BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rasisme merupakan salah satu isu global yang tidak pernah berakhir. Dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang, memudahkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. demikian, timbul misalnya anggapan bahwa ras Caucasoid atau ras Kulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana media massa pada umumnya, film menjadi cermin atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Politik menurut Aristoteles yang dikutip dalam Arifin (2011: 1) adalah

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang pemilihan presiden yang digelar pada 9 Juli 2014, para kandidat

BAB V PENUTUP Kesimpulan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini film adalah media yang paling populer. Kemunculan sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sarana cerita itu, penonton secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Film adalah gambar hidup, sering juga disebut movie, film sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda. Penggolongan manusia tersebut disebut dengan ras

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN. dan terjadi peningkatan pada komunikasi antarbudaya (Sihabudin, 2013 : 2-3).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya. Hal inipun diatur dalam Undang-Undang Dasar Terdapat paham liberalisme dimana liber yang artinya bebas atau

BAB I PENDAHULUAN. iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya,

BAB I PENDAHULUAN. Ade Irwansyah (2009: 14) berpendapat, sejak awal abad ke-20, film telah

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan penerangan (Shadily, 1980, p.1007). bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah gambar hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti

BAB I PENDAHULUAN. realitas yang tumbuh, serta berkembang di dalam masyarakat, kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memperlihatkan pihak Amerika sebagai penyelamat bagi negara-negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. media visual yang bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia yang mengglobal ini, media massa telah menjadi alat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan film terhadap masyarakat, hubungan antara televisi, film dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitarnya. Media menjadi tujuan utama masyarakat setiap kali ingin mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembuatan film, pasti mengharapkan filmnya ditonton orang sebanyakbanyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya cipta dari beberapa cabang seni sekaligus. 1 Gambar bergerak adalah bentuk

PENDAHULUAN. aktivitas yang disebut komunikasi. Komunikasi dapat dilakukakan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kini, film merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman era globalisasi saat ini film semakin disukai oleh masyarakat.

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. menggunakan analisis semiotik John Fiske tentang representasi asimilasi etnis

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam karya sastra tersebut merupakan hasil imajinasi pengarang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam biografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams pada tahun 1965

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

2 sendiri tak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Studi tentang gaya busana, pakaian atau fashion pun sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. yang di tayangkan oleh stasiun tv contohnya seperti film. pada luka-luka yang dialami Yesus dalam proses penyaliban.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah unsur-unsur tadi, film itu sendiri mempunyai banyak unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. suka maupun duka pasti di alami oleh manusia yang mau bekerja keras.

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilu 2014 merupakan kali ketiga rakyat Indonesia memilih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

Bab 1. Pendahuluan. Film Hachiko : A Dog s Story adalah film drama yang didalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya, Erlangga 2012, Hal. 1

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme merupakan salah satu isu global yang tidak pernah berakhir. Dari masa ke masa, segala bentuk permasalahan yang berkaitan dengan rasisme telah memberi dampak negatif bagi masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sebagai paham yang mengakui superioritas ras tertentu di atas ras lain, rasisme dipandang sebagai masalah yang tidak hanya berasal dari psikologi atau patologi individu saja, tetapi juga berasal dari pola representasi budaya yang tertanam dengan praktek, wacana, dan subyektivitas dari masyarakat Barat (Barker, 2004:266). Melihat rasisme sebagai pola representasi budaya yang juga berasal dari masyarakat Barat maka tidak heran jika rasisme seringkali ditampilkan melalui media massa seperti film, salah satunya dalam film Hollywood. Film sebagai media komunikasi dapat mempengaruhi khalayak, karena hanya dengan hanya menonton atau mendengar, audiens film dapat terpengaruh oleh apa yang mereka saksikan. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial lantas membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2009: 127). 1

