PERFORMA SAPI PERAH ADAPTIF DAN EFISIEN DATARAN RENDAH

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI DI DAERAH TROPIS MELALUI PERSILANGAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DAN BOS INDICUS

STUDI AWAL PERFORMA SAPI PERAH FH X ONGOLE DARA DI DATARAN RENDAH

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

PENAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI PERAH CIKOLE, LEMBANG

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

Kajian Komparatif Parameter Ekonomi (Harga Susu dan Pakan) Terhadap Efisiensi Penggunaan Teknologi Pakan Pada Usaha Sapi Perah

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH MELALUI KAWIN TEPAT WAKTU

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

ABSTRAK. Kata kunci : Imbangan Pakan; Efisiensi Produksi Susu; Persistensi Susu. ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan

PENGEMBANGAN POTENSI SAPI PERAH DI PROVINSI JAMBI MELALUI PERBAIKAN GENETIK. ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

EVALUASI CALON PEJANTAN MELALUI PERFORMAN TEST

POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode Postpartum

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

EFEK SUPLEMEN PAKAN TERHADAP PUNCAK PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PADA LAKTASI PERTAMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

Transkripsi:

PERFORMA SAPI PERAH ADAPTIF DAN EFISIEN DATARAN RENDAH (Performance of Adaptive and Efficient Dairy Cattle in the Lowland Area) L. PRAHARANI, E. JUARINI dan HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT A study wasconducted to evaluate production performance of adaptive and efficient dairy cattle raised in lowland area. Observation on production performance of 5 primiporous F1-OH dams (50% FH 50% PO) and 5 primiporous FH dams raised in lowland area. The average daily milk production and peak production on first lactation of FH adaptive lowland on research station (7.4 l/day/dam vs 6.2 l/day/dam) was higher than those of F1 OH dams. Compared to FH adaptive lowland, crossbred dams had not showed superiority in efficiency (2.06 vs 2.46) indicated by lower average daily milk production under similar amount and quality of feeding consumption. It was suggested to study the production performance of crossbred dams of FH x Bos indicus dairy type with appropriate sample size under good management. Key Words: Milk Production, Dairy Cattle, Lowland ABSTRAK Suatu penelitian dilakukan dengan tujuan mengevaluasi performa produksi sapi perah adaptif dan efisien yang diperlihara di dataran rendah. Pengamatan performa produksi dilakukan terhadap 5 ekor sapi dara F1- OH (50% FH 50% PO) dan 5 ekor sapi dara FH dataran rendah. Hasil penelitian menujukkan rataan produksi susu harian (7,4 l/hari/induk vs 6.2 l/hari/induk) dan puncak produksi pada bulan pertama laktasi (11,2 dan 8,2 liter) sapi perah FH dataran rendah di Stasiun Percobaan Cicadas lebih tinggi dengan tertinggi sapi perah FH dataran rendah dibandingkan dengan F1 OH. Ternak F1 OH belum menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi (2,06 vs 2,46) dibandingkan FH adaptif. Perlu dilakukan penelitian lebih jauh sapi persilangan FH dan Bos indicus tipe perah dengan menggunakan sampel yang lebih besar dan dalam manajemen pemeliharaan yang lebih baik. Kata Kunci: Produksi Susu, Sapi Perah, Dataran Rendah PENDAHULUAN Usahaternak sapi perah di dataran rendah yang semakin berkembang memerlukan dukungan upaya peningkatan dan perbaikan di berbagai aspek termasuk pemuliaan ternak yaitu melalui pembentukan sapi perah yang cocok untuk kondisi dataran rendah. Salah satu strategi program pemuliaan dalam rangka menyediakan bibit unggul sapi perah yang cocok dengan kondisi dataran rendah dilakukan melalui persilangan antara sapi perah FH dengan sapi lokal. Persilangan antara bangsa sapi yang berbeda diharapkan menghasilkan efek heterosis dimana keturunan persilangan (F-1) memiliki performa lebih baik dibandingkan tetuanya sebagai akibat kombinasi gen dari tetuanya serta pengaruh komplementaritas. Penggunaan darah Bos indicus dalam persilangan dengan sapi FH bertujuan memasukkan gen Bos indicus yang terkenal tahan terhadap kondisi tropis untuk mengatasi stress panas yang umumnya dapat menurunkan produktvitas sapi perah seperti dalam rangkuman PRAHARANI dan ASMARASARI (2007). Penelitian persilangan sapi FH dengan beberapa bangsa Bos indicus telah banyak dilakukan di beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan yang menghasilkan beberapa genotypa baru dengan produksi dan reproduksi induk yang berbeda dipengaruhi oleh proporsi darah FH seperti yang dilaporkan dalam review. Dalam review tersebut 314

