BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sikap Remaja Terhadap Pelilaku Seksualitas bebas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

- SELAMAT MENGERJAKAN -

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

Skala Sikap Perilaku Seks Bebas SELAMAT MENGERJAKAN DAN TERIMA KASIH. No Pernyataan SS S TS STS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia terdiri dari remaja berusia tahun dan sekitar sembilan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan hasil data dan kajian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seks pranikah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sikap Remaja Terhadap Pelilaku Seksualitas bebas Menurut Hudson (2003) seksualitas bebas adalah perilaku dan aktifitas fisik seseorang yang didorong oleh hasrat seksual dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotik yang dilakukan sendiri maupun melibatkan orang lain di luar ikatan pernikahan. Sikap adalah respons yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu setelah mengetahui informasi dan pemberitahuan dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak (Hudson, 2003). Sikap remaja terhadap perilaku seksualitas bebas adalah respon yang diberikan oleh remaja terhadap perilaku dan aktivitas fisik seseorang yang didorong oleh hasrat seksual dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotik yang dilakukan sendiri meupun melibatkan orang lain diluar ikatan pernikahan setelah mengetahui informasi dan pemberitaan dalam wujud orientasi atau kecenderungan dalam bertindak (Hudson, 2003) Seks pranikah menurut Sarwono (2002) adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan tanpa ikatan perkawinan. Perilaku seks pranikah itu merupakan kecenderungan remaja untuk melakukan hal-hal yang makin dalam untuk melibatkan dirinya dalam hubungan fisik antar remaja yang berlainan jenis (Sarwono, 2002).

Astuti dalam Lilia, 2004 memberi gambaran secara rinci bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah dapat diuraikan sebagai berikut: 6. Bersentuhan, misalnya menyentuh jari atau tangan, berpegangan tangan. 7. Memeluk, misalnya memeluk bahu serta tubuh pasangan lebih didekatkan memeluk pinggang tubuh pasangan lebih dirapatkan. 8. Berciuman, misalnya cium pipi dan dahi, cium bibir secara singkat, cium bibir secara intens dan lama. 9. Saling meraba, misalnya meraba atau diraba payudara baik diluar maupun didalam pakaian, saling menempelkan alat kelamin baik menggunakan pembatas pakaian maupun tidak menggunakan pembatas pakaian, menggesek-gesekkan alat kelamin. 10. Bersenggama yaitu masuknya penis kedalam vagina yang kemudian memberikan rangsangan hingga keduanya mencapai orgasme. Hudson (2003) ada sebagian kalangan menganggap bahwa perilaku seksualitas bebas terpisah dari ukuran moral; artinya sah-sah saja sepanjang dilakukan atas dasar kebutuhan bersama. Khusus dalam pergaulan lawan jenis pada lingkungan bebas norma dan rendahnya kontrol sosial, cenderung mengundang hasrat dan kebutuhan seks serta menerapkannya secara bebas. Bagi kalangan remaja, seksualitas merupakan indikasi kedewasaan yang normal, bila remaja tidak cukup mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seksualitas, maka wajar kalau

remaja menafsirkan seksualitas semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi, dan tidak peduli dengan resiko. Sikap seksual menurut Hudson (2003) sesuai dengan skala Likert yang disusun, dikategorikan menjadi 4 sikap : 1. Sikap sangat tidak setuju yaitu: seseorang menganggap perilaku seksualitas pranikah merupakan suatu hal yang harus dihindari. 2. Sikap tidak setuju yaitu: seseorang tidak menyetujui dengan adanya perilaku seksualitas pranikah karena tidak sesuai dengan ajaran agama dan hanya sebagai pengetahuan saja. 3. Sikap setuju yaitu: seseorang menerima bahwa perilaku seksualitas pranikah merupakan suatu hal yang lumrah dan telah banyak terjadi di kalangan masyarakat. 4. Sikap sangat setuju yaitu: seseorang menyetujui dengan adanya perilaku seksualitas pranikah bahkan orang tersebut mendukungnya. 2.2 Faktor yang mempengeruhi sikap remaja terhadap perilaku seksualitas bebas Menurut Hudson (2003) latar belakang terjadinya perilaku seksualitas bebas pada umumnya dipengaruhi oleh 10 faktor, yaitu: 1. Gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama kayakinan agama dan moralitas

