BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV EVALUASI PENERAPAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT ACG. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak dibidang manufaktur yang kegiatan utamanya adalah memproduksi Polyester

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

FAKTUR PAJAK STANDAR

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

Surat Edaran SE-13/PJ.52/2006

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BAB IV ANALISIS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BULAN DESEMBER 2005 PT WASKITA KARYA

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

KEP-133/PJ/2004 TATA CARA PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI

SE - 151/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-65/PJ./2010 TENTANG PERUBAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

ANALISIS PENERAPAN FAKTUR PAJAK, PENYETORAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT.FLS TAHUN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER /PJ.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAFTAR BENTUK SPT MASA PPN 1111

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 13/PJ/2010 TENTANG

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai

Halaman Pemberian Hak Cipta Non Eksklusif dari Mahasiswa ke Universitas Bina Nusantara PERNYATAAN NIM :

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VII FAKTUR PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Penggantian ke 2 (dua) :

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Atas Prosedur Pajak Pertambahan Nilai. PT. IBH merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan

PETUNJUK PENGISIAN SURAT KONFIRMASI (Lampiran 1)

PER - 50/PJ/2009 TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014.

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK,

CONTOH SOAL & PENGISIAN SPT MASA PPN 1111

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT GEMA NADA PERTIWI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

PER - 3/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENY

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. Sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f adalah penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha, dan ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Dalam hal ini Perum Perhutani sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam setiap kegiatan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, Perum Perhutani membuat Faktur Pajak. Dimana saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006. Sedangkan dalam kegiatan memperoleh Barang Kena Pajak dan memanfaatkan Jasa Kena Pajak, Perum Perhutani menerima Faktur Pajak dari pihak yang menjual atau menyediakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tersebut. Dengan adanya Faktur Pajak yang sesuai dengan Peraturan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 159/PJ./2006, maka Perum Perhutani dapat menghitung jumlah pajak yang terutang dengan mengkreditkan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. 57

Namun seringkali Faktur Pajak yang dibuat baik oleh penjual maupun pembeli Barang Kena pajak dan Jasa kena Pajak tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 dan berdasarkan PER-159/PJ./2006. Adanya Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan peraturan tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang tentu saja akan merugikan bagi Perum Perhutani. Agar evaluasi perhitungan Pajak Pertambahan Nilai ini menghasilkan data yang objektif dan akurat, maka penulis harus cermat dalam menentukan metode pengumpulan data dan analisa data. Dengan begitu, data yang diolah hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat. IV.1 Metode Analisa Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Kedua metode ini saling melengkapi satu sama lainnya. Pada penelitian ini, penulis menggunakan kedua metode tersebut dalam mengolah, menganalisa data, dan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kesimpulan. Penjelasan mengenai kedua metode tersebut yaitu : 1. Metode Langsung Metode langsung merupakan teknik dan prosedur pemeriksaan pajak terhadap ketaatan perpajakan untuk mengetahui kebenaran jumlah SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan dalam menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Pelaksanaan metode ini dilakukan melalui pemeriksaan terhadap Laporan Laba Rugi, neraca, jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang, beserta bukti dan catatan yang 58

mendukung proses pemeriksaan. Dalam penelitian ini, penggunaan metode langsung banyak dipakai untuk melakukan pemeriksaan terhadap besarnya Dasar Pengenaan Pajak. Hal ini sangat penting karena merupakan unsur utama dalam penhitungan Pajak Pertambahan Nilai. 2. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung merupakan teknik dan prosedur pemeriksaan pajak terhadap ketaatan perpajakan untuk mengetahui kebenaran jumlah SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan dalam menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Pelaksanaan metode ini diluar pemeriksaan Laporan laba-rugi dan neraca, walaupun metode ini juga melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran Dasar Pengenaan Pajak dalam SPT dan lampirannya. Metode tidak langsung merupakan metode pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yaitu Faktur Pajak Standar yang terdiri dari Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran. Selain itu pemeriksaan juga dilakukan terhadap Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dan tanda pembayaran atau kuintansi listrik. Dalam Penelitian ini, metode tidak langsung banyak digunakan untuk mencari bukti-bukti Faktur Pajak yang digunakan sebagai dasar dalam menghitung Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dan mengkreditkan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut. Faktur Pajak yang diperiksa Penulis merupakan Faktur Pajak Standar yang diperoleh berdasarkan perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan di Perum Perhutani Pusat. 59

IV.2 Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Perum Perhutani Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengusahaan hutan tanaman dengan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sama yaitu 01.001.652.5-051.000. Oleh karena itu, perusahaan memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan pemungutan Pajak pertambahan Nilai (PPN) saat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP), selain itu menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari pajak masukan yang dapat dikreditkan atau meminta kembali kelebihan (restitusi) dalam hal Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, serta melaporkan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dilakukan oleh Perum Perhutani Pusat bagian Pembelanjaan dan Perpajakan atas laporan yang diberikan oleh Unit 1, Unit 2, Unit 3, Pusat Penelitian di Cepu, dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) di Madiun. Setiap Unit terdiri dari beberapa Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), dimana masing-masing KBM dan KPH membuat SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk kemudian diserahkan ke bagian Unit. Setelah Unit memeriksa dan menggabungkan SPT dari semua KBM dan KPH kemudian diserahkan ke Perum Perhutani Pusat. 60

Selama tahun 2008, 2007, dan 2006, Perum Perhutani menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilainya dengan menggunakan SPT Masa PPN, selain itu PERUM PERHUTANI juga melakukan beberapa kali pembetulan terhadap jumlah Pajak Pertambahan Nilainya. Berikut ini merupakan penjelasan jumlah Pajak Pertambahan Nilai PERUM PERHUTANI selama tahun 2008, 2007, dan 2006 : 61

