VII. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL. zat gizi yang penting bagi tubuh. Kandungan gizi yang terkandung dalam buah

dokumen-dokumen yang mirip
VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

Lampiran 1. Produksi Buah-buahan Indonesia Tahun

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam

IX. FORMULASI STRATEGI. pencocokkan, dan tahap keputusan. Tahap masukan menggunakan analisis

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

PENDAHULUAN. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

VI. ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL. memiliki arti bahwa PKPBDD berkomitmen untuk meningkatkan kesejahterahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap Produk

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produktivitas buah-buahan nasional di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah, tak heran jika banyak aneka jenis

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (1990) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

Transkripsi:

VII. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL 7.1 Lingkungan Makro 7.1.1 Demografi Buah-buahan merupakan salah satu dari bahan makanan yang mengandung zat gizi yang penting bagi tubuh. Kandungan gizi yang terkandung dalam buah pada umumnya adalah vitamin, air dan beberapa mineral. Zat-zat tersebut sangatlah penting bagi pertumbuhan dan kesehatan. Oleh karena itu, pasar sasaran komoditi buah-buahan termasuk belimbing adalah semua lapisan masyarakat dari berbagai kelompok usia. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu dari faktor demografi yang dapat mempengaruhi dunia usaha. Hal ini terutama terkait dengan tingkat permintaan atau kebutuhan akan suatu produk. Indonesia termasuk negara berkembang dengan tingkat populasi yang cukup besar. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 adalah 218.868.791 jiwa dan tingkat pertumbuhan penduduk tahun 2000 2005 adalah 1,30 persen. Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan akan mencapai 247.572.400 jiwa pada tahun 2015. Jumlah penduduk DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai wilayah pemasaran utama PKPBDD pada tahun 2005 adalah 8,860,381 dan 38,965,440 jiwa dengan pertumbuhan tahun 2000-2005 sebesar 1,20 dan 1,75 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk DKI Jakarta dan Jawa Barat diproyeksikan akan mencapai 9.168.500 dan 46.073.800 jiwa 6 Pertumbuhan jumlah penduduk diperkirakan akan sebanding dengan peningkatan konsumsi buah-buahan. Total konsumsi buah-buahan diproyeksikan 6 www.bps.go.id

104 akan mencapai 19.999.960 ton pada tahun 2015. Proyeksi peningkatan konsumsi buah-buahan berdasarkan pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Proyeksi Konsumsi Buah-buahan per Kapita Tahun 2000-2015 Tahun Total Buah Populasi Konsumsi/Kapita Total Konsumsi (Ribu Penduduk (Juta) (Kg) ton) 2000 213.000 36.76 7.829,88 2005 227.000 45.70 10.373,90 2010 240.000 57.92 13.900,80 2015 254.000 78.74 19.999,96 Sumber : Pusat Kajian Buah Tropika, 1998 Berdasarkan Tabel 17, konsumsi buah-buahan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dari tahun 1998 hingga 2015. Akan tetapi, berdasarkan data Susenas BPS tahun 2007, konsumsi buah-buahan per kapita di Indonesia menunjukkan penurunan. Angka konsumsi buah-buahan per kapita dari tahun 2003 hingga 2006 masing-masing dalam satuan kilogram adalah sebesar 29,44 ; 27,19 ; 25,17 ; dan 23,56. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk tidak terlalu bepengaruh pada peningkatan permintaan buah-buahan di Indonesia. Faktor lain yang mungkin lebih berpengaruh adalah tingkat pendapatan, keadaan ekonomi, dan pola konsumsi masyarakat. 7.1.2 Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat memberikan peluang sekaligus ancaman bagi dunia usaha di negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan adanya peningkatan kesejahterahan dan kesempatan kerja, perbaikan distribusi pendapatan, dan merupakan persiapan bagi pertumbuhan tahap selanjutnya. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga konstan. PDB merupakan nilai moneter

105 (uang) dari total output yang dihasilkan di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 2000-2007. Sumber : Bank Indonesia, 2008 7 Perekonomiann Indonesia selama lima tahun terakhir terus menunjukkan trend pertumbuhan walaupun pada tahun 2006 mengalami sedikit perlambatan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 mencapai angka tertinggi sejak tahun 2003 yaitu sebesar 6,32 persen. Pertumbuhan tersebut sesuai dengan asumsi APBN-P 2007 maupun proyeksi Bank Indonesia. Perekonomiann ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun 2008 tumbuh 6,28 persen, meningkat dibandingkan dengan triwulan pertama tahun 2007 (6,09 persen). Secara triwulanan, perekonomian tumbuh 2,15 persen, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2008 tersebut antara lain didorong oleh peningkatan ekspor barang dan jasa (sisi penggunaan), serta pertumbuhan pada sektor pertaniann (sisi produksi). 7 www.bi.go o.id