Menurut Marcel Danesi (2010:134) film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Film juga merupakan bentuk dari perkembangan dan kemajuan teknologi dari fotografi dan rekaman suara. Film mampu menumbuhkan imajinasi, ketegangan, ketakutan dan benturan emosional penonton, seolah mereka ikut merasakan dan menjadi bagian dari cerita film tersebut. Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuanya menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat dan mampu memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas. Khalayak perlu menyimak unsur-unsur ideologi dan propaganda yang terselubung dan tersirat dalam banyak fenomena hubungan umum, suatu fenomena yang tampaknya tidak tergantung pada ada atau tidaknya kebebasan masyarakat. Fenomena semacam itu mungkin berakar dari keinginan untuk merefleksikan kondisi masyarakat atau mungkin juga bersumber dari keinginan untuk memanipulasi (McQuail, 2003:14). Pengaruh film yang sangat besar biasanya akan berlangsung sampai waktu yang cukup lama. Pengaruhnya akan timbul tidak hanya di gedung bioskop saja, bahkan sampai pada aktivitas sehari-hari. Biasanya anak-anak dan remaja lebih mudah terpengaruh setelah menyaksikan sebuah film. Kemudian mereka juga sering menirukan gaya atau tingkah laku para bintang film (Effendy, 2003: 208). 2

Seperti halnya di Indonesia, Amerika Serikat juga merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman penduduk yang sangat kompleks. Berdasarkan Quickfacts.census.gov (diakses 1 Mei 2013) ditafsir ada 313,914,040 jumlah penduduk di Amerika Serikat dihitung dari sensus terakhir pada 2012 lalu dengan 78,1% penduduk ras kulit putih, 13,1% penduduk ras kulit hitam, 1,2% keturunan Indian-Amerika dan Alaska, 5% penduduk keturunan Asia, 0,2% penduduk keturunan Hawaii dan kepulauan Pasifik lainya, 2,3% keturunan campuran, dan 16,7% keturunan Latin. Mengutip Tempo.co (16 Januari 2013), sebuah tim peneliti dari Universitas Kansas mengadakan sebuah survei penelitian yang secara konsisten mendokumentasikan bahwa masih ada ketidakpuasan dalam hubungan ras di Amerika Serikat antara ras mayoritas dan minoritas. Penelitian tersebut secara terperinci telah diterbitkan dalam jurnal Psychological Science. Mereka melihat kesenjangan sosial sebagai masalah yang besar dan melihat rasisme berlebih dalam sebuah insiden. Ketidaktahuan tentang tingkat rasisme dalam sejarah mungkin dapat menjelaskan mengapa beberapa orang menganggap suatu hal rasis dengan cara yang lain. Salah satu contoh rasisme yang ditunjukkan secara frontal terhadap ras kulit hitam pada film Hollywood adalah film The Birth of a Nation (1915) karya D.W Griffith yang mengangkat kisah tentang perang saudara dan era rekonstruksi Amerika. Film ini memotret kehidupan orang kulit hitam dan menunjukkan pemujaan pada Ku Klux Klan yang merupakan organisasi supremasi kulit putih. Walaupun 3

termasuk fiksi, namun film ini cukup kontroversial pada masa itu karena mengedepankan pembelaan akan dominasi kulit putih untuk melindungi kemurnian rasial (Danesi, 2010:137). Lain dahulu lain sekarang, Amerika Serikat dewasa ini dipimpin oleh Barrack Obama yang merupakan presiden keturunan Afrika-Amerika pertama yang menduduki jabatan sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat. Bahkan ia terpilih dua kali dalam pemilihan presiden yang dilaksanakan pada tahun 2008 dan 2012, sehingga ia kembali menjadi orang nomor satu di Negara Paman Sam tersebut. Sebuah artikel Washingtontimes.com (19 Mei 2013) memberitakan bahwa presiden Barrack Obama mengambil sikap dalam memerangi rasisme di negara multikultural tersebut saat berpidato di Morehouse College, Atlanta, Amerika Serikat. Obama mengatakan bahwa masa lalu yang pahit di era perbudakan belum lenyap, sehingga rasisme dan diskriminasi masih terjadi di luar sana, oleh sebab itu masyarakat perlu musyawarah. Ironisnya, film yang mengungkit tentang tragedi rasisme era perbudakan dengan dibumbui kekerasan ala spaghetti western justru diperbolehkan untuk tayang, bahkan memperoleh dua piala Oscar tahun 2013. Film Django Unchained (2012) menceritakan tentang era perbudakan di Amerika Serikat, dimana seorang budak berhasil naik derajat dan menjadi pahlawan yang menghabisi banyak penjahat kulit putih untuk membebaskan istrinya dari perbudakan. Film ini secara gamblang mengambil setting pertengahan abad 17 4

