PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK-POOL BUS WISATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisa Ekonominya pada Proyek Jalan Sindang Barang Cidaun, Cianjur.

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2)

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN DAN ESTIMASI BIAYA JALAN RAYA LAWEAN SUKAPURA ( PROBOLINGGO )

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

METODOLOGI. Kata Kunci--Perkerasan Lentur, CTB, Analisa dan Evaluasi Ekonomi. I. PENDAHULUAN

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF

BAB 3 METODOLOGI. sehingga akan menghasilkan biaya konstruksi dan perawatan perkerasan lentur.

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus: Jalan Lapang Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan)

Transkripsi:

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK-POOL BUS WISATA BARANANGSIANG Rifan Abdi Hutomo 18304001 ABSTRAKSI Lajur khusus bus adalah ciri-ciri utama dari angkutan massa jenis rapid transit. Pembuatan lajur khusus bus tidak lepas dari nilai perencanaan tebal perkerasan karena tahap perencanaan pada proyek pembuatan jalan memegang peranan yang penting.perencanaan lapis perkerasan harus mempertimbangkan faktor ekonomi, kondisi lingkungan, sifat tanah dasar, beban lalu lintas, fungsi jalan dan faktorfaktor lainnya.dipilihnya metode analisa komponen untuk perancangan tebal perkerasan lentur dan metode NAASRA untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dalam pembuatan lajur khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor karena metode ini menyediakan kemampuan yang lebih baik dan dari kedua metode ini dirasakan cukup banyak dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan seperti kondisi di Indonesia. Dalam tugas akhir ini akan dibahas perbandingan nilai perencanaan tebal perkerasan dengan metode analisa komponen dan metode NAASRA untuk diperoleh hasil perencanaan akhir dari studi perbandingan kedua metode tersebut dengan memperhatikan nilai nilai yang lebih ekonomis dan sesuai dengan kondisi lapangan dan lingkungan hal itu dikarenakan dari kedua perkerasan memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari hasil analisa yang didapat untuk perkerasan lentur rata-rata diperoleh diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt Concrete ATB adalah 10,3 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB kelas C adalah 10 cm dan memiliki anggaran biaya sebesar Rp. 32.474.430.740,00. sedangkan untuk perkerasan kaku rata-rata diperoleh tebal lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji Ø20 300 mm, tulangan memanjang Ø19 200 mm, tulangan melintang Ø12 300 mm dan memiliki anggaran biaya Rp. Rp. 44.298.603.030,00. dari kedua perkerasan memiliki perbandingan biaya sebesar Rp. 11.824.172.290,00. Kata kunci: Perencanaan perkerasan, Lajur Khusus Bus. LATAR BELAKANG MASALAH Kota Bogor termasuk kategori Kota besar dengan jumlah penduduk sebanyak ± 850.000 jiwa, Namun sebagian warga masih bergantung pada layanan angkutan umum. Saat ini jumlah angkutan kota (angkot) yang diizinkan beroperasi sebanyak 3.506 unit, Belum lagi ditambah 5927 angkutan AKDP dari luar kota

bogor yang operasionalnya menuju pusat kota. Dalam menyikapi persoalan tersebut pemerintah Kota Bogor mengambil langkah-langkah yang terprogram dan terpadu serta inovatif, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor No.17 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Kota Bogor Periode 2005-2009 yang implementasinya berdasarkan Action Plan Bidang Transportasi. Salah satu sasaran pembenahan di bidang Transportasi adalah peningkatan pelayanan sistem angkutan serta mengurangi kemacetan di dalam kota. Seiring dengan adanya rencana penanganan transportasi, Pemerintah Kota Bogor membentuk suatu Perusahaan Daerah yang bergerak dalam bidang Transportasi bernama Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PD. Jasa Transportasi). Perusahaan ini dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dalam sistem transportasi. Adapun pelayanan tersebut berupa pengadaan sistem angkutan umum massal (SAUM) yakni Bus Trans Pakuan yang berjenis bus rapid transit atau angkutan bus kota cepat. Bus Trans Pakuan melayani koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang dengan panjang rute 20,4 Km, koridor Terminal Bubulak- Pool Bus Wisata Baranangsiang adalah Pilot Project atau proyek utama dan pertama Bus trans pakuan, yang dimana Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang dibagi menjadi 4 segmen jalan yaitu (Jl. Raya Pajajaran, jl. Kedung halang, Jl. Sholeh Iskandar, dan Jl. KH. A. Bin Nuh). Tetapi keberadaan bus ini tidak diimbangi dengan adanya lajur bus (busway). Dengan ketidakadaannya lajur bus tersebut otomatis tingkat pelayanan dari segi efisiensi kurang baik, menurut penelitian pertama yang berjudul Analisa Kinerja Tingkat Pelayanan Pada Pilot Project Bus Trans Pakuan Kota Bogor (Koridor Termial Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang) yang dilakukan oleh Risa Aristien mahasiswa teknik Sipil Gunadarma bahwa tingkat pelayanan dari bus Trans Pakuan rata-rata masih cukup namun berdasarkan wawancara dengan dinas perhubungan kota bogor bahwa lalu lintas rata-rata yang padat di jalan yang dilewati bus Trans Pakuan dan pertumbuhan lalu-lintas kota Bogor ± 10% (Sumber Informasi Dinas Perhubungan kota Bogor) maka dimasa depan kemacetan akan menjadi hal yang sangat mungkin terjadi di kota Bogor yang membuat pelayanan dari Bus Trans Pakuan otomatis akan menjadi menurun. Oleh sebab itu perlu diadakannya suatu pemecahan mengenai masalah tersebut dengan didirikannya lajur khusus bus Trans Pakuan. Tujuan dengan adanya lajur khusus bus tersebut yaitu agar waktu perjalanan untuk sampai ke tempat tujuan menjadi lebih cepat karena tidak perlu mengalami hambatan lalu lintas berupa kemacetan. Selain itu lajur khusus bus adalah ciri dan syarat utama dari Angkutan Bus kota cepat atau bus Rapid Transit berdasarkan Draft Pedoman Teknis Angkutan Bus Kota Dengan Sistem Jalur Khusus Bus (JKB/Busway) dari Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat. Lajur bus (busway) merupakan jalan yang sepenuhnya terpisah dengan lalulintas lain. Bus akan melewati jalan tersebut pada suatu sistem jaringan tertentu, yang terpisah dengan kendaraan lain. Dengan adanya lajur bus tersebut, maka perjalanan bus sama sekali tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain, sehingga dapat diatur dengan frekuensi yang tinggi dan waktu antara keberangkatan (headway) yang rendah. Banyak metode yang digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan antara lain metode CBR, metode AASHTO, metode NAASRA metode multilayer, metode asphalt