106 Sektor pertanian sendiri tumbuh 18,25 persen dan merupakan pertumbuhan triwulan tertinggi berdasarkan sektor usaha. Pada skala propinsi, PDRB untuk propinsi Jawa Barat pada triwulan pertama 2008 naik 0,53 persen dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 14,37 persen. Pertumbuhan ini juga disertai dengan pengurangan angka penganggurann sebesar 2,23 persen 8. Salah satu indikasi dari pertumbuhan ekonomi adalah adanya peningkatan kesejahterahan. Salah satu ukuran yang dapat dilihat dari peningkatan kesejahterahan adalah adanya peningkatann pendapatan per kapita yang berarti peningkatan daya beli. Daya beli merupakan suatu indikator kesejahterahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tingkat harga yang berlaku. Tingkat harga yang berlaku dapat dilihat dari pergerakan inflasi yang terjadi. Pergerakan laju inflasi perlu diperhatikan karena inflasi mempengaruhi kenaikan harga-hargaa secara mum termasuk bahan baku untuk proses produksi. Perkembangan inflasi dari tahun 2002 hingga kuartal pertama tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Perkembangan Inflasi Tahunan 2002-2007 Berdasarkan IHK. Sumber : Bank Indonesia, 2008 9 8 www.bps. go.id 9 www.bi.go o.id

107 Berdasarkan Gambar 12, inflasi meningkat tajam pada triwulan ke empat tahun 2005 hingga mencapai puncak pada bulan Februari 2006 sebesar 17,29 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh kebijakan kenaikan harga BBM yang berlaku pada tanggal 1 Oktober 2005. Adanya perbaikan ekspektasi inflasi, terjaganya nilai tukar rupiah, serta terkendalinya kesenjangan permintaan dan penawaran agregat memberikan efek positif pada nilai inflasi yang kembali turun dan mencapai 6,59 persen pada akhir tahun 2007 (BPS, 2007). Pada bulan April 2008, gejala inflasi kembali terjadi seiring dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Mei 2008. Kebijakan ini diambil untuk meyesuaikan harga BBM dalam negeri dengan harga minyak dunia yang terus naik hingga mencapai dari $ US 110/barel pada tanggal 3 Maret 2008. Peningkatan harga minyak dunia mengakibatkan pemerintah mengurangi subsidi BBM untuk menghindari defisit dan mengalihkannya pada sektor lain. Peningkatan harga BBM ini diperkirakan masih akan dilakukan seiring dengan perkembangan harga minyak dunia. Berdasarkan Gambar 12, akibat dari kenaikan harga BBM dapat memicu terjadinya inflasi seperti pada tahun 2005 yang mencapai 17 persen. Bagi dunia usaha, kenaikkan harga BBM akan memicu kenaikkan biaya-biaya seperti biaya bahan baku, biaya transportasi, biaya operasional, dan sebagainya. Akibatnya produsen akan memilih untuk mengurangi produksi atau terpaksa meningkatkan harga jual produk yang dihasilkan untuk mengimbangi kenaikkan biaya-biaya tersebut. Implikasinya, harga-harga produk menjadi mahal dan daya beli konsumen akan menurun. Konsumen akan memilih melakukan penghematan sehingga tingkat permintaan (demand) akan menurun.

108 7.1.3 Sosial dan Budaya Faktor sosial dan budaya yang patut diperhatikan oleh PKPBDD adalah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Kesadaran masyarakat yang semakin baik akan gaya hidup sehat dan pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan menjadikan pengembangan komoditi ini memiliki prospek yang bagus 10. Belimbing termasuk salah satu buah yang dapat dipilih sebagai pelengkap menu sehat. Selain memiliki kandungan gizi baik, belimbing sendiri dikenal sebagai buah yang berkhasiat dalam mengobati beberapa penyakit seperti hypertensi, stroke, diabetes, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan belimbing memiliki segmen pasar khusus di kalangan menengah ke atas yang pada kenyataannya rawan terserang penyakit tersebut. Gaya hidup dan pola konsumsi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Berdasarkan nilai rata-rata konsumsi per kapita menurut tingkat pendapatan, pengeluaran untuk komoditi buah-buahan menempati urutan ke delapan setelah padi-padian, makanan/minuman jadi, tembakau/sirih, ikan, telur/susu, daging, dan sayuran. Hal ini menunjukkan bahwa buah-buahan masih menjadi menu pelengkap bagi sebagian masyarakat. Tingkat konsumsi per kapita selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Pada Lampiran 2, rata-rata konsumsi buah-buahan per kapita tahun 2006 adalah sebesar 2,05 persen dari pengeluaran total. Nilai ini mengalami penurunan dari tahun 2005 yang mencapai 2,43 persen. Secara umum, tingkat konsumsi buah-buahan per kapita masyarakat Indonesia mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir. Pada lampiran 3, perkembangan dari tahun 2003 hingga 2006 10 www.hortikultura.go.id