dilaporkan secara umum produksi susu meningkat seiring meningkatnya proporsi darah FH sampai dengan 75% FH dan sedikitnya 25% Bos indicus, dimana Bos indicus yang digunakan kebanyakan tipe perah seperti Hissar dan Sahiwal. Di Indonesia penelitian awal sapi perah persilangan yang pernah dilaporkan oleh menunjukkan bahwa produksi susu persilangan antara sapi FH dan Hissar (Bos indicus) di Sumatera Utara cukup baik. Balai Penelitian Ternak telah melakukan persilangan sapi PO dengan FH sejak tahun 2004 bertujuan membentuk sapi perah (Ongole Holstein) yang cocok untuk dikembangkan di daerah dataran rendah atau panas. Dari hasil penelitian sapi F1 OH menunjukkan adanya produktivitas anak dan reproduktivitas dara yang baik akibat pengaruh heterosis dan kemampuan adaptasinya (SIREGAR et al., 2007). Sedangkan data produksi susu sapi persilangan F1 OH belum pernah dilaporkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi performa phenotipik dan efisiensi biologi sapi perah FH dataran rendah dan sapi persilangan F-1 OH. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan bagi pengambil kebijakan dalam menentukan arah dan strategi pemuliaan sapi perah yang berkaitan dengan pembentukan rumpun sapi perah adaptif dan efisien yang dapat dikembangkan di daerah dataran rendah dan panas khususnya di luar pulau Jawa. MATERI DAN METODE Evaluasi penampilan produksi dan reproduksi serta efisiensi biologi ternak sapi perah FH yang telah beradaptasi di dataran rendah dengan sapi persilangan F1 OH (50% PO 50% FH) dilakukan di Instalasi Kandang Percobaan Sapi Perah, Balai Penelitian Ternak di Cicadas, Bogor. Pengamatan produktivitas dan efisiensi dilakukan terhadap 10 ekor sapi perah laktasi pertama yang terdiri dari 5 ekor sapi betina turunan pertama (F-1) hasil persilangan (50% FH 50% PO) beranak pertama dan 5 ekor sapi betina FH beranak pertama. Ternak diberikan pakan sama dalam jumlah dan kualitas dengan kandungan protein 1,2 16% dan TDN 66% sebanyak 3,5 kg/hari/ekor (1.2% dari bobot badan) untuk ternak bunting/laktasi dan hijauan pakan berupa rumput unggul lebih dari 30 kg/ekor/hari (King grass/rumput Gajah = 10% dari bobot badan), yang tersedia sepanjang hari. Data yang akan dikumpulkan baik di lapangan maupun di kandang percobaan Cicadas adalah sifat produksi (kuantitas dan kualitas susu, ukuran tubuh, pertumbuhan anak), reproduksi (calving interval, days open, dewasa kelamin, umur pertama dikawinkan, S/C, lama kebuntingan), pemberian pakan (jenis, jumlah dan kualitas). Efisiensi produksi yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: % efisiensi produksi = Jumlah input yang digunakan selama produksi Jumlah output yang dihasilkan Input yang dimaksud adalah jumlah pakan yang dikonsumsi. Sedangkan output adalah jumlah produksi susu yang dihasilkan per induk. Semua data yang dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan Proc. GLM (SAS, 2001). Produktivitas dan reproduktivitas antara sapi FH dari beberapa dataran rendah terpilih dan O-H akan dibandingkan dengan menggunakan uji P-DIFF. Produksi susu HASIL DAN PEMBAHASAN Performa prodksi sapi perah adaptif dan F1-OH seperti terdapat pada Tabel 1. Kualitas susu sapi FH dan F-OH berdasarkan rataan kandungan SNF (Solid non fat), lemak dan total solid tidak menunjukkan adanya perbedaan. Produksi susu sapi persilangan F1-OH belum mampu melebihi sapi perah FH adaptif dataran rendah. Hasil ini hampir sama dengan penelitian BEE et al. (2006) dimana sapi FH melaporkan produksi susu harian sapi genotypa Bos taurus 50, 62, 75 dan > 75% berturut-turut 6,0; 6,8; 7,0 dan 6,9 kg. DHILLON menghitung produksi susu harian sapi persilangan FH x Sahiwal yang memiliki genotypa Sahiwal, ¼ HF, ½ HF, 5/8 HF, dan ¾ HF masing-masing 4,52; 5,11; 6,40; 6,58 dan 315