institute, metode analisa komponen, dll. Adapun dalam penelitian ini akan direncanakan perbandingan perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode MAK (Metode Analisa Komponen) pada SNI:1732-1989-F dan perencanaan tebal perkerasan kaku dengan metode NAASRA yang disesuaikan oleh Bina Marga dalam SKBI:2.3.28.1988 agar didapatkan hasil perencanaan tebal perkerasan yang lebih ekonomis dan sesuai dengan kondisi lapangan dan lingkungan. Dipilihnya metode analisa komponen dalam perencanaan tebal perkerasan lentur dan perencanaan tebal perkerasan kaku dengan metode NAASRA pada Lajur khusus Bus Trans Pakuan kota Bogor karena dari kedua metode ini dirasakan cukup banyak dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan seperti kondisi di Indonesia. Umum Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan, jalan harus rata, tidak licin, geometrik memadai dan ekonomis. Untuk itu, dibutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani beban berupa lalu lintas yang melewati perkerasan tersebut. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali, sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal, semen. Dari segi jenis bahan pengikat yang dipergunakan dikenal dua jenis perkerasan yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987) yang dimaksud dengan perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Bagian perkerasan jalan umumnya terdiri dari lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course). Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas. Lapisan tersebut berfungsi sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan, sebagai lapisan kedap air, sebagai lapisan aus, menahan gaya geser dari beban roda dan memberikan suatu bagian permukaan yang rata. Lapisan pondasi atas merupakan lapisan perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas adalah bantalan terhadap lapisan permukaan, sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya, sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Lapisan pondasi bawah adalah bagian konstruksi perkerasan yang terletak antara tanah dasar ( sub grade ) dan pondasi atas. Fungsi dari Lapis Pondasi Bawah adalah untuk mendukung dan menyebarkan beban roda, sebagai lapis perkerasan, mencegah tanah dasar masuk ke lapis pondasi akibat tekanan roda dari atas., sebagai lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. Tanah dasar ( sub grade ) adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian bagian perkerasan. Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak lepas dari

sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah di lokasi pekerjaan. Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya. Tanah dapat dikelompokkan berdasarkan sifat plastisitas dan ukuran butirnya. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun dari pemeriksaan CBR, pembebanan pelat uji dan sebagainya. Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar. Di Indonesia daya dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. Menurut Basuki, I. (1998) nilai daya dukung tanah dasar (DDT) pada proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen sesuai dengan SKBI-2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar. Perkerasan kaku ( rigid pavement ) adalah perkerasan yang menggunakan beton semen sebagai bahan ikat sehingga mempunyai tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi, karenanya disebut sebagai perkerasan kaku atau rigid pavement. Pada konstruksi perkerasan kaku ( rigid pavement ) sebagai konstruksi utama dari perkerasan kaku adalah berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah ( sub base ) berupa cement treated sub base dan granural sub base bukanlah merupakan komponen konstruksi utama. Fungsi masing masing komponen konstruksi perkerasan kaku ( rigid pavement ) : 1. Tanah dasar atau sub grade dalam perkerasan kaku adalah tanah yang telah disiapkan ( dibentuk dan dipadatkan ) untuk meletakkan konstruksi perkerasan, baik berupa tanah asli ataupun tanah timbunan. Tanah dasar ini berfungsi menerima beban lalu lintas yang telah disalurkan oleh konstruksi perkerasan, penyebaran dan penyaluran beban kepada tanah dasar tersebut dilakukan oleh perkerasan dengan ketebalan dan mutu sedemikian rupa, sehingga tekanan beban yang sampai ke tanah dasar sesuai dengan kemampuan atau daya dukung tanah dasar yang bersangkutan. 2. Tulangan plat pada perkerasan kaku mempunyai bentuk, lokasi dan fungsi yang berbeda dengan tulangan plat pada konstruksi beton lain. Misalnya, lantai gedung, balok, dan lain sebagainya. Tulangan plat pada perkerasan kaku mempunyai bentuk, lokasi, serta fungsi khusus sebagai berikut : a. Fungsi tulangan plat beton terletak pada 1/4 tebal plat di sebelah atas. b. Fungsi tulangan plat beton adalah memegang beton agar tidak retak. 3. Tulangan sambungan pada perkerasan kaku ( rigid pavement ) dikenal dua jenis sambungan, yaitu tulangan sambungan melintang disebut dowel dan sambungan memanjang disebut tie bar. 4. Alur permukaan atau grooving / brushing