109 berturut-turut dalam satuan kilogram per tahun adalah 29,44 ; 27,19 ; 25,17 ; dan 23,56. Tingkat konsumsi belimbing sendiri menunjukkan angka konstan selama empat tahun tersebut, yaitu 0,05 kilogram per tahun. Angka ini jauh di bawah pisang yang merupakan angka konsumsi tertinggi, yaitu mencapai 8,89 kilogram per tahun. Rendahnya konsumsi belimbing disebabkan karena belimbing sendiri bukan merupakan buah yang populer dikonsumsi, seperti jeruk, pisang, apel, rambutan, dan sebagainya. Belimbing dikonsumsi lebih dikarenakan khasiatnya dalam mengobati beberapa macam penyakit daripada cita rasanya. Belimbing memiliki segmen pasar tersendiri yang sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke atas. Faktor lain yang juga mempengaruhi perumusan strategi perusahaan dalam lingkungan sosial dan budaya adalah posisi tanggung jawab sosial pada lingkungan dimana perusahaan berada. Terkait dengan lingkungan sosial, PKPBDD memiliki misi sosial untuk meningkatkan kesejahterahan petani dan mengurangi pengangguran. Beberapa kebijakan yang diambil misalnya adalah pemberian bantuan modal pada petani yang tidak mampu dan penyerapan tenaga kerja pengolahan di lingkungan sekitar UKM. PKPBDD diharapkan dapat menjadi lembaga keuangan mikro agribisnis dalam perkembangannya. 7.1.4 Fisik Pertumbuhan ekonomi perkotaan dapat membawa dampak positif dan negatif bagi fungsi kota secara keseluruhan. Konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi perkotaan adalah tingginya kebutuhan akan penyediaan kawasan pemukiman beserta seluruh fasilitas umum dan sosial. Implikasinya adalah

110 semakin banyak lahan hijau yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun. Hal ini menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perkotaan. Usaha pengembangan belimbing di Kota Depok merupakan bagian dari pembangunan pertanian perkotaan yang berwawasan lingkungan. Sebagian besar kebun belimbing merupakan lahan pekarangan yang berada di kawasan pemukiman penduduk. Adanya kebun-kebun belimbing tersebut diharapkan dapat menjadi ruang hijau yang memberikan dampak positif pada lingkungan. PKPBDD merupakan lembaga jasa yang pada kegiatannya tidak menimbulkan limbah berbahaya. Limbah yang dihasilkan biasanya hanya berupa belimbing yang tidak terjual dan membusuk. Limbah ini juga masih dapat dimanfaatkan menjadi pupuk atau pakan ikan. Kontribusi PKPBDD pada lingkungan terjadi secara tidak langsung. Hal ini terkait dengan fungsi PKPBDD sebagai lembaga pemasaran yang berpihak pada petani. Jika pemasaran belimbing dapat dilakukan dengan baik, maka banyak petani dan masyarakat yang akan tertarik dalam agribisnis belimbing. Ketertarikan itu diwujudkan dengan adanya intensifikasi dan ekstensifikasi pada budidaya belimbing. Hasilnya adalah adanya perluasan lahan hijau yang memberikan dampak positif pada lingkungan. 7.1.5 Teknologi Teknologi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada perumusan strategi. Perusahaan harus dapat melihat peluang dan memanfaatkan teknologi yang paling sesuai dengan jenis usahanya. Teknologi yang sesuai adalah yang dapat memberikan manfaat semaksimal mungkin dengan biaya yang seminimal mungkin.

111 Buah-buahan merupakan bagian dari produk pertanian yang memiliki sifat perishable atau mudah rusak. Untuk mengatasi hal tersebut, komoditi buahbuahan harus mandapatkan penanganan dengan teknologi yang sesuai. Teknologi yang digunakan dalam pasca panen buah-buahan sangat menentukan daya tahan komoditi tersebut. Hal ini terutama berkaitan dengan rekayasa lingkungan tempat buah-buahan disimpan. Teknologi penyimpanan dapat mengatur suhu dan kelembaban pada tingkat tertentu sehingga proses pemasakan buah berjalan lebih lambat. Beberapa buah-buahan telah dikemas menggunakan kemasan khusus yang dapat memperlambat proses pemasakan sehingga dapat disimpan lebih lama. Buahbuahan yang memiliki metabolisme tinggi dan sangat rentan pada kerusakan dapat diolah menjadi beberapa produk turunan. Misalnya saja belimbing dapat diolah menjadi sari buah, juice, keripik, manisan, selai, buah kaleng, dan sebagainya. Selain dapat memperpanjang masa simpan, pengemasan dan pengolahan juga memberikan nilai tambah dari suatu komoditi. Sifat mudah rusak yang dimiliki komoditi pertanian menuntut pemasaran yang efektif dan efisien. Salah satu tujuannya adalah agar produk tersebut bisa sampai di tangan kosumen dalam keadaan fresh dan juga menghindari susut akibat kerusakan fisik. Pemasaran yang efektif dan efisien tentunya harus didukung dengan promosi yang tepat. Jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi, salah satu inovasi teknologi abad-20 yang sangat mendukung promosi suatu produk adalah internet. Internet adalah alat informasi dengan biaya termurah dan cepat memberikan informasi ke seluruh dunia. Selain sebagai media promosi, internet juga dapat

112 digunakan sebagai media transaksi secara on-line, sumber berbagai informasi tentang pasar dan pesaing, serta media penghubung dengan pelanggan. Terkait dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh PKPBDD, teknologi yang dirasakan penting adalah teknologi informasi, teknologi pasca panen (penyimpanan), dan teknologi pengolahan. Mengenai teknologi informasi, PKPBDD telah menggunakan fasilitas komputer dan internet sebagai pendukung manajemen informasi dan promosi. Teknologi penyimpanan belum dimiliki oleh PKPBDD, sementara teknologi pengolahan ditangani oleh enam UKM dan sedang terus dikembangkan. Pengembangan teknologi produksi dan pengolahan didukung oleh letak PKPBDD yang cukup strategis, yaitu berdekatan dengan beberapa institusi yang menjadi pusat keunggulan iptek seperti Balai Pengembangan Teknologi yang berada di bawah Departemen Pertanian dan juga institusi pendidikan seperti Universitas Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. 7.1.6 Politik, Hukum, dan Pemerintahan Lingkungan politik dan hukum dibentuk oleh lembaga hukun dan badan pemerintahan yang berwenang melalui peraturan (regulasi) dan kebijakan. Peraturan-peraturan tersebut dapat mempengaruhi dan membatasi aktifitas dari suatu organisasi atau industri. Bidang usaha hortikultura sendiri saat ini telah mendapat perhatian besar dari pemerintah melalui Departemen Pertanian. Pengembangan hortikultura diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, subtitusi impor, dan

