Pengertian Konseling Kelompok Konseling kelompok merupakan bentuk khusus dari layanan konseling, yaitu wawancara konseling antara konselor profesional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil (Winkel & Hastuti, 2006). Sukardi (2007), mengemukakan bahwa layanan konseling kelompok adalah layana bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. 11

7 2. Tujuan Konseling Kelompok Sukardi (2007), menjelaskan bahwa tujuan konseling adalah sebagai berikut : a. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak. b. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya. c. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok. d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok. 3. Tahap tahap Pelaksanaan Konseling Kelompok Sukardi (2007), menjelaskan tahap-tahap pelaksanaan konseling kelompok dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut: a. Tahap pembentukan b. Tahap peralihan c. Tahap kegiatan dan d. Tahap pengakhiran 4. Asas-asas Bimbingan dan konseling Prayitno (dalam Sukardi, 2007), menjelskan dalam kegiatan konseling kelompok, anggota kelompok harus mengetahui dan melaksanakan asas-asas yang ada dalam bimbingan dan konseling seperti yaitu: a) Asas Kerahasian Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan pada orang lain. 12

8 b) Asas Kesukarelaan Dalam hal ini pembimbing berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien itu sehingga klien itu mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya saat memberikan data dirinya kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing/siswa atau klien saja, hendaknya berkembang pada diri penyelenggara. Para penyelenggara bimbingan hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-bk-annya itu merupakan suatu yang memaksa diri mereka. c) Asas Keterbuka Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar berarti bersedia menerima saran-saran dari luar tetapi dan hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksut. d) Asas Kekinian Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan masalah yang sudah lampau, dan juga masalah yang mungkin akan dialami di masa mendatang. bila ada hal yang tertentu yang menyangkut masa lampau, dan/atau, masa yang akan datang perlu dibahas dalam upaya bimbingan dan konseling yang sedang diselenggarakan, pembahasan itu hanyalah merupakan 13

9 latar belakang dari masalah yang akan dihadapi sekarang sehingga masalah yang dihadapi itu teratasi. e) Asas Kemandirian Dalam memberikan layanan para petugas hendaklah selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, jangan hendaknya orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya para pembimbing/konselor. f) Asas Kegiatan Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buahyang tidak berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud. g) Asas Kedinamisan Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekedar mengulang-ulang hal-hal lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, suatu yang lebih maju. 14

10 h) Asas Keterpaduan Layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagai mana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya, jangan aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan bertentangan dengan aspek layanan yang lain. i) Asas Kenormatifan Layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan normanorma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatanyang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksutkan. j) Asas Keahlian Usaha layana bimbingan dan konseling secara teratur, sistematik, dan dengan mempergunakan teknik serta alat yang memadai. Untuk itu konselor perlu mendapatkan latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus didik untuk pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada 15

11 kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. k) Asas Alihtangan Asas ini mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka petugas itu mengalihtangankan klien tersebut, kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Di samping itu, asa ini ini juga menasihatkan petugas bimbingan dan konselinghanya menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. l) Asas Tut Wuri Handayani Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebihlebih dilingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi dengan ing ngraksa sung tulada, ing madya mangun karsa. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadapi pembimbing saja, namun diluar hubungan kerja kepembimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya. 16

12 C. Pengertian Konseling Behavioral 1. Pengertian Konseling Behavioral Istilah Konseling Behavioristik berasal dari istilah bahasa Inggris Behavioral Counseling, untuk menggaris bawahi bahwa konseling diharapkan menghasilkan perubahan yang nyata dalam perilaku konseli counselee behavior (Winkel & Hastuti, 2006). Sedangkan Suharmawan ( menjelaskan manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakuya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupanya dengan memberikan reaksi terhadap lingkunyanya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil dari belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. 2. Prinsip Kerja Konseling Behavioristik a) Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya. b) Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan. c) Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung). 17

13 D. Penelitian yang Relevan Penelitian Hibrul Umam (2009) mengemukakan bahwa Penggunaan teknik Pengondisian Operan (Operant Conditioning) untuk Menurunkan Frekuensi Kebiasaan Membolos pada siswa kelas X SMK PGRI 7 Surabaya menunjukkan bahwa konseling kelompok dapat menurunkan secara signifikan frekuensi kebiasaan membolos siswa kelas X SMK PGRI 7 Surabaya. Sedangkan Fajri (2011) meneliti tentang Efektivitas Teknik Behavioral Contract untuk Mengurangi Perilaku Membolos Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Malang menunjukkan bahwa perilaku membolos siswa mengalami penurunan yang signifikan setelah pemberian treatment konseling kelompok dengan teknik behavior contract. E. Hipotesis Hipotesis tindakan yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah Konseling Kelompok denga Pendekatan Behavioral dapat Mengurangi Frekuensi Membolos Siswa kelas VIII A SMP Islam Ngadirejo Temanggung. 18