sebelum civil war, zaman dimana perbudakan dijadikan sebuah bisnis. Film yang mengangkat tema era perbudakan di Amerika ini memiliki suatu perbedaan yang ditonjolkan melalui twist dalam film ini dimana tokoh utamanya adalah seorang koboi kulit hitam yang pada masa itu jarang ditemukan di wilayah Selatan Amerika. Film kontroversial yang rilis di Amerika Serikat pada akhir tahun 2012, dan masuk bioskop Indonesia pada awal tahun 2013 ini bahkan masih diperbincangkan hingga pertengahan tahun 2013. Dalam sebuah artikel berita yang dimuat Jetmag.com (25 Desember 2012) disebutkan bahwa sang sutradara, Quentin Tarantino sendiri terinsiprasi dari nama karakter utama dalam film Django karya sineas Italia, Sergio Corbucci yang diputar pada tahun 1966. Dalam film klasik tersebut, Django merupakan orang misterius yang berpetualang dari satu tempat ke tempat lain atau yang sering disebut dengan musafir. Tarantino yang terinspirasi dari film tersebut mengaplikasikanya dengan sejarah kelam perbudakan di Amerika, serta mengganti karakter utamanya menjadi pria kulit hitam. Franco Nero yang memerankan Django di tahun 1966 pun muncul dalam Django Unchained sebagai pemeran figuran bernama Amerigo Vessepi. Walaupun film Django Unchained mendapatkan dua piala Oscar tahun 2013 dan sejumlah penghargaan lainya, namun reaksi terhadap film ini juga dibumbui oleh pro dan kontra. Sebuah artikel dari Accesshollywood.com (27 Februari 2013) memberitakan sebuah kritik yang dilayangkan oleh seorang pengusaha terkenal Amerika, Donald Trump yang menilai bahwa Django Unchained adalah film paling 5

rasis yang pernah ia saksikan, serta penuh dengan aksi kekerasan yang berlebihan ditandai dengan banyaknya ledakan, serta adegan tembak-menembak yang sangat sadis. Seorang sutradara kulit hitam Hollywood, Spike Lee juga melayangkan kritik terhadap film ini, seperti yang dikutip oleh Rollingstone.com (27 Desember 2012) dimana Lee karena menganggap bahwa film Django Unchained tidak menghormati leluhurnya yang berasal dari Afrika lalu diperbudak di Amerika, dan zaman perbudakan bukanlah sebuah film spaghetti western melainkan sebuah bencana. Salah satu berita yang dimuat Tempo.co (11 April 2013) mengabarkan bahwa, film yang mulai tayang di Indonesia pada Februari 2013 ini juga sempat dicekal di Cina. Quentin Tarantino sebagai pembuat film Django Unchained diharuskan melakukan sensor pada film ini, karena film-film sebelumnya yang kental dengan nuansa kekerasan pun sudah dilarang tayang di Cina. Cina melarang film dengan genre kekerasan dan ekspolitasi seksual untuk ditayangkan di bioskop. Mengutip Rollingstone.com (27 Desember 2012) Sarah Silverman yang merupakan seorang aktris Hollywood justru mendukung film ini dengan mengatakan bahwa film ini mengambil setting perbudakan, sehingga akan menjadi sangat aneh jika tidak menampilkan kata-kata kasar berbau rasisme seperti N Word. Seorang aktris veteran kulit hitam Hollywood, Pam Grier juga mendukung film ini dengan mengatakan bahwa sekarang generasi muda dapat menyaksikan seperti apa era perbudakan melalui Django Unchained, dikutip dari Bet.com (19 Maret 2013). Respon positif terhadap film ini juga diperlihatkan dari skor yang mencapai 8,5/10 6