Ada orang tua yang menganggap tabu membicarakan tentang seksualitas dengan anak-anaknya sehingga orang tua hanya sedikit mengajarkan norma-norma tentang seksualitas kepada para remaja. Akibatnya, para remaja hanya sedikit tau tentang norma-norma yang ada sehingga remaja dapat melanggar norma-norma yang ada. Orang tua tidak mengajarkan pendidikan agama kepada para remaja sejak kecil dapat menyebabkan kurangnya pemahaman agama dan kurang dekat dengan Tuhan sehingga melakukan hubungan seks bebas tanpa ada rasa takut kepada Tuhan. Kepercayaan terhadapa agama sangat berpengaruh dalam perilaku seseorang. Remaja yang memiliki iman yang tinggi cenderung menjauhkan diri dari perilaku hubungan seks bebas. 2. Semakin terbukanya peluang pergaulan babas Pergaulan remaja sekarang ini semakin bebas, didukung dengan peluang yang ada. Remaja yang kurang mendapatkan perhatian atau kontrol dari kedua orang tua akan semakin mudah untuk melakukan pergaulan bebas dan remaja dapat dengan mudahnya melakukan hubungan seksualitas bebas tenpa mendapat larangan dari orang tua. 3. Kekosongan aktivitas fisik dan kognitif dalam kehidupan sehari-hari Remaja yang tidak dapat memanfaatkan waktu luang dengan baik, cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang kurang berguana. Kekosongan aktivitas dapat membuat remaja memikirkan hal-hal yang negatif dan berusaha mencari kesenangan

dan kepuasan dalam dirinya, seperti melakukan masturbasi, onani dan melamun. Remaja yang melakukan aktiviitas yang padat, kecil kemungkinan mempunyai kesempatan berpikir yang negatif atau melakukan perilaku seksualitas bebas. 4. Kepekaan penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan bebas dan seks bebas relatif tinggi Masa remaja merupakan masa seseorang mudah menerima sesuatu yang baru atau belum diketahui termasuk tentang seks bebas. Berawal dari rasa penasaran yang dimiliki oleh remaja, remaja mudah melakukan perilaku seksualitas bebas tanpa memikirkan resiko yangg akan dialami. Para remaja cenderung lebih mengikuti rasa penasaran untuk coba-coba dibandingkan dengan rasa penasaran terhadap resiko yang akan terjadi. 5. Rendahnya kepedulian dan kontrol sosial masyarakat Sebagian masyarakat hanya diam saat melihat remaja berpacaran dan berciuman di depan rumah. Rendahnya kontrol sosial dari masyarakat mengakibatkan sebagian remaja merasa bebas berperilaku seksualitas bebas karena para remaja menganggap masyarakat tidak akan menegur atau melarangnya. 6. Banyaknya media yang mempertontonkan seks bebas Banyaknya media yang memperlihatkan atau mempromosikan hubungan seksualitas. Para remaja juga dengan mudah mendapatkannya. Remaja dapat melalui

internet, majalah, VCD, atau HP. Remaja cukup membuka situs porno di internet dan remaja akan mendapatkan banyak gambar dan video perilaku seksualitas di situs porno. 7. Adanya kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan Adanya alat kontrasepsi yang dijual secara umum, mulai dari kondom, pil KB, dan alatkontrasepsi lainnya yang dapat dengan mudah didapatkan oleh para remaja di apotek dan toko. Para penjual dengan mudahnya menjual alat kontrasepsi tersebut kesemua orang tanpa memandang usia pembeli atau pemakai. Para remaja menganggap hubungan seksualitas aman-aman saja dilakukan selama remaja dengan mudah memperoleh alat kontrasepsi dan memperkecil resiko kehamilan. 8. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya Kurangnya pengetahuan dan informasi dikalangan remaja mengenai bahaya hubungan seksualitas pranikah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksualitas pranikah. Para remaja baru tahu bahaya melakukan hubungan seks pranikah adalah kehamilan diluar nikah, tanpa meikirkan bahaya yang lain seperti PMS, HIV dan kanker mulut rahim. Remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai bahaya hubungan seks pranikah memiliki kemungkinan besar melakukan hubungan seksualitas pranikah.