BAB I PENDAHULUAN. dan memerlukan bantuan guru pembimbing. Gunarsa (2002) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan memerlukan bantuan guru pembimbing. Gunarsa (2002) mengemukakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan membolos merupakan suatu permasalahan yang perlu ditangani dan memerlukan bantuan guru pembimbing. Gunarsa (2002) mengemukakan bahwa perilaku di sekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD Nama : Deawishal Wardjonyputri NIM : 1600201 Kelas : 2A-PGSD Dosen Pengampu : Arie Rakhmat Riyadi M.Pd. KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD Moh surya (1988:12) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING

BIMBINGAN DAN KONSELING BIMBINGAN DAN KONSELING Apa yang dimaksud bimbingan & konseling? Mengapa ada BK di sekolah? Bagaimana pelaksanaan BK? PENGERTIAN BIMBINGAN Jones (1963) membantu seseorang agar yang dibimbing mampu membantu

Lebih terperinci

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Dosen pengampu Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd. Oleh : Aulia Nur Farhah 1607921 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang

Lebih terperinci

Landasan Pendidikan. PENDIDIKAN : Bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.

Landasan Pendidikan. PENDIDIKAN : Bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Landasan Pendidikan Bimbingan dan Penyuluhan PENDIDIKAN : Bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Konsep dasar bimbingan Upaya bantuan untuk membantu

Lebih terperinci

Tugas Bimbingan dan Konseling

Tugas Bimbingan dan Konseling Nama : Isnaini Ira Nur Andini NIM : 1606055 Dosen Pengampu : Ari Rahmat Riadi, M.Pd. Tugas Bimbingan dan Konseling 1. Apa yang membedakan istilah Bimbingan dan Konseling Bimbingan berasal dari kata guidance

Lebih terperinci

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING. Disusun oleh. Dini Wangi Fauziah. Bpk. Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING. Disusun oleh. Dini Wangi Fauziah. Bpk. Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING Disusun oleh Dini Wangi Fauziah 1605981 Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang diampu oleh Bpk. Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd PENGERTIAN BIMBINGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia. Dari manusia artinya pelayanan

Lebih terperinci

BIMBI B N I GA G N K ONSE S LI L N I G DI SD ( S 1 - PGSD ) APR P I R LI L A T INA L

BIMBI B N I GA G N K ONSE S LI L N I G DI SD ( S 1 - PGSD ) APR P I R LI L A T INA L BIMBINGAN KONSELING DI SD ( S1 - PGSD ) APRILIA TINA L HAKEKAT BK (SD) LATAR BELAKANG Mengembangkan manusia Indonesia sesuai dg hakikat kemanusiaannya (individualitas, sosial, moralitas, dan keberagamaan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling OLEH :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling OLEH : EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING INDIVIDU MELALUI TEKNIK OPERANT CONDITIONING TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS XI APK DI SMKN 2 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2015-2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BIMBINGAN. Cecep Kustandi KONSELING

BIMBINGAN. Cecep Kustandi KONSELING BIMBINGAN & Cecep Kustandi KONSELING PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata belajar merupakan kata yang tidak asing.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.I Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian bimbingan

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR TUGAS UTS Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang diampu oleh Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd Disusun oleh Ai Rizkia Amelka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Usia remaja merupakan saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran

Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran Hal apa saja yang perlu dipahami oleh guru mengenai siswa? Aspek perkembangan anak sekolah dasar (SD) 1. Perkembangan motorik dan persepsi. Proses

Lebih terperinci

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Dosen pengampu : Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd. Disusun oleh: Chintya Nur Fadilah 1608151 PGSD

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

Wawasan Bimbingan Konseling di Sekolah. Meliputi : pengertian, tujuan, landasan & urgensi BK, fungsi, sifat, ruang lingkup, prinsipprinsip,

Wawasan Bimbingan Konseling di Sekolah. Meliputi : pengertian, tujuan, landasan & urgensi BK, fungsi, sifat, ruang lingkup, prinsipprinsip, Wawasan Bimbingan Konseling di Sekolah Meliputi : pengertian, tujuan, landasan & urgensi BK, fungsi, sifat, ruang lingkup, prinsipprinsip, asas-asas Definisi Bimbingan Konseling Definisi bimbingan : 1.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING. By: Asroful Kadafi

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING. By: Asroful Kadafi KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING By: Asroful Kadafi Kelima belas kekeliruan pemahaman itu adalah: 1. Bimbingan dan Konseling Disamakan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan 2. Menyamakan Pekerjaan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA DI SUSUN OLEH : SURANTO HARIYO H RIAN DWI S YUNITA SETIA U YUYUN DESMITA S FITRA VIDIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar diantaranya motivasi belajar dan tingkat kemampuan awal siswa.

