Tinjuan Pustaka. A. Kerapatan Populasi. B. Ekologi Bulu babi

dokumen-dokumen yang mirip
II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

Hasil dan Pembahasan

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

2.2. Struktur Komunitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN


BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal karena memiliki kekayaan yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup serta perbedaan-perbedaannya. Allah SWT menerangkan. dirasakan, dan dipikirkan oleh manusia. 1

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

POTENSI PHYLLUM ECHINODERMATA DI PANTAI PAILUS JEPARA SEBAGAI SUMBER BAHAN PANGAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

KEANEKARAGAMAN JENIS ECHINODERMATA PADA BERBAGAI MACAM SUBSTRAT PASIR, LAMUN DAN KARANG DI PERAIRAN PANTAI SINDANGKERTACIPATUJAH TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.4

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

TINJAUAN PUSTAKA. satuan dengan kisaran 0 3.Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jenis-jenis Echinodermata yang ditemukan di Pantai Kondang Merak

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6: GEOGRAFI LAUT DAN PESISIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Jumat, 24 Desember 2010

KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

bentos (Anwar, dkk., 1980).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

I. Pengantar. A. Latar Belakang

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. di danau dan lautan, air sungai yang bermuara di lautan akan mengalami

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

II. Tinjuan Pustaka A. Kerapatan Populasi Kerapatan (Densitas) populasi adalah hubungan antara jumlah individu dan satuan luas atau volume ruang yang ditempati pada waktu tertentu, umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu persatuan luas atau volume. Kerapatan poulasi menyatakan banyaknya individu suatu spesies per satuan luas. Nilai kerapatan ini dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang besar. Kerapatan populasi dapat dihitung, dengan cara menghitung jumlah individu setiap jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan, kemudian perhitungannya diulang di tempat yang tersebar secara acak (Ferianita 2006 ). Kerapatan populasi dalam suatu ekosistem dapat ditentukan melelui dua cara yaitu : 1. Kerapatan (Densitas) kotor (Crud density): jumlah individu suatu populasi persatuan areal seluruhnya. 2. Kerapatan (Densitas) efektif (Ecology density): jumlah individu suatu populasi persatuan ruang habitat. B. Ekologi Bulu babi 1. Habitat Bulu babi Bulu babi biasa dikenal dengan nama duri babi merupakan salah satu kelompok biota laut yang hidup dipesisir pantai atau estorial di kepulauan Raja Ampat 5

terutama di pulau Saonek. Bulu babi pada umumnya di zona intertidal hingga kedalaman 80-90 kaki. Meskipun demikian bulu babi paling berlimpa ditemukan di perairan dangkal, di zona subtidal di karang, celah, dasar, dimana sumber makanan seperti alga tersedia. Bulu babi juga dapat di jumpai diperairan dangkal mulai dari daerah intertidal sampai kedalaman 10 meter, terutama daerah sekitar terumbu karang dan padang lamun. Bulu babi dapat hidup di dasar laut sebagai bentos, sedangkan juvenile bulu babi umumnya planktonik. Daerah bentik (zona dasar laut) bulu babi meliputi zona pasang surut-litoral sampai sublitoral atau paparan. Bulu babi lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang. Pada umumnya masing-masing jenis memiliki habitat yang spesifik sperti bulu babi jenis Tripneusster gratilla banyak ditemukan di daerah berpasir atau pasir berlumpur yang banyak ditumbuhi lamun dengan kedalaman 0,5 meter sampai dengan 20 meter sedangkan jenis Diadema setosum lebih memilih tempat yang berkarang (Radjab 1997). Keberaradaan bulu babi jenis Diadema setosum pada ekosistem terumbuh karang dapat berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi. Pada umumnya bulu babi jenis Diadema Setosum selalu hidup di celah-celah karang atau pada terumbuh karang dan juga hidup pada padang lamun (Aziz 1994). 6