Tabel 1. Performa produksi sapi perah FH dataran rendah dan F1-OH di Stasiun Cicadas Variabel Bangsa sapi FH F1-OH Jumlah ternak (ekor) 5 5 Kualitas susu (pengukuran) 2x 2x SNF 7,60 7,45 Lemak 3,52 3,50 Total solid 11,16 11,03 Kondisi tubuh (1 5) 2,75 3 % Kebuntingan (IB satu kali) 80 60 % total kebuntingan (akhir kebuntingan, IB > 1 kali) 100 60 Lama kebuntingan (hari) 280 285,5 Postpartum estrus (hari) 78 92 Pakan konsentrat (kg/ekor/hari konsentrat) 3 3 Rataan berat badan (kg) 362,5 433 Puncak produksi (1 2 bulan), liter 11,2 8,2 Total rataan produksi susu (liter) 7,4 6,2 Rataan produksi susu (60 150 hari) l/hari/ekor 6,11 5,74 Total produksi susu (l/ekor) hari ke-150 1178 925 Efisiensi produksi (pakan/produksi susu) 2,46 2,06 5,98 kg, dimana produksi harian sapi genotype ½ HF, 5/8 HF, dan ¾ HF dilaporkan tidak berbeda nyata. Hal yang sama dilaporkan oleh ZAMBRANO et al. (2006) bahwa sapi genotipa ¼ FH dan ½ FH tidak berbeda produksi susunya pada kondisi tropis Venezuela. Grafik produksi susu sapi FH dan F1-OH seperti ditampilkan dalam Gambar 1. Pada grafik produksi susu terlihat bahwa puncak produksi susu pada laktasi pertama antara bulan pertama dan kedua sapi FH lebih tinggi (26,8%) dibandingkan dengan sapi F1-OH FH OH 12 10 Liter 8 6 4 2 0 1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 109 118 127 136 145 Hari produksi Gambar 1. Produksi susu FH vs OH laktasi I 316