113 penghasil devisa melalui ekspor. Beberapa peraturan dan kebijakan yang telah dirumuskan antara lain adalah 11 : 1. Kegiatan Pengembangan buah-buahan 2007 diarahkan melalui 1) peningkatan produksi dan mutu dengan penerapan GAP/SOP, identifikasi kebun/lahan usaha, penilaian kebun/lahan, pencatatan/registrasi kebun serta penghargaan kebun, dengan target 75 kebun yang teregister, 2) pengembangan kelembagaan, 3) peningkatan kompetensi buah-buahan, 4) pemasyarakatan produk, 5) pengembangan buah-buahan pada lahan gambut dan perbatasan, serta pengembangan pertanian organik. 2. Fasilitasi program pembangunan agribisnis hortikultura di berbagai sentra produksi, dengan dukungan dana dari APBN, APBD, dan dana masyarakat maupun swasta. 3. Program pemberdayaan kelembagaan melalui pola penguatan modal usaha kelompok (PMUK) yang bertujuan untuk memperkuat permodalan petani serta memperkuat kemampuan teknis dan manajemen dalam mengembangkan agribisnis secara mandiri dan berkelanjutan. 4. Beberapa program terobosan seperti Good Agricultural Practices (GAP), Standar Operating Procedure (SOP), Suplai Chain Management (SCM), dan Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH). Potensi belimbing sebagai komoditi unggulan yang dapat mendukung perekonomian daerah mendorong pemerintah Kota Depok untuk terus melakukan pengembangan komoditi tersebut. Salah satunya dengan adanya program menjadikan belimbing sebagai ikon kota yang tercantum dalam rencana strategis 5 www.hortikultura.co.id

114 Kota Depok tahun 2007. Program ini merupakan bagian dari rencana pembangunan pertanian yang berbasis perkotaan. Pembentukan PKPBDD merupakan suatu langkah untuk mendukung program tersebut. PKPBDD memperkuat kelembagaan dan permodalan petani, mensosialisasikan SOP/GAP, menjalankan fungsi pemasaran, serta menghasilkan nilai tambah melalui proses pengolahan. Dukungan penuh dari pemerintah daerah merupakan suatu peluang bagi PKPBDD untuk terus berkembang. Sebagaimana yang tercantum dalam prioritas kegiatan tahun 2008, pemerintah daerah memberikan fasilitasi permodalan berupa penjaminan dana PMUK sebesar Rp 1,5 milyard dengan bekerjasama dengan Bank Mandiri melalui permodalan dana bergulir. Fasilitasi permodalan juga direncanakan akan diberikan pada pabrik olahan dengan kapasitas 1 ton buah segar per hari senilai Rp 1,8 milyard (PPK IPM Kota Depok, 2008) Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah peraturan dan kebijakan mengenai regulasi ekspor. Faktor ini penting, mengingat PKPBDD berniat untuk memasuki pasar luar negeri. Berkaitan dengan kebijakan ekspor dan impor, Indonesia tengah memasuki era perdagangan bebas yang telah dimulai pada tahun 2003 untuk kawasan AFTA dan tahun 2010 untuk kawasan APEC. Salah satu komitmen liberalisasi perdagangan dunia adalah menurunkan proteksi tarif dan penghapusan bentuk non-tarif perdagangan hasil pertanian. Kondisi di atas akan menyebabkan membanjirnya produk-produk pertanian impor dengan kualitas yang sama atau lebih tinggi dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal. Hal ini akan menguntungkan konsumen dan sebaliknya akan memberikan dampak negatif bagi industri dalam negeri yang tidak dapat

115 bersaing di pasar. Oleh karena itu, pengembangan kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas produk lokal perlu terus dikembangkan agar dapat bersaing di pasar global. 7.2 Lingkungan Mikro 7.2.1 Pelanggan Salah satu pertimbangan PKPBDD dalam menyusun strategi adalah profil pelanggan. Profil pelanggan PKPBDD dapat dibedakan berdasarkan perbedaan perilaku pembelian, yaitu pelanggan tetap dan pelanggan temporer. Pelanggan tetap adalah pelanggan yang melakukan pesanan dalam jumlah dan frekuensi relatif tetap untuk periode waktu tertentu. Pelanggan temporer adalah pelanggan yang tidak mempunyai perilaku pembelian yang tetap dan pada umumnya berdomisili di Kota Depok. Jumlah pelanggan tetap di PKPBDD menunjukkan peningkatan. Pada bulan April 2008, jumlah pelanggan tetap di PKPBDD telah berjumlah 26 pelanggan. Pelanggan tetap terdiri dari supermarket, toko buah, UKM pengolahan, dan suplier buah. Jumlah pesanan pelanggan tetap mencapai rata-rata 83,98 persen dari total penjualan per bulan. Sisanya sebesar 16,02 persen merupakan pesanan dari pelanggan temporer. Rata - rata periode pesanan adalah 127 kali per bulan dengan jumlah pesanan 16.413,41 kg per bulan. Pelanggan tetap PKPBDD dengan perilaku pembelian masing-masing selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.

