BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan dengan masalah yang diteliti oleh penulis. Penelitian tentang kajian semiotik dengan berbagai macam objek penelitian sudah sering dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Berikut ini dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. a) Sancaya (1985) dalam skripsinya Analisis Novel Tresnane Lebur Ajur Satonden Kembang Karya Jelantik Santha Bedasarkan Pendekatan Sosiologi Sastra: Dalam Perbandingan. Pada penelitian tersebut, Sancaya meneliti mengenai nilai-nilai sosiobudaya Bali yang terkandung di dalam novel TLASK dan beberapa cerpen. Dalam penelitian Sancaya mempergunakan pendekatan sosiologi untuk menganalisis novel TLASK. Penelitian ini sebatas pada karya sastra dan sejauh mana kaitan sosiobudaya Bali tercermin di dalamnya, Sancaya juga mengaitkan antara nilai-nilai tersebut dengan pengarangnya. Objek penelitian Sancaya ini memiliki persamaan dengan yang digunakan oleh penulis, yaitu karya sastra yang menceritakan tentang cita-cita yang 9
kandas dalam masalah percintaan yang terhalang oleh kesenjangan status sosial (sistem catur wangsa). Tetapi perbedaannya adalah penelitian Sancaya meneliti hubungan karya sastra dengan masalah kemasyarakatan sedangkan yang dilakukan oleh penulis membahas karya sastra sebagai wacana dalam kesatuan pemikiran yang utuh. Dengan demikian masalah yang ditulis dalam penelitian ini asli atau belum pernah diteliti sebelumnya. b) Purnamasari (2011) dalam skripsinya Satua I Bulan Kuning Analisis Struktur dan Semiotik. Untuk mengetahui unsur-unsur yang membangun cerita makna yang terkandung di dalam satua I Bulan Kuning dilakukan dengan penafsiran umum dan menyeluruh. Permasalahan dipecahkan dengan menggunakan teori struktural dan semiotik. Teori struktural merupakan pemahaman tentang satu unsur dengan unsur lainnya dan teori semiotik bekerja dalam proses pemaknaan karya sastra yang dilakukan dengan pembedahan heuristik dan hermeneutika. Hasil analisis menekankan pada struktur naratif dan makna. Makna penelitian satua I Bulan Kuning ditekankan pada makna sebagai suatu konsepsi atau pemikiran. Dari segi objek penelitian yang digunakan, penelitian ini memiliki persamaan dengan yang dilakukan oleh penulis, yaitu menggunakan cerita tentang cita-cita yang kandas. Satua I Bulan Kuning menceritakan tentang kesenjangan status sosial yang menimbulkan masalah dalam kehidupan rumah tangga. Akan 10
tetapi, makna yang dapat dipetik dari penelitian Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Enam Cerpen dalam Kumpulan Teks Cerpen Layu Satonden Kembang adalah menjaga pranata sosial dan konsep ajaran Catur Warna. c) Yulia (2013), dalam skripsinya yang berjudul Wacana Persahabatan dalam kumpulan Satua I Punyan Kepuh teken I Goak. Kumpulan satua I Punyan Kepuh teken I Goak ini berisi empat judul satua yang terdiri atas I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, teori fungsi, dan semiotik. Teori struktural yang digunakan berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Teeuw, Ratna dan Nurgiantoro. Teori fungsi yang digunakan berpedoman pada Luxemburg, Damono dan Bascom. Teori semiotik yang digunakan berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Saussure. Fungsi dari masing-masing satua yakni fungsi pendidikan yang lebih menekankan ajaran filsafat dan etika sebagaimana terdapat di dalam ajaran Hindu. Entitas makna pada wacana persahabatan dalam kumpulan Satua I Punyan Kepuh teken I Goak adalah arti positif persahabatan untuk membina rasa persatuan, keikhlasan dan tercapainya kesejahteraan. Sedangkan makna dalam penelitian Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Enam Cerpen dalam Kumpulan Teks Cerpen Layu Satonden Kembang adalah menjaga pranata untuk mencapai kesejahteraan. 11
2.2 Konsep Konsep merupakan gagasan pemikiran suatu pengertian, definisi, batasan secara singkat yang perlu diamati dalam proses penelitian. Menurut Adi (2010: 27) konsep merupakan abstraksi dari gejala atau fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian terhadap enam cerpen yang terdapat dalam kumpulan teks cerpen LSK ini memakai empat buah konsep, diantaranya konsep teks cerpen Layu Satonden Kembang, fungsi, dan makna. 2.2.1 Teks Cerpen Layu Satonden Kembang Secara filologis teks berarti kandungan atau isi naskah. Teks terdiri atas isi dan bentuk. Isi adalah ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, sedangkan bentuk adalah cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan (Hasjim, 1985: 56). Dalam konteks penelitian ini teks yang dimaksud adalah teks cerpen Layu Satonden Kembang. Menurut Karmini (2011: 102) cerpen adalah suatu cerita yang menggambarkan sebagian kecil dari keadaan, peristiwa kejiwaan, dan kehidupannya. Krisis yang terjadi tidak menyebabkan terjadinya perubahan nasib. Secara garis besar Layu Satonden Kembang terdiri atas tiga kata. Yang pertama kata layu dalam kamus Bali Indonesia artinya layu (Tim Penyusun, 2009: 400). Kata kedua adalah satonden yang berasal dari kata tonden yang artinya belum (Tim Penyusun, 2009: 757). Kemudian yang terakhir adalah kata 12