Tabel IV.1 Pajak Pertambahan Nilai PERUM PERHUTANI selama tahun 2008 Bulan Pajak Keluaran Pajak Masukan PPN yang Kurang atau (Lebih) dibayar Kompensasi Bulan Sebelumnya Kompensasi pembetulan Bulan Sebelumnya PPN yang Kurang atau (Lebih) bayar Januari 1,212,092,059 1,004,152,700 207,939,359 1,610,895,283 - (1,402,955,924) Februari 1,876,905,419 1,541,040,274 335,865,145 1,076,890,779 642,997,844 (633,197,844) Maret 2,048,713,104 1,775,301,290 273,411,814 1,076,890,779 251,333,669 (552,145,296) April 2,124,607,950 2,271,327,721 (146,719,771) (552,145,296) - (698,865,067) Mei 2,772,564,282 1,700,455,867 1,072,108,415 (698,865,067) - 373,243,346 Juni 3,235,165,244 1,916,791,502 1,318,373,742 - - 1,318,373,742 Juli 3,204,936,385 2,294,006,889 910,929,496-633,197,884 277,731,612 Agustus 3,191,438,234 1,969,392,949 1,222,045,285 - - 1,222,045,285 September 2,522,013,289 2,836,600,185 (314,586,896) - 68,086,896 (246,500,000) Oktober 2,163,079,466 1,610,412,152 552,667,314 68,086,896-484,580,418 November 2,029,633,668 2,641,982,515 (612,348,847) - 246,500,000 (858,848,847) Desember 2,198,942,154 4,355,880,894 (2,156,938,740) (858,848,847) (3,015,787,587)

Tabel IV.2 Pajak Pertambahan Nilai PERUM PERHUTANI selama tahun 2007 Bulan Pajak Keluaran Pajak Masukan PPN disetor dimuka pada masa pajak yang sama PPN yang Kurang atau (Lebih) dibayar PPN yang Kurang atau (Lebih) dibayar pada SPT yang Dibetulkan PPN yang Kurang atau (Lebih) bayar karena Pembetulan Januari 1,400,831,516 1,226,608,289 174,223,227 711,935,580 (537,712,353) Februari 1,536,682,217 2,055,834,928 (519,152,711) 5,596,516 (524,749,227) Maret 2,393,882,374 1,956,614,180 437,268,194 942,845,718 (505,577,524) April 1,271,686,976 2,306,668,799 (1,034,981,823) (408,678,183) (626,303,640) Mei 2,132,260,372 3,529,230,397 (1,396,970,025) (771,761,603) (625,208,422) Juni 2,343,858,957 3,297,891,788 (954,032,831) (329,665,100) (624,367,731) Juli 2,105,426,764 3,044,925,162 (939,498,398) (289,711,925) (649,786,473) Agustus 2,575,720,296 3,570,295,611 (994,575,315) (353,228,883) (641,346,432) September 2,879,581,880 3,024,611,730 (145,029,850) 483,245,747 (628,275,597) Oktober 1,661,816,767 2,754,053,047 (1,092,236,280) (461,834,164) (630,402,116) November 2,662,951,697 3,848,667,129 (1,185,715,432) (556,901,696) (628,813,736) Desember 2,955,228,328 5,180,791,007 28,330,448 (2,253,893,127) (1,610,895,283) (642,997,844)

Tabel IV.3 Pajak Pertambahan Nilai PERUM PERHUTANI selama tahun 2006 Bulan Pajak Keluaran Pajak Masukan PPN yang Kurang atau (Lebih) dibayar Januari 1,710,740,760 513,587,469 1,197,153,291 Februari 4,510,102,175 908,948,017 3,601,154,158 Maret 7,290,578,681 915,120,557 6,375,458,124 April 11,712,917,427 1,082,226,370 10,630,691,057 Mei 11,473,383,925 1,701,617,849 9,771,766,076 Juni 11,656,663,552 2,236,708,423 9,419,955,129 Juli 11,442,609,723 2,178,459,846 9,264,149,877 Agustus 9,748,238,451 2,018,504,075 7,729,734,376 September 10,843,414,428 2,152,996,368 8,690,418,060 Oktober 6,213,486,569 2,417,915,058 3,795,571,511 November 12,801,485,513 1,979,785,378 10,821,700,135 Desember 19,174,277,578 3,757,158,217 15,417,119,361

IV.3 Evaluasi atas Pajak Masukan Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dbayarkan oleh PKP yang melakukan pembelian dan atau penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak ynag terutang PPN. Ada dua tipe Pajak Masukan, yaitu : 1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan 2. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak yang diperkenankan untuk mengurangi Pajak Keluaran dalam satu Masa Pajak atau Masa Pajak tidak sama yang jangka waktunya ditetapkan 3 bulan selama belum ditetapkan sebagai biaya oleh perusahaan dan belum dilakukan pemerikasaan oleh Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dibebankan menjadi biaya. Setiap melakukan transaksi pembelian, Perusahaan harus menerima lembar asli dari Faktur Pajak Standar dari perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak Standar tersebut merupakan sarana yang digunakan untuk menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai Masukan yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak Standar harus sesuai dengan ketentuan perpajakan, sehingga jumlah Pajak Masukan yang tercantum didalamnya dapat dikreditan dengan Pajak Keluarannya,. Faktur Pajak tersebut memuat semua data mengenai jumlah harga jual/penggantian/uang muka/termijn, Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diterima, Dasar Pengenaan Pajaknya, dan jumlah Pajak 65

Pertambahan Nilainya. Hal pertama yang akan dilakukan penulis adalah melakukan evaluasi terhadap Faktur Pajak Standar Perum Perhutani, apakah berdasarkan Faktur Pajak Standar tersebut Pajak Masukannya dapat dikreditkan atau tidak. IV.3.1 Evaluasi Faktur Pajak Masukan selama tahun 2008 Dalam seluruh perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan Perum Perhutani selama bulan Januari-Desember 2008, ternyata Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan kepada Perum Perhutani (Pajak Masukan) sebesar Rp 25.917.344.938,-. Berikut ini merupakan tabel rincian Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2008 : Tabel IV.4 Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2008 Bulan Dasar pengenaan Pajak Pajak Masukan Januari 10,041,527,000 1,004,152,700 Februari 15,410,402,740 1,541,040,274 Maret 17,753,012,900 1,775,301,290 April 22,713,277,210 2,271,327,721 Mei 17,004,558,670 1,700,455,867 Juni 19,167,915,020 1,916,791,502 Juli 22,940,068,890 2,294,006,889 Agustus 19,693,929,490 1,969,392,949 September 28,366,001,850 2,836,600,185 Oktober 16,104,121,520 1,610,412,152 November 26,419,825,150 2,641,982,515 Desember 43,558,808,940 4,355,880,894 Total 259,173,449,380 25,917,344,938 66

