BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Manajemen Proyek. Teknik Industri Universitas Brawijaya

Critical Path Method (CPM) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan. Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini ialah :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN WAKTU PROYEK MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK. Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

Riset Operasional. ELEMEN ANALISIS JARINGAN menggunakan beberapa istilah dan simbol berikut ini:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran dan

TEKNIK PERENCANAAN DAN PENJADWALAN PROYEK RUMAH TINGGAL DENGAN BANTUAN PROGRAM PRIMAVERA PROJECT PLANNER 3.0. Erwan Santoso Djauhari NRP :

TEKNIK ANALISA JARINGAN (CPM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Proyek. Proyek adalah sederetan tugas yang diarahkan pada suatu hasil output utama

PERT dan CPM adalah suatu alat manajemen proyek yang digunakan untuk melakukan penjadwalan, mengatur dan mengkoordinasi bagian-bagian pekerjaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Operasi. Modul Final Semester MODUL PERKULIAHAN. Tatap Kode MK Disusun Oleh Muka 10 MK Andre M. Lubis, ST, MBA

Operations Management

Penjadwalan proyek. 1. Menunjukkan hubungan tiap kegiatan dan terhadap keseluruhan proyek

EMA302 - Manajemen Operasional Materi #9 Ganjil 2014/2015. EMA302 - Manajemen Operasional

BAB III METODOLOGI. Data yang dominan dalam Tugas Akhir ini adalah Data Sekunder,

Proyek : Kombinasi dan kegiatan-kegiatan g (activities) yang saling berkaitan dan harus dilaksanakan dengan mengikuti suatu urutan tertentu sebelum se

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KEPUSTAKAAN. untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan

MANAJEMEN WAKTU PROYEK

PROJECT TIME MANAGEMENT (MANAJEMEN WAKTU PROYEK BAG.1) (MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Parno, SKom., MMSI. Personal Khusus Tugas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada Proyek Pemasangan 3 (tiga) unit Lift Barang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PERCEPATAN WAKTU PADA SUATU PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN METODE JALUR KRITIS

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI PERENCANAAN PERCEPATAN DURASI PROYEK DENGAN METODE LEAST COST ANALYSIS

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK MENGGUNAKAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM) BERDASARKAN METRIC DISTANCE RANK PADA BILANGAN FUZZY SKRIPSI

Manajemen Operasional PENJADWALAN DAN PENGAWASAN PROYEK

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN KERJA (NETWORK PLANNING)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II STUDI PUSTAKA

MANAJEMEN PROYEK. Manajemen proyek meliputi tiga fase : 1. Perencanaan 2. Penjadwalan 3. Pengendalian

Perencanaan dan Pengendalian Proyek. Pertemuan V

PROJECT PLANNING AND CONTROL. Program Studi Teknik Industri Universitas Brawijaya

APLIKASI ANALISIS NETWORK PLANNING PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN METODE CPM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan dan

PENJADWALAN PROYEK DENGAN ALAT BANTU PROGRAM PRIMAVERA PROJECT PLANNER 3.0 (P3 3.0)

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

MATERI 8 MEMULAI USAHA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik proyek konstruksi adalah sebagai berikut ini. 1. Kegiatannya dibatasi oleh waktu.

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN WAKTU PROYEK

BAB II BAHAN RUJUKAN

JALUR KRITIS (Critical Path)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENENTUAN JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN REHABILITASI JALAN ALIANYANG KOTA PONTIANAK DENGAN PRECEDENCE DIAGRAM METHOD (PDM)

PERTEMUAN 11 Float dan Lintasan Kritis

PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK (Perencanaan Waktu-3 : CPM)

Operations Management

BAB2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasional

DAFTAR ISI JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENERAPAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ITERATIF MAKS-PLUS PADA MASALAH LINTASAN TERPANJANG

Manajemen Waktu Proyek 10/24/2017

PENTINGNYA MANAJEMEN PROYEK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

DIAGRAM JARINGAN KERJA (Network Diagram)

MAKALAH RISET OPERASI NETWORK PLANNING

MANAJEMEN OPERASIONAL LANJUTAN 2008 NANI SUTARNI 2010

MINGGU KE-6 MANAJEMEN WAKTU (LANJUTAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI Proyek Pengertian Proyek Menurut D.I. Cleland dan W.R. King definisi proyek sebagai berikut:

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #5 Ganjil 2014/2015 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI

MANAJEMEN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN (WAKTU) PROYEK

BAB II LANDASAN TEORI. produk dan jasa dari satu tempat mudah mencapai tempat lain, maka hanya

PERTEMUAN 9 JARINGAN KERJA (NETWORK)

BAB II DASAR TEORI. yang diharapkan stakeholder dari proyek tersebut (Project Managemen

CPM DAN PERT CRITICAL PATH METHOD AND PROGRAM EVALUATION REVIEW TECHNIQUE. Pertemuan Copyright By Nurul Adhayanti

BAB III METODE CPM-PERT PADA JARINGAN. Sebelumnya pada bab II sudah dijelaskan tentang teori graf, teori graf ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

2.2. Work Breakdown Structure

STUDI PENJADUALAN, PERENCANAAN BIAYA DAN PENGENDALIAN JADUAL PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MICROSOFT PROJECT 2003

MANAJEMEN PROYEK (CPM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Manajemen Waktu Dalam Proyek

BAB II LANDASAN TEORI. Pengelola proyek selalu ingin mencari metode yang dapat meningkatkan

Pertemuan 5 Penjadwalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Network Sapta Candra Miarsa, ST.,MT.

NETWORK (Analisa Jaringan)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Proyek Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan. Penjadwalan proyek adalah kegiatan menetapkan jangka waktu kegiatan proyek yang harus diselesaikan, bahan baku, tenaga kerja serta waktu yang dibutuhkan oleh setiap aktivitas. Penjadwalan atau scheduling adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing masing aktivitas dalam rangka menyelesaikan suatu proyek hingga tercapai hasil optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada. Adapun suatu penjadwalan diperlukan untuk menunjukkan hubungan tiap aktivitas lainnya dan terhadap keseluruhan proyek, mengidentifikasikan hubungan yang harus didahulukan diantara aktivitas, menunjukkan perkiraan biaya dan waktu yang realistis untuk tiap aktivitas, dan membantu penggunaan tenaga kerja, uang dan sumber daya lainnya dengan cara yang optimal pada suatu proyek. Soeharto (2005) mengemukakan bahwa jaringan kerja merupakan metode yang dianggap mampu menyediakan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu aktivitas unsur proyek, dan pada giliran selanjutnya dapat dipakai memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan. Diantara berbagai versi analisis jaringan kerja yang amat luas pemakaiannya adalah Metode Lintasan Kritis (Critical Path Method CPM), Teknik Evaluasi dan Review Proyek (Project Evaluation and Review Technique PERT), dan Metode Diagram Preseden (Preceden Diagram Method - PDM). 2.2 CPM (Critical Path Method) Teknik Evaluasi dan Review proyek (dikenal luas sebagai Program Evaluation and Review Technique PERT) dan Metode Lintasan Kritis (umumnya disebut Critical Path Method - CPM) dikembangkan di tahun 1950 - an untuk membantu para manajer melakukan penjadwalan, pemantauan, serta pengendalian proyekproyek besar dan kompleks. CPM muncul terlebih dahulu di tahun 1957 sebagai

perangkat yang dikembangkan oleh J.E. Kelly dari Remington Rand dan M.R. Walker dari dupont untuk membantu pembangunan dan pemeliharaan pabrik kimia di dupont (Heizer dan Render, 2009). CPM merupakan metode yang menggunakan satu angka estimasi durasi kegiatan tertentu (deterministik) atau perkiraan waktu (durasi) tunggal untuk setiap aktivitas (Single Duration Estimate). Metode CPM atau dikenal juga dengan metode lintasan kritis, banyak digunakan kalangan industri atau proyek engineering konstruksi. Cara ini digunakan apabila durasi aktivitas dapat diketahui dengan akurat dan tidak terlalu berfluktuasi. CPM (Critical Path Method) adalah metode penjadwalan proyek yang diaplikasikan dalam bentuk diagram panah dimana dalam diagram ini status aktivitas ditentukan dan digambarkan dalam jaringan kerja (network). Urutan aktivitas yang digambarkan dalam diagram jaringan tersebut menggambarkan ketergantungan suatu aktivitas terhadap aktivitas yang lain, dimana setiap aktivitas memiliki kurun waktu pelaksanaan yang sudah ditentukan (deterministic) (Laksito, 2005). Pada diagram CPM dapat dilihat secara spesifik bahwa hubungan logika ketergantungan yang dipakai pada semua item pekerjaan yaitu Finish to Start (FS). Begitu juga dengan waktu penyelesaian proyek yang dapat diperkirakan karena dihitung secara matematis. Selain itu pada metode CPM juga dapat dilihat adanya lintasan kritis pada suatu jadwal proyek sehingga apabila terjadi keterlambatan pada pekerjaan proyek, prioritas pekerjaan yang akan dievaluasi menjadi lebih mudah dilakukan. Item-item pekerjaan yang dilalui oleh lintasan kritis tersebut akan diawasi secara ketat agar tidak mengalami keterlambatan karena dapat menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Selain kelebihan CPM di atas, ada juga kelemahan pada metode CPM. Hal ini terjadi jika terdapat item aktivitas yang tumpang tindih pada metode CPM suatu proyek dan terdapat item aktivitas yang berulang sehingga penggunaan dummy menjadi berlebihan. Begitu juga bila tedapat hubungan logika ketergantungan Start to Start yang menyebabkan suatu item pekerjaan dibuat dalam beberapa segmen karena dalam metode CPM hanya mengenal hubungan logika ketergantungan Finish to Start (FS) sehingga membuat CPM yang merupakan suatu alat penjadwalan proyek menjadi sulit untuk dimengerti oleh banyak orang. Pada metode CPM tidak dapat diidentifikasikan tingkat produktifitas aktivitas berulang sehingga tidak dapat mendeteksi inefisiensi penggunaan alokasi sumber daya yang disebabkan oleh berhentinya suatu pekerjaan. Hal ini menyebabkan adanya penambahan sumber daya manusia untuk mengerjakan item

pekerjaan yang mulai dikerjakan sebelum pekerjaan yang mendahuluinya selesai. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa CPM tidak dapat mempertahankan kontinuitas tingkat produktifitas aktivitas berulang sehingga terjadi inefisiensi penggunaan alokasi sumber daya akibat terdapatnya penumpukan pekerjaan pada suatu waktu. 2.2.1 Jaringan Kerja CPM (Critical Path Method) Untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pengendalian dalam menghadapi jumlah aktivitas dan kompleksitas proyek yang cenderung bertambah, salah satu usahanya dengan menggunakan analisis jaringan kerja yang merupakan penyajian perencanaan dan pengendalian khususnya jadwal kegiatan proyek secara analitis dan sistematika. Jaringan kerja ini merupakan jaringan yang terdiri dari serangkaian kegiatan untuk menyelesaikan suatu proyek berdasarkan urutan urutan dan ketergantungan aktivitas satu dengan aktivitas lainnya. Untuk menyikapi jaringan proyek secara lengkap, dalam arti siap pakai untuk tugas tugas perencanaan, menyusun jadwal pekerjaan dan tolak ukur pengendalian, dibutuhkan proses yang panjang dan bertingkat tingkat. Hal ini diawali dengan teknik membuat jaringan kerja dan diakhiri dengan meningkatkan kualitasnya serta memasukkan faktor faktor lain. Diantaranya yang terpenting adalah: 1. Model Kegiatan Kegiatan-kegiatan yang merupakan komponen proyek dan hubungan antara satu dengan yang lainnya disajikan dengan menggunakan tanda-tanda, yaitu: a. Kegiatan pada anak panah, atau Activity on Arrow (AOA). Kegiatan digambarkan dengan anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua peristiwa. Ekor anak panah adalah awal dan ujungnya adalah akhir kegiatan. Peristiwa terdahulu i Kegiatan Kurun waktu Peristiwa berikutnya j Gambar 2.1. Kegiatan Activity on Arrow

b. Kegiatan ditulis dalam kotak atau lingkaran, yang disebut Activity on Node (AON). Anak panah menjelaskan hubungan ketergantungan diantara kegiatankegiatan. Kegiatan A Garis Penghubung Kegiatan B Gambar 2.2. Kegiatan Activity on Node 2. Notasi yang digunakan Untuk memudahkan perhitungan penentuan waktu digunakan notasi notasi sebagai berikut: TE = earliest event occurence time, yaitu saat paling cepat terjadinya event. TL = latest event occurence time, yaitu saat paling lama terjadinya event. ES = EF = LS = LF = earliest activity start time, yaitu saat paling cepat dimulainya aktivitas. earliest activity finish time, yaitu saat paling cepat diselesaikannya aktivitas. latest activity start time, yaitu saat paling lama dimulainya aktivitas. latest activity finish time, yaitu saat paling lama diselesaikannya aktivitas. t = activity duration time, yaitu waktu yang diperlukan untuk suatu aktivitas (biasa dinyatakan dalam hari). S = total float / total slack. 3. Asumsi dan cara perhitungan Dalam melakukan perhitungan penentuan waktu digunakan tiga buah asumsi dasar, yaitu: a. Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event. b. Saat paling cepat terjadinya initial event adalah hari ke nol. c. Saat paling lama terjadinya terminal event adalah TL = TE untuk event ini.

Adapun cara perhitungan yang harus dilakukan terdiri atas dua cara, yaitu cara perhitungan maju (forward computation) dan perhitungan mundur (backward computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial event menuju ke terminal event. Maksudnya ialah menghitung saat paling cepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas aktivitas (TE, ES dan EF). Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya ialah untuk menghitung saat paling lama terjadinya events dan saat paling lama dimulainya dan diselesaikannya aktivitas aktivitas (TL, LS dan LF). Dengan selesainya kedua perhitungan ini, barulah float dapat dihitung. 2.2.2 Perhitungan Maju Ada tiga langkah yang dilakukan pada perhitungan maju, yaitu: 1.Saat paling cepat terjadinya initial event ditentukan pada hari ke nol sehingga untuk initial event berlaku TE = 0. (Asumsi ini tidak benar untuk proyek yang berhubungan dengan proyek proyek lain.) 2.Jika initial even terjadi pada hari yang ke-nol, maka: ES (i,j) = TE (j) = 0 EF (i,j) = ES (i,j) + t (i,j) (2. 1) EF (i,j) = TE (i) + t (i,j) (2. 2) 3. Event yang menggabungkan beberapa aktivitas (merge event). EF (i1,j) EF (i2,j) j EF p(i3,j) Gambar 2.3. Bentuk merge event yang menggabungkan beberapa aktivitas

Sebuah event hanya dapat terjadi jika aktivitas aktivitas yang mendahuluinya telah diselesaikan. Maka saat paling cepat terjadinya sebuah event sama dengan nilai terbesar dari saat paling cepat untuk menyelesaikan aktivitas aktivitas yang berakhir pada even tersebut. TE (j) = max EF (i1,j), EF (i2,j),, EF (in,j) (2. 3) 2.2.3 Perhitungan Mundur Seperti halnya pada perhitungan maju, pada perhitungan mundur juga terdapat tiga langkah yaitu: 1. Pada terminal event berlaku TL = TE. 2. Saat paling lama untuk memulai suatu aktivitas sama dengan saat paling lama untuk menyelesaikan aktivitas itu dikurangi dengan duration aktivitas tersebut. LS = LF t (2. 4) LF (i,j) = TL dimana TL = TE ; maka LS (i,j) = TL ( j) t (i,j) (2. 5) 3. Event yang mengeluarkan beberapa aktivitas (burst event). LS (i,j1 ) i LS (i,j2 ) LS (i,j3 ) Gambar 2.4. Bentuk burst event yang mengeluarkan beberapa aktivitas Setiap aktivitas hanya dapat dimulai apabila event yang mendahuluinya telah terjadi. Oleh karena itu, saat paling lama terjadinya sebuah event sama dengan nilai terkecil dari saat saat paling lama untuk memulai aktivitas aktivitas yang berpangkal pada even tersebut.

TL ( i) = min LS (i,j1 ), LS (i,j2 ),, LS (i,jn ) (2. 6) 2.2.4 Perhitungan Kelonggaran Waktu (Float atau Slack) Setelah perhitungan maju dan perhitungan mundur selesai dilakukan, maka berikutnya harus dilakukan perhitungan kelonggaran waktu (float / slack) dari aktivitas (i, j) yang terdiri atas total float dan free float. Total float adalah jumlah waktu dimana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Karena itu, total float ini dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lama dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas (LS ES), atau bisa juga dengan mencari selisih antara saat paling lama diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (LF-EF), dalam hal ini cukup dipilih salah satu saja. Jika akan menggunakan persamaan S = LS ES, maka total float aktivitas (i, j) adalah : S (i,j) = LS (i,j) ES (i,j) (2. 7) Dari perhitungan mundur diketahui bahwa LS (i,j) = TL ( j) t (i,j). Sedangkan dari perhitungan maju ES (i,j) = TE ( i). Maka: S (i,j) = TL ( j) t (i,j) TE ( i) (2. 8) Jika akan menggunakan persamaan S = LF EF, maka total float aktivitas (i, j) adalah: S (i,j) = LF (i,j) EF (i,j) (2. 9) Dari perhitungan maju diketahui bahwa EF (i,j) = TE ( i) + t (i,j). Sedangkan dari perhitungan mundur LF (i,j) = TL ( j). Maka: S (i,j) = TL ( j) TE ( i) t (i,j) (2. 10) Suatu aktivitas yang tidak mempunyai kelonggaran waktu (float) disebut aktivitas kritis, dengan kata lain aktivitas kritis mempunyai S (Float) = 0.

2.3 Teori Himpunan F uzzy Pada awal tahun 1965, Lotfi Asker Zadeh, seorang professor di Universitas California di Barkley memberikan sumbangan yang berharga untuk teori pembangunan sistem yaitu teori himpunan fuzzy (samar). Teori ini dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, antara lain: algoritma kontrol, diagnosa medis, sistem pendukung keputusan, ekonomi, teknik, psikologi, lingkungan, keamanan dan ilmu pengetahuan (Setiadji, 2009). Klir dan Folger (1988) mengemukakan bahwa himpunan crisp ditegaskan dengan membagi individu ke dalam dua bagian kelompok di dalam semesta pembicaraannya, yaitu: anggota (yang termasuk di dalam himpunan) dan bukan anggota (yang tidak termasuk di dalam himpunan). Kejelasan dan ketidaksamaran yang ada diantara anggota dan bukan anggota dari suatu kelas atau kategori dihadirkan dalam sebuah himpunan crisp. Lee (2005) mengemukakan bahwa konsep himpunan fuzzy merupakan pengembangan dari sebuah himpunan crisp. Sebuah himpunan semesta X didefinisikan ke dalam suatu semesta pembicaraan dan dimasukkan ke dalam semua kemungkinan elemen elemen yang berhubungan dengan persoalan yang diberikan. Jika didefinisikan sebuah himpunan A dalam suatu himpunan semesta X, maka A merupakan himpunan bagian dari X. A X Dalam kasus ini, dikatakan bahwa himpunan A tersebut termasuk ke dalam himpunan semesta X. Jika A tidak termasuk ke dalam X, hubungan ini dinotasikan sebagai berikut: A X Definisi (Himpunan Fuzzy) Andaikan X adalah himpunan semesta dimana elemennya dinotasikan sebagai x. Maka himpunan fuzzy A dinotasikan A dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut. A = {(x, μ A (x)) x X} (2. 11) Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu bilangan riil dalam selang tertutup [0, 1]. Dengan perkataan lain derajat keanggotaan dari suatu himpunan fuzzy A dalam semesta X adalah pemetaan µ A dari X ke selang [0, 1], yaitu:

µ A X [0, 1]. (2. 12) Nilai fungsi µ A (x) menyatakan derajat keanggotaan unsur x X dalam himpunan fuzzy A. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan sama sekali bukan anggota himpunan fuzzy tersebut (Susilo, 2006). 1, x A μ A (x) = 0, x A (2. 13) 2.4 Bilangan Fuzzy Definisi (Bilangan Fuzzy) Susilo (2006) Secara formal suatu bilangan fuzzy A didefinisikan sebagai himpunan fuzzy dalam semesta himpunan semua bilangan riil Ʀ yang memenuhi empat sifat sebagai berikut: 1. A haruslah himpunan fuzzy yang normal 2. Mempunyai pendukung yang terbatas 3. Semua potongan α nya adalah selang tertutup dalam Ʀ 4. A adalah konveks Definisi (Himpunan Fuzzy Normal) Bector dan Chandra (2005) Andaikan A adalah suatu himpunan fuzzy dalam X. Tinggi h(a ) dari suatu himpunan fuzzy A didefinisikan sebagai berikut : h A = sup x X μ A (x) (2. 14) Jika h A = 1, maka himpunan fuzzy A dikatakan sebagai himpunan fuzzy yang normal, akan tetapi dikatakan subnormal apabila 0 < h A < 1, dan himpunan fuzzy subnormal dapat dijadikan himpunan fuzzy normal dengan cara mendefinisikan ulang fungsi keanggotaan μ A (x)/ h A, x X. Definisi (Pendukung Himpunan Fuzzy). Andaikan A adalah sebuah himpunan fuzzy dalam X. Maka Pendukung A, dinotasikan oleh S(A ), adalah himpunan crisp yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan tak nol dalam A, yaitu : S A = { x X μ A (x) > 0}. (2. 15)

Definisi (α cut). Andaikan A adalah sebuah himpunan fuzzy dalam X dan α (0,1]. α cut dari himpunan fuzzy A adalah himpunan tegas A α yaitu A α = { x X μ A (x) α}. (2. 16) Definisi (Himpunan Fuzzy Konveks). Suatu himpunan fuzzy A dalam Ʀ n dikatakan sebuah himpunan fuzzy yang konveks apabila α cut A α nya adalah himpunan crisp yang konveks untuk semua α (0, 1]. Definisi (Himpunan Fuzzy Terbatas). Suatu himpunan fuzzy A dalam Ʀ n dikatakan himpunan fuzzy yang terbatas apabila α cut A α nya adalah himpunan crisp yang terbatas untuk semua α (0, 1]. Bector dan Chandra (2005) mengungkapkan bahwa suatu himpunan fuzzy A dalam Ʀ n yang konveks dan yang terbatas disebut juga sebagai himpunan fuzzy konveks dan terbatas. Teorema berikut memberikan sebuah definisi yang ekuivalen dengan himpunan fuzzy konveks. Teorema 2.1 Suatu himpunan fuzzy A dalam Ʀ n adalah himpunan fuzzy konveks jika dan hanya jika untuk semua x 1, x 2 Ʀ n dan 0 λ 1, µ A (λx 1 + (1 λ)x 2 ) min(µ A ( x 1 ), µ A (x 2 )) (2. 17) Bukti. Andaikan A adalah himpunan fuzzy konveks berdasarkan definisi. Andai α = µ A (x 1 ) µ A (x 2 ). Maka x 1 A α, x 2 A α, λx 1 + (1 λ)x 2 A α oleh konveksitas A α. Oleh karena itu, µ A (λx 1 + (1 λ)x 2 ) α = min(µ A ( x 1 ), µ A (x 2 )). Sebaliknya, jika derajat keanggotaan µ A dari himpunan fuzzy A dipenuhi dalam pertidaksamaan Teorema 1, dengan mengambil α = µ A (x 1 ), A α dapat dipandang sebagai himpunan di semua titik x 2 yang mana µ A (x 2 ) α = µ A (x 1 ). Oleh karena untuk semua x 1, x 2 A α, µ A (λx 1 + (1 λ)x 2 ) min(µ A ( x 1 ), µ A (x 2 )) = µ A (x 1 ) = α, yang menyatakan bahwa λx 1 + (1 λ)x 2 A α. Oleh karenanya A α merupakan himpunan konveks untuk setiap α (0,1]. Demeulemeester dan Herroelen (2002) mengungkapkan bahwa sebuah bilangan fuzzy A didefinisikan sebagai suatu himpunan fuzzy yang konveks dan

normal. Derajat keanggotaannya dipetakan dari bilangan riil Ʀ ke interval tertutup [0,1], yang mana digambarkan sebagai berikut: dimana L A [a, b] [0, 1] dan R A [c, d] [0, 1]. (2. 18) 2.5 Derajat Keanggotaan untuk Durasi Aktivitas (Kegiatan) Banyak derajat keanggotaan dapat didefinisikan berdasarkan definisi di atas. Dua jenis bilangan fuzzy yang paling populer adalah bilangan fuzzy trapezoidal dan bilangan fuzzy triangular. Definisi (Bilangan Fuzzy Trapezoidal) Bector dan Chandra (2005) Suatu bilangan fuzzy A dikatakan bilangan fuzzy trapezoidal jika derajat keanggotaan μ A diberikan sebagai berikut : (2. 19) Bilangan fuzzy trapezoidal A dinotasikan sebagai quadruplet A = a l, a, a, a u dan memiliki bentuk sebuah trapesium sebagai berikut :

Gambar 2.5. Bilangan Fuzzy Trapezoidal A = a l, a, a, a u Andaikan A = a l, a, a, a u dan B = b l, b, b, b u adalah dua buah bilangan fuzzy trapezoidal, maka operasi aritmetikanya dapat disajikan sebagai berikut : Operasi Penjumlahan A (+) B = (a l + b l, a + b, a + b, a u + b u ) Operasi Pengurangan A ( ) B = (a l b u, a b, a b, a u b l ) Demeulemeester dan Herroelen (2002) mengemukakan bahwa bilangan fuzzy triangular merupakan suatu bilangan fuzzy trapezoidal yang khusus (spesial) dengan syarat a = a dan biasanya dinotasikan A = a l, a, a, a u atau A = (a l, a, a u ). Kelebihan dengan menggunakan bilangan fuzzy trapezoidal ataupun bilangan fuzzy triangular, adalah operasi aritmetikanya yang lebih sederhana. Dalam bilangan fuzzy, operator yang digunakan sangat berbeda seperti pada kasus bilangan crisp klasik. Definisi (Bilangan Fuzzy Triangular) Bector dan Chandra (2005) Suatu bilangan fuzzy A dikatakan bilangan fuzzy triangular jika derajat keanggotaan μ A diberikan sebagai berikut :

(2. 20) Bilangan Fuzzy Triangular A yang dinotasikan oleh triplet A = (a l, a, a u ) memiliki bentuk segitiga seperti berikut : Gambar 2.6. Bilangan Fuzzy Triangular A = (a l, a, a u ) Andaikan A = (a l, a, a u ) dan B = (b l, b, b u ) adalah dua buah bilangan fuzzy triangular, maka operasi aritmetika disajikan sebagai berikut: Operasi Penjumlahan A (+) B = (a l + b l, a + b, a u + b u ) Operasi Pengurangan A ( ) B = (a l bu, a b, a u b l )

2.6 Peringkat Bilangan Fuzzy Dalam banyak aplikasi, peringkat bilangan fuzzy adalah komponen penting dari proses pembuatan keputusan. Dalam prakteknya, banyak permasalahan dunia nyata yang membutuhkan penanganan dan pengevaluasian data yang fuzzy untuk membuat suatu keputusan. Untuk mengevaluasi dan membandingkan pilihan alternatif alternatif yang berbeda, maka perlu memeringkatkan bilangan fuzzy. Dalam penambahannya, konsep optimal atau pilihan terbaik secara lengkap diselesaikan berdasarkan pada pemeringkatan atau perbandingan. Susilo (2006) mengungkapkan bahwa dalam banyak kejadian, hasil pengukuran terhadap data yang dianalisis seringkali disajikan dalam bentuk bilangan bilangan fuzzy. Kalau hasil pengukuran tersebut terdiri dari beberapa alternatif yang harus dipilih untuk mengambil suatu keputusan, maka diperlukan cara untuk membandingkan alternatif-alternatif itu. Salah satu cara yang dapat dipakai adalah dengan menyusun peringkat bilangan bilangan fuzzy yang dibandingkan itu dengan aturan tertentu. Bilangan bilangan fuzzy diketahui hanya dapat diurutkan secara parsial sehingga bilangan fuzzy tersebut tidak dapat dibandingkan. Jadi untuk membandingkan bilangan bilangan fuzzy, terlebih dahulu harus ditransformasikan menjadi bilangan riil yang tegas. Oleh karenanya proses penyusunan peringkat bilangan fuzzy biasanya diawali dengan proses penegasan (defuzzification) yang mengubah bilangan fuzzy menjadi bilangan tegas yang kemudian diurutkan dengan aturan tertentu. Karena ada berbagai metode penegasan yang dapat dipakai, maka pemeringkatan bilangan fuzzy juga sangat bervariasi. Metode penegasan yang berbeda akan menghasilkan pemeringkatan yang berbeda pula untuk bilangan bilangan fuzzy yang sama. Dalam literatur terdapat banyak cara yang diusulkan untuk membandingkan bilangan bilangan fuzzy, masing masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Terdapat 3 cara yang umum digunakan yaitu dengan potongan- α, dengan jarak Hamming dan dengan nilai integral (Susilo, 2006). 2.7 Ukuran Fuzziness Menggunakan Metric Distance Salah satu ukuran fuzziness dalam suatu bilangan fuzzy adalah berdasarkan konsep metric distance. Adapun untuk ukuran fuzziness (kekaburan) dinyatakan sebagai sebuah indeks kekaburan (index of fuzziness) yang didefinisikan secara terminologi sebagai sebuah metric distance (Hamming distance atau Euclidean

distance) A untuk setiap himpunan crisp terdekat (crisp sets) C (Klir dan Folger, 1988). μ C (x) = 0 jika μ A (x) 1 2 μ C (x) = 1 jika μ A (x) > 1 2 (2. 21) (2. 22) Gambar 2.7. Himpunan Fuzzy A Gambar 2.8. Himpunan Fuzzy A Gambar 2.7 dan gambar 2.8 merupakan ukuran fuzziness untuk A dan A.

Gambar 2.9. Himpunan Fuzzy A dan hubungannya pada Himpunan Crisp C Lee (2005) mengemukakan bahwa jika himpunan crisp C didefinisikan dengan selayaknya, maka suatu ukuran fuzziness adalah sebuah distance (jarak) antara himpunan fuzzy A dan himpunan crisp C. Untuk ukuran distance, bisa menggunakan Hamming distance atau Euclidean distance. 2.7.1 Hamming Distance Andaikan A dan B merupakan dua buah bilangan fuzzy, maka dengan menggunakan Hammming distance yang disimbolkan dengan d (A, B ), dapat didefinisikan sebagai berikut: d A, n B = i=1,x i X µ A (x i ) µ B (x i ) (2. 23) Hamming distance secara matematis memuat sebagai berikut: 1. d (A, B) 0. 2. d (A, B) = d (B, A) (komutatif) 3. d (A, C) d (A, B) + d (B, C) (transitif) 4. d (A, A) = 0. Definisi (Hamming distance) Lee (2005) Ukuran fuzziness f(a) dinyatakan sebagai berikut : f (A) = x X µ A (x) µ C (x) (2. 24) 2.7.2 Euclidean Distance Definisi (Euclidean distance) Lee (2005) Jika himpunan crisp C didefinisikan sedemikian hingga, maka ukuran fuzziness adalah distance (jarak) diantara himpunan fuzzy A dan himpunan crisp C. Ukuran fuzziness f(a) adalah f(a) = ( [µ A (x) µ C (x) ] 2 x X ) 1 2 (2. 25)

2.8 Metric Distance Rank Chen dan Cheng (2005) mengusulkan sebuah metode metric distance untuk memeringkatkan bilangan fuzzy. Andaikan A dan B merupakan dua buah bilangan fuzzy yang didefinisikan sebagai berikut: (2. 26 ) dimana m A dan m B adalah nilai mean dari A dan B. Metric distance diantara A dan B dapat dihitung sebagai berikut: (2. 27 ) dimana g A L, g A R, g B L, dan g B R adalah fungsi invers dari f A L, f A R, f B L, dan f B R secara berturut-turut. Jika bilangan fuzzy B = 0, maka metric distance diantara A dan 0 dihitung sebagai berikut: (2. 28 ) Nilai yang lebih besar dari D A, 0 merupakan peringkat yang lebih baik dari A. Menurut Chen dan Cheng (2005) menyatakan bahwa suatu bilangan fuzzy trapezoidal A = (a 1, a 2, a 3, a 4 ) dapat diperkirakan sebagai sebuah bilangan fuzzy simetri S [µ, σ], dimana µ dinotasikan sebagai mean dari A, dan σ dinotasikan sebagai standar deviasi dari A, serta derajat keanggotaan (fungsi keanggotaan) A didefinisikan sebagai berikut:

(2. 29 ) dimana µ dan σ dihitung sebagai berikut: σ = 2 (a 4 a 1 )+a 3 a 2 4 µ = a 1+ a 2 + a 3 +a 4 4 (2. 30 ) (2. 31) Jika a 2 = a 3, maka A menjadi bilangan fuzzy triangular, dimana A = (a 1, a 2, a 4 ) dan µ dan σ dapat dihitung sebagai berikut: σ = a 4 a 1 2 µ = a 1+2a 2 +a 4 4 (2. 32 ) (2. 33 ) Fungsi invers g A L dan g A R dari f A L dan f A R secara berturut-turut, ditunjukkan sebagai berikut: g A L (y) = (µ σ) + σ y (2. 34 ) g A R (y) = (µ + σ) σ y (2. 35 ) 2.9 Formula De-fuzzifikasi dengan Menggunakan Metode Centroid Definisi (Derajat Keanggotaan Bilangan Fuzzy Triangular) Sebuah bilangan fuzzy dengan derajat keanggotaan dalam bentuk:

disebut sebagai sebuah bilangan fuzzy triangular A = (a, b, c). Teorema 2.2 Andaikan A = (a, b, c) merupakan bilangan fuzzy triangular, maka: Centroid A = a+b+c (2. 36 ) 3 Definisi (Derajat Keanggotaan Bilangan Fuzzy Trapezoidal) Suatu bilangan fuzzy dengan derajat keanggotaan berbentuk: disebut sebagai sebuah bilangan fuzzy trapezoidal A = (a, b, c, d). Teorema 2.3 Andaikan A = (a, b, c, d) adalah sebuah bilangan fuzzy trapezoidal, maka: Centroid A = c2 + d 2 +cd a 2 + b 2 +ab 3 [(c+d) (b+a)] (2. 37 )