BAB I PENDAHULUAN. sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan adalah anggota masyarakat, sedangkan sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial (Damono, 1984:1). Menurut Wellek dan Warren (1995:1) sastra adalah suatu kreatif dan sebuah karya seni. Seni merupakan implikasi pemikiran-pemikiran dan ungkapan-ungkapan pengarang tentang suatu kebenaran yang diyakininya. Seni sebagai suatu kesatuan kreativitas dan kreasi pengarang menawarkan suatu kebenaran yang dicita-citakan pengarang yang dapat sejalan atau tidak dengan dunia nyata (Nurgiyantoro, 2007: 73). Dari pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa karya sastra adalah hasil dari kegiatan kreatif sastrawan dan menempatkan bagian dari karya seni yang memiliki tujuan penciptaan. Tujuan penciptaan karya sastra tersebut untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Lebih jauh lagi, tujuan penciptaan karya sastra dapat juga dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu. Salah satu bentuk ciptaan dan bukti kreativitas pengarang dalam dunia sastra dapat dilihat dari kehadiran cerpen. Menurut Irdawati (2009:2), cerpen menumbuhkan dan mengembangkan imajinasi, pencerahan terhadap pengalaman 1

2 2 dan pengetahuan, serta mengungkapkan nilai-nilai universal. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa nilai-nilai universal adalah nilai-nilai yang diyakini keberadaannya oleh manusia dan kemanusiaan itu sendiri, nilai-nilai yang umum dan menyeluruh tentang hidup dan kehidupan manusia. Permasalahan yang bernilai universal dapat berupa isu-isu yang berkembang dalam masyarakat menyangkut kekuasaan, gender, ekonomi, hukum, kemiskinan, pendidikan, agama, tradisi, politik, percintaan, sosial, dan sebagainya. Dalam hal ini, cerpen menampilkan berbagai permasalahan melalui ungkapan-ungkapan dan jalinan cerita yang padat dan simbolis, penuh makna karena dibatasi oleh tempat dan waktu penceritaan. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, cerpen dapat menghadirkan gejolak, emosi, sensitivitas, dan pemikiran bagi pembacanya melalui kejadian yang ditawarkan. Lebih jauh, terdapat empat hal penting yang membedakan cerpen dengan karya sastra lainnya dilihat dari ukuran, proses pembacaan, kesatuan, dan kepaduan unsur-unsur, serta efek yang ditimbulkan oleh cerpen (Jassin, 1965:64). Berdasarkan ukurannya, cerpen adalah cerita yang pendek, memiliki kesatuan dan kepaduan antara tema dan efek dengan berbagai peristiwa yang mendukungnya (Nurgiyantoro, 2007:10). Pada umumnya, cerpen memiliki bahasa simbolis yang padat. Kepadatan dimaksudkan untuk menimbulkan suatu kesan, efek, atau sugesti kepada pembacanya. Melalui kepekaan realis, pemahaman, emosi, dan moral pembaca, maka cerpen dapat membawa dan membukakan kesadaran. Selain itu, cerpen juga memiliki efek mikrokosmis, yakni kemampuan untuk

3 3 mengungkapkan satu makna yang demikian besar melalui sepotong kejadian saja (Stanton, 2007:88). Cerpen sebagai sebuah karya sastra, menyajikan pemikiran pemikiran sebagai bagian dari hasil perenungan dan kepekaan seorang pengarang. Pengarang merupakan warga masyarakat yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakatnya. Berbagai peristiwa yang terjadi merupakan hasil interaksi pengarang dengan masyarakat. Selain aspek subyektif pengarang, kondisi lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial turut mempengaruhi proses penciptaan (Wellek&Warren,1956:75 135). Berbagai masalah sosial dan kemasyarakatan hadir dalam cerpen-cerpen lokal maupun nasional, mulai dari awal perkembangan hingga saat ini. Pada tahun cerpen cerpen yang diterbitkan di Kompas menjadi tolak ukur perkembangan dan pencapaian estetis cerpen. Dalam situs blognya, Nirmawan Dewanto ( menyatakan bahwa pada periode tersebut Kompas menjadi media yang cukup penting dalam membahas pertumbuhan cerpen. Pada periode selanjutnya, Kompas menjadi media bagi para penulis yang banyak memberikan pengaruh pada pertumbuhan cerpen, seperti Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, Radhar Panca Dahana, Danarto, Djenar Maesa Ayu, Puthut EA, dan Agus Noor. Agus Noor adalah salah satu penulis yang banyak menyumbang karyanya pada Kompas (Mustika, 2013:2). Salah satu karyanya adalah cerpen Requiem Kunang kunang (selanjutnya disingkat RKK) yang dipublikasikan pada tanggal 22 Januari Cerpen ini bercerita tentang konflik antaragama di Ambon yang difiksikan oleh Agus Noor. Pemfiksian ini menggunakan tokoh utama seekor