116 Tabel 18. Pelanggan Tetap dan Perilaku Pembelian di PKPBDD Pelanggan Alamat Jumlah order per bulan (kali) Rata rata jumlah pesanan per bulan (Kg) Pasar Moderen PT Carrefour Jakarta 11,75 4470.25 PT. Lion superindo Cikarang Selatan 11,75 1941,87 PT. Makro Pasar Rebo 9,25 2559 Total Buah Segar Slipi, Kelapa Gading, Pondok Indah, Wolter M 18,25 1173,12 Jakarta Fruit Market Kelapa Gading, Green Ville, Pluit 7 1252,5 Raja Buah Joglo 6,75 315,5 All Fresh Gatot Subroto 6,75 591,72 Lain-lain Caman Bekasi, gajah Mada, Cilengsi, Tebet 11 634,5 UKM Pengolahan 4 UKM Depok 14 2537,5 Suplier 7 Suplier Ps. Kramat Jati, Ps Minggu, Depok, Bogor 30,5 5407,703 Jumlah 127 16413,41 Sumber : Manajemen PKPBDD, 2008 (diolah) Belimbing yang dipesan oleh pelanggan tetap berfariasi menurut segmen pasar masing-masing. Belimbing grade A dan campuran grade A dan B pada umumnya dipesan oleh pelanggan supermarket dan toko buah. Belimbing yang dipesan oleh UKM pengolahan dan pasar tradisional pada umumnya adalah belimbing grade C. Secara keseluruhan, pesanan pelanggan tetap didominasi oleh pesanan belimbing grade A, yaitu rata-rata 86.12 persen per bulan. Persentase perilaku pembelian pelanggan tetap dan temporer PKPBDD berdasarkan kriteria produk pesanan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Persentase Perilaku Pembelian Pelanggan Tetap dan Temporer PKPBDD berdasarkan kriteria produk pesanan Bulan Januari April 2008 Bulan Januari Pebruari Maret April Produk A B C A B C A B C A B C Pelanggan 70 31 81 77 68 69 99,5 73 63 98 92 94 Tetap Pelanggan Temporer 30 69 19 23 32 31 0,5 27 37 2 8 6 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber : Manajemen PKPBDD, 2008 (diolah)

117 Pada Tabel 19, dapat dilihat bahwa pada umumnya terjadi peningkatan persentase pesanan belimbing oleh pelanggan tetap dibandingkan dengan pelanggan temporer. Peningkatan terjadi terutama pada bulan Maret dan April. Peningkatan ini terjadi karena pada bulan Maret, stok belimbing jauh berkurang dari bulan Februari. Kebijakan yang diambil oleh PKPBDD adalah lebih memprioritaskan pelayanan kepada pelanggan tetap dibandingkan pelanggan temporer. Potensi untuk meningkatkan jumlah pelanggan masih cukup besar, baik di pasar tradisional maupun pasar modern. PKPBDD belum dapat sepenuhnya memenuhi permintaan belimbing di Pasar Induk Kramat Jati. Beberapa suplier ingin bekerjasama dengan PKPBDD, hanya saja pihak PKPBDD sendiri belum dapat memenuhi setiap permintaan dikarenakan stok belimbing yang masih berfluktuasi. Jika dilihat secara keseluruhan, permintaan belimbing di wilayah Jabodetabek mencapai 250 sampai 350 ton per bulan. Penjualan PKPBDD baru mencapai rata-rata 24,5 ton per bulan. Potensi pelanggan baru juga berasal dari pedagang-pedagang buah eceran. Menurut manajer pemasaran PKPBDD, pedagang-pedagang buah eceran yang biasanya banyak di pinggir jalan merupakan potensi pasar yang cukup menguntungkan. Selain itu, potensi dari pasar modern masih terbuka dengan melihat masih banyak supermarket dan toko buah modern yang belum dimasuki oleh PKPBDD. Potensi pasar ekspor juga dimungkinkan karena belum banyak negara yang mengembangkan komoditi belimbing sebagai komoditi ekspor 12. 12 www.indomedia.com