dari 364.625 pengguna situs Imdb.com (diakses 12 Juni 2013) sejak rilis pada 25 Desember 2012. Mengutip artikel berita Tempo.co (18 Januari 2013), film Django Unchained menjadi film pertama Quentin Tarantino yang meraih penghasilan tertinggi di Amerika Serikat. Tidak heran film yang mengangkat tema aksi koboi dan perbudakan ini juga ditunggu-tunggu oleh seluruh penggemar film di dunia, termasuk di Indonesia. Nama Quentin Tarantino sendiri memang sudah tidak asing lagi sebagai sutradara papan atas Hollywood yang terkenal dengan karyanya yang eksentrik. Representasi secara sederhana adalah suatu hal, kelompok, objek, atau individu yang membawa nama dan sifat dari suatu hal. Lebih jelasnya, representasi merujuk pada proses bagaimana realitas disampaikan dalam komunikasi melalui katakata, bunyi, citra atau kombinasi seluruhnya (Fiske, 2004:282). Representasi rasisme dapat dilihat dari berbagai aspek tanda visual dan non visual yang ada pada film ini. Teknik analisis semiotika Charles Sanders Peirce peneliti gunakan untuk mendeskripsikan makna dari tanda-tanda pada film Django Unchained, serta menggambarkan bagaimana sesuatu hal yang menunjukkan gejala rasisme tidak hanya dilihat dari tema filmnya saja. Simbol-simbol rasisme yang tertuang dalam film ini pun bisa dimaknai dalam bentuk bahasa, isyarat maupun gambar adegan-adegan yang yang ada. Memaknai berarti bahwa objek objek tidak hanya membawa 7

informasi, dalam hal mana objek objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2009 :15). Peneliti memilih film Django Unchained karena film kontroversial yang membangkitkan kembali ingatan masyarakat akan sejarah rasisme justru mendapatkan dua piala Oscar tahun 2013. Film pemenang piala Oscar pun merupakan nilai lebih yang menarik untuk diteliti, ditambah lagi film ini sangat relevan untuk diperbincangkan. Dengan mengetahui dan memahami tanda-tanda yang menunjukkan gejala rasisme yang terdapat dalam film ini baik yang bersifat terbuka maupun terselubung, diharapkan siapapun dapat terhindar dari dampak negatifnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah representasi rasisme dalam film Django Unchained jika dianalisis menggunakan teknik semiotika Charles Sanders Peirce? 2. Apa makna yang terkandung pada tanda-tanda visual dan non visual yang bersifat ikonik, simbolik dan indeksial yang merepresentasikan rasisme dalam film Django Unchained? 8

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan bagaimana rasisme dalam film Django Unchained yang dianalisis menggunakan teknik semiotika Charles Sanders Peirce. 2. Menjelaskan makna tanda-tanda non visual serta visual ikonik, simbolik dan indeksial yang merepresentasikan rasisme dalam film Django Unchained. 1.4 Signifikansi Penelitian dan praktis Signifikansi penelitian akan dibagi menjadi dua jenis yaitu secara akademik 1.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi para ahli dan peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal serupa, ataupun penelitian yang tidak terpaku dengan penelitian yang sudah banyak ada. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka pengembangan ilmu komunikasi khususnya di bidang kajian semiotika film dan cultural studies tentang ras manusia. Selain itu penelitian ini juga menjelaskan 9

tentang pemahaman ilmiah, bahwa film sebagai komunikasi akan dipahami secara berbeda sesuai konteks budaya masing-masing individu. 1.4.2 Signifikansi Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa film dapat dikaji dalam berbagai ilmu, salah satunya adalah semiotika yang dapat digunakan dalam membaca tanda-tanda yang digunakan sepenuhnya atas dasar kekuasaan sutradara dan diinterpretasikan penuh atas dasar kekuasaan penonton. Lebih lanjut masyarakat dapat mengetahui dan memahami bagaimana film Django Unchained sebagai salah satu media komunikasi massa mengonstruksikan realitas rasisme dalam film bertema action. Penelitian ini juga sebagai salah satu syarat meraih gelar kesarjanaan strata satu pada jurusan jurnalistik fakultas ilmu komunikasi Universitas Multimedia Nusantara 10