Dari rincian diatas, dapat diketahui bahwa nilai pembelian yang dilakukan Perum Perhutani selama bulan Januari 2008s ebesar Rp 10,041,527,000,-. Dimana jumlah tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Berikut contoh perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya : Dasar Pengenaan Pajak : Rp 10,041,527,000,- Tarif PPN : 10% PPn Masukan : Rp 1.004.152.700,- Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut : Dr. Pembelian Rp 10,041,527,000,- Dr. PPN Masukan Rp 1,004,152,700,- Cr. Kas Rp. 11,045,679,700,- Jurnal diatas menegaskan bahwa jumlah PPN Masukan adalah sebesar Rp 1,004,152,700,-, sehingga jumlah kas yang harus dikeluarkan oleh Perum perhutani selama bulan Januari 2008 adalah sebesar Rp. 11,045,679,700,-. Atas PPN Masukan tersebut dibuatlah Faktur Pajak Standar oleh lawan transaksi sebagai bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai terutang Perum Perhutani atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang terjadi. Pada prinsipnya, menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat (1) pajak terutang terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar daerah 67

Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean, atau ekspor Barang Kena pajak. Sarana untuk melakukan kewajiban ini adalah Faktur Pajak, karena di dalam Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyebutkan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh lawan transaksi adalah Faktur Pajak Standar yang berarti Pajak Masukan yang dibayar atau terutang oleh Perum Perhutani yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya untuk dapat menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar. Faktur Pajak Standar yang dikeluarkan dapat mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, yaitu apabiila Faktur Pajak tersebut cacat. Berikut ini merupakan kertas kerja evaluasi terhadap Faktur Pajak Masukan Perum Perhutani : 68

Tabel IV.5 Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Perum Perhutani Tahun 2006 Nomor Nomor Faktur Pajak Tanggal Faktur Dasar pengenaan Pajak Klasifikasi Dibandingkan dengan PK Lengkap Cacat DD TDD Syarat Materil Keterangan Syarat Formal 1 010.000.07.00000089 4-Feb-08 41,000,000 - x - x ya Tidak 2 010.000.07.00000092 1-Feb-08 9,000,000 - x - x ya Tidak 3 010.000.07.00000063 20-Feb-08 4,300,000 - x - x ya Tidak 4 010.000.08.00000005 29-Feb-08 4,543,000 - x - x ya Tidak 5 010.023-7.00000013 3-Apr-08 6,500,000 - x - x Ya Tidak 6 010.000.08.00000015 9-Sep-08 3,575,000 - x - x ya Tidak 7 010.000.08.00000016 9-Sep-08 3,575,000 - x - x Ya Tidak 8 010.000.08.00000016 10-Nov-08 3,550,000 - x - x ya Tidak

Dari hasil peneltian atas Faktur Pajak Standar Perum Perhutani, penulis menemukan beberapa masalah yang terdapat dalam Pajak Masukan Perum Perhutani, yang diantaranya adalah terdapat Faktur Pajak Standar yang yang seharusnya dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan. Fakur-faktur Pajak tersebut terdiri dari : a. Nama Perusahaan : PT. Sari Selo Jaya Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.08.00000005 Tanggal : 29 Februari 2008 DPP : Rp 4.543.000,- Pajak Masukan : Rp. 454.300,- Pada tanggal 29 Februari 2008 terdapat Faktur Pajak Standar yang seharusnya bisa dikreditkan namun belum dikreditkan. Faktur Pajak tersebut diterima dari PT. Sari Selo Jaya dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 4.543.000,- dan PPN-nya sebesar Rp 454.300,-. b. Nama Perusahaan : CV. Bina Putra Antar Aksara Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.08.00000015 Tanggal : 9 September 2008 DPP : Rp 3.575.000,- Pajak Masukan : Rp. 357.500,- 70

Pada tanggal 9 September 2008 terdapat Faktur Pajak Standar yang seharusnya bisa dikreditkan namun belum dikreditkan. Faktur Pajak tersebut diterima dari CV. Bina Putra Antar Aksara dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 3.575.000,- dan PPN-nya sebesar Rp. 357.500,-. c. Nama Perusahaan : CV. Bina Putra Antar Aksara Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.08.00000016 Tanggal : 10 November 2008 DPP : Rp 3.550.000,- Pajak Masukan : Rp. 355.000,- Pada tanggal 10 November 2008 terdapat Faktur Pajak Standar yang seharusnya bisa dikreditkan namun belum dikreditkan. Faktur Pajak tersebut diterima dari CV. Bina Putra Antar Aksara dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 3.550.000,-dan PPN-nya sebesar 355.000,-. Menurut pasal 9 ayat (9) Undang-undang No.18 Tahun 2000, dinyatakan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang Sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (9) ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama yang disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima. 71