9. Sikap dan busana yang mengundang hasrat seksualitas Remaja wanita cenderung menggunakan pakaian yang kurang pantas digunakan dalam kesehariannya, termasuk waktu berpacaran. Baju yang minim akan mengundang remaja laki-laki ingin melakukan hal yang tidak boleh dilakukan. Sebagian para lelaki merasa senang dengan wanita yang menggunakan baju yang mempertontonkan bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan, melihat bagian tubuh wanita yang jarang dilihat mengundang nafsu birahi para remaja laki-laki dan ingin melakukan hubungan seks bersama dengan pasangannya. 10. Tersedianya lokalisasi atau legalitas pekerja seks Para remaja dapat dengan mudah memperoleh pasangan untuk melakuakan hubungan seks di tempat-tempat yang menyediakan para pekerja seks. Para remaja hanya tinggal mengeluarkan uang untuk membayar para pekerja seks dan dengan mudah mendapatkan kepuasan seksualitas. Sampai sekarang tempat lokalisasi dapat dikunjungi oleh siapapun, dan dari kelangan usia berapapun asal dapat membayar para pekerja seks tersebut. Keadaan demikian memberi peluang remaja dengan mudah melampiaskan hasrat seksualnya.

Menurut Hudson (2003) aspek sikap remaja terhadap perilaku seksualitas pranikah mengkait dengan empat aspek : a. Aspek biologis Aspek biologis merupakan aspek yang berkaitan dengan berfungsinya organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjaga atau merawat kesehatan reproduksi, memfungsikan secara optimal pengetahuan mengenai bahayanya melakukan seks bebas. Aspek biologis ini berkaitan dengan perilaku seksualitas bebas yang meliputi kissing, necking, petting dan intercourse. b. Aspek psikologis Aspek psikologis berhubungan dengan permasalahan perasaan seseorang. Remaja melakukan hubungan seks pranikah dikarenakan dua alasan yaitu: 1. Atas dasar saling mencintai, melakuan hubungan seksualitas bebas sebagai pencurahan kasih sayang. 2. Atas dasar pemuas nafsu dan kebutuhan materi. c. Aspek moral Aspek moral mencakup anggapan dari seseorang individu terhadap hubungan seks bebas, misalnya anggapan bahwa suatu hubungan seks bebas itu merupakan hubungan yang normal, tidak normal, wajar, tidak wajar, boleh, tidak boleh, ataupun baik, atau tidak menurut masing-masing individu.

d. Aspek sosial Merupakan aspek yang melihat bagaiman seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaiman seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Seksualitas dipengruhi oleh norma, lingkungan dan pereturan adat yang menentukan apakah perilaku di terima atau ditolakberdasarkan budaya yang ada. Misalnya budaya timur khususnya Indonesia yang menganggap bahwa orang yang melakukan hubungan seks bebas merupakan aib atau perilaku yang tidak dapat diterima oleh norma-norma yang ada walaupun sekarang mulai memudar. Namun, dalam kebudayaan barat perilaku seksualitas bebas dipandang sebagai hal yang wajar dan biasa terjadi. 2.3 Bahaya perilaku seksualitas bebas Menurut Dianawati (2006) mengemukakan resiko hubungan seksualitas pranikah remaja meliputi : a. Kehamilan yang beresiko Seorang remaja yang melakukan perilaku seksualitas sampai pada hubungan seks dapat mengalami kehamilan. Masa remaja atau masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Ketika sudah mengalami menstruasi maka perempuan sudah siap untuk dibuahi dan pada laki-laki yang telah mengalami mimpi basah akan menghasilkan sperma yang siap untuk membuahi.