BAB I PENDAHULUAN. belajar diantaranya motivasi belajar dan tingkat kemampuan awal siswa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi belajar merupakan dorongan dari proses belajar dengan kata lain tujuan dari belajar adalah mendapat hasil yang baik. Banyak siswa yang mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Konsep Diri BAB II LANDASAN TEORI Berzonsky (1981), mengemukakan bahwa konsep diri adalah gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral tersebut adalah gambaran mengenai diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktorfaktor

KONSEP DASAR. Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktorfaktor KONSEP DASAR Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktorfaktor dari luar Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 29 BAB II LANDASAN TEORI II. A. KEPERCAYAAN (TRUST) II. A.1. Definisi Kepercayaan (Trust) Kepercayaan (trust) menggambarkan tindak keyakinan seseorang kepada orang lain untuk melakukan sesuatu dalam cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas dari interaksi

Lebih terperinci

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Pendahuluan Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup peserta didik. Melalui pendidikan, peserta

Lebih terperinci

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN TEKNIK TOKEN ECONOMY DALAM MENGATASI PERILAKU TERLAMBAT

BAB III PENERAPAN TEKNIK TOKEN ECONOMY DALAM MENGATASI PERILAKU TERLAMBAT BAB III PENERAPAN TEKNIK TOKEN ECONOMY DALAM MENGATASI PERILAKU TERLAMBAT A. GAMBARAN SISWA Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa SMAN 1 Kibin yang dilakukan pada tanggal 25 januari 2016 diperoleh data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang berkualitas dan merupakan makhluk seutuhnya. Makhluk yang seutuhnya adalah mereka yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Bimbingan dan Konseling di Sekolah Pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu. Bimbingan dalam bahasa

Lebih terperinci

Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling

Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Diana Septi Purnama, M.Pd Email : dianaseptipurnama@uny.ac.id Konsep Bimbingan Dan Konseling 5. - 1. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING Suatu proses bantuan psikologis yang

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH I. Struktur Pelayanan Bimbingan dan Konseling Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keluarga, masyarakat, sekolah dan kelompok sebaya.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keluarga, masyarakat, sekolah dan kelompok sebaya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam mengembangkan minat dan kemampuannya. untuk mencapai keberhasilan dimasa depan. pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Bimbingan dan Konseling Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Subyek diteliti oleh penulis berjumlah 3 (tiga) siswa yaitu MD, FL dan BS. Ketiga siswa ini mempunyai nilai rata-rata cukup baik. Ketiga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH GURU KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN PECALUNGAN KABUPATEN BATANG

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH GURU KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN PECALUNGAN KABUPATEN BATANG PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH GURU KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN PECALUNGAN KABUPATEN BATANG SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Sekolah yang merupakan suatu sarana pendidikan diharapkan dapat menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan jaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan inti dari pendidikan. Tanpa belajar tidak akan ada pendidikan. Karena belajar adalah proses untuk berubah dan berkembang. Setiap manusia sepanjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling adalah petunjuk atau penjelasan yang diberikan oleh orang yang ahli kepada seseorang dengan metode psikologis sehingga seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TOERI DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TOERI DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TOERI DAN HIPOTESIS A. KAJIAN TEORI 1. Pengertian Konseling Kelompok a. Pengertian Konseling Ditinjau dari akar sejarahnya sendiri, konseling memiliki banyak pengertian dan rumusan yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas 12 II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas XII SMA Negeri 1 Labuhan Maringgai

Lebih terperinci

BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD

BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR EVA IMANIA ELIASA, M.Pd PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD FAKTOR UTAMA LAYANAN BIMBINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

: Bimbingan dan Konseling. Dosen Pengampu : Arie Rakhmat Riadi, M. Pd. 1. Apa yang membedakan istilah "Bimbingan" dan "konseling"

: Bimbingan dan Konseling. Dosen Pengampu : Arie Rakhmat Riadi, M. Pd. 1. Apa yang membedakan istilah Bimbingan dan konseling Nama : Asri Puspitasari NIM : 1608138 Prodi Kelas Mata kuliah : PGSD : 2 A : Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu : Arie Rakhmat Riadi, M. Pd. 1. Apa yang membedakan istilah "Bimbingan" dan "konseling"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai. Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan Oleh: DIDIK PAMIRSA AJI A

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai. Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan Oleh: DIDIK PAMIRSA AJI A USAHA MENINGKATKAN KEBERANIAN SISWA MENGERJAKAN SOAL-SOAL LATIHAN DI DEPAN KELAS MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION ) (PTK di SMP NEGERI 3 KARTASURA) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi Bimbingan dan Konseling

ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi Bimbingan dan Konseling EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING INDIVIDU DENGAN TEKNIK TERAPI REALITAS UNTUK MENGATASI SISWA MEMBOLOS PADA MATA PELAJARAN DI KELAS X SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