Permasalahan ini disebabkan karena Perum Perhutani kurang teliti dalam mengolah Faktur Pajak yang bisa dikreditkan. Sebab lain yang menyebabkan masalah ini adalah adanya Faktur Pajak yang terselip ke dalam file Faktur Pajak pada Masa yang berbeda. Jika dilihat dari hal tersebut, untuk Faktur Pajak yang diterima pada tanggal 10 November 2009 dari CV. Bina Putra Antar Aksara sebenarnya Perum Perhutani masih bisa mengkreditkan Pajak Masukan tersebut mengingat Faktur Pajak Standar tersebut diterima oleh Perum Perhutani belum melewati batas waktu 3 (tiga) bulan seperti yang ditentukan dalam Pasal 13 PER-159/PJ./2006. Selain itu, permasalahan ini juga timbul karena Perum perhutani tidak meminta perusahaan penjual dalam hal ini PT. Hikmah Fajar untuk memberikan Faktur Pajak Standar tepat waktu. Maksudnya perusahaan harus menagih Faktur Pajak Standar yang belum diberikan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran belum dikreditkan. Sehingga seharusnya Pajak Masukan tersebut dapat mengurangi besarnya pajak yang terutang, sehingga pajak yang ditanggung perusahan dapat lebih kecil atau lebih ringan bahkan memungkinkan untuk lebih bayar. Penulis memberikan rekomendasi kepada Perum Perhutani agar perusahaan dapat lebih teliti dalam mengolah Faktur Pajak Standar dari Pengusaha Kena Pajak yang menyediakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Dan Perum Perhutani harus segera melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan kepada harga 72

perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan, dan tehadap Pengusaha kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan. Masalah lain yang ditemukan Penulis dalam Pajak Masukan Perum Perhutani adalah terdapat Faktur Pajak yang Kode dan Nomor Serinya salah dan seharusnya tidak dapat dikreditkan. Faktur Pajak tersebut antara lain : a. Nama Perusahaan : CV. Wana Karya Abadi Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.07.00000089 Tanggal : 4 Februari 2008 DPP : Rp 41.000.000,- Pajak Masukan : Rp 4.100.000,- Pada bulan Februari, ditemukan Faktur Pajak Standar yang diterima dari CV. Wana Karya Abadi yang tidak memenuhi syarat formal, karena penulisan kode dan nomor seri Faktur Pajak yang salah. Di dalam Faktur Pajak tersebut ditulis dengan Nomor 010.000.07.00000089, seharusnya Nomor Faktur Pajak tersebut 010.000.08.00000089. Karena terdapat kesalahan dalam penulisan kode dan nomor seri Faktur Pajak maka Faktur Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. b. Nama Perusahaan : CV. Wana Karya Abadi Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.07.00000092 Tanggal : 1 Februari 2008 DPP : Rp 9.000.000,- 73

Pajak Masukan : Rp 900.000,- Pada bulan Februari terdapat Faktur Pajak yang Kode dan Nomor Seri Faktur Pajaknya salah. Faktur Pajak ini diterima dari CV.Wana Karya Abadi dengan tanggal Faktur 1 Februari 2008. Dalam Faktur Pajak tersebut tertulis Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.07.00000092 seharusnya Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut ditulis dengan Nomor 010.000.08.00000092. Oleh karena kesalahan tersebut maka Faktur Pajaknya tidak dapat dikreditkan. c. Nama Perusahaan : CV. Lima Saudara Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.07.00000063 Tanggal : 20 Februari 2008 DPP : Rp 4.300.000,- Pajak Masukan : Rp 430.000,- Faktur Pajak yang diterima Perum Perhutani dari CV. Lima Saudara pada tanggal 20 Februari 2008 tertulis dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang salah. Dalam Faktur Pajak tersebut tetulis dengan Nomor 010.000.07.00000063 seharusnya ditulis dengan dengan Nomor 010.000.08.00000063. Dengan adanya kesalahan dalam penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan. Dalam PER-159/PJ./2006 Pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur 74

Pajak sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Kode Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : 1. 2 (dua) digit Kode Transaksi; 2. 1(satu) digit Kode Status; dan 3. 3(tiga) digit Kode Cabang. Sedangkan Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. 2(dua)digitTahunPenerbitan;dan b. 8 (delapan) digit Nomor Urut. Dari rincian diatas, maka dapat dilihat bahwa Faktur Pajak yang diterima oleh Perum Perhutani dari CV. Wana Karya Abadi dan CV. Lima saudara di atas tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dalam penulisan Nomor seri Faktur Pajak yang salah. Dalam PER-159/PJ./2006 ditetapkan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 2 (dua) digit tahun penerbitan, sedangkan dalam Faktur Pajak diatas tertulis dengan tahun penerbitan 2007 seharusnya ditulis dengan tahun penerbitan 2008. Dengan adanya kesalahan tersebut maka jumlah Pajak Masukan yang tertera di dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan. Selain kesalahan dalam Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, penulis juga menemukan beberapa Faktur pajak yang tidak diisi dengan lengkap. Menurut Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang No.18 Tahun 2000, Faktur Pajak wajib diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Benar berarti sesuai dengan undang-undang material, lengkap berarti semua unsur yang tercantum dan lampiran yang diisyaratkan harus lengkap dan 75

ditandatangani, jelas berarti setiap tulisan maupun angka harus jelas sehingga tidak dapat ditafsirkan lain. Dari unsur jelas diantaranya termasuk pada memberikan coretan pada bagian yang tidak perlu dari kalimat harga jual/penggantian/uang muka/termijn** sesuai dengan keadaan pada saat Faktur Pajak tersebut dibuat. Jika penyerahan Barang Kena Pajak dasar pengenaan pajaknya berdasarkan harga jual, maka dalam baris tersebut yang bukan harga jual harus dicoret menjadi seperti berikut : harga jual/penggantian/uang muka/termijn**. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa atas Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti. Permasalahan ini timbul karena Pihak Perum Perhutani kurang teliti dalam menerima Faktur Pajak yang diterima dari Pengusaha Kena Pajak Penjual. Selain itu, Pihak Perum Perhutani tidak memeriksa kelengkapan dari Faktur Pajak Standar yang diterimanya. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Selain itu karena terdapat Faktur Pajak yang tidak dicoret pada bagian yang tidak perlu dari kalimat harga jual/penggantian/uang muka/termijn**, maka infoermasi yang dimuat dalam Faktur Pajak tersebut menjadi rancu atau tidak jelas. Penulis memberikan rekomendasi kepada Perum Perhutani agar lebih teliti dalam menerima dan mengolah Faktur Pajak Standar. Jika ditemukan Faktur Pajak Standar yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka Perum Perhutani harus meminta Faktur Pajak pengganti kepada Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak 76

tersebut. Dan Perum Perhutani harus segera melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan sebelum dilakukan Pemeriksaan. tahun 2008 : Berikut ini merupakan tabel evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani selama 77