118 7.2.2 Pesaing Kondisi persaingan agribisnis belimbing di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat diwarnai oleh tiga varietas belimbing lokal, yaitu varietas Dewa Dewi, varietas Madu, dan varietas Demak. Varietas Dewa Dewi banyak dibudidayakan di daerah Depok, varietas Madu dihasilkan di daerah Blitar, sedangkan varietas Demak dihasilkan di daerah Demak. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada beberapa suplier buah di Pasar Induk Kramat Jati, varietas Demak merupakan varietas yang pertama menguasai pasar belimbing di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Akan tetapi, varietas ini kalah bersaing dengan varietas baru seperti Dewa Dewi dan Madu yang memiliki kualitas lebih tinggi dengan harga lebih murah. Sekitar dua tahun lalu, Pasar Induk Kramat Jati sudah tidak pernah mendapat pasokan belimbing varietas Demak Suplai belimbing di Pasar Induk Kramat Jati masih terbilang kecil dibanding dengan buah-buahan lainnya. Dalam pengamatan yang dilakukan, hanya ditemukan lima suplier yang menjual belimbing. Belimbing yang dipasok adalah varietas Dewa Dewi dari daerah Depok dan varietas Madu dari daerah Blitar. Tingat harga kedua varietas ini bersaing antara Rp 4500 sampai Rp 5000 per kilogram untuk ukuran kecil dan Rp 6000 hingga Rp 9000 per kilogram untuk ukuran sedang hingga besar. Harga yang berlaku mengikuti mekanisme pasar. Belimbing Dewa Dewi memiliki keunggulan dari belimbing Madu dalam hal jumlah dan frekuensi suplai. Belimbing Dewa Dewi dapat dipasok setiap hari sedangkan belimbing Madu biasanya dua kali dalam seminggu. Keunggulan ini disebabkan karena faktor jarak.

119 Selain memasuki pasar tradisional, komoditi belimbing juga telah memasuki pasar modern seperti supermarket dan toko-toko buah. Berdasarkan pengamatan di beberapa supermarket di daerah DKI Jakarta, Depok, dan Bogor, diketahui bahwa sebagian besar belimbing yang dipasok ke pasar tersebut adalah belimbing varietas Dewa Dewi. Varietas lain tidak diketahui karena tidak mencantumkan varietas maupun daerah asal belimbing. Belimbing Dewa Dewi memiliki keunggulan dari varietas-varietas lain dari segi ukuran, penampakan, dan keadan fisik. Harga belimbing Dewa Dewi juga pada umumnya lebih tinggi. Harga tertinggi yang ditemukan untuk belimbing Dewa Dewi adalah Rp 17600 per kilogram, sedangkan varietas lainnya Rp 12900 per kilogram. PKPBDD sebagai koperasi pemasaran belimbing Dewa Dewi telah memasuki pasar tradisional dan pasar modern. Pesaing yang dihadapi oleh PKPBDD dalam kedua pasar tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pesaing lokal dan pesaing dari luar daerah. Pada pasar Pasar Induk Kramat Jati, pesaing PKPBDD dari luar daerah adalah belimbing Madu dari Blitar. Kondisi persaingan yang terjadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pesaing lokal terdiri dari para pengepul dan pedagang besar belimbing yang juga berasal dari Kota Depok dan sekitarnya. Sebelum PKPBDD didirikan, lembaga pemasaran yang berperan adalah tengkulak dan pedagang besar. Lembaga-lembaga inilah yang masih bekerjasama dengan sebagian petani belimbing di Kota Depok tanpa melibatkan PKPBDD. Petani yang masih bekerjasama dengan tengkulak pada umumnya adalah petani yang masih terikat perjanjian ijon. Pihak pedagang besar ada yang memiliki lahan sendiri dan berperan sebagai pedagang sekaligus petani. Selain memasarkan

120 belimbing hasil produksi sendiri, lembaga tersebut juga mengumpulkan dan memasarkan hasil produksi petani lain. Hal ini terutama dilakukan jika jumlah produksi sendiri tidak mencukupi permintaan yang ada. Kondisi persaingan di pasar modern tidak jauh berbeda dengan pasar tradisional. Pada pasar modern, setiap pasar biasanya hanya memasok satu varietas. PKPBDD telah memasok belimbing dengan merk Belimbing Dewa Depok ke tiga supermarket besar, yaitu PT. Carrefour, PT Lion Superindo, dan Makro. Beberapa merk berbeda yang ditemukan di beberapa supermarket selain ketiga supermarket di atas adalah Belimbing Gelar dan Belimbing Lokal. Selain itu, terdapat juga produk belimbing yang tidak memiliki label. Pada penjelasan sebelumnya, disebutkan bahwa pesaing terdekat belimbing Depok adalah belimbing Madu dari Blitar. Potensi belimbing Madu di Blitar tidak dapat diketahui secara pasti dikarenakan keterbatasan informasi. Belimbing madu sendiri mulai dibudidayakan di Blitar sejak tahun 2002 dengan luas 9,3 hektar. Distribusi belimbing Madu di Pasar Induk Kramat Jati baru dimulai sekitar satu tahun lalu. Saat ini, frekuensi pasokan belimbing Madu ke Pasar Induk Kramat Jati mencapai dua kali per minggu. Penampakan fisik belimbing Madu hampir serupa dengan belimbing Dewa Dewi. Perbedaan hanya terdapat dari warna pinggir lingir belimbing Madu yang biasanya berwarna hijau. Berdasarkan wawancara dengan beberapa suplier, belimbing Dewa Dewi lebih dikenal oleh konsumen. Akan tetapi, konsumen juga sering lebih memilih belimbing dengan harga termurah. Oleh karena itu, kedua komoditi tersebut memiliki harga yang bersaing, kendati belimbing Madu memiliki biaya transportasi lebih tinggi.