4 4 kunang kunang. Digunakannya tokoh kunang kunang dalam cerpen ini sebagai simbol dalam cerita agar gambaran masalah yang akan diungkapkan tidak menimbulkan provokasi karena masalah yang diungkit bersifat sensitif. Selain itu, dilihat dari sudut pandang penceritaan, cerpen RKK menggunakan sudut pandang orang Nasrani. Melalui sudut pandang ini Agus Noor ingin menunjukkan bahwa orang orang yang menjadi korban konflik bukan hanya orang yang beragama Islam, mereka yang beragama Nasrani pun menjadi korban dari konflik Ambon tersebut. Melalui mitos kunang kunang, Agus Noor menyampaikan pesan ceritanya. Dibalik mitos kunang-kunang tersebut, terdapat tiga kisah yang mereka percaya secara turun-temurun. Perumpamaan kunang kunang ini menjadi cara untuk membangun sistem tanda dalam cerita sehingga menjadi simbolisme atas peristiwa sosial yang dirujuk oleh cerpen ini. Simbol menurut Peirce (dalam Budiman, 1999:108), merupakan salah satu tanda yang bersifat arbiter dan konvensional. Simbol tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk mencapai efek dramatis dan etetis tertentu, tetapi juga menghadirkan ide-ide atau gagasan tertentu sehingga masalah sosial yang dirujuk dalam cerpen dapat diungkap. Digunakannya simbol kunang-kunang dalam cerpen RKK oleh Agus Noor menjadi alasan dipilihnya cerpen ini menjadi objek material dalam penelitian. Gaya bahasa yang sarat akan simbol menjadi daya tarik utama. Selain itu, pembaca tidak dapat memaknai cerpen ini dengan sekali pembacaan sehingga perlu diadakan pemaknaan lebih mendalam. Oleh karena itu, teori Mitologi Barthes tentang mitos digunakan sebagai alat analisis dalam mengungkapkan makna yang terkandung di dalam cerpen.

5 5 Konsep mitologi Barthes terdapat pada bukunya yang berjudul Mitologi. Mitologi menurut Barthes (2011:157) termasuk ke dalam sistem semiotika sejauh mitologi sebagai ilmu formal. Akan tetapi, mitologi akan menjadi bagian dari ideologi apabila dikaitkan dengan sejarah. Dalam mitologi, Barthes memaparkan teori tentang mitos. Menurutnya, mitos merupakan suatu sistem semiologi yaitu semiologi tingkat kedua. Mitos merupakan suatu cara penyampaian pesan yang berfungsi mendistorsi suatu makna sehingga mitos melahirkan suatu makna yang dikehendaki oleh si pembuat mitos. Alasan penggunaan teori mitologi Barthes adalah pertama, mengungkapkan makna mitos kunang-kunang yang digunakan oleh Agus Noor dalam cerpennya RKK. Kedua, mengetahui pesan yang disampaikan Agus Noor melalui mitos kunang-kunang di dalam cerpen RKK kepada pembaca. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang dikaji berdasarkan latar belakang adalah pengungkapan makna mitos kunang-kunang dari ketiga kisah dan penandapenanda yang terdapat dalam cerpen RKK menggunakan teori Mitologi Mitos Roland Barthes dan memunculkan pesan yang disampaikan oleh penulis di dalam mitos kunang-kunang tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian terhadap cerpen RKK mempunyai dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dalam penelitian ini adalah