Bulan Tabel IV.6 Evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani Thanun 2008 Sebelum Evaluasi Sesudah Evaluasi Selisih Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Januari 10.041.527.000 1.004.152.700 10.041.527.000 1.004.152.700 - - Februari 15.410.402.740 1.541.040.274 15.360.645.740 1.536.064.574 49.757.000 4.975.700 Maret 17.753.012.900 1.775.301.290 17.753.012.900 1.775.301.290 - - April 22.713.277.210 2.271.327.721 22.713.277.210 2.271.327.721 - - Mei 17.004.558.670 1.700.455.867 17.004.558.670 1.700.455.867 - - Juni 19.167.915.020 1.916.791.502 19.167.915.020 1.916.791.502 - - Juli 22.940.068.890 2.294.006.889 22.940.068.890 2.294.006.889 - - Agustus 19.693.929.490 1.969.392.949 19.693.929.490 1.969.392.949 - - September 28.366.001.850 2.836.600.185 28.366.001.850 2.836.600.185 - - Oktober 16.104.121.520 1.610.412.152 16.104.121.520 1.610.412.152 - - November 26.419.825.150 2.641.982.515 26.423.375.150 2.642.337.515 (3.550.000) (355.000) Desember 43.558.808.940 4.355.880.894 19.167.915.020 4.355.880.894 - - Total 259.173.449.380 25.917.344.938 234.736.348.460 25.912.724.238 46.207.000 4.620.700

IV.3.2 Evaluasi Faktur Pajak Masukan selama tahun 2007 Dalam seluruh perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan Perum Perhutani selama bulan Januari-Desember 2007, ternyata Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan kepada Perum Perhutani (Pajak Masukan) sebesar Rp 35.796.192.067,-. Berikut ini merupakan tabel rincian Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2007 : Tabel IV.7 Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2007 Bulan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Januari 12,266,082,890 1,226,608,289 Februari 20,558,349,280 2,055,834,928 Maret 19,566,141,800 1,956,614,180 April 23,066,687,990 2,306,668,799 Mei 35,292,303,970 3,529,230,397 Juni 32,978,917,880 3,297,891,788 Juli 30,449,251,620 3,044,925,162 Agustus 35,702,956,110 3,570,295,611 September 30,246,117,300 3,024,611,730 Oktober 27,540,530,470 2,754,053,047 November 38,486,671,290 3,848,667,129 Desember 51,807,910,070 5,180,791,007 Total 357,961,920,670 35,796,192,067 Dari rincian diatas, dapat diketahui bahwa nilai pembelian yang dilakukan Perum Perhutani selama bulan Januari 2007 sebesar Rp 12,266,082,890,-. Dimana jumlah tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Berikut contoh perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya : 79

Dasar Pengenaan Pajak : Rp 12,266,082,890,- Tarif PPN : 10% PPn Masukan : Rp 1,226,608,289, Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut : Dr. Pembelian Rp 12,266,082,890,- Dr. PPN Masukan Rp 1,226,608,289,- Cr. Kas Rp. 13,492,691,179,- Jurnal diatas menegaskan bahwa jumlah PPN Masukan adalah sebesar Rp 1,226,608,289,-, sehingga jumlah kas yang harus dikeluarkan oleh Perum perhutani selama bulan Januari 2007 adalah sebesar Rp. 13,492,691,179,-. Atas PPN Masukan tersebut dibuatlah Faktur Pajak Standar oleh lawan transaksi sebagai bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai terutang Perum Perhutani atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang terjadi. Pada prinsipnya, menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat (1) pajak terutang terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar daerah Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean, atau ekspor Barang Kena pajak. Sarana untuk melakukan kewajiban ini adalah Faktur Pajak, karena di dalam Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyebutkan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan 80

pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh lawan transaksi adalah Faktur Pajak Standar yang berarti Pajak Masukan yang dibayar atau terutang oleh Perum Perhutani yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya untuk dapat menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar. Faktur Pajak Standar yang dikeluarkan dapat mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, yaitu apabiila Faktur Pajak tersebut cacat. Berikut ini merupakan kertas kerja evaluasi terhadap Faktur Pajak Masukan Perum Perhutani : 81

Tabel IV.8 Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Perum Perhutani Tahun 2007 No. Nomor Faktur Pajak Tanggal Faktur Dasar pengenaan Pajak Klasifikasi Dibandingkan dengan PK Lengkap Cacat DD TDD Keterangan Syarat Materil Syarat Formal 1 010.000.07.00000004 10-Jan-07 2,150,000 x - x - ya ya 2 020.000.07.00000002 20-Feb-07 4,520,000 - x - x ya Tidak 3 010.000.07.00000001 Jan-07 117,000,000 - x - x ya Tidak 4 020.000.07.00000003 4-Jun-07 30,000,000 - x - x ya Tidak 5 020.000.07.00000051 11-Jun-07 4,500,000 - x - x ya Tidak 6 010.000.07.00000023 3-Sep-07 4,290,000 x - x - ya ya 7 010.000.07.00000004 6-Des-07 3,273,000 - x - x ya Tidak 8 010.000.07.00000008 18-Des-07 4,500,000 x - x - ya ya 9 010.000.07.00000238 27-Des-07 40,000,000 - x - x ya Tidak 10 010.000.07.00033169 27-Des-07 1,354,909,140 x - x - ya ya