Untuk dapat melayani lalu lintas dengan cepat, aman, dan nyaman, permukaan perkerasan kaku yang dalam hal ini adalah plat beton mutu tinggi, permukaan perkerasan disamping kuat dan awet harus pula tidak licin. Permukaan tidak licin dari perkerasan kaku tersebut diadakan dengan mengupayakan / membentuk alur alur di permukaan beton melalui pengaluran / penyikatan sebelum beton ditutup wet burlap dan sebelum beton mengeras. Arah alur grooving bisa memanjang atau melintang. Beberapa perbedaan penting antara perkerasan lentur dan kaku adalah antara lain pada proses konstruksi, perilaku terhadap beban dan material pengikat. Tabel 2.1 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan Kaku No Item Perkerasan lentur Perkerasan kaku 1 Umur rencana (masa layanan) Efektif 5 sampai 10 tahun. Perlu beberapa tahap pembangunan masa layanan seperti perkerasan kaku Efektif dapat mencapai 20 sampai 30 tahun dalam satu kali konstruksi 2 Lendutan Cenderung melendut Lendutan jarang terjadi 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Perilaku terhadap overloading Kebisingan dan vibrasi Pantulan cahaya Bentuk permukaan Proses konstruksi Perawatan Biaya konstrksi dan perawatan Karakteristik thd pembebanan Karakteristik meterial Perkerasan lentur lebih sensitif pada overloading dibanding perkerasan kaku, ini dikaitkan dengan perilaku terhadap lendutan Perkerasan lentur mempunyai tingkat kebisingan dan vibrasi yang lebih rendah Perkerasan lentur mempunyai daya pantul yang lebih lemah dibandingkan perkerasan kaku Permukaan perkerasan lentur lebih halus dibandingkan perkerasan kaku Relatif lebih mudah dan cepat. Dengan teknologi bahan Dengan teknologi campuran, waktu aditif untuk beton, maka yang dibutuhkan dari mulai proses pematangan bisa penghamparan sampai dibuka berlangsung cepat sekitar 2 untuk lalu-lintas hanya hari, tetapi beton yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam terlalu cepat matang Memerlukan perawatan rutin, tetapi relatif lebih mudah Dikaitkan dengan proses maka biaya awal lebih murah, tetapi perlu ada perawatan rutin tahunan dan lima tahunan Beban didistribusikan secara berjenjang pada tiap lapisan Material yang diperlukan adalah aspal, dan filler (jika diperlukan). Sangat sensitif terhadap air cenderung mudah retak Tidak perlu perawatan rutin, tetapi perbaikan kerusakan relatif lebih sulit Biaya awal lebih mahal tetapi tidak memerlukan perawatan yang rutin sampai umur efektif Dengan nilai kekakuan yang tinggi maka seluruh beban diterima oleh struktur Material utama adalah agregat, semen, dan filler (jika diperlukan). Air dapat membantu pada saat pematangan beton (Sumber : Rekayasa Jalan Raya, Atma Jaya Yogyakarta 1999)

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan struktur perkerasan lentur lebih banyak didasarkan pada metoda pra campur. Perkembangan metode perhitungan dimulai dari teknik coba-coba dan antisipasi terhadap kondisi alam. Pembangunan jalan di awal jaman Romawi, sampai teknik Telford dan Makadam diawali dari teknik coba-coba dan kemudian diformulasikan sehingga dapat diterapkan di tempat lain sebagaimana telah diungkapkan di awal bahwa perkembangan metoda perhitungan struktur perkerasan di mulai dari keinginan memperkuat tanah agar dapat menahan dan mendistribusikan beban dengan baik. Dari pendekatan ini dapat diturunkan metoda perhitungan struktur perkerasan. Metode Analisa Komponen ( MAK ) Ada banyak cara dalam menentukan tebal perkerasan, dan hampir tiap negara mempunyai cara tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur adalah metode Bina Marga yang bersumber dari metode AASHTO 1972 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia. metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) juga telah disahkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN) Indonesia menjadi Standar Nasional SNI 1732 1989 F Indonesia dengan nomor. SKBI 2. 3.26. 1987 Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) adalah : 1. Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan mempergunakan pemeriksaan CBR. Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan menggunakan persamaan : DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR)... (2.1) dimana : DDT = nilai daya dukung tanah dasar CBR = nilai CBR tanah dasar 2. Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan. Pada perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 10 tahun. 3. Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelaksanaan dan selama umur rencana. 4. Menentukan faktor regional (FR). Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain : a. prosentase kendaraan berat, b. kondisi iklim dan curah hujan setempat, c. kondisi persimpangan yang ramai, d. keadaan medan, e. kondisi drainase yang ada, pertimbangan teknis lainnya

Tabel 2.2 Nilai Faktor Regional (FR) Kelandaian I ( < 6% ) Kelandaian II ( 6-10% ) Kelandaian III ( > 10% ) % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat < 30% > 30% < 30% > 30% < 30% > 30% Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5 Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5 Sumber : SNI 1732 1989 F 5. Menentukan Lintas Ekuivalen Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan dalam lintasan sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuivalen yang diperhitungkan hanya untuk lajur tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi. a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP) Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari persamaan : n LEP = Σ A x E x C x (1 + i) n'... (2.2) j 1 = j j j dimana : Aj = jumlah kendaraan untuk satu jenis kendaraan. Ej = angka ekuivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan.... Cj = koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana. i = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka. n = jumlah tahun dari saat pengambilan data sampai jalan dibuka. j = jenis kendaraan. Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Lebar Perkerasan (L) Jumlah Kend. Rungan *) Kend. Berat **) Jalur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00 5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50 8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475 11,25 m < L < 15,00 m 4 jalur - 0,30-0,45 15,00 m < L < 18,75 m 5 jalur - 0,25-0,425 18,75 m < L < 22,00 m 6 jalur - 0,20-0,40 Sumber : SNI 1732 1989 - F

b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA) Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan struktural disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan: LEA = LEP (1 +r) UR (2.3) dimana : LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan. r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana. UR = umur rencana jalan tersebut. c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET) Lintas Ekuivalen Tengah diperoleh dengan persamaan : LET + LEP LEA =...(2.4) 2 d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER) Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana, yang diperoleh dari persamaan : UR LER = LETx...(2.5) 10 6. Menentukan Indeks Permukaan (IP) a. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan yang akan dipakai. Tabel 2.4 Nilai Indeks Permukaan Awal (IP0) Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness (mm/km) L A S T O N > 4 < 1000 3,9-3,5 > 1000 L A S B U T A G 3,9-3,5 < 2000 3,4-3,0 > 2000 H R A 3,9-3,5 < 2000 3,4-3,0 > 2000 B U R D A 3,9-3,5 < 2000 B U R T U 3,4-3,0 < 2000 3,4-3,0 < 3000 L A P E N 2,9-2,5 > 3000 2,9-2,5 L A T A S B U M 2,9-2,5 B U R A S 2,9-3,5 L A T A S I R < 2,4 JALAN TANAH < 2,4 JALAN KERIKIL Sumber : SNI 1732 1989 - F

b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi jalan tersebut. Beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini: IP = 1,0 : Permukanjalandalamkeadanrusakberatdansangat mengganggu lalu lintas kendaraan IP = 1,5 : Kondisi jalan dengan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin ( jalan tidak terputus ) IP = 2,0 : IP = 2,5 : LER = Lintas Ekivalen Tingkat pelayanan rendah tetapi jalan masih mantap Umumnya permukaan jalan masih stabil Tabel 2.5 Nilai Indeks Permukaan Akhir (IPt) Klasifikasi Jalan Rencana lokal kolektor Arteri tol < 10 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0-10 100 1,5 1,5 2,0 2,0-100 1000 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 - > 1000-2,0 2,5 2,5 2,5 Sumber : SNI 1732 1989 F Klasifikasi jalan dibagi 3 berdasarkan fungsinya yaitu: 1. Jalan lokal : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah (± 20-40 km) 2. Jalan kolektor : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang (± 40-60 km) Jalan arteri : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi (± 60-80 km) Untuk menentukan klasifikasi jalan dapat diketahui berdasarkan ciri-ciri perjalanan dan kecepatan rata-rata angkutan. 7. Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan menggunakan rumus dasar metode AASHTO 1972, yang telah memasukkan faktor regional yang terkait dengan kondisi lingkungan dan faktor daya dukung tanah dasar yang terkait dengan perbedaan kondisi tanah dasar, sehingga didapat persamaan :

Log Wt18 9,36 log (ITP 1 ) - 0,20 = + + 0,4 + 1094 Gt (ITP 1) + 5,19 + log FR + 0,372 (DDT - 3,0)....(2.6a) dengan : Gt =... log (IPo - IPt) (IPo 1,5) (2.6b) dimana : Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari IP = IPo sampai IP = IPt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari IPo sampai IP = 1,5. Wt1 8 = beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar beban sumbu tunggal 18000 pon yang telah diperhitungkan terhadap faktor regional. (Sumber : Sukirman, S., Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1993) Indeks tebal perkerasan adalah angka yang berhubungan dengan penentuan tebal minimum tiap lapisan di suatu jalan. Jalan yang memakai perkerasan lentur memiliki 3 lapisan utama yaitu Lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Tiap lapisan memiliki nilai minimum untuk Indeks Tebal Perkerasan yang diambil dari nomogram ITP berdasarkan hubungan DDT, LER dan Faktor Regional dan tabel tiap minimum tebal lapisan menurut MAK. Tabel 2.6 Penentuan Nomogram ITP : No Ipt Ipo Nomogram ITP 1 1 2,4 9 2 1 2,5-2,9 8 3 1,5 2,5-2,9 7 4 1,5 3,5 3,9 6 5 1,5 2,5 3,9 5 6 2 3,5 3,9 4 7 2 4 3 8 2,5 3,5 3,9 2 9 2,5 4 1 (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.4 Nomogram 1 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.5 Nomogram 2 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.6 Nomogram 3 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.7 Nomogram 4 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.8 Nomogram 5 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.9 Nomogram 6 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.12 Nomogram 7 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.12 Nomogram 8 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

Gambar 2.12 Nomogram 9 ITP (Sumber : SNI 1732 1989 F)

8. Menentukan koefisien kekuatan relatif a. dari jenis lapis perkerasan yang dipilih. b. Menentukan masing-masing tebal lapis perkerasan dengan persamaan : ITP = a1.d1 + a2.d2 + a3.d3...(2.7) dimana : a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (Tabel 2.6). D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm). Angka 1, 2, dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah. 9. Jenis Material Aspal adalah sejenis mineral yang banyak digunakan untuk konstruksi jalan, khusus perkerasan lentur. Aspal merupakan material organik (hidrocarbon) yang komplek yang dapat diperoleh langsung dari alam atau dengan proses tertentu (artifisial). Umumnya aspal terbagi atas bentuk cair, semi padat, dan padat pada suhu ruang (25 C). Untuk keperluan proses desain, kekuatan dari masing masing lapisan perkerasan Metode Analisa Komponen dinyatakan dengan koefisien kekuatan relatif ( a ). Sesuai dengan istilahnya, koefisien kekuatan relatif merupakan nilai kekuatan suatu lapisan perkerasan yang ditentukan secara relatif terhadap kekuatan lapisan asphalt concrete yang memiliki nilai stabilitas 744 kg dengan nilai a ditetapkan sebesar 0,40. Nilai a yang digunakan dalam Metode Analisa Komponen untuk berbagai jenis lapisan perkerasan menurut nilai stabilitasnya diperlihatkan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.7 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Relatif Jenis Bahan a1 a2 a3 MS Kt CBR (kg) (kg/cm) (%) 0,40 - - 744 - - 0,35 - - 590 - - 0,32 - - 454 - - Laston 0,30 - - 540 - - 0,35 - - 744 - - 0,31 - - 590 - - 0,28 - - 454 - - Lasbutag 0,26 - - 340 - - 0,30 - - 340 - - H R A 0,26 - - 340 - - Aspal Macadam 0,25 - - - - - Lapen (mekanis) 0,20 - - - - - Lapen (manual)

- 0,28-590 - - - - 0,26-454 - - Laston Atas - 0,24-340 - - - - 0,23 - - - - Lapen (mekanis) - 0,19 - - - - Lapen (manual) - 0,15 - - 22 - Stab. tanah dengan semen - 0,13 - - 18 - - - 0,15 - - 22 - Stab. tanah dengan kapur - 0,13 - - 18 - - - 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C) - - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A) - - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B) - - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C) - - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran Sumber : SNI 1732 1989 F Perkiraan tebal masing-masing lapis perkerasan tergantung dari ketebalan minimum yang ditentukan oleh Bina Marga.