6 6 menerapkan teori mitologi Barthes dalam cerpen RKK untuk mengungkapkan makna mitos kunang-kunang dan pesan yang terkandung di dalam cerpen. Analisis pengungkapan makna tersebut dilakukan dengan cara mengungkapkan mitos yang terdapat dalam ketiga kisah yang melatarbelakangi pembentukan mitos tersebut. Selanjutnya, pengungkapan makna mitos dilakukan dengan penanda lain yang terdapat dalam cerpen. Tujuan praktis penelitian ini adalah sebagai sarana bagi peneliti untuk meningkatkan kemampuan menganalisis, khususnya dalam hal menerapkan teori mitologi Roland Barthes di cerpen RKK dan dapat mengapresiasikan teks sastra serta menambah pengetahuan, khususnya untuk memahami karya Agus Noor, bagi mahasiswa, penikmat sastra, serta masyarakat luas yang berminat mengenai karya sastra. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai cerpen RKK karya Agus Noor dengan menggunakan teori Roland Barthes belum pernah dilakukan oleh siapapun, baik berupa skripsi, tesis maupun penelitian lain. Namun, penulis menemukan penelitian yang berbentuk laman dalam artikel milik A.S Laksana ( Penelitian tersebut berjudul Masalah Keteledoran dan Logika pada Kunang kunang Agus Noor. Dalam penelitian tersebut, Laksana membicarakan keteledoran Agus Noor dalam merangkai logika pada cerpen RKK. Menurut Laksana, Agus Noor terlalu terpesona pada kalimatnya sendiri dan sibuk dengan imajinasi kalimat perkalimat sehingga melupakan logika dan keutuhan

7 7 cerita. Hal itu membuat cerpen RKK ini menjadi tidak logis. Penelitian yang dilakukan Laksana dalam artikel ini hanyalah sebatas kritikan saja. Ia tidak melakukan penelitian secara lebih mendalam, serta artikelnya tidak diterbitkan atau ditulis dalam buku. Selain objek kajian, terdapat satu penelitian yang menggunakan teori mitologi Roland Barthes sebagai alat analisis. Penelitian tersebut dilakukan oleh Raras Christian Martha berupa skripsi (Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Indonesia, 2009). Skripsinya yang berjudul Mitos Gerwani: Sebuah Analisa Filosofis Menurut Perspektif Mitologi Roland Barthes menjelaskan tentang mitos Gerwani sebagai organisasi perempuan yang tak bermoral yang dimuat dalam berbagai media massa. Selain itu, Raras juga mengungkapkan bahwa ada diskriminasi terhadap Gerwani dari suatu golongan agar Gerwani bisa dibubarkan dengan menciptakan opini publik mengenai keterlibatan organisasi perempuan ini dalam peristiwa pembataian para Jendral Gerakan 30 September Skripsi yang ditulis Raras Christian Martha ini merupakan sebuah penelitian refleksi kritis yang sumber kajiannya berasal dari media surat kabar, relief di monumen Pancasila Sakti, dan film G 30 S/PKI. Metode penelitian yang digunakan pun menggunakan metode penelitian lapangan dengan cara mewawancari beberapa tokoh Gerwani. Hal ini yang menjadi pembeda antara penelitian Raras dengan penelitian ini. Fokus analisis penelitian ini terdapat pada makna yang terkandung di dalam teks cerpen RKK melalui pengungkapan mitos kunang-kunang dan penanda penanda lain. Metode yang digunakan pun menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis.