121 Belimbing merupakan salah satu dari sekian banyak komoditi buah-buahan konsumsi yang dapat menjadi pilihan bagi konsumen. Setiap komoditi buahbuahan dapat menjadi produk subtitusi bagi komoditi buah-buahan lainnya. Faktor yang berpengaruh pada persaingan produk subtitusi komoditi pertanian termasuk buah-buahan adalah tingkat ketersediaan dan konsumsi. Tingkat ketersediaan berkaitan dengan jumlah produksi dan sifat musiman komoditi pertanian. Konsumsi terkait dengan tingkat pendapatan, tingkat harga yang berlaku, dan selera konsumen terhadap suatu komoditi. Gambaran mengenai persaingan antara produk subtitusi komoditi buah-buahan berdasarkan angka ketersediaan dan konsumsi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Ketersediaan dan Konsumsi Beberapa Komoditi Buah-buahan Indonesia Tahun 2004-2006 Komoditi Ketersediaan (kg/th) Konsumsi (kg/th) 2004 2005 2006 2004 2005 2006 Mangga 6.17 5.99 6.79 1.04 0.26 0.16 Jeruk 9.61 10.07 11.52 2.70 6.14 3.07 Rambutan 3.25 3.06 3.58 6.66 0.26 5.10 Duku 0.67 0.74 0.70 0.62 0.10 0.52 Belimbing - 0.30 0.31 0.05 0.05 0.05 Jambu 1.51 1.31 1.45 0.16 0.21 0.21 Salak 3.45 3.99 3.62 1.61 1.04 1.09 Durian 2.86 2.37 3.10 0.94 0.21 0.78 Sawo 0.40 0.38 0.48 0.10 0.16 0.10 Sumber : Direktor Jenderal Hortikultura, 2007 Pada Tabel 20, dapat dilihat bahwa ketersediaan maupun konsumsi belimbing masih jauh di bawah buah-buah lain yang umumnya dikonsumsi. Rendahnya ketersediaan disebabkan oleh luas panen yang masih rendah dibandingkan dengan komoditi lainnya, yaitu hanya 2590 hektar pada tahun 2006 dengan produksi total 70.298 ton. Rendahnya tingkat konsumsi belimbing dapat

122 disebabkan karena belimbing sendiri bukan termasuk buah-buahan yang populer dikonsumsi. Selain dari produsen lokal, subtitusi komoditi belimbing juga datang dari buah-buahan impor. Hingga tahun 2006, Indonesia tercatat termasuk dalam negara net-importir hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran (sebagian dalam bentuk olahan). Ekspor buah-buahan Indonesia pada tahun 2006 tercatat senilai US $ 130.454.662, sedangkan impor senilai US $ 253.065.780 13. Namun demikian, secara statistik, besaran impor Indonesia dibandingkan dengan produksi nasional sebenarnya relatif kecil, yaitu buah-buahan hanya 1,61 persen dan sayuran sebesar 2,20 persen. Akan tetapi kehadiran produk impor ini menimbulkan kesan (image) atau citra negatif dan menurunkan apresiasi masyarakat akan produk hortikultura nasional karena penampilan, kemasan dan kualitas produk impor jauh lebih baik, dan di jual dipasar-pasar bergengsi (supermarket, hipermarket, pasar swalayan, dan sebagainya). Agar neraca perdagangan komoditi buah-buahan dapat lebih seimbang, Indonesia harus berusaha meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Belimbing termasuk salah satu buah yang memiliki potensi untuk diekspor, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Potensi ini ditunjukkan dengan angka produksi yang terus meningkat dan kualitas buah yang tinggi. Jika komoditi ini dieskpor ke luar negeri, maka akan bersaing dengan beberapa negara penghasil belimbing yaitu Malaysia, Thailand, dan Filipina. Malaysia hingga saat ini telah berhasil memasok 99 persen kebutuhan belimbing di Eropa. 13 www.hortikultura.go.id

123 Menurut pendapat beberapa pelaku usaha belimbing, belimbing Malaysia memiliki kualitas yang masih di bawah belimbing di Indonesia. Akan tetapi, Malaysia melihat belimbing tidak hanya sebagai buah kudapan, tetapi juga sebagai salad, minuman, dan penghias gelas minuman beberapa kafe di Eropa. Oleh karena itu, belimbing yang diekspor seluruhnya berupa belimbing yang masih mentah dan berukuran kecil. Jarak transportasi yang jauh juga ikut mempengaruhi hal tersebut 14. Informasi pasar seperti di atas yang pada umumnya terlambat disadari oleh pelaku usaha belimbing di Indonesia. Keunggulan lain dari Malaysia adalah sistem budidaya dan jaringan pemasaran yang bagus dengan dibantu secara tidak langsung oleh pemerintah. Pemasaran belimbing di Indonesia sebagian besar masih dihambat oleh rantai pemasaran yang panjang dengan harga yang tidak menguntungkan bagi petani. Rantai pemasaran yang terlalu panjang mengakibatkan harga di tingkat konsumen semakin tinggi dan memperbesar resiko kerusakan fisik. Harga di tingkat petani yang sangat rendah berpengaruh pada pendapatan petani dan input yang digunakan. 7.2.3 Saluran Distribusi Salah satu faktor penting yang mendukung kinerja pemasaran suatu produk adalah jaringan distribusi yang dapat diandalkan. Distribusi menjamin sampainya produk dari tangan produsen ke tangan konsumen. Kinerja distribusi ditentukan oleh tenaga distribusi yang handal dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. 14 www.majalahpengusaha.com