Tabel 2.8 Tebal Minimum Tiap Lapisan menurut MAK (cm) Tebal ITP Bahan Minimum Lapisan Permukaan < 3,00 5 Lapis pelindung (Buras/Burtu/Burda) 3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 6,71 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7,50 9,99 7,5 Lasbutag Laston > 10,00 10 Laston Lapisan Pondasi < 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi 3,00 7,49 20 *) tanah dengan kapur 10 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi 7,50 9,99 20 tanah dengan kapur Laston Atas 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi 10 12,14 20 tanah dengan kapur, pondasi macadam Laston Atas > 12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Lapis Pondasi Bawah Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm *) batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk lapis pondasi bawah digunakan material berbutir kasar Sumber : SNI 1732 1989 F Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Perkerasan kaku adalah struktur yang terdiri dari plat beton semen yang bersambung (tidak menerus), atau menerus, tanpa atau dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah, tanpa atau dengan lapisan peraspalan sebagai lapis permukaan. Tidak seperti halnya pada perkerasan lentur, dimana lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberikan sumbangan yang besar terhadap daya dukung perkerasan, pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari plat beton. Hal tersebut disebabkan oleh sifat plat beton yang cukup kaku sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan di bawahnya.

Metode NAASRA (National Associations of Australian State Road Authorities, Interim Guide to Pavement Thickness Design, 1979) Prosedur perencanaan yang diuraikan pada penulisan tugas akhir ini, terutama didasarkan atas pedoman perencanaan yang dikembangkan oleh NAASRA (National Associations of Australian State Road Authorities, Interim Guide to Pavement Thickness Design, 1979) dengan beberapa penyesuaian yang dipandang memenuhi kondisi di Indonesia. Prosedur perencanaan perkerasan kaku metode NAASRA telah dipakai oleh departemen Pekerjaan Umum Indonesia karena telah disahkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum. Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang dikembangkan dalam prosedur perencanaan ini memperhitungkan penerapannya secara ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya agar konstruksi perkerasan yang direncanakan adalah yang optimal. Cara-cara perencanaan yang tidak mengikuti pedoman ini, dapat juga diterapkan, asal dapat dipertanggung jawabkan atau telah dibuktikan kebenarannya, terutama apabila didasarkan pada hasil pengujian pengalaman, atau pertimbangan seorang ahli serta mendapat persetujuan pembina jalan. 1. Tata Cara Perhitungan Lalu Lintas Rencana a. Hitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan pada akhir usia rencana, sesuai dengan kapasitas jalan. b. Untuk masing-masing jenis kelompok sumbu kendaraan niaga, diestimasi angka LHR awal. c. Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana. JSKN = 365 x JSKNH x R... (2.8) Dimana: JSKN = Jumlah sumbu kendaraan maksimum JSKNH= Jumlah sumbu kendaraan maksimum harian, pada saat tahun ke 0 R = Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya berdasarkan faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan usia rencana (n) R = ( ) 1 n (2.9) 1 + i e log 1 ( i ) + d. Hitung persentase masing-masing kombinasi konfigurasi beban sumbu terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian. e. Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi/beban sumbu pada lajur rencana. JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd... (2.10) Dimana: Cd = Koefisien Distribusi ( tabel 2.8)

Tabel 2.9: Koefisien Distribusi Kendaraan Niaga Pada Jalur Rencana Lebar Perkerasan Jumlah Kend. Rungan (L) Jalur 1 arah 2 arah L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 11,25 m < L < 15,00 4 jalur - 0,30 m 5 jalur - 0,25 15,00 m < L < 18,75 m 6 jalur - 0,20 18,75 m < L < 22,00 m (Sumber: Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres 2003). Tabel 2.10 faktor Keamanan Peranan Jalan Faktor Keamanan Jalan Tol 1,2 Jalan Arteri 1,1 Jalan Koloektor/Lokal 1,0 (Sumber: Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres 2003). 2. Tata Cara Perencanaan Ketebalan a. Pilih suatu tebal plat tertentu Tebal plat dicoba dengan asumsi, tebal plat dapat dicoba dengan tebal terkecil untuk mencapai total fatigue lebih rendah dari 100%, bila total fatigue lebih besar dari 100% maka perhitungan tebal pelat diulang dengan menaikkan nilai tebal pelat sebelumnya sampai mendapatkan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100%. b. Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta harga k tertentu maka: 1. Tegangan lentur yang terjadi pada plat beton ditentukan dari grafik pada gambar 2.5, 2.6 atau 2.7 (yang terdapat pada halaman dan 25). 2. Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur yang terjadi pada plat dengan modulus kuat tarik lentur beton (MR). 3. Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga perbandingan tegangan seperti yang ditunjukan pada tabel 2.10 (yang terdapat pada halaman 22). c. Persentase fatigue untuk tiap-tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin. d. Cari total fatigue dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi/ beban sumbu. e. Langkah-langkah diatas (a d ) diulangi hingga didapatkan tebal plat dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100 %.

Tabel 2.11 Perbandingan Tegangan dan Jumlah Pengulangan Beban yang Perbandingan Tegangan Jumlah Pengulangan Beban Ijin Diijinkan Perbandingan Tegangan Jumlah Pengulangan Beban Ijin 0.51 400000 0.69 2500 0.52 300000 0.70 2000 0.53 240000 0.71 1500 0.54 180000 0.72 1100 0.55 130000 0.73 850 0.56 100000 0.74 650 0.57 75000 0.75 490 0.58 57000 0.76 360 0.59 42000 0.77 270 0.6 32000 0.78 210 0.61 24000 0.79 160 0.62 18000 0.80 120 0.63 14000 0.81 90 0.64 11000 0.82 70 0.65 8000 0.83 50 0.66 6000 0.84 40 0.67 4500 0.85 30 0.68 3500 * Untuk perbandingan tegangan 0,50 jumlah pengulangan beban adalah tidak terhingga Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU.

Gambar 2.13 Nomogram untuk Sumbu Tandem Roda Ganda (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).

Gambar 2.14 Nomogram untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).

Gambar 2.15 Nomogram untuk Sumbu Tunggal Roda Tunggal (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).