Dari hasil peneltian atas Faktur Pajak Standar Perum Perhutani, penulis menemukan beberapa masalah yang terdapat dalam Pajak Masukan Perum Perhutani, yang diantaranya adalah terdapat Faktur Pajak Standar yang yang seharusnya dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan, antara lain : a. Nama Perusahaan : PT. Hikmah Fajar Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.07.00000004 Tanggal : 10 Januari 2007 DPP : Rp 2.150.000,- Pajak Masukan : Rp. 215.000 Pada tanggal 10 Januari 2007 terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan karena Faktur Pajak tersebut baru diterima pada bulan Februari 2007. Faktur Pajak tersebut diterima dari PT. Hikmah Fajar dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 2.150.000,- dan PPN-nya sebesar Rp Rp 215.000,-. b. Nama Perusahaan : PT. Sari Selo Jaya Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.07.00000023 Tanggal : 3 September 2007 DPP : Rp 4.290.000,- Pajak Masukan : Rp. 429.000,- 83

Faktur yang diterima Perum Perhutani dari PT. Sari Selo Jaya pada tanggal 3 September 2007 ini tergolong dalam Faktur Pajak Standar yang lengkap dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Bulan September 2007. c. Nama Perusahaan : CV. Afiesta Multi Service Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 010.000.07.00000008 Tanggal : 18 Desember 2007 DPP : Rp 4.500.000,- Pajak Masukan : Rp. 450.000,- Faktur yang diterima Perum Perhutani dari CV. Afiesta Multi Service pada tanggal 18 Desember 2007 ini tergolong dalam Faktur Pajak Standar yang lengkap dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Bulan Desember 2007. Menurut pasal 9 ayat (9) Undang-undang No.18 Tahun 2000, dinyatakan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang Sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (9) ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak 84

Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama yang disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima. Dalam PER-159/PJ./2006 Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan bahwa Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar. Dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. Berdasarkan PER-159/PJ./2006 Pasal 14 ayat (2) yang berisi tentang Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum didalamnya. Permasalahan ini disebabkan karena Perum Perhutani terlambat menerima Faktur Pajak Standar dari PT. Hikmah Fajar. Faktur Pajak Standar yang seharusnya diterima Pada bulan Januari 2007, tetapi diterima pada bulan Februari 2007. Jika dilihat dari hal tersebut, sebenarnya Perum Perhutani masih bisa mengkreditkan Pajak Masukan tersebut mengingat Faktur Pajak Standar tersebut diterima oleh Perum Perhutani belum melewati batas waktu 3 (tiga) bulan seperti yang ditentukan dalam Pasal 13 PER- 159/PJ./2006. Selain itu, permasalahan ini juga timbul karena Perum perhutani tidak meminta perusahaan penjual dalam hal ini PT. Hikmah Fajar untuk memberikan Faktur Pajak Standar tepat waktu. Maksudnya perusahaan harus menagih Faktur Pajak Standar yang belum diberikan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual. Selain keterlambatan dalam menerima Faktur Pajak Standar, hal ini juga disebabkan karena Perum Perhutani kurang 85

teliti dalam mengolah Faktur Pajak yang seharusnya bisa dikreditkan tetapi belum dikreditkan. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran belum dikreditkan. Sehingga seharusnya Pajak Masukan tersebut dapat mengurangi besarnya pajak yang terutang, sehingga pajak yang ditanggung perusahan dapat lebih kecil atau lebih ringan bahkan memungkinkan untuk lebih bayar. Penulis memberikan rekomendasi kepada Perum Perhutani agar perusahaan dapat lebih disiplin dalam meminta Faktur Pajak Standar dari Pengusaha Kena Pajak yang menyediakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Apabila Persahaan penjual belum memberikan Faktur Pajak Standar dalam waktu yang lama, maka Perum Perhutani harus segera menghubungi perusahaan penjual tersebut untuk segera mengirimkannya. Dan Perum Perhutani harus segera melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan, dan tehadap Pengusaha kena Pajak belum dilakukan pemeriksan. Permasalahan lain yang ditemukan penulis dalam mengevaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani tahun 2007 adalah terdapat beberapa Faktur Pajak Standar dengan Nomor seri Faktur Pajak Standar yang salah atau tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam peraturan, antara lain : a. Nama Perusahaan : PT. Limbar Jaya 86

Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 020.000.07.00000002 Tanggal : 20 Februari 2007 DPP : Rp 4.520.000,- PPN Masukan : Rp 452.000,- Pada tanggal 20 Februari 2007, terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan karena adanya kesalahan dalam penulisan Kode dan nomor seri Faktur Pajak. Faktur Pajak tersebut diterima oleh Perum Perhutani dari PT. Limbar Jaya. b. Nama perusahaan : PT. Permata Communication Indonesia Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 020.000.07.00000003 Tanggal : 4 Juni 2007 DPP : Rp 30.000.000,- PPN Masukan : Rp 3.000.000,- Pada tanggal 4 Juni 2007 terdapat Pajak Masukan yang belum dikreditkan karena adanya kesalahan dalam penulisan Kode dan nomor seri Faktur Pajak. Faktur Pajak tersebut diterima dari PT. Permata Communication Indonesia. c. Nama Perusahaan : Genzi Komputer Kode dan nomor seri Faktur Pajak : 020.000.07.00000051 Tanggal : 11 Juni 2007 87

DPP : Rp 4.500.000,- PPN Masukan : Rp 450.000,- Pada tanggal 11 Juni 2007 terdapat Pajak Masukan yang dikreditkan namun di dalam Faktur Pajak Standarnya terdapat Kode dan nomor seri Faktur Pajak yang salah. Faktur Pajak ini diterima oleh Perum Perhutani dari Genzi Komputer. Dalam PER-159/PJ./2006 Pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Kode Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : 1. 2 (dua) digit Kode Transaksi; 2. 1(satu) digit Kode Status; dan 3. 3(tiga) digit Kode Cabang. Sedangkan Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. 2(dua)digitTahunPenerbitan;dan b. 8 (delapan) digit Nomor Urut. Dalam SE-13/PJ.52/2006 dijelaskan bahwa 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi dengan rincian sebagai berikut : a. Kode Transaksi 01 digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN b. Kode Transaksi 02 digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah 88