(11,2 vs 8,2 liter) yang terjadi masing-masing pada hari ke-23 dan hari ke-18 dengan tingkat penurunan produksi susu yang sama setelah hari ke-60. Rataan produksi susu setelah hari ke-60 laktasi antara sapi perah FH dan F1-OH tidak berbeda (6,11 vs 5,74 l/ekor/hari). Penurunan produksi susu sapi FH sejak puncak produksi pada hari ke-50 lebih cepat dibandingkan dengan sapi F1-OH dimana tingkat penurunannya secara perlahan pada hari ke-55. Sementara total produksi susu sampai pada hari ke-150 sapi FH lebih tinggi (21,5%) dibandingkan dengan sapi F1-OH (1178 vs 925 l/ekor). Konformasi tubuh sangat berkaitan dengan efisiensi pakan dan dan energy balance yang dipengaruhi oleh manajemen pakannya. Kondisi tubuh sangat berpengaruh terhadap efisiensi reproduksi ternak. Skor tubuh mempengaruhi ketersediaan energi yang diperlukan dalam aktifitas reproduksi ternak (SENGER, 2000; WETTEMANN et al., 2003). Induk-induk dengan skor tubuh rendah lebih panjang jarak beranaknya dibandingkan dengan skor tubuh lebih dari 3 (sedang) karena estrus postpartum lebih panjang akibat dari lambatnya pertumbuhan folikel dalam siklus berahi (LENTS et al., 2000). Skor tubuh sedang menjadi nilai kritis terendah bagi ternak betina memiliki siklus berahi normal. Skor kondisi tubuh sapi dara FH dan F1 OH relatif sama yaitu nilai 2,75 dan 3 dimana kondisi badan ternak dalam keadaan baik atau sedang (tidak gemuk/kurus). Meskipun sapi F1 OH cenderung lebih baik dibandingkan dengan sapi FH. Berdasarkan nilai skor kondisi tubuh diharapkan bahwa efisiensi reproduksi baik yang diukur melalui persentase estrus dan kebuntingan. Skor kondisi tubuh ternak sapi dalam penelitian ini mencerminkan pemberian pakan yang cukup baik secara kuantitas dan kualitasnya dimana dalam jumlah pemberian yang sama sapi perah F1-OH terlihat lebih efisien dalam penggunaan pakan. Bobot badan sapi FH dan F1-OH seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3 tidak memperlihatkan perbedaan, meskipun sapi F1- OH cenderung lebih berat dibandingkan dengan sapi FH (433 vs 362 kg). Perbedaan bobot badan ini ditunjukan juga melalui perbedaan kondisi tubuh sapi F1-OH cenderung lebih baik dibandingkan dengan sapi FH. Performa reproduksi Efisiensi reproduksi merupakan sifat ekonomi yang memiliki peranan penting dalam usaha ternak berkaitan dengan pemeliharaan ternak betina. Sifat reproduksi 3,4 10 kali lebih penting dari sifat produksi (MELTON, 1995). Performa reproduksi dapat diukur melalui persentase estrus, kebuntingan dan jumlah anak yang lahir. Efisiensi reproduksi sangat dipengaruhi oleh berat badan saat kawin, skor kondisi tubuh. Respon sinkronisasi estrus terhadap persentase estrus dan kebuntingan sangat dipengaruhi oleh genetik. Secara umum, performa reproduksi sapi F1-OH lebih rendah dibandingkan dengan sapi FH murni dataran rendah ditandai dengan tingginya persentase kebuntingan diakhir penelitian semua ternak FH murni melahirkan (100%) sedangkan tiga ekor sapi F1-OH melahirkan (60%). Panjangnya estrus kembali setelah melahirkan sapi FH murni lebih pendek dibandingkan dengan sapi F1-OH, sehingga dapat mempengaruhi jarak waktu beranak. Efisiensi produksi Perlu diingat bahwa semua ternak diberikan pakan terbatas yang sama jumlah dan kualitas baik hijauan dan konsentrat, sehingga perbedaan produktivitas dan reproduktivitas diantara kedua genotipa (sapi FH vs OH) disebabkan karena perbedaan genotipa. Efisiensi (biologi) ternak berdasarkan produktivitas (bobot badan, ukuran dan skor kondisi tubuh, produksi susu induk) sapi dara FH dan sapi F1 OH secara umum relatif sama. Tetapi efisiensi berdasarkan reproduktivitas (persentase kebuntingan) sapi F1 OH lebih rendah dibandingkan dengan sapi betina FH. Efisiensi berdasarkan produksi susu antara sapi F1-OH dan FH murni tidak berbeda, meskipun sedikit lebih rendah (2,06 vs 2,46). Sapi F1 OH belum menunjukkan adanya adaptabilitas ternak dan pengaruh heterosis maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh HOLLMAN et al. (1990) di Venezuela menunjukkan adanya produktifitas yang lebih tinggi pada sapi 50% FH dan 50% pada daerah dataran rendah dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan sapi FH murni. Pemeliharaan pada dataran rendah dimana cekaman lingkungan 317