VIII. RUBRIK PENILAIAN KINERJA GURU BK/KONSELOR

VIII. RUBRIK PENILAIAN KINERJA GURU BK/KONSELOR VIII. RUBRIK PENILAIAN KINERJA GURU BK/KONSELOR PETUNJUK 1. Kumpulkan dokumen perangkat pelayanan BK dari guru BK/Konselor sebelum pengamatan pembelajaran, cacatan hasil pengamatan selama dan sesudah pelayanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minat Belajar Minat belajar dalam proses pendidikan memiliki peranan penting yang juga menentukan keberhasilan proses belajar siswa di sekolah, dalam dunia pendidikan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan pokok dalam membantu generasi mendatang. Dengan adanya pendidikan diharapkan akan mampu membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan berkaitan erat dengan hakekat makna dan fungsi pendidikan dalam keseluruhan aspek kehidupan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga berprestasi maka setiap siswa diharapkan untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling Kata layanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara melayani atau sesuatu

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS SISWA KELAS X SMK BINA KARYA PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS SISWA KELAS X SMK BINA KARYA PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS SISWA KELAS X SMK BINA KARYA PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI. Kata kunci : konferensi; kasus; asas kerahasiaan; helper

KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI. Kata kunci : konferensi; kasus; asas kerahasiaan; helper KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI Widada Universitas Negeri Malang E-mail: widada.fip@um.ac.id ABSTRAK Untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang komplek dan rumit diperlukan

Lebih terperinci

MATERI 7 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

MATERI 7 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN FOBIA SEKOLAH TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM: Setelah mengikuti perkuliahan, diharapkan mahasiswa dapat memahami fobia sekolah guna melakukan deteksi dini TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci

Konsep Dasar. Bimbingan & Konseling. Nur Hayati, M.Pd PGPAUD FIP UNY

Konsep Dasar. Bimbingan & Konseling. Nur Hayati, M.Pd PGPAUD FIP UNY Konsep Dasar Bimbingan & Konseling Nur Hayati, M.Pd PGPAUD FIP UNY A.1. Pengertian Bimbingan Upaya Bantuan Oleh Pembimbing/ Konselor Kepada Agar Selesainya masalah yg dihadapi konseli Mencapai Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan Konseling dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 111 Tahun 2014 pasal 1 ayat (1) dikemukakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini. Muthmainnah

Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini. Muthmainnah Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini Muthmainnah Pengertian Bimbingan proses pemberian bantuan (psikologis) dari konselor kepada konseli baik secara langsung maupun tidak langsung baik individual maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah-sekolah dengan dicantumkannya bimbingan dan konseling pada

BAB I PENDAHULUAN. sekolah-sekolah dengan dicantumkannya bimbingan dan konseling pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah di Indonesia sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1960 dan baru mulai 1975 secara resmi memasuki sekolah-sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan. (baik LAN maupun Internet), permaianan ini biasanya di mainkan

BAB II KAJIAN TEORI. sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan. (baik LAN maupun Internet), permaianan ini biasanya di mainkan BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Teoritis 1. Game Online a. Pengertian Game Online Game Online atau sering disebut dengan Online Games adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20/03 tentang sistem pendidikan Nasioanl pasal 1 ayat (1) menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang

Lebih terperinci

BAB X FUNGSI, TUJUAN, DAN ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB X FUNGSI, TUJUAN, DAN ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB X FUNGSI, TUJUAN, DAN ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING A. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memahami fungsi bimbingan dan konseling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang

BAB V PEMBAHASAN. hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang BAB V PEMBAHASAN A. Perilaku Membolos Perilaku membolos di SMKN 2 Malang dilakukan oleh individu yang berbeda yakni dengan jenis kelamin dan kelas yang berbeda antara satu dengan individu lainya hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari seperempat angkatan muda Indonesia kini menganggur dan masih banyak lagi yang mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketrampilannya (underemployed)

Lebih terperinci

JURNAL. EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEHNIK BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI SISWA TERISOLIR DI MTs. HASANUDDIN PARE

JURNAL. EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEHNIK BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI SISWA TERISOLIR DI MTs. HASANUDDIN PARE JURNAL EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEHNIK BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI SISWA TERISOLIR DI MTs. HASANUDDIN PARE THE EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING BEHAVIORAL TO HANSLE STUDENTS ISOLATED IN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Ssitem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Ssitem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Ssitem Pendidikan Nasional, pendidikan diadtikan sebagai pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH PADA PERKEMBANGAN ANAKNYA DI DESA SUKODONO PANCENG GRESIK Analisis data yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh penyesuaian diri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Berhasil tidaknya individu dalam

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Perkembangan psikologis pada masa remaja sering diwarnai dengan bebagai macam konflik, baik itu

Lebih terperinci