3. Tata Cara Perencanaan Beton Menerus dengan Tulangan a. Penulangan Memanjang Prosedur tulangan memajang yang dibutuhkan pada perkerasaan beton bertulang menerus dihitung dari persamaan berikut: Ps = ( ) ( f... 100 ) ft 1,3 0,2 (2.11) fy nxft Dimana: Ps = Persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton Ft = Kuat tarik beton ( 0,4 0,5 MR) Fy = Tegangan kekuatan baja ES n = Angka ekivalensi antara baja dan beton, dapat dilihat pada EC tabel 2.20 F = Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya tabel 2.12 Syarat persentase minimum dari tulangan memanjang pada perkerasan beton menerus adalah 0,6 %. Tabel 2.12 Hubungan antara kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen antara Baja dan Beton σbk (kg/cm2) n 115-140 15 145-170 12 175-225 10 235-285 8 290 - keatas 6 (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).

Tabel 2.13 Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya Jenis Pondasi Faktor Gesekan ( F) BURTU, LAPEN dan Konstruksi 2,2 yang sejenisnya 1,8 Aspal Beton 1,8 Stabilitas Kapur 1,8 Stabilitas Aspal 1,8 Stabilitas Semen 1,8 Koral 1,8 Batu Pecah 1,5 SIRTU 1,2 Tanah 0,9 (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995). Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasaan beton menerus adalah 0,6 % dari luas penampang beton. Jarak antara retakan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dapat dihitung dengan persamaan: ft 2 Lcr = (2.12) n p u f ( S E c F t ) 2 b Dimana: Lcr = Jarak teoritis antara retakan P = Luas tulangan memanjang persatuan luas beban U = perbandingan keliling dan luas tulangan = 4/d 2,1 6 ó ' bk Fb = Tegangan lekat antara tulangan dengan beton d S = Koefisien susut beton = 400 x 10-6 Ft = Kuat tarik beton ( 0,4 0,5 MR) ES n = Angka ekivalensi antara baja dan beton, dapat dilihat pada EC tabel 2.11 Ec = Modulus Elastisitas 16.600 ó'bk b. Penulangan Memanjang Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari persamaan sebagai berikut: As = 11, 57 F L h Fs... (2.13) A total 100 tebal plat

Dimana: As = Luas Tulangan yang diperlukan (mm 2 ) F = Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya tabel 5.5 L = Jarak antar sambungan (m) h = tebal plat (mm) Fs = Tegangan tarik baja ijin (Mpa) ± 230 Mpa Syarat persentase minimum dari tulangan melintang pada perkerasan beton menerus adalah 0,14 %. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya Dalam penyusunan anggaran biaya penulis menggunakan teori-teori umum yang dipakai dalam penyusunan anggaran biaya. Setelah mendapatkan tebal perkerasan dalam setiap jenis perkerasan dicari volume pekerjaan berdasarkan data teknis jalan dan tebal perkerasan itu sendiri. Dalam penyusunan anggaran biaya untuk tebal perkerasan jalan lajur khusus Bus Trans Pakuan kota bogor tidak menggunakan buku analisa BOW (Burgerlijke Openbare Warken) melainkan menggunakan buku analisa harga satuan pekerjaan Engineers Estimate (EE) Dinas Pekerjaan Umum Bidang Bina Marga Dan Pengairan tahun 2008. Harga Satuan Pekerjaan Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja atau harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi berdasarkan perhitungan analisis.. Analisis disini adalah ketentuan umum yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bogor. Dalam Analisis Satuan Komponen, telah ditetapkan koefisien (indeks) jumlah tenaga kerja, bahan dan alat untuk satu satuan pekerjaan. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya. Secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : RAB = Ó ( Volume x Harga satuan pekerjaan ) Dalam Penyusunan RAB diperlukan jumlah volume per satuan pekerjaan dan analisa harga satuan pekerjaan berdasarkan data-data dan hasil perhitungan berdasarkan teori dan analisa yang berlaku. METODOLOGI PENELITIAN Umum Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang hasilnya dapat digunakan oleh instansi terkait untuk melakukan pembenahan dalam sistem angkutan umum perkotaan khususnya di kota Bogor dan perkembangan transportasi untuk arah yang lebih baik. Identifikasi Masalah Identifikasi pada penelitian ini adalah bahwa adanya jenis bus Rapid Transit yang bernama Bus Trans pakuan dikota Bogor akan tetapi keberadaannya tidak dimbangi dengan lajur khusus bus yang membuat tingkat pelayanan dari segi waktu kurang baik dan juga lajur khusus bus adalah ciri dan syarat utama dari

Angkutan Bus kota cepat atau bus Rapid Transit berdasarkan Draft Pedoman Teknis Angkutan Bus Kota Dengan Sistem Jalur Khusus Bus (JKB/Busway) dari Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat. Pengumpulan Data Pengumpulan data digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan dibahas. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan. Data Primer yang dimaksud adalah: a) Frekuensi bus Trans Pakuan Kota Bogor digunakan untuk mengetahui beban yang akan dilewati oleh perkerasan lajur khusus bus tersebut. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu instansi terkait.data Sekunder yang dimaksud adalah : a) Data teknis jalan untuk mengetahui panjang, lebar, jenis dan kelas jalan yang diewati koridor Terminal Bubulak-Pool Barangsisng. b) Nilai CBR untuk mengetahui nilai daya dukung tanah dasar. c) Indeks permukaan untuk mengetahui nilai daripada kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi kendaraan yang lewat. d) Faktor pertumbuhan armada untuk mengetahui banyaknya armada bus Trans Pakuan yang bertambah tiap tahunnya. e) Faktor Regional untuk mengetahui tingkat keadaan lapangan, iklim dan kondisi yang terkait dengan wilayah yang dilewati bus Trans Pakuan. f) Harga Satuan Pekerjaan untuk mengetahui perkiraan anggaran biaya yang diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan lajur khusus bus Trans Pakuan. g) Nilai koefisien satuan upah, alat dan bahan untuk mengetahui nilai koefisien harga satuan upah, alat dan bahan agar dapat menganalisa perkiraan anggaran biaya yang diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan lajur khusus bus Trans Pakuan.