c. Kode Transaksi 03 digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah) d. Kode Transaksi 04 digunakan untuk penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN e. Kode Transaksi 05 digunakan untuk penyerahan yang Pajak Masukannya di Deemed kepada selain Pemungut PPN f. Kode Transaksi 06 digunakan untuk penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN g. Kode Transaksi 07 digunakan untuk Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBMnya Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN h. Kode Transaksi 08 digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN; i. Kode Transaksi 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN Dari rincian di atas, maka dapat dilihat bahwa Faktur Pajak yang diterima Perum Perhutani dari PT. Limbar Jaya, PT. Permata Communication Indonesia, dan Genzi Komputer tergolong Faktur Pajak Cacat karena pada ketiga Faktur Pajak tersebut menggunakan Kode transaksi yang salah yaitu 02 yang seharusnya digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah. Kode transaksi yang seharusnya digunakan adalah 01, dimana Kode Transaksi tersebut digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN. Penulis merekomendasikan kepada Perum Perhutani untuk lebih teliti dalam menerima Faktur Pajak dari pihak PKP Penjual, karena jika faktur Pajak tersebut 89

tergolong cacat maka sangat merugikan Perusahaan, karena PPN Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Menurut Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ./2000, tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak yaitu bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, kuitansi atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 2, ketentuan ini dapat ditentukan sebagai Faktur Pajak Sederhana. Menurut Pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ./2000, Faktur Pajak sederhana tidak dapat digunakan oleh Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai dasar pengkreditan Pajak Masukan. Menurut Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang No.18 Tahun 2000, Faktur Pajak wajib diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Benar berarti sesuai dengan undang-undang material, lengkap berarti semua unsur yang tercantum dan lampiran yang diisyaratkan harus lengkap dan ditandatangani, jelas berarti setiap tulisan maupun angka harus jelas sehingga tidak dapat ditafsirkan lain. Dari unsur jelas diantaranya termasuk pada memberikan coretan pada bagian yang tidak perlu dari kalimat harga jual/penggantian/uang muka/termijn** sesuai dengan keadaam pada saat Faktur Pajak tersebut dibuat. Jika penyerahan Barang Kena Pajak dasar pengenaan pajaknya berdasarkan harga jual, maka dalam baris tersebut yang bukan harga jual harus dicoret 90

menjadi seperti berikut : harga jual/penggantian/uang muka/termijn**. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa atas Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti. Selain kesalahan dalam Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, penulis juga menemukan beberapa Faktur pajak yang tidak diisi dengan lengkap, seperti Faktur Pajak Standar yang tidak dilengkapi dengan identitas Pembeli Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, seperti Faktur Pajak Standar yang diterima Perum Perhutani dari CV. Afiesta Multi Service pada tanggal 6 Desember 2007 dengan Nomor dan Kode Seri Faktur Pajak 010.000.07.00000004 dan Dasar Pengenaan Pajak Rp. 3.273.000. Dalam Faktur Pajak tersebut identitas pembeli yaitu Perum Perhutani tidak ditulis sehingga Faktur ini tergolong Faktur Pajak cacat dan tidak bias dikreditkan terhadap Pajak Keluaran. Selan itu terdapat Faktur Pajak yang tidak dicoret pada bagian yang tidak perlu dari kalimat Harga Jual/Penggantian/Uang muka/termijn**, selain itu pada bulan Januari terdapat Faktur Pajak yang tidak mencantumkan tanggal Faktur Pajak. Sehingga hal ini menjadikan apa yang terdapat di dalam faktur pajak menjadi rancu. Akibatnya, Faktur Pajak Standar Masukan yang diperoleh tergolong dalam Faktur Pajak Standar. Karena Faktur Pajak Standar yang diperoleh tidak lengkap, maka Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan. Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan oleh Fiskusditemukannya Pajak Masukan yang seharusnya tidak dikreditkan tetapi dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak maka menurut Pasal 13 ayat (3) UU KUP 91

dikenakan sanksi 100% dari Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. Rekomendasi dari penulis yaitu sebaiknya perusahaan pada waktu menerima Faktur Pajak dari Pengusaha Kena Pajak Penjual, khususnya bagian perpajakan Perum Perhutani harus memeriksa kembali kelengkapan dari Faktur Pajak Standar tersebut. Jika ternyata Faktur Pajak tidak diisi dengan lengkap dan jelas, maka Perum Perhutani harus segera meminta Faktur Pajak Standar Pengganti kepada Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak. Berikut ini merupakan tabel evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2007 : 92

Bulan Tabel IV.9 Evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani Thanun 2007 Sebelum Evaluasi Sesudah Evaluasi Selisih Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Januari 12.266.082.890 1.226.608.289 12.268.232.890 1.226.823.289 (2.150.000) (215.000) Februari 20.558.349.280 2.055.834.928 20.558.349.280 2.055.834.928 Maret 19.566.141.800 1.956.614.180 19.566.141.800 1.775.301.290 April 23.066.687.990 2.306.668.799 23.066.687.990 2.271.327.721 Mei 35.292.303.970 3.529.230.397 35.292.303.970 1.700.455.867 Juni 32.978.917.880 3.297.891.788 32.974.417.880 3.297.441.788 4.500.000 450.000 Juli 30.449.251.620 3.044.925.162 30.449.251.620 2.294.006.889 Agustus 35.702.956.110 3.570.295.611 35.702.956.110 1.969.392.949 September 30.246.117.300 3.024.611.730 30.250.407.300 3.025.040.730 (4.290.000) (429.000) Oktober 27.540.530.470 2.754.053.047 27.540.530.470 1.610.412.152 November 38.486.671.290 3.848.667.129 38.486.671.290 3.848.667.129 Desember 51.807.910.070 5.180.791.007 51.772.410.070 5.177.241.007 35.500.000 3.550.000 Total 357.961.920.670 35.796.192.067 357.928.360.670 30.251.945.739 33.560.000 3.356.000