kembang artinya mekar, kembang, pucat, atau bunga (Tim Penyusun, 2009:330). Dalam konteks ini, Layu Satonden Kembang artinya sesuatu yang layu sebelum kembang. Jadi teks cerpen Layu Satonden Kembang merupakan cerita yang menggambaran hambatan-hambatan yang dialami oleh tokoh-tokoh cerita dalam menjalani kehidupannya sehingga hal yang diharapkannya tidaklah selalu berjalan dengan indah. Teks cerpen LSK yang diciptakan oleh pengarang merupakan karya sastra berbentuk prosa naratif yang menceritakan cita-cita yang tidak sesuai harapan atau kandas di tengah jalan. 2.2.2 Fungsi Menurut KBBI (2005: 322) menyatakan salah satu definisi fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat. Fungsi berarti hubungan aktif antara objek dan tujuan dipakainya objek tersebut (Endraswara, 2008: 71). Karya sastra tersebut akan berguna bagi masyarakat apabila memiliki sebuah fungsi. Fungsi tersebut tidak sepenuhnya bersifat pribadi tetapi bersifat sosial kemasyarakatan. Fungsi enam cerpen dalam kumpulan teks cerpen LSK diharapkan dapat memberikan pembelajaran agar masyarakat mendapat gambaran atau pencitraan tentang yang baik dan benar dalam menjalani kehidupan sehingga kehidupannya sesuai dengan harapan yang diinginkan dan tidak mengalami kegagalan. 13
2.2.3 Makna Menurut KBBI (2005: 703) makna adalah arti dan maksud pembicara atau penulis, pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Djajasudarma (1993: 5) mengemukakan bahwa makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Makna merupakan suatu pemberian arti baik yang bersifat denotatif ataupun bersifat konotatif. Karya sastra sebagai sebuah artefak adalah benda mati yang akan mempunyai arti apabila diberi arti oleh pembacanya. Makna enam cerpen dalam kumpulan teks cerpen LSK adalah sebagai simbol untuk menjaga pranata kehidupan masyarakat. 2.3 Landasan Teori Sebuah penelitian ilmiah memerlukan suatu teori yang dipakai sebagai landasan atau dasar acuan untuk membahas permasalahan yang ada dan sebagai penunjuk jalan agar penelitian tidak kehilangan arah. Untuk itu dalam membedah karya sastra yang dibuat oleh pengarang maka diperlukan teori yang relevan dengan objek penelitian. Teori berasal dari kata theoria (bahasa Latin) yang berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran yang lebih luas, dalam hubungannya dengan dunia keilmuan, teori berarti perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji kebenarannya (Ratna, 2009: 1). Pada 14
suatu penelitian, teori sangatlah penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penelitian tersebut. Melihat judul dari penelitian dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka teori yang dipergunakan sebagai dukungan pendekatan untuk mengukuhkan penelitian ini adalah teori struktural dari Teeuw, teori semiotika Saussure, dan dibantu dengan teori resepsi. Ketiga teori tersebut diharapkan mampu memberikan arah dan memecahkan masalahmasalah yang ada agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. 2.3.1 Teori Struktural Teori pertama yang dilakukan adalah teori struktural. Pengertian struktur pada pokoknya berarti, bahwa sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dengan keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif, seperti kemiripan dan keselarasan, melainkan juga negatif seperti misalnya pertentangan dan konflik (Luxemburg, 1984: 38). Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyarankan pada pengertian hubungan antar unsur (instrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 36). Nurgiyantoro (2010: 37), menegaskan struktural bertujuan 15
memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lainnya tetapi lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu. Hal senada juga diungkapkan oleh Teeuw (1984: 135) analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Ditegaskan kembali oleh Damono (1979: 37) bahwa analisis struktur sangat mementingkan adanya keutuhan atau totalitas dari jaringan yang ada antara bagian-bagian sebagai pembentuknya. Hal ini merupakan suatu sistem yang utuh serta anasir-anasirnya tidak bisa didekati secara terpisah. 2.3.2 Teori Semiotika Teks hadir dalam karya sastra tidak dalam kesendirian atau kekosongan, namun teks hadir membawa makna. Untuk menganalisis karya sastra selain berdasarkan strukturalisme perlu juga dianalisis berdasarkan teori semiotik yaitu untuk dapat memahami sastra sepenuh-penuhnya sebagai struktur haruslah diinsafi ciri khas sastra sebagai tanda, tanda itu baru diberi makna oleh pembaca berdasarkan konvensi yang berhubungan dengannya (Pradopo, 1994: 126). Menurut Pradopo (1995: 118), strukturalisme tidak dapat dipisahkan 16
dengan semiotik, karena karya sastra itu merupakan unsur tanda-tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan sistem tanda, maknanya, dan konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Faktor-faktor historis, geografis, metodologis, dan faktor kepribadian, adalah penyebab timbulnya perbedaan pandangan mengenai semiotika (Zoest, 1993: 6). Menurut Zoest (1993: 1) semiotika berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Sedangkan menurut Karmini (2011: 112), semiotik adalah ilmu tanda-tanda, yang mempunyai dua aspek, yaitu penanda (signifer) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu, yaitu artinya. Hal senada juga diungkapkan oleh Saussure (Nurgiyantoro, 2010: 43), bahasa sebagai sebuah sistem tanda memiliki dua unsur yang tak terpisahkan, signifier dan signified, signifiant dan signifie, atau penanda dan petanda. Wujud signifiant (penanda) dapat berupa bunyi-bunyi ujaran, sedangkan signifie (petanda) adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung dalam penanda tersebut. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antara wujud formal bahasa dengan konsep atau acuannya, bersifat semaunya berdasarkan kesepakatan sosial. 17
Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Yang dapat menjadi tanda bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna (Nurgiyantoro, 2010: 40). Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal. Jadi semiotika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong (Ratna, 2009: 105). 2.3.3 Teori Resepsi Karya sastra merupakan artefak yang mati sebagai monumen dan baru dihidupkan lewat pembacaan oleh pembaca yang berbeda di tempat yang berbeda pada waktu yang berbeda dan dalam situasi sosial budaya yang berbeda dengan karya yang bersangkutan (Teeuw, 1984: 149). Menurut Ratna (2009: 165-167) bahwa secara definitif resepsi sastra, berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respons terhadapnya. Dalam penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu resepsi secara sinkronis dan resepsi secara diakronis. Resepsi sinkronis meneliti karya sastra dalam hubungannya dengan pembaca sezaman. 18
Sedangkan resepsi diakronis meneliti pembaca dan karya sastra yang berada pada periode yang berbeda. Teori resepsi adalah teori yang mengedepankan tanggapan pembaca terhadap sebuah karya sastra. Tanggapan ini dapat selalu berkembang mengikuti waktu. Resepsi hadir diakibatkan teks sastra sifatnya tidak stabil tergantung situasi dan kondisi dari pembacanya. Hal inilah yang menyebabkan teks sastra bersifat dinamis, seperti yang diungkapkan oleh Endraswara (2008: 122) teks sastra akan bermakna tergantung pembacanya atau penerimanya. Dengan kata lain teks sastra diserahkan kepada pembacanya atau penikmatnya untuk dinilai, evaluasi, dan interpretai sesuai dengan pemikiran pembaca, yang sesungguhnya sudah memiliki pengalaman empirik sebelumnya. Menurut Jausz (Teeuw, 1984: 197) setiap penelitian sastra mau tak mau bersifat historik, dalam artian bahwa resepsi sebuah karya dengan pemahaman dan penilaiannya tidak dapat diteliti lepas dari rangka sejarahnya seperti terwujudnya dalam horizon harapan pembaca masing-masing. Baru dalam kaitannya dengan pembaca karya sastra mendapat makna dan fungsi, dan pembaca mau tak mau bertempat dalam rangka sejarah tertentu. Teori resepsi dalam penelitian ini digunakan untuk memahami makna enam cerpen dari kumpulan teks cerpen LSK. Melalui resepsi pembaca berupa respons, penerimaan, penyambutan, tanggapan, reaksi, sikap, dan interpretasi dengan demikian dapat diketahui sejauh mana apresiasi serta pemaknaan terhadap kumpulan teks cerpen LSK. 19