8 8 1.5 Landasan Teori Semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu: semeion yang berarti tanda (Santosa:1993:2). Semiotika menurut Zoest (1993:1) adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu tanda ( sign). Dalam ilmu komunikasi tanda merupakan sebuah interaksi makna yang disampaikan kepada orang lain melalui tanda-tanda. Secara terminologis, semiotika adalah ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda. Teeuw (1984:6) mendefinisikan semiotika sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat manapun. Salah seorang pemikir yang memiliki andil cukup besar dalam perkembangan kajian semiotika adalah Roland Barthes. Barthes memperkenalkan analisis naratif struktural yang berasal dari perkembangan awal yang disebut dengan linguistik struktural, kemudian dalam perkembangannya disebut semiologi atau semiotika. Menurut Barthes kompenenkompenen tanda, yaitu penanda-petanda, terdapat juga pada tanda-tanda bukan bahasa, antara lain terdapat bentuk mite, yakni keseluruhan sistem citra dan kepercayaan yang dibentuk masyarakat untuk mempertahankan dan menonjolkan identitasnya. Semiotika yang dikembangkan Barthes juga disebut dengan semiotika konotatif (Zoest, 1993:4). Terapannya pada karya sastra tidak sekedar membatasi diri pada analisis secara semiosis, tetapi juga menerapkan pendekatan konotatif pada berbagai gejala kemasyarakatan.

9 9 Konsep dasar semiotika Barthes berasal dari strukturalisme Saussure. Saussure (1996:139) memandang bahasa sebagai sebuah sistem tanda yang harus dipelajari secara sinkronis. Maksudnya adalah dipelajari sebagai satu sistem yang lengkap pada kurun waktu tertentu, bukan dalam perkembangan sejarahnya atau diakronis. Saussure membagi tanda dalam dua komponen, yaitu penanda (signifier) untuk sebuah citra-bunyi atau persamaannya dalam bentuk gambar dan petanda (signified) untuk konsep atau makna. Dengan demikian, penanda adalah aspek material dari bahasa, sedangkan petanda adalah makna yang ada dalam pikiran. Selanjutnya, Saussure mengatakan bahwa hubungan diantara kedua komponen tanda tersebut bersifat arbitrer yang berarti bersifat sosial atau didasari oleh konvensi sosial. Barthes (2011: 158) dalam bukunya Mitologi menjelaskan bahwa sistem signifikasi tanda terdiri atas relasi (R = relation) antara tanda (E = expression) dan maknanya (C = content). Sistem signifikasi tanda tersebut dibagi menjadi sistem pertama (primer) yang disebut sistem denotatif dan sistem kedua (sekun der) yang dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem konotatif dan sistem metabahasa. Di dalam sistem denotatif terdapat antara tanda dan maknanya, sedangkan dalam sistem konotatif terdapat perluasan atas signifikasi tanda (E) pada sistem denotatif. Sementara itu, di dalam sistem metabahasa terdapat perluasan atas signifikasi makna (C) pada sistem denotatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem konotatif dan sistem metabahasa merupakan perluasan dari sistem denotatif.

10 10 Konotasi yang mantap dapat berkembang menjadi mitos, yaitu makna tersembunyi yang secara sadar disepakati oleh komunitas. Mitos yang mantap dapat berkembang menjadi sebuah ideologi, yaitu sesuatu yang mendasari pemikiran sebuah komunikasi sehingga secara tidak sadar pandangan mereka mempengaruhi oleh ideologi tersebut. Pada tingkatan denotasi bahasa menghadirkan konvensi atau kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kodekode yang makna tandanya akan segera tampak ke permukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Sebaliknya, pada sistem tingkatan konotasi, bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu sistem kode yang tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi. Makna tersembunyi ini adalah makna yang menurut Barthes merupakan kawasan dari ideologi atau mitologi (1983: ). Dalam Mitologi, Barthes (2011: ) memaparkan suatu konsep baru tentang mitos. Mitos adalah suatu tanda pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat mitos dan bukanlah konsep, gagasan, atau objek tetapi merupakan suatu cara pemberian arti. Mitos adalah tipe wicara, dimana segala sesuatu bisa menjadi mitos asal disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, tetapi oleh caranya mengutarakan pesan itu. Segala objek di dunia dapat berpindah dari keberadaan yang diam dan tertutup kepada keberadaan oral yang terbuka untuk ditafsirkan oleh masyarakat Mitos Sebagai Tipe Wicara Mitos merupakan sistem komunikasi untuk menyampaikan pesan. Mitos mempunyai cara tersendiri dalam menyampaikan pesan sehingga tidak tergantung

11 11 oleh objek pesannya. Caranya adalah dengan menghadirkan mitos yang terlihat alamiah atau terjadi secara alami sesuai dengan realitas yang ada. Segala sesuatu dapat menjadi objek mitos karena segala sesuatu memiliki keterbukaan untuk dibicarakan dalam masyarakat. Hanya saja semua objek tidak dapat diungkap secara bersamaan melainkan silih berganti. Mitos memiliki landasan historis karena telah dipilih oleh sejarah sebagai tipe wicara dan pada dasarnya mitos termasuk kedalam ilmu umum, yaitu semiologi Mitos Sebagai Sistem Semiologi Semiologi adalah ilmu tentang tanda dan penanda. Pertama kali istilah ini diungkapkan oleh Ferdinand de Saussure. Dalam semiologi yang dianut oleh Ferdinand de Saussure ada dua istilah yaitu signifier dan signified atau yang disebut dengan penanda dan yang ditandakan (petanda). Hubungan keduanya bersifat ekuivalen karena objek yang menjadi bagian dari kategori berlainan. Namun menurut Barthes dalam semiologi terdapat tiga istilah yaitu signifier (penanda), signified (petanda), dan sign (tanda). Ketiganya memiliki implikasi fungsional yang erat serta berperan penting dalam menganalisis mitos sebagai bentuk semiologi. Ketiga hal ini sebenarnya hanya formalitas sebab intinya akan berbeda, seperti pada Saussure petanda adalah konsep, sedangkan penanda adalah gambaran akustik dan tanda adalah hubungan konsep dan citra. Mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua. Tanda pada sistem pertama, menjadi penanda pada sistem kedua. Dalam mitos terdapat dua sistem semiologis yaitu linguistik

12 12 yang disebut sebagai bahasa objek dan mitos disebut dengan metabahasa. Untuk lebih memperjelasnya akan digunakan table berikut : 1.1. Table Contoh Mitos 1. Penanda Mawar Merah 2. Petanda Mawar merah sebagai ungkapan cinta Mitos Bahasa 3. Tanda I. Bentuk bunga mawar merah sebagai ungkapan rasa cinta III. Pemaknaan pria tersebut cinta terhadap sang gadis II. Konsep bunga mawar diberikan oleh seorang pria kepada seorang gadis Dalam mitos, penanda dapat dilihat dari dua sudut pandang; sebagai istilah akhir sistem linguistik atau istilah pertama dari sistem mitis. Dalam taraf bahasa disebut penanda makna dan pada tingkat mitos disebut dengan bentuk. Adapun dalam petanda, tidak mungkin ada ambiguitas sehingga digunakan nama konsep. Kemudian dalam tingkat ketiga yang merupakan korelasi dari keduanya dalam sistem linguistik disebut dengan tanda namun kata ini tidak dipakai tanpa ambiguitas, karena dalam mitos penanda telah dibentuk oleh beberapa tanda bahasa. Istilah ketiga ini disebut dengan pemaknaan.

13 13 a. Bentuk Pada dasarnya bentuk tidaklah menyembunyikan makna, hanya saja ia memiskinkan makna yang menempatkannya pada jarak tertentu, dan bentuk juga memiliki makna yang telah siap untuk digunakan. Intinya, makna tidak akan sirna, hanya saja ia menjaga dirinya dengan menggunakan bentuk dalam mitos, karena makna selalu ada untuk bentuk. Contoh sederhana dari bentuk adalah bunga mawar merah sebagai ungkapan cinta. b. Konsep Konsep adalah petanda ( signified) dari mitos yang bersifat historis sekaligus intensional. Konsep adalah suatu motivasi yang mengakibatkan terungkapnya mitos, ia tidak abstrak, digunakan sebagai alat menempatkan sejarah dalam mitos. Konsep memiliki suatu kecenderungan karena terkait dengan suatu fungsi. Ia juga masih menampung penanda, akan tetapi lebih miskin dari penanda karena petanda kerap menghadirkan dirinya kembali. Konsep adalah unsur yang membentuk mitos, di mana sebelum kita ingin mengurangikan mitos kita juga harus bisa memberi nama sejumlah konsep. Contoh : mawar sebagai ungkapan cinta kemudian diberikan dari seorang pria kepada seorang gadis. Mawar adalah sebuah bentuk dan konsepnya adalah diberikan dari seorang peria kepada seorang gadis. c. Pemaknaan Pemaknaan adalah tanda ( sign) dalam semiologi Rolanda Barthes merupakan gabungan dari penanda dan petanda (bentuk dan konsep) yang disajikan secara utuh sesuai dengan fakta aktual. Untuk melangkah menuju

14 14 pemaknaan diperlukan refleksi antara bentuk dan konsep. Dalam mitos pemaknaan tidak bersifat arbitrer, sebab sebagian dari pemaknaan didorong oleh suatu motivasi yang mengakibtkan mitos mengandung analogi. Sebagai contoh meneruskan dari bentuk konsep, yaitu mawar merah sebagai ungkapan cinta diberikan dari seorang pria kepada seorang gadis. Yang dimaksud dengan pemaknaan adalah bunga mawar yang diberikan kepada gadis itu adalah tanda jika pria tersebut cinta terhadap sang gadis Pembacaan dan Pengurangian Mitos Dalam Mitologi, Barthes mengemukakan cara pembacaan dan pengurangian mitos yang dibagi kedalam tiga bagian: a. Fokus pada penanda kosong Fokus pada penanda kosong atau mencari bentuk adalah tipe pembacaan dengan membiarkan konsep mengisi bentuk mitos tanpa ambiguitas atau menyampaikan dengan gamblang maksud dari suatu mitos dan berhadapan dengan sebuah sistem yang sederhana sehingga pemaknaan menjadi bersifat literal. Dari contoh bunga mawar merah maka pembaca mitos memusatkan pembacanya pada bunga mawar merah sebagai tanda cinta. Tipe pemfokusan ini dilakukan produsen mitos, tipe pemfokusan seorang jurnalis yang memulai kerjanya dari konsep dan berusaha mencari bentuk di dalamnya. b. Fokus pada penanda penuh Fokus pada penanda penuh adalah tipe pembacaan dengan memberi makna dari bentuk, dengan kata lain membuka mitos sesuai dengan maksud yang

15 15 sebenarnya. Pembacaan seperti ini mengakibatkan adanya distorsi terhadap pihak lain sehingga pembaca melepaskan pemaknaan mitis dan menerima unsur penipuan. Mengikuti contoh bunga mawar maka pembaca mitos memfokuskan pembacaannya pada pemberian bunga mawar merah dari seorang pria kepada seorang gadis. Model pemfokusan ini adalah karakter dari seorang mitolog yang mengurai mitos dan memahaminya sebagai distorsi. c. Fokus pada penanda mitis Fokus pada penanda mitis adalah tipe pembacaan yang menerima makna ambiguitas dari penggabungan antara makna dan bentuk. Tipe yang ketiga memungkinkan untuk pembaca memaknai mitos sesuai kemampuan dirinya. Bunga mawar maka penanda ditingkat ini adalah penanda mitis, sehingga pembaca memaknai jika bunga mawar diberikan dari seorang pria kepada seorang gadis maka pembaca dapat memaknai bahwa sang pria cinta terhadap sang gadis ataupun yang lain sesuai penafsiran si pembaca. Pada model pemfokusan ketiga ini dilakukan oleh seorang pembaca yang menempatkan dirinya menjadi pembaca mitos dan menafsirkan makna sesuai dengan kemampuannya. 1.6 Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode ini merupakan proses pengumpulan data yang akan dianalisis pada penelitian. Data-data tersebut, berupa teks cerpen RKK yang di dalamnya mengandung unsur-unsur yang dapat dijadikan data pada penelitian ini. Beberapa unsur yang menjadi data pada penelitian ini adalah mitos kunang-kunang, tiga

16 16 kisah yang melatarbelakangi mitos kunang-kunang, catatan akhir cerita, lirik lagu dalam cerpen. Kemudian unsur-unsur yang dijadikan data tersebut dianalisis dan dinarasikan berdasarkan teori Mitologi Roland Barthes Metode Analisis Data Metode yang dilakukan untuk menganalisis data-data di atas adalah metode kualitatif deskriptif analisis. Metode kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang bisa diamati (Bogdan dan Taylor dalam Meleong, 1993:3). Kemudian metode deskriptif diamati dengan cara mendeskripsikan faktafakta yang kemudian disusul dengan analisis. Pendeskripsian data ini bertujuan untuk menemukan unsur-unsur dalam cerpen. Hasilnya tidak semata-mata diuraikan namun juga diberi pemahaman dan penjelasan yang cukup (Ratna, 2004:53). Untuk memunculkan makna mitos Barthes memperkenalkan tiga model pembacaan dan penguraian mitos, di landasan teori sudah diuraikan sebelumnya, yaitu fokus pada penanda penuh, fokus pada penanda kosong dan fokus pada penanda mitis. Menurut Barthes (2011:185 ), fokus pada penanda penuh dan penanda kosong bersifat statis dan analisis, keduanya menghancurkan mitos baik dengan mengungkapkan maksud mitos itu maupun dengan cara membuka kedoknya. Selain itu, tipe pembacaan pertama bersifat sinis, pembacaan kedua mendemistifikasi, sedangkan tipe pemokusan ketiga yaitu fokus pada penanda mitis bersifat dinamis. Ia mengonsumsi mitos sesuai dengan tujuan struktur mitos

17 17 itu sendiri. Pembaca menghidupkan mitos sebagai cerita yang benar dan tidak benar sekaligus. Dari ketiga cara pembacaan dan penguraian mitos yang diberikan Barthes, penelitian ini memakai cara yang ketiga yaitu pemokusan pembacaan pada penanda mitis. Menurut Barthes ( 2011:187) untuk mempelajari mitos dalam sejarah umum yang memiliki hubungan dengan masyarakat, pembaca harus menempatkan dirinya dalam pembacaan tingkat ketiga. Hal ini dilakukan agar peneliti sebagai pembaca mitos menggunakan kemampuan dalam dirinya untuk menelaah mitos. Berikut adalah tahapan menggunakan pemokusan tipe ketiga : a. mencari penanda bahasa tingkat pertama dari ketiga kisah mitos kunangkunang yang terdapat dalam cerpen RKK sebagai tanda utama, b. setelah penanda bahasa tingkat pertama ditemukan dalam masing-masing kisah, dilanjutkan mencari penanda tingkat kedua atau petanda dalam masing-masing kisah, sehingga bentuk dan konsep dari kisah masingmasing mitos kunang-kunang dapat dimunculkan, c. saat konsep dari masing-masing kisah sudah terungkap maka makna atau pesan yang menyatu dengan mitos dalam masing-masing kisah tersebut dapat ditemukan, d. setelah pesan dalam masing-masing kisah terungkap, dapat ditarik benang merah diantara mitos dari masing-masing kisah tersebut dan kepentingan yang tertanam dalam mitos tersebut.

18 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I berisi pendahuluan yang membuat latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian. Bab II berisi pengungkapan ketiga kisah mitos kunang-kunang dalam cerpen Requiem Kunang-kunang berdasarkan konsep mitologi Roland Barthes. Pada bab III pengungkapan makna dari penanda-penanda lain yang terdapat dalam cerpen RKK. Bab IV berisi kesimpulan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 9 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.3. Saussure: Organisasi Tanda Menurut Saussure, ada dua cara pengoganisasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun lakon. Karya sastra mengungkapkan makna secara tidak langsung. Karya sastra merupakan sistem

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. Untuk mempermudah penelitian, maka objek kajian tersebut akan ditelisik dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Penulisan skripsi ini bermula dari ketertarikan penulis dengan konsep mitologi Roland Barthes. Ia menggunakannya sebagai alat untuk mengkritik ideologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Semiotika sebagai Metode Penelitian Semiotika merupakan cabang ilmu yang membahas tentang bagaimana cara memahami simbol atau lambang, dikenal dengan semiologi. Semiologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Membahas mengenai pengertian tentang paradigma, yang dimaksud paradigma penelitian adalah dasar kepercayaan seseorang dalam melakukan penelitian baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian sastra pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan ilmiah terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tembang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam suara yang berirama. Dalam istilah bahasa Jawa tembang berarti lagu. Tembang juga disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Logo merupakan bagian yang penting untuk menunjukan keberadaan sesuatu. Logo menjadi sebuah pengakuan, kebanggaan, inspirasi, kepercayaan, kehormatan, kesuksesan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana peneliti hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam berkomunikasi. Komunikasi tersebut tidak terbatas hanya dari apa yang diberikan namun juga dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan teknologi yang sangat menonjol. Ada satu hal yang tidak kalah terkenal

BAB I PENDAHULUAN. dengan teknologi yang sangat menonjol. Ada satu hal yang tidak kalah terkenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara termaju di Asia. Jepang memang terkenal dengan teknologi yang sangat menonjol. Ada satu hal yang tidak kalah terkenal dari Jepang, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada aspek pendidikan (pesan) yang disampaikan pengarang melalui karya-karyanya dengan menggunakan kajian semiotika. Adapun subjek penelitiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film selain sebagai alat untuk mencurahkan ekspresi bagi penciptanya, juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya visualnya yang didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan teknologi, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi dapat terjadi kapanpun, dan dimana saja. Komunikasi yang terjadi dapat bersifat verbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian FANNY MARINI TIARA, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian FANNY MARINI TIARA, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prosa merupakan bagian dari jenis genre sastra dan salah satu contohnya adalah cerpen (cerita pendek). Cerpen dapat diartikan melalui tiga ciri dasar yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa semiologi komunikasi. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial kehidupan. Iswanto (dalam Jabrohim, 2001:59) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial kehidupan. Iswanto (dalam Jabrohim, 2001:59) mengemukakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra selalu dinikmati oleh pembaca karena tidak pernah terlepas dari sistem sosial kehidupan. Iswanto (dalam Jabrohim, 2001:59) mengemukakan bahwa karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini memiliki signifikasi berkaitan dengan kajian teks media atau berita, sehingga kecenderungannya lebih bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan pada keterampilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jeni s Penelitian Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam program televisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penilitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. mengenai pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan

BAB 3 METODE PENELITIAN. mengenai pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan BAB 3 METODE PENELITIAN Berikut ini akan saya uraikan metode dalam penelitian ini, antara lain mengenai pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data. 3.1 Pendekatan Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Sastra banyak diminati masyarakat karena bersifat mendidik dan menghibur (sebagai bacaan). Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa menduduki fungsi utama sebagai alat komunikasi dalam kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa menduduki fungsi utama sebagai alat komunikasi dalam kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa menduduki fungsi utama sebagai alat komunikasi dalam kehidupan. Bahasa merupakan struktur bentuk dan makna yang dapat dijadikan sebagai media untuk menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melalui karya sastra dapat diketahui eksistensi kehidupan suatu masyarakat di suatu tempat pada suatu waktu meskipun hanya pada sisi-sisi tertentu. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia dengan segala kompleks persoalan hidup sebagai objeknya, dan bahasa sebagai mediumnya. Peristiwa dan

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan ini peneliti menempatkan diri sebagai pengamat dalam memaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang menciptakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah kualitatif dengan pendekatan semiotika Barthesian. Definisi metode kualitatif menurut Strauss and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut pandang yang digunakan. Sebagian orang menyebut paradigma sebagai citra fundamental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk memperkuat dan mengubah kognisi dalam menciptakan sejumlah makna-makna konotatif. Namun bahasa tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah masyarakat. Televisi telah lama menjadi bagian hidup yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang wasit meniup peluit, para pemain sepak bola bergegas memulai pertandingan. Perbuatan meniup peluit di sini diartikan sebagai tanda untuk memulai pertandingan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra yang baik tidak dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan, mempunyai keterkaitan dengan masalah kehidupan manusia, dan segala problematikanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari perspektif filsafat ilmu, paradigma Pendidikan Bahasa Indonesia berakar pada pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai persatuan bangsa.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Sebagai salah satu pendekatan yang baru, maka pendekatan konstruktivis (intepretatif) ini sebenarnya masih kurang besar gaungnya di bandingkan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada

Lebih terperinci