2. Kondisi Hidrooseanografi a. Suhu Perairan Raja Ampat berbatasan dengan Samudera Hindia dan samudera Pasifik, sifat dan kondisi fisik-kimia massa air, arus dan pasang surut diperangaruhi oleh kedua samudera tersebut. Penyebaran suhu permukaan perairan juga dipengaruhi oleh samudera pasifik bagian utara dan Laut Banda di bagian selatan. Raja Ampat yang terletak di wilayah tropis memiliki suhu permukaan yang relative hangat dengan variasi tahunan yang kecil. Suhu permukaan perairan Raja Ampat berkisar antara 27,01 34,97ºC dengan suhu rata-rata 29,16ºC, sehingga dapat mempengaruhi penyebaran biota laut utamanya bulu babi. (Bappeda-KRA, 2006 dalam BPS-KRA 2006). Suhu perairan di Indonesia berkisar 28º 31ºC. Kisaran suhu permukaan perairan untuk kelangsungan hidup biota laut Echinodermata misalanya A. Planci berkisar 28-31ºC. Suhu yang terlampau tinggi dan terlampau rendah akan mempengaruhi kelangsungan hidup biota laut misalnya bulu babi (Soekarmo dkk,1983 dalam Tawakal2010). b. Salinitas Salinitas berkisar antara 30 35%o pada kedalaman 10 meter berkisar antara 32 35%o dan di perairan tertutup berkisar 27,5 33,8%o. Tingginya salinitas pada perairan 7

dapat mempengaruhi kehidupan ekosistem perairan laut (DKP-KRA.2006). c. Derajat Keasaman (ph) Nilai ph pada kedalaman 0 m (permukaan) berkisar antara 7,2 8,4 dan untuk kedalaman 10 meter berkisar 7,6 8,4 dengan rata-rata 8,08 dan 8,06. Nilai ph terendah berada di perairan pulau Saonek, diperkirakan karena lokasi ini berada dekat dengan hutan mangrove sehingga zat-zat hara dari mangrove yang bersifat asam dapat mempengaruhiph pada kedalaman 0 meter. Secara umum rata-rata nilai ph sebesar 8,08 untuk permukaan dan 8,06 pada kedalaman 10 meter sehingga dapat berpengaruh terdapat biota lautnya (DKP-KRA 2006). d. Kecerahan Kecerahan berkisar antara 4 23 meter dengan ratarata kecerahan 12,91 meter. Kecerahan tergantung dari bahan-bahan tersuspensi yang berasal dari aktivitas daratan, semakin banyak bahan yang tersuspensi tingkat kecerahan semakin rendah (DKP-KRA2006). e. Oksigen terlarut (DO) Kadar oksigen terlarut (DO) dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm), selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya, kehadiran pencemar, dan suhu air (Romimohtarto dkk.2009). 8

Kadar oksigen terlarut di perairan Raja Ampat berkisar antara 4,0 10,5 mg/l pada lapisan permukaan dan 4,3 10,5 mg/l padaoksigen kedalaman 10 meter. Pengukuran nilai rata-rata oksigen terlarut pada kedalaman 10 meter lebih tinggi daripada dipermukaan disebabkan kebiasaan fitoplankton yang berkelompok pada beberapa meter di bawah lapisan permukaan dan juga disebabkan tingginya penguapan pada siang hari (DKP-KRA2006). f. Arus Arus merupakan suatu peristiwa pergerakan massa air yang dipengaruhi oleh tegangan permukaan, salinitas, angin dan beberapa fakator lain atau perpindahan massa air secara horizontal maupun vertical (Hutabarat dkk. 1986). Pola arus di perairan Raja Ampat lebih banyak dipengaruhi oleh massa air dari samudera Pasisif Barat yang bergerak dari arah timur menuju barat laut dan sejajajr dengan daratan Papua bagian utara. Kecepatan rata-rata arus di perairan Raja Ampat adalah 0,11 m/detik. Daerahdaerah yang mempunyai arus pasang surut yang deras adalah selat Mansuar, selat Kabui dan Selat Sagawin (DKPKRA2006). g. Pasang Susut Pasang surut merupakan gejalah laut besar pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut, khususnya di wilayah pantai. Permukaan laut setiap hari naik atau turun secara berkala dan dapat dilihat jelas jika berada di pinggir 9

pantai dan mengamatinya setiap hari (Romimohtarto et all.2009). Tipe pasang surut perairan Raja Ampat adalah campuran dengan dominasi pasang surut ganda berkisar antara 0,25 1,50 meter. Dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan surut, dimana tinggi pasang pertama tidak sama dengan pasang kedua (DKP-KRA,2006). h. Gelombang Gelombang sebahagian ditimbulkan oleh dorongan angin di atas permukaan laut dan sebahagian oleh tekanan pada partikel air. Angin yang bertiup di permukaan laut mula-mula akan menimbulkan riak gelombang (ripples). Ombak yang sederhana dapat dilihat sebagai alun (swell) yang terjadi pada kedalaman laut yang tenang, alun mempunyai puncak-puncak (crests) dan lembah-lembah (troughs) (Romimohtarto et all. 2009) Tinggi gelombang