124 Kegiatan distribusi di PKPBDD dilakukan secara langsung ke pelanggan berdasarkan pesanan atau order. Distribusi didukung oleh armada distribusi sendiri. Armada distribusi terdiri dari tiga unit mobil dan enam orang tenaga distribusi. Armada distribusi dapat menjangkau seluruh daerah pelanggan yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Terkait dengan lokasi, letak PKPBDD cukup strategis untuk memudahkan distribusi. Letak PKPBDD berada di Kecamatan Sawangan Kota Depok. Lokasi berada dekat dengan pemasok (petani) dan memiliki akses jalan yang lancar ke daerah pelanggan seperti DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, dan Cikarang. Selain itu, distribusi ke luar Jawa Barat dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan suplier besar seperti PT.Sewu Segar. Saluran distribusi untuk ekspor dapat bekerjasama dengan beberapa perusahaan eksportir buah yang ada di kawasan DKI Jakarta dan Bogor. Beberapa suplier dan eksportir buah di kawasan DKI Jakarta dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Daftar Beberapa Suplier dan Eksportir Buah di DKI Jakarta dan Jawa Barat Nama Perusahaan Alamat PT Sewu Segar Nusantara Jl. Telesonic Dalam (Jl. Gatot Subroto Km. 2), Tangerang, Banten Besari Javaica Pondok Cabe Indah no. 12 A Bid. A Cikupa jakarta Selatan Binapurna Usahatama Jl. Minamgkabau 43, Jakarta Selatan Koperasi Pemasaran Hortikultura Jl. Ridwan Rais no. 7 Jakarta Pusat PO BOX 10110 JKT Agroindo Usaha Jaya Jl. H. Buang No. 24 Rt 07/07 Ulujami, Jakarta Agung Mustika Selaras Jl. Bandengan Utara I No. 5-A, Jakarta Barat Kem Farm Jl. Lebak Bulus No. 2121, Jakarta Selatan Kertosari Gemilang Jl. Melawai X/ 48, Blok M III, Kebayoran Baru, Jakarta Masindo Mitra Mandiri Jl. Nangka No. 10, Tanjung Barat, Jakarta Masari Multifruti, Others Gedung Sate Lantai 2, Plasa Kapt. Muslihat, Jl. Kapten Muslihat No. 51, Bogor Sumber : Fruit Export Development Center, 2008 15 15 www.fruitindonesia.com ; www.bogor.net ; www.nafed.com

125 7.2.4 Pemasok Pemasok belimbing untuk PKPBDD adalah petani belimbing Kota Depok yang telah menjadi anggota. Sampai bulan April 2008, jumlah pemasok telah mencapai 239 orang. Pemasok tergabung dalam 25 kelompok tani yang tersebar di lima kecamatan di Kota Depok. Jumlah pasokan tidak ditentukan oleh PKPBDD. PKPBDD bersedia membeli semua hasil panen petani anggota. Tujuan PKPBDD ke depan adalah menjadi satu-satunya pintu pemasaran belimbing di Kota Depok. Hal ini berarti semua produk belimbing yang dihasilkan di Kota Depok akan dipasarkan melalui PKPBDD. Jumlah seluruh petani belimbing di Kota Depok pada bulan April 2008 diperkirakan telah mencapai 650 orang. Dengan demikian masih ada sekitar 411 petani yang belum menjadi anggota dan memasok belimbing ke PKPBDD. Data mengenai petani belimbing sehubungan dengan pasokan belimbing di PKPBDD dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah Petani per Kecamatan di Kota Depok yang Telah dan Belum Menjadi Pemasok di PKPBDD Kecamatan Jumlah Petani Pemasok Bukan Pemasok Total Pancoran Mas 114 106 220 Beji 51 0 51 Sawangan 41 159 200 Limo 29 5 34 Cimanggis 4 136 140 Sukmajaya - 5 5 Jumlah 239 411 650 Sumber : Manajemen PKPBDD dan Deptan Kota Depok, 2007 (diolah) Petani yang belum menjadi pemasok merupakan potensi ke depan bagi PKPBDD untuk menambah jumlah pasokan. Akan tetapi, salah satu pertimbangan untuk menambah jumlah pasokan adalah tingkat kuantitas dan kontinyuitas

126 pasokan itu sendiri. Kedua pertimbangan tersebut merupakan syarat utama yang diinginkann pelanggann selain kualitas produk. Saat ini, pasokan belimbing ke PKPBDD masih berfluktuasi tergantung dari waktu panen. Pasokan tertinggi terjadi pada bulan Februari 2008 yang bertepatan dengan panen raya belimbing. Pada bulan Maret, setelah panen raya, pasokan berkurang lebih dari 60 persen. Pasokan pada bulan April kembali meningkat karena sebagian petani mulai melakukan panen yang puncaknya jatuh pada bulan Juni. Fluktuasi pasokan belimbing per hari selama bulan Januari hingga April 2008 di PKPBDD dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Fluktuasi Pasokan Belimbing di PKPBDD. Sumber : Manajemen PKPBDD, 2008 (diolah) Adanya fluktuasi pasokan per hari menyulitkan PKPBDD dalam memenuhi pesanan sesuai keinginan pelanggan. Keinginan memperluas pangsa pasar juga menjadi lebih sulit dilakukan. Bahkan sebaliknya, PKPBDD kehilangann pangsa pasar sekitar 20-30 persen dikarenakan jumlah pasokan yang jauh berkurang setelah panen raya.