AWAL Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Pengambilan Data Data Primer Data Sekunder 1. Frekuensi Bus 1. Data teknis Jalan Trans Pakuan 2. Nilai CBR 1 hari 3. Indeks Permukaan 4. Faktor pertumbuan lalu-lintas /armada bus 5.Faktor regional Data Sekunder 1. Harga Satuan Pekerjaan 2. Nilai koefisien Satuan upah, bahan dan alat Analisa Perkerasan Jalan Analisa RAB Perkerasan A Perkerasan Kaku (Metode NAASRA) B Perkerasan Lentur (Metode MAK) Segmen I (Jl.Pajajaran) Segmen 2 (Jl.Kedung Halang) Segmen 3 (Jl.KH.Sholeh Iskandar) Segmen 4 (Jl.A.Bin Nuh) Pemilihan Jenis Perkerasan Kesimpulan & Saran SELESAI Gambar 3.1 Bagan Alir Pembahasan Umum

Start B Perkerasan Lentur (MAK) Data yang diperlukan 1. Umur rencana 1. Indeks permukaan (IP) 2. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) 3. Nilai CBR 4. Faktor Regional (FR) 5. Data Teknis Jalan 6. Frekuensi Bus Trans pakuan dalam 1 hari 9. Jenis material LEA = n = + 1LHR j.(1 j i ). C. E UR j j L E T + LEP = 2 LEA UR L E R = L E T 10 ITP = a1d1 + a2d2 + a3d3 Finish Gambar 3.2 Bagan Alir Pembahasan Perkerasan Lentur

Start Perkerasan Kaku ( NAASRA) Data yang diperlukan 1. Data Teknis Jalan 2. Frekuensi Bus Trans pakuan dalam 1 hari 3. CBR 4. Faktor pertumbuhan lalu-lintas/armada R= ( ) n 1 + e log i 1 ( i ) + 1 JKN= 365 x JKNH x R Ps = ( ) ( f) 1 0 0 fy nxft ft 1,3 0,2 ft 2 L c r = n p u f ( S E c F t ) 2 b As = 11 57, F Fs L h Cek tulangan Tidak ok Total Fatigue < 100%, Lcr = 150 cm 250 cm (Tidak Memenuhi Syarat) Perhitungan diulang Total Fatigue > 100%, Lcr = 150 cm 250 cm (Memenuhi Syarat) OK Finish Ok Cek tulangan Gambar 3.3 Bagan Alir Pembahasan Perkerasan Kaku

Analisa Data Analisa data digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan Analisa ini digunakan untuk menganalisa perbandingan tebal perkerasan lentur dan kaku ditiap segmen jalan. Analisa rencana anggaran Biaya Analisa rencana anggaran Biaya untuk mengetahui anggaran biaya dari tiap perkerasan ditiap segmen jalan. DATA PENELITIAN Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota lama yang ditata sejak masa pendudukan Belanda oleh seorang Planner dari Inggris bernama Carsen, yang difungsikan sebagai Buitenzorg yang artinya tempat peristirahatan, karena lokasinya yang sangat stategis yang berjarak lebih kurang 50 Km dari Pusat Pemerintahan Indonesia, Jakarta dan berada ditengah tengah Kabupaten Bogor yang terlewati Jalur Utama Jakarta Bandung.Kota Bogor adalah Daerah Counter Magnet bagi perkembangan Wilayah DKI Jakarta dan merupakan salah satu kota yang berada dibawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Setelah mengalami perluasan wilayah pada tahun 1995, wilayah administratif Kota bogor bertambah dari 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha, yang dihuni lebih dari 820.707 jiwa pada tahun 2006 yang tersebar di 6 Kecamatan, 68 Kelurahan, yang dibatasi oleh Kabupaten Bogor. Kepadatan penduduk dan mobilitasnya terkonsentrasi di Wilayah Bogor Tengah sebagai pusat kota dan untuk menopang keberadaannya ditetapkan 5 wilayah sebagai kota satelit sesuai dengan pertumbuhan dan kecenderungan perkembangan masing-masing kecamatan, sebagai berikut : - Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. - Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. - Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. - Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Salah satu fungsi pembentukan kota satelit adalah pendistribusian pertumbuhan ke segala penjuru wilayah sehingga mengurangi tingkat kemacetan di Kota Bogor. KEDUDUKAN, PERAN DAN FUNGSI KOTA BOGOR Secara geografis kedudukan Kota Bogor sangat strategis, karena selain berdekatan sekaligus berperan sebagai wilayah penyangga Kota Jakarta. Selain itu Kota Bogor juga berada pada jalur lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Jakarta Puncak Cianjur Bandung, dan Jakarta Sukabumi. Hingga saat ini Kota Bogor memiliki ruas jalan sepanjang 620.595 Km, terdiri dari Jalan Nasional sepanjang 30.199 Km, Jalan Propinsi sepanjang 26.759 Km, Jalan Kota sepanjang

563.637 Km dan Jalan Lingkungan sepanjang 212.704 Km (belum termasuk jalan lingkungan di perumahan perumahan yang baru dibangun). Dari keseluruhan jalan yang ada, 3,91% (24.273 Km) dalam kondisi baik sekali, 57,32 % (355.709 Km) dalam kondisi sedang dan 24,58 % (152.55 1 Km) dalam kondisi buruk. Berdasarkan hal tersebut dan didukung oleh kondisi spesifik yang dimiliki oleh Kota Bogor, yakni dengan keadaan alamnya yang bagus, banyaknya lembaga pendidikan dan penelitiaan serta objek wisata (Kebun Raya dan objek peninggalan sejarah), maka Pemerintah Kota Bogor telah merumuskan kebijakan pengembangannya dengan mengarahkan fungsi Kota Bogor sebagai berikut : 1. Pusat Permukiman; 2. Pusat Pendidikan dan Penelitian; 3. Pusat Perdagangan dan Jasa Regional; 4. Pusat Wisata Ilmiah; 5. Pusat Pemerintahan; 6. Pusat Pengembangan Industri Bersih. Melihat banyaknya fungsi dan peran Kota Bogor tersebut, dapat dikatakan bahwa Kota Bogor memiliki daya tarik yang cukup besar bagi urbanisasi dan pergerakan regional (antar kota). KONDISI FISIK DASAR KOTA BOGOR Kota Bogor terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata rata 4.000 mm/tahun. Tingginya curah hujan di Kota Bogor menyebabkan mendapat julukan Kota Hujan, dan terkadang salah diartikan juga sebagai daerah pengirim banjir ke Jakarta melalui dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai dari Gunung / Pegunungan Pancar, Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun yang menyerupai huruf U. Letak Dan Luas Wilayah Kota Bogor secara geografis terletak diantara 106 43 30 Bujur Timur 106 51 00 Bujur Timur dan 30 30 Lintang Selatan 6 41 00 Lintang Selatan dengan ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dlp dengan jarak dari Ibukota kurang lebih 60 Km. Luas Wilayah Kota Bogor mencakup areal 11.850 ha dengan 6 kecamatan dan terletak di tengah tengah Wilayah Kabupaten Bogor yang mengelilingi Kota Bogor. Luas untuk masing masing kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Geografis Tabel 4.1 Luas Kota Bogor per Kecamatan K E C A M A T A N L U A S HEKTAR % Kota Bogor Selatan 3.08 1 26.00 Kota Bogor Timur 1.015 8.57 Kota Bogor Tengah 813 6.86 Kota Bogor Barat 3.285 27.72 Kota Bogor Utara 1.772 14.85 Tanah Sareal 1.884 15.90 J U M L A H 11.850 100.00 Sumber : Bapeda Kota Bogor Kota Bogor dialiri beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Oleh karena adanya kondisi itu maka Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir. Topografi Berdasarkan Peta Rupa Bumi (Bakosurtanal, 1999), diketahui bentuk topografi Kota Bogor relatif bergelombang. Sebagian besar wilayah Kota Bogor termasuk dalam kelas lereng datar (0-3%) sampai landai (3-15%) dan sebagian mempunyai kemiringan (15-30%) dengan luas sebesar 56,17% dari wilayah Kota Bogor. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Lotosil coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Klimatologi Kota Bogor disebut Kota Hujan karena keadaan cuaca dan udara yang sejuk. Berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah III Bogor, curah hujan bulanan Kota Bogor berkisar antara 169,54 mm 368,42 mm dan curaah hujan tahunan berkisar antara 2.77 1 mm 4.692 mm, dengan suhu udara rata rata setiap bulannya adalah 26 derajat celcius dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu terendah di Bogor adalah 21,8 derajat celcius, paling sering terjadi pada Bulan Desember sampai Januari. Arah mata angin waktu waktu ini dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin Muson Barat dengan arah mata angin 6% terhadap arah Barat.

Geologi Jenis tanah di wilayah perencanaan sebagian besar terbentuk dari bahan induk berupa tufa vulkanik adalah Lotosil coklat kemerahan mencakup 70% dan sebagian besar mengandung tanah liat (Clay), struktur granular dan remah serta bahan bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat, batu batuan dan pasir, dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kekuatan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg per cm 2, sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg per cm 2. Kebutuhan Data Dalam merancang suatu ketebalan perkerasan jalan, dibutuhkan data yang menunjang dalam perancangan dan menjadi dasar untuk menentukan tebal perkerasan, tebal perkerasan ditentukan berdasarkan beban yang akan dipikul. Untuk jenis material ditentukan oleh nomogram ITP di SNI 1732 1989 F dan Untuk keperluan proses desain, kekuatan dari masing masing lapisan perkerasan Metode Analisa Komponen dinyatakan dengan koefisien kekuatan relatif ( a ). Guna mendapat hasil perancangan perkerasan yang baik dan dapat menyediakan kemampuan yang cukup agar dapat dilalui kendaraan selama periode perancangan, adapun kebutuhan data dalam merancang tebal perkerasan yaitu : Kebutuhan data untuk perkerasan lentur Metode Analisa Komponen ( MAK ) : 1. Data teknis jalan 2. Umur Rencana 3. Frekuensi Bus Trans Pakuan dalam 1 hari 4. Index Permukaan 5. California Bearing Ratio ( CBR ) 6. Faktor Regional 7. Index Tebal Perkerasan ( ITP ) 8. Jenis Material Kebutuhan data untuk perkerasan kaku Metode NAASRA Data teknis jalan 1. Umur Rencana 2. Frekuensi Bus Trans Pakuan dalam 1 hari 3. California Bearing Ratio ( CBR ) 4. Faktor Regional 5. Jenis Material

No Kebutuhan Data untuk perkerasan lentur Metode Analisa Komponen ( MAK ) : Data teknis Jalan Data inventarisasi Jalan kota Bogor dari dinas Bina Marga Dan Pengairan pemerintah kota Bogor yang dilewati oleh bus Trans Pakuan kota Bogor Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini, Tabel 4.2 Data Teknis Jalan Panjang Lebar Lebar Fungsi atau Jumlah Status Nama Jalan jalan Perkeras Lajur peranan lajur jalan (Km) an Khusus jalan 1 Jalan Padjajaran 6,4 km 18 m 3,25 m 3 lajur 2 2 Jalan Kedung Halang (Jalan Raya Bogor) 3 Jalan K.H Soleh Iskandar 4 Jalan Abdullah Bin Nuh 2,9 km 19 m 3,25 m arah 3 lajur 2 arah 7,9 km 16 m 3,25 m 1 lajur 2 arah 3,2 km 20 m 3,25 m 2 lajur 2 arah Nasio nal Nasio nal Nasio Sumber : Data Inventaris Dinas Bina Marga Dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor 2006 nal Kota Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural ( sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan ). Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan non struktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai ( tambahan tebal lapisan perkerasan menyebabkan biaya awal yang cukup tinggi ). Dalam studi perencanaan tebal perkerasan lentur jalan Padjajaran kota Bogor menggunakan umur rencana 10 tahun. Data lalu lintas Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti Kolektor Kolektor Kolektor Kolektor

dari arus lalu lintas atau frekuensi bus yang akan memakai lajur khusus tersebut. Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini :