Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif Penerapannya Melalui Pendidikan Tinggi

dokumen-dokumen yang mirip
Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

BAB 2 KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ekonomi Kreatif

1.1 LATAR BELAKANG. Periklanan. Arsitektur BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Industri Kreatif dalam Mendukung Pariwisata Aceh 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO EKONOMI KREATIF KOTA DEPOK 2014

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

Mata Kuliah - Advertising Project Management-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

Sri Hartiyah 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Al-Quran Jawa Tengah ABSTRAK

Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: X

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA. Puguh Setyo Nugroho, FE UNS Malik Cahyadin, FE UNS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Industri Kreatif Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

INDUSTRI KREATIF DALAM MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN TAHUN 2015

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

mutualisme begitupun dengan para pelaku industri marmer dan onix di Tulungagung, Jawa Timur. Tentunya dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

Pemetaan Industri Kreatif Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Urban Di Kota Palembang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa definisi dan batasan industri kratif menurut para ahli : 1. Menurut Departemen Perdagangan RI (2009:5)

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif, yang berfokus pada

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II. KOTA MEDAN dan EKONOMI KREATIF

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terletak antara lintang selatan dan. serta Kabupaten Demak di Selatan. Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri. Tidak hanya mengandalkan bidang industri sebagai sumber ekonomi

PT. GEMINI MITRA GEMILANG Advertising & Promotion Marketing Communications Event Organizer Design & Publishing Multimedia

FUNDAMENTAL. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Robby, S.Sos, MM & ADVERTISING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA ATRIBUT PRODUK DENGAN KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN SURAT KABAR KOMPAS. (Studi Kasus Pada Masyarakat Kelurahan Kadipiro)

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini persaingan pasar di industri fashion yang semakin ketat secara

2015 PENGARUH BRAND PERSONALITY TERHADAP PURCHASE DECISION U

Lampiran 1. Appendix I. Analisa Lingkungan Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008.

I. PENDAHULUAN. kepemilikan. Kebutuhan adalah keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersaingan di era globalisasi ini. Perusahaan diharapkan mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

INDUSTRI KREATIF MEMERLUKAN BANYAK PROMOSI

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

Ekonomi Kreatif dan Merek

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi.

CREATIVE TALENT BIDANG KECANTIKAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KREATIF. Asi Tritanti Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta ABSTRAK

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

1.4 Metodologi Penelitian

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan perubahan sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan informasi dan hiburan yang terlengkap, tercepat, dan terakurat. alternatif untuk mendapatkan hiburan dan informasi.

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T

TERMS OF REFERENCE (TOR) EAGLE AWARDS DOCUMENTARY COMPETITION 2014

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 141 Abstract: Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif Penerapannya Melalui Pendidikan Tinggi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif di Indonesia sedang berkembang dengan pesat. Perkembangan ini seharusnya diimbangi dengan kemampuan sumber dan yang memiliki kompetisi. Sumber daya yang memadai seperti apa yang diperlukan didalam dunia industri kreatif. Kompetensi yang memiliki kompetensi yang kompetitif yang bisa memenangkan persainganlah dalam dunia bisnis. Menyiapkan sumber daya manusia yang kompetitif merupakan tanggung jawab kita semua terutama dunia Pendidikan Tinggi. Saat ini masih sangat sedikit Perguruan Tinggi yang mengembangankan program bisnis industri kreatif. Hanya ada beberapa Perguruan Tinggi yang membuka Program Bisnis Industri kreatif. Perguruan Tinggi yang membuka Program Bisnis Industri Kreatif saat ini diantaranya Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis, Universitas Surabaya. Alasan yang mendasari dibukanya program industri kreatif karena kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas dan kompetensi dibidang industri kreatif. Menurut buku rencana pengembangan industri kreatif Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Perekonomian sebagai berikut : Industri kreatif adalah bagian tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Siti Nurjanah Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe, Jakarta The development of the creative industries is a collaboration between the various actors that play a role in the creative industries, namely Scholars (Intellectuals), Business (Business) and the Government (Government). Higher Education has a very important role in meeting the needs of competence in the field of creative industries. This research recommended that enhancing the competence of creative industries. This is because the creative industries do not have any competence in creating new ideas, new technologies and new contents. At this recent days, graduates in the creative industries is still only a small numbers, as the impact of the limited number of colleges that have majors creative industry in Indonesia. This limitation can not to be separated with the high demand for higher education curriculum in Indonesia that is not memorized, so it will have an impact on the fighting spirit of the students in real life. Keywords: Industry, creative, higher education, SWOT Untuk mengembangkan ekonomi kreatif ini, diyakini bahwa kolaborasi antara berbagai aktor yang berperan dalam industri kreatif yaitu Cendekiawan (Intellectuals)2,

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 142 Bisnis (Business) dan Pemerintah (Government) menjadi mutlak dan merupakan prasyarat mendasar. Tanpa kolaborasi antara elemen I-B-G ini, maka dikhawatirkan bahwa pengembangan ekonomi kreatif tidak berjalan selaras, efisien dan saling tumpang-tindih. Hal ini karena setiap aktor memiliki peran yang signifikan, namun juga memerlukan kontribusi dari aktor lainnya. Bentuk kolaborasi IBG merupakan langkah utama yang perlu dirumuskan. Hal tersebut dapat dicapai dengan mekanisme koordinasi yang baik atau melalui sebuah badan nasional untuk pengembangan ekonomi kreatif yang melibatkan ketiga aktor tersebut. Mengenai bentuk dan struktur dari badan tersebut perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, prosedur dan realitas politik yang ada, dan dapat berupa badan pemerintah yang dapat diawali dengan pembentukan sebuah tim nasional (timnas) atau komite nasional (komnas). Kolaborasi ini mungkin dapat diawali dengan sebuah pilot project dalam suatu sektor atau agenda spesifik. Pengalaman dunia baik sesama tetangga negara berkembang maupun negara maju menunjukkan bahwa sebuah badan yang lintas aktor, atau paling tidak lintas instansi, seperti di atas berperan penting untuk akselerasi pengembangan ekonomi kreatif. Hal tersebutlah yang mendasari perlunya perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting. Melihat adanya kebutuhan kompetensi di bidang industri kreatif dan pentingnya perguruan tinggi memiliki peran dalam tersebut perlu sekali dibuka pengembangan program di bidang industri kreatif. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana pengembangan program bisnis industri kreatif dalam penerapannya di Perguruan Tinggi 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisibs pengembangan program bisnis industro kreatif di Perguruan Tinggi. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Kreatif Definisi Industri Kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif, adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task force 1998 : Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content Menurut buku Studi pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia tahun 2007

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 143 Industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan sebagai berikut: Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa industri kreatif merupakan industri yang memanfaatkan kreativitas dan inovasi yang bertujuan untuk menyalurkan ketrampilan dan bakat sehingga bisa tercipta lapangan pekerjaan melalui kreatifitas dan inovasi. 2.2 RUANG LINGKUP INDUSTRI KREATIF Menurut Studi Pemetaan Industri Kreatif, Departemen Perdagangan Republik Indonesia,2007. Subsektor yang merupakan industri berbasis kreativitas adalah: 1. Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan. 2. Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (Town planning, urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, misalnya: arsitektur taman, desain interior). 3. Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan. 4. Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 144 pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal). 5. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan. 6. Fesyen: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. 7. Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film. 8. Permainan Interaktif: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi. 9. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara. 10. Seni Pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan. 11. Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan fotofoto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film. 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak,

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 145 integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya. 13. Televisi dan Radio: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi. 14. Riset dan Pengembangan: kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen. 2.3 Peluang industri kreatif Peluang industri kreatif baik di dalam negeri maupun di luar negeri sangatlah besar. Pangsa pasar yang dijanjikan untuk industri kreatif ini masih terbuka sangat lebar, dan akan memiliki kecenderungan meningkat. Kecenderungan peluang akan berkembangnya industri kreatif bisa dilihat dari beberapa sisi, diantaranya: 2.4 Perubahan perilaku pasar dan konsumen Seiring dengan majunya tingkat pendidikan dan kesehatan di berbagai negara di dunia, taraf hidup manusia pun semakin meningkat sehingga sudut pandang manusia melihat kehidupan juga berubah. Saat ini sudah tidak relevan lagi membeda-bedakan antara negara dunia maju, negara dunia kedua (second world countries) dan negara dunia ketiga (third world countries). Keterhubungan dan internasionalisasi yang tercipta telah mempengaruhi motivasi hidup manusia. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow (Maslow, A Theory of Human Motivation 1943) menyatakan bahwa saat manusia telah berhasil melampaui tingkat kebutuhankebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik (physical needs) serta kebutuhan atas keamanan (security/safety needs), maka manusia akan berusaha mencari kebutuhankebutuhannya pada tingkat yang lebih lanjut 18 yaitu kebutuhan bersosialisasi (social needs), rasa percaya diri (esteem needs) dan aktualisasi diri (self actualization). Demikan pula dengan perilaku konsumsi manusia. Dalam konteks perdagangan, semakin lama manusia semakin menyukai barang-

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 146 barang yang tidak hanya mampu memuaskan kebutuhan fungsional saja, namun juga mencari produk yang bisa memberikan dirinya suatu identitas dan membuatnya dirinya lebih dihargai oleh orang-orang disekitarnya. Industri fesyen adalah contoh yang bagus untuk menggambarkan kondisi ini. Konsumen tidak akan membeli barang yang tidak cantik dan tidak menarik, atau yang tidak cocok dengan tubuh si pemakai. Tom Peters seorang guru manajemen ternama mengatakan, apapun bisnis yang anda geluti, anda ada dibisnis fesyen (no matter what business we are in, we are in the fashion business). Ciri-ciri konsumen seperti ini sangat identik dengan konsumen di negara-negara maju. Oleh karena negara-negara maju juga merupakan trend-setter perdagangan internasional, maka perilaku tersebut berimbas pada negara-negara lain dan menjadi tren global. Sehingga secara perdagangan dan industri, produk-produk yang dijual ke negara maju haruslah yang memiliki kandungan-kandungan non-fungsional yang mampu memuaskan kebutuhan konsumen atas identitas dan penghargaan sosial. Disinilah Industri kreatif memegang peranan yang penting, karena industri kreatif sangat responsif menyerap akumulasi fenomena-fenomena sosial di masyarakat dan menuangkan kedalam konteks produk dan jasa, bisa berupa produk pakai seperti fesyen dan kerajinan maupun produk-produk hiburan seperti musik dan film. Namun, hirarki kebutuhan tersebut di atas tidak hanya diperuntukan secara ekslusif bagi manusiamanusia yang telah berkecukupan dalam hal materi maupun SDM yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Dalam proporsi tertentu masyarakat di lapisan bawah (the bottom of the pyramid) yang kurang mengecap pendidikan tinggi pun memiliki motivasi sosial, motivasi kepercayaan diri dan motivasi untuk aktualisasi diri yang sama pentingnya seperti masyarakat lapisan atas III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka. Menurut Anderson (h.83) mengemukakan bahwa kajian pustaka dimaksudkan untuk meringkas, menganalisis, dan menafsirkan konsep dan teori yang berkaitan dengan sebuah proyek penelitian. Dalam penelitian ini langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan topik penelitian yang benar-benar mendesak untuk diteliti. Selain itu akses terhadap partisipan/sampel, sumber-sumber lain, dan memiliki ketersediaan literatur penting untuk dipertimbangkan. Kajian pustaka tidak hanya membantu memverifikasi masalah-masalah penelitian, tetapi juga membantu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan penyusunan instrument penilitian. Langkah-langkah penting dalam melakukan kajian pustaka adalah

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 147 mengidentifikasi kata kunci topik penelitian untuk mencari literatur yang berkaitan seperti jurnal, buku-buku, dan penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang akan di lakukan. Selanjutnya membuat peta literatur yang mencerminkan keterkaitan teori-teori dan konsep-konsep, kemudian mencatat bibliografi sumber literatur secara lengkap, setelah itu membuat kajian pustaka dengan mendeskripsikan literatur yang ada dalam sebuah tulisan yang sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah. 3.2. Metode Analisis data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis SWOT, dalam analisis ini akan dilihat kerangka kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Analisis Kajian Pengembangan Program Industri Kreatif Dalam analisis dalam penelitian ini akan menggunakan Analisis SWOT Pengembangan Program Industri Kreatif Strength (Kekuatan) 1. Peluang Industri kreatif yang sangat luas pada era informasi. Industri kreatif perlu dikembangkan dikarenakan memiliki kontribusi ekonomi yang cukup tinggi. 2. Pergeseran dari Era Pertanian ke Era Industri dan Era Informasi, serta Ekonomi kreatif. Dari buku Rencana Pengembangan Ekonomi kratif Indonesia Pergeseran dari Era Pertanian lalu Era Industrialisasi, disusul oleh era informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban manusia kedalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. 3. Perubahan perilaku konsumen 4. Perubahan pasar akan permintaan produk produk yang bukan merupakan kebutuhan dasar

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 148 Weakness (kelemahan) lsumber Daya Industri Kreatif yang masih sedikit, dunia industri kreatif pada saat ini tidak hanya membutuhkan pekerja kreatif dari dunia seni melainkan juga dari dunia manajemen, sains dan teknologi. Pada saat ini pekerja dibidang industri kreatif sangat sedikit. Kompetensi pelaku industri kreatif sangat lemah. Pelaku industri kreatif saat ini masih belum memiliki kompetensi dalam menciptakan ide-ide baru, teknologiteknologi baru dan konten bara. Industri kreatif membutuhkan sumber daya manusia di sektor manajemen yang pekerjaannya mengandalkan daya pikir dalam memecahkan masalah dan pengambilan keputusan Sedikitnya lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan dibidang industri kreatif. Perguruan tinggi yang di Indonesia masih sangat sedikit yang memiliki jurusan dibidang industri kreatif. Kurikulum pendidikan tinggi yang di Indonesia yang bersifat menghafal, tidak akan berdampak pada daya juang anak didik di kehidupan nyata. Daya juang sebenarnya adalah olah kreativitas, karena daya juang menantang manusia memecahkan suatu permasalahan, bila ia tidak cukup kreatif, permasalahannya tidak selesai dan ia akan tersingkirkan. Opportunity (kesempatan) Besarnya permintaan barang dari konsumen. Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia merupakan pangsa pasar yang besar, banyak negara di luar Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang akan mereka masuki. Pemerintahan Indonesia harus melihat kesempatan ini sebagai peluang usaha yang dikembangkan. Permintaan konsumen ini (consumer demand) telah mengubah pendekatan industri. Dahulu industri berorientasi mendorong suplai (supply driven). Saat ini pendekatan industri telah berubah menjadi berorientasi konsumen (demand driven) dan proses produksinya tidak disatu tempat namun tersebar. Efek dari industri yang berorientasi konsumen adalah munculmya era produksi non-massal. Pada sistim ini barang dibuat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan dengan variasi-variasi yang beraneka ragam. Yang tidak disadari oleh banyak orang dari fenomena ini adalah bahwa sebenarnya faktor kandungan emosional dan selera (emotional attachment) adalah faktor pendorong perubahan tersebut. Fenomena ini bisa dimanfaatkan dua arah. Industri kreatif yang sarat dengan kandungan emosional dapat mendorong evolusi perkembangan teknologi industri manufaktur non-massal,

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 149 atau kebalikannya, industri kreatif dapat semakin memanfaatkan teknologi manufaktur yang telah semakin fleksibel sebagai salah satu keunggulannya dalam mensuplai produk-produk yang beraneka ragam (Rencana pengembangan Indonesia kreatif 2009-2015) Perkembangan teknologi yang semakin pesat. Perkembangan teknologi yang semakin pesat akan mendorong pertumbuhan industri kreatif sehingga industri kreatif dapat semakin memanfaatkan teknologi manufaktur yang telah semakin fleksibel sebagai salah satu keunggulannya dalam mensuplai produk-produk yang beraneka ragam. Berubahnya perilaku konsumen. Semakin kritisnya konsumen akhirnya membuat konsumen semakin selektif terhadap barang-barang yang akan dikonsumsinya. Konsumen kurang tergerak membeli barang-barang generik, sebaliknya konsumen sangat antusias membeli barang-barang yang unik dan dapat membuat bangga yang memakainya. Semakin lama faktor selera semakin mendominasi perilaku konsumsi. Dan akibatnya daur hidup produk-produk semakin lama semakin singkat. Ini disebabkan karena bila menyimpan stok terlalu banyak, lebih besar kemungkinan produk tidak terserap pasar (Rencana pengembangan Indonesia kreatif 2009-2015) Sedikitnya Institusi pendidikan yang bergerak dibidang Industri Kreatif. Lembaga Pendidikan yang mampu menghasilkan insan kreatif yang memiliki kompetensi yang kompetitif dan yang memiliki Intelgensia yang multi dimensi. Lembaga pendidikan seharusnya mengarah kepada sistem pendidikan yang dapat menciptakan: 1. Kompetensi yang kompetitif: Sesuai namanya, kompetensi membutuhkan latihan, sehingga sektor pendidikan harus memperbanyak kegiatan orientasi lapangan, eksperimentasi, riset dan pengembangan serta mengadakan proyek kerjasama multidisipliner yang beranggotakan berbagai keilmuan, dari sains, teknologi maupun seni. 2. Intelejensia Multi Dimensi: Teori-teori intelejensia saat ini telah mengakui pula bahwa tidak hanya kecerdasan rasional (IQ) yang menjadi acuan tingkat pencapaian manusia, tetapi manusia juga memiliki kecerdasaran emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Dengan menempatkan porsi yang sama di ketiga dimensi intelejensia ini pada jalur pendidikan formal, diharapkan dapat dihasilkan SDM bertintelejensia rasional yang tinggi dan memiliki daya

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 150 kreativitas yang tinggi pula. (Rencana pengembangan Indonesia kreatif 2009-2015) Ancaman Investor luar berfikir ulang masuk ke Indonesia. Tenaga kerja di Indonesia masih memiliki kecenderungan untuk selalu menuntut upah yang lebih tinggi dibandingkan negara lain. Sedangkan negara lain menunjukkan talenta kreatifitasnya dan bersedia menyediakan tenaga kerja dengan biaya yang lebih rendah. Menunjukkan talenta kreatifitas sebuah negara akan membuat para investor luar bersedia memasuki Indonesia. Situasi politik indonesia yang kurang kondusif. Situasi politik di Indonesia terkadang tidak menentu, seringkali masyarakat Indonesia selalu menghubungkan dan memanfaatkan situasi politik untuk kepentingan bisnis Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang jarang sekali memihak kepentingan pengusaha. Dibutuhkan sebuah kebijakan yang memperhatikan aspek kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam industri tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah dari berbagai instansi yang menyentuh empat aspek dominan yang berbeda di dalam industri kreatif tersebut (Seni & Budaya, Media, Desain dan IpTek) akan berdampak pula pada subsektor industri kreatif bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri kreatif akan bersifat lintas sektoral dan membutuhkan koordinasi antar instansi. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Dibutuhkan Sumber Daya Industri Kreatif yang memiliki kompetensi dibidang seni, manajemen, sains dan teknologi. 2. Perlu meningkatkan kompetensi pelaku industri kreatif dikarenakan pelaku industri kreatif saat ini masih belum memiliki kompetensi dalam menciptakan ide-ide baru, teknologi-teknologi baru dan konten baru. Industri kreatif membutuhkan sumber daya manusia di sektor manajemen yang pekerjaannya mengandalkan daya pikir dalam memecahkan masalah dan pengambilan keputusan 3. Dibutuhkan lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan dibidang industri kreatif. Dikarenakan Perguruan tinggi yang ada di Indonesia masih sangat

JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 151 sedikit yang memiliki jurusan dibidang industri kreatif. 4. Dibutuhkan kurikulum pendidikan tinggi yang di Indonesia yang tidak bersifat menghafal,sehingga akan berdampak pada daya juang anak didik di kehidupan nyata. Daya juang sebenarnya adalah olah kreativitas, karena daya juang menantang manusia memecahkan suatu permasalahan, bila ia tidak cukup kreatif, permasalahannya tidak selesai dan ia akan tersingkirkan. 5. Dibutuhkan sebuah kebijakan yang memperhatikan aspek kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam industri tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah dari berbagai instansi yang menyentuh empat aspek dominan yang berbeda di dalam industri kreatif tersebut (Seni & Budaya, Media, Desain dan IpTek) akan berdampak pula pada subsektor industri kreatif bersangkutan DAFTAR PUSTAKA 2008, Departemen Perdagangan Republik Indonesia,Pengembangan Ekonomi kreatif Indonesia 2009, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Studi industri kreatif Indonesia 1998, Gary Anderson, Nancy Arsenault, Fundamentals of Educational Research, 2nd Edition, The Falmer Press, Philadelphia, h. 83.