IV.3.3 Evaluasi Faktur Pajak Masukan selama tahun 2006 Dalam seluruh perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan Perum Perhutani selama bulan Januari-Desember 2006, ternyata Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan kepada Perum Perhutani (Pajak Masukan) sebesar Rp 21.863.027.627,-. Berikut ini merupakan tabel rincian Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2007 : Tabel IV.10 Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2006 Bulan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Januari 5,135,874,690 513,587,469 Februari 9,089,480,170 908,948,017 Maret 9,151,205,570 915,120,557 April 10,822,263,700 1,082,226,370 Mei 17,016,178,490 1,701,617,849 Juni 22,367,084,230 2,236,708,423 Juli 21,784,598,460 2,178,459,846 Agustus 20,185,040,750 2,018,504,075 September 21,529,963,680 2,152,996,368 Oktober 24,179,150,580 2,417,915,058 November 19,797,853,780 1,979,785,378 Desember 37,571,582,170 3,757,158,217 Total 218,630,276,270 21,863,027,627 Dari rincian diatas, dapat diketahui bahwa nilai pembelian yang dilakukan Perum Perhutani selama bulan Januari 2006 sebesar Rp 5,135,874,690,-. Dimana jumlah tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Berikut contoh perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya : 94

Dasar Pengenaan Pajak : Rp 5,135,874,690,- Tarif PPN : 10% PPn Masukan : Rp 513,587,469,- Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut : Dr. Pembelian Rp 5,135,874,690,- Dr. PPN Masukan Rp 513,587,469,- Cr. Kas Rp. 5.649.462.159 Jurnal diatas menegaskan bahwa jumlah PPN Masukan adalah sebesar Rp 513,587,469,-, sehingga jumlah kas yang harus dikeluarkan oleh Perum perhutani selama bulan Januari 2006 adalah sebesar Rp. 5.649.462.159,-. Atas PPN Masukan tersebut dibuatlah Faktur Pajak Standar oleh lawan transaksi sebagai bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai terutang Perum Perhutani atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang terjadi. Pada prinsipnya, menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat (1) pajak terutang terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar daerah Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean, atau ekspor Barang Kena pajak. Sarana untuk melakukan kewajiban ini adalah Faktur Pajak, karena di dalam Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyebutkan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan 95

pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh lawan transaksi adalah Faktur Pajak Standar yang berarti Pajak Masukan yang dibayar atau terutang oleh Perum Perhutani yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya untuk dapat menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar. Faktur Pajak Standar yang dikeluarkan dapat mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila Faktur Pajak tersebut cacat. Faktur Pajak Standar yang cacat tersebut akan dianggap sebagai Faktur Pajak sederhana yang tidak dapat dikreditkan, selama perusahaan tidak melakukan pembetulan terhadap Faktur Pajak yang salah penulisan atau pengisian atau mengganti Faktur Pajak yang hilang. Berikut ini merupakan kertas kerja evaluasi atas Faktur Pajak Standar Masukan Perum Perhutani tahun 2006 : 96

Tabel IV.11 Kertas Kerja Evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani Tahun 2006 Nomor 1 2 3 4 5 6 7 Nomor Faktur Pajak Tanggal Faktur Dasar pengenaan Pajak Klasifikasi Dibandingkan dengan PK Syarat Materil Keterangan Syarat Formal Lengkap Cacat DD TDD ESYAW-024-0000263 2-May-06 3,575,000 x - x - ya ya FHAE-024-0000001 4-May-06 40,440,000 x - x - ya Tidak DAFJO-021-0000010 19-May-06 10,000,000 x - x - ya Tidak CYRQM-412-0003670 8-Jun-06 152,340,000 x - x - ya Tidak DAFJO-021-0000022 28-Jun-06 4,500,000 x - x - Ya Tidak DUZUA-077-0027066 28-Jun-06 4,000,000 x - x - ya Tidak DUZUA-077-0024299 29-Jun-06 4,000,000 x - x - Ya Tidak

Dari hasil penelitian di atas, Faktur Pajak Masukan Perum Perhutani tahun 2006 lengkap dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Faktur-Faktur Pajak tersebut memenuhi kriteria dan syarat-syarat yang ditentukan sebagai Faktur Pajak Standar. Selain itu, penulis tidak menemukan adanya Faktur Pajak yang hilang atau terselip di Masa Pajak Pertambahan Nilai yang Lain. Faktur-Faktur Pajak tersebut tersimpan dengan rapih dan diletakkan secara berurutan sesuai dengan Lampiran SPT Masa 1195. Berikut ini merupakan tabel evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani selama tahun 2006 : 98

Tabel IV.12 Evaluasi Pajak Masukan Perum Perhutani Thanun 2006 Bulan Sebelum Evaluasi Sesudah Evaluasi Selisih Dasar Pengenaan Dasar Pengenaan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Masukan Pajak Masukan Pajak Pajak Pajak Masukan Januari 5.135.874.690 513.587.469 5.135.874.690 513.587.469 - - Februari 9.089.480.170 908.948.017 9.089.480.170 908.948.017 - - Maret 9.151.205.570 915.120.557 9.151.205.570 915.120.557 - - April 10.822.263.700 1.082.226.370 10.822.263.700 1.082.226.370 - - Mei 17.016.178.490 1.701.617.849 17.016.178.490 1.701.617.849 - - Juni 22.367.084.230 2.236.708.423 22.367.084.230 2.236.708.423 - - Juli 21.784.598.460 2.178.459.846 21.784.598.460 2.178.459.846 - - Agustus 20.185.040.750 2.018.504.075 20.185.040.750 2.018.504.075 - - September 21.529.963.680 2.152.996.368 21.529.963.680 2.152.996.368 - - Oktober 24.179.150.580 2.417.915.058 24.179.150.580 2.417.915.058 - - November 19.797.853.780 1.979.785.378 19.797.853.780 1.979.785.378 - - Desember 37.571.582.170 3.757.158.217 37.571.582.170 3.757.158.217 - - Total 218.630.276.270 21.863.027.627 218.630.276.270 21.863.027.627 - -