lebih besar, sapi persilangan lebih efisien dan menguntungan dibandingkan dengan sapi perah murni disebabkan oleh rendahnya biaya produksi. Demikian juga biaya variabel sapi perah murni FH lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dwiguna persilangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan sapi persilangan dwiguna di dataran rendah lebih menguntungkan dibandingkan pemeliharaan sapi FH murni di daerah dataran tinggi. KESIMPULAN Ternak sapi induk persilangan (F1) OH pada laktasi pertama secara umum belum menunjukkan keunggulan baik produktivitas dan kinerja reproduksi serta efisiensinya dalam menggunakan pakan dibandingkan dengan sapi induk FH adaptif dataran rendah sebagai akibat pengaruh heterosis dan daya adaptabilitas dengan estimasi heterosis efek. Akurasi kesimpulan dalam penelitian ini masih perlu dipertimbangkan mengingat sedikitnya materi ternak penelitian, tetapi dapat dijadikan sebagai gambaran awal program persilangan sapi perah FH dengan PO dalam rangka membentuk sapi perah adaptif dataran rendah. Penelitian lanjutan dengan jumlah ternak yang lebih banyak sangat disarankan untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih akurat melalui perbanyakan sapi OH, dan pengamatan laktasi kedua dan selanjutnya sapi F1-OH perlu dilakukan untuk melihat efisiensi produksinya. PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK Penelitian ini memberikan manfaat berupa gambaran mengenai produktivitas sapi perah persilangan dibandingkan dengan sapi perah adaptif dataran rendah sehingga dapat digunakan sebagai masukan bagi upaya pembentukan rumpun sapi perah dataran rendah yang tepat. Dampak dari penelitian ini adalah penetuan langkah strategi pemuliaan dalam pembentukan rumpun sapi perah yang efisien dan adaptif dataran rendah, sehingga membuka peluang pengembangan peternakan sapi perah di daerah panas di luar pulau Jawa. DAFTAR PUSTAKA ANGGRAENI, A., K. DIWYANTO, L. PRAHARANI, A. SALEH dan C. TALIB. 2001. Evaluasi mutu genetik sapi perah induk Fries Holland di daerah sentra produksi susu. Pros. Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Pertanian/ARMP-II. Puslitbang Peternakan, Bogor. HOLMANN, F., R.W. BLAKE, M.V. HAHN, R. BARKER, R.A. MILLIGAN, P.A. OLTENACU and T.L. STANTON. 1990. Comparative profitability of purebred and crossbred holstein herds in Venezuela. J. Dairy Sci. 73: 2190 2205. MC DOWEL, R.E., J.C. WILK and C.W. TALBOT. 1996. Economic Viability of crosses of Bos taurus and Bos indicus for dairying in warm climates. J. Dairy Sci. 79: 12% 1303. SAS. 2001. SAS User s Guide: Statistics. SAS Inst., Inc., Cary, NC. SENGER, P.L. 2000. Pathway to pregnancy and parturition. 2 nd Ed. Current conception Inc. Pullman, WA SIREGAR, A.R., C. TALIB, J. BESTARI, KUSWANDI dan HASTONO. 2006. Persilangan dan seleksi untuk mendapatkan bibit unggul sapi perah dataran rendah. Kumpulan Hasil Penelitian DIPA TA 2006. Balai Penelitian Ternak, Bogor. TALIB, C., A. ANGGRAENI, K. DIWYANTO dan E. KURNIATIN. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah FH di bawah managemen perusahaan komersial. Gakuryoku, J. Ilmiah Pertanian VII(1): 81 87. TALIB, C., KUSWANDI, T. SUGIARTI, BASUKI and A.R. SIREGAR. 2004. Performance production of lactating Indonesian Holstein cows based on the month of lactating periods (Unpublished). WETTEMANN R.P., C.A. LENTS, N.H. CICCIOLI, F.J. WHITE and I. RUBIO. 2003. Nutritional and suckling-mediated anovulation in beef cows. J. Anim Sci. 81: E48 E59. ZAMBRANO, S., G. CONTRERAS, M. PIRELA, H. CAÑAS, T. OLSON and A. LANDAETA- HERNÁNDEZ. 2006. Milk yield and reproductive performance of crossbred Holstein x Criollo Limonero cows. Rev. Cient. (Maracaibo) 16(2). 318