Maka dari itu, remaja telah mampu bereproduksi walaupun belum mampu bertanggung jawab sepenuhnya. Kehamilan usia remaja dapat menyebabkan cacat fisik maupun mental bahkan sampai pada kematian baik itu bayi maupun ibunya. b. Aborsi Aborsi adalah tindakan untuk mengakhiri masa kehamilan yang tidak dikehendaki. Apabila aborsi dilakukan sembarangan dapat membahayakan jiwa seseorang karena dari aborsi yang salah dapat menyebabkan infeksi yang disertai pendarahan bahkan kematian. Efek lain dari aborsi adalah timbulnya trauma, sedih dan perasaan bersalah dari dalam diri individu. c. Terkena penyakit menular seksual (PMS) Dari aktivitas seksual yang tidak sehat dapat memunculkan penyakit menular seksual yang sangat berbahaya. PMS dapat dengan mudah menular melalui hubungan seksual, terutama pada pasangan yang telah terinfeksi PMS sebelumnya. Pengobatannyapun untuk setiap jenis penyakit yang sering dikenal yaitu HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. 2.4 Pencegahan perilaku seksualitas bebas Soetjiningsih (2008) menerangkan upaya pencagahan hubungan seks pranikah remaja. Upaya pencegahan hubungan seks pranikah dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas hubungan orang tua dan remaja Sebagai orang tua hendaknya bersikap terbuka terhadap masalah seksual, sehinggga bisa menjadi tempat curhat bagi anak yang membutuhkan informasi seksual. Sikap dan perilaku orang tua juga berperan sebagai contoh atau teladan anaknya dalam menyikapi hubungan seks pranikah. 2. Ketrampilan menolak tekanan negatif dari teman. Teman sebaya atau teman bergaul mempunyai pengaruh yang besar dalam mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Untuk itu remaja perlu berinisiatif dalam melakukan penolakan terhadap ajakan teman yang mengarah ke hal yang negatif atau lebih amannya, perlu memilih teman yang membawa pengaruh positif dalam bergaul sehingga remaja dapat bersikap bijaksana terhadap hubungan seks pranikah. 3. Meningkatkan relijiusitas remaja yang baik Ajaran agama untuk remaja sebaiknya tidak hanya dikhotbahkan akan tetapi diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang nyata yang dikaitkan dengan dengan masalah-masalah kontekstual dalam kehidupan remaja (misalnya masalah kesehatan reproduksi dan seksual). Dari kegiatan yang nyata akan membentuk sikap remaja yang bijaksana khususnya dalam menyikapi hubungan seks pranikah.

4. Pembatasan atau pengaturan peredaran media pornografi Diharapkan media member manfaat yang positif yaitu lebih menampilkan pesanpesan seksualitas yang mendidik, karena sebenarnya media dapat dimanfaatkan sebagai media yang ampuh dalam menyampaikan materi pendidikan seksualitas. Dengan informasi yang positif maka akan membawa dampak positif pula pada sikap dan perilaku remaja. 5. Promosi tentang kasahatan seksual bagi remaja yang melibatkan peran sekolah, pemerintah dan lembaga non pemerintah Siswa perlu memanfaatkan layanan bimbingan konseling yang ada dalam memberikan pendidikan seks untuk siswa. Lembaga pemerintah ataupun lembaga non pemerintah perlu mengadakan seminar mengenai kesehatan seksual remaja dan pendidikan seksual secara keseluruhan. Penyampaiannya perlu dibuat secara menarik agar siswa secara sadar diri dapat mengambil sikap terhadap hubungan seks pranikah secara bijaksana dengan sendirinya tanpa paksaan dari siapapun, karena kesadaran diri dari remaja itu sendiri merupakan cara yang paling penting dalam mencegah hubungan seks pranikah.

2.5 Bimbingan Klasikal 2.5.1 Pengertian bimbingan klasikal Bimbingan klasikal merupakan suatu bimbingan yang digunakan untuk mencegah masalah-masalah perkembangan, meliputi: informasi, pendidikan, pekerjaan, personal, dan sosial dilaksanakan dalam bentuk pengajaran yang sistematis dalam suatu ruang kalas yang berisi antara 20-25 siswa dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman diri dan orang lain serta perubahan sikap dengan menggunakan berbagai media dan dinamika kelompok,gazda (dalam ikippgrismg.ac.id ). Bimbingan klasikal adalah layanan bantuan bagi siswa yang berjumlah antara 30-40 orang atau satu kelas melalui kegiatan klasikal yang disajikan secara sistematis, bersifat prefentif dan memberikan pemahaman diri dan pemahanan tentang orang lain yang berorientasi pada bidang pembelajaran, pribadi, sosial dan karier dengan tujuan menyediakan informasi yang akurat dan dapat membantu individu untuk merencanakan pengambilan keputusan dalam hidupnya serta mengembangkan potensinya secara optimal (dalam ikippgrismg.ac.id). Yusuf dan Nurishan (2008) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan klasikal adalah agar individu dapat: a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, serta kehidupannya di masa yang akan datang

b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki secara optimal mungkin c. Dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. 2.5.2 Fungsi bimbingan klasikal Fungsi bimbingan klasikal meliputi fungsi preventif dan pemahaman (Gazda dalam ikippgrismg.ac.id). Fungsi bimbingan klasikal lebih bersifat preventif dan berorientasi pada pengembanganpribadi siswa yang meliputi bidang pembelajaran, bidang sosial dan bidang karir (Siwabessy dan Hastoeti 2008). Fungsi bimbingan klasikal menurut Nurihsan(2006) adalah pengembangan, penyaluran, adaptasi, dan penyesuaian. Fungsi preventif atau pencegahan adalah fungsi bimbingan untuk menghindarkan diri dari terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan dan ataupun membahayakan dirinyadan orang lain. Fungsi pemahaman adalah fungsi bimbingan untuk membantu siswa agarmemiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya, sehingga mampumengembangkan potensi diri secara optimal, dan mampu menyesuaikan diri denganlingkungan secara dinamis dan konstruktif 2.5.3 Keunggulan bimbingan klasikal Keunggulan bimbingan klasikal adalah: d. Informasi yang di sampaikan atau jenis kegiatan dapat dilakukan menjangkau sejumlah siswa secara merata para siswa sekelas dapat menerima informasi yang

sama dari suatu sumber apakah guru/ konselor atau sumber yang lain secara bersama-sama dengan demikian dapat meminimalkan pemahaman yang keliru atau kesalahan persepsi. e. Bimbingan klasikal memungkinkan para siswa saling memahami, terbuka, menilai, mengomentari dengan jujur dan tulus sesuai pengarahan konselor. f. Bimbingan klasikal dapat member peluang bagi siswa untuk belajar bertoleransi. Siswa dapat mengenal, memahami, menarima, dan dapat mengarahkan diri secara positif apabila konselor dapat mengelola kelas dangan baik. 2.6 Kajian yang berhubungan Penelitian yang dilakukan Wibawa (2006) yang meneliti siswa SMA N 2 Tangerang, menerangkan bahwa pendidikan seks melalui layanan bimbingan klasikal sangat efektif untuk membimbing siswa mampu belajar memahami, belajar mengelola dorongan seksual secara sehat seperti menunda berhubungan seksual sebelum menikah dengan cara mengendalikan atau mengalihkan pada kegiatan yang positif dan sehat seperti organisasi, olahraga, seni dan pramuka. Sedangkan Febriansyah (2006) juga menerangkan bahwa bimbingan seksualitas dapat menurunkan sikap siswa SMA Kuantan Tengah terhadap hubungan seks pranikah. Creagh (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada perubahan sikap siswa SMA di Yogyakarta terhadap hubungan seks pranikah menjadi lebih baik setelah mendapatkan pendidkan seks yang diberikan di sekolah melalui layanan

bimbingan dan konseling yang didampingi ajaran agama, iman, dan norma-norma yang ditentukan masyarakat. Menurut hasil kuisioner sikap siswa terhadap seks terhadap hubungan seks prenikah sebesar 61.1% siswa setuju terhadap hubungan seks pranikah dan setelah mendapatkan seminar tentang seks beberapa kali sikap siswa yang setuju terhadap hubungan seks pranikah menjadi 16.4% saja. Keberhasilan pendidikan seks dalam mempengaruhi sikap siswa terhadap hubungan seks pranikah dapat dicapai dengan didampingi ajaran agama, iman dan norma-norma yang ditentukan di masyarakat. Hayati (2006) juga menerangkan bahwa pendidikan seks melalui layanan bimbiningan di kelas dan dibantu oleh bimbingan dari orang tua di rumah dapat mencegah siswa SLTP Kabupaten Dairi Sumatra Utara untuk tidak melakukan hubungan seks pranikah. 2.7 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Pemberian layanan bimbingan klasikal secara signifikan dapat menurunkan perilaku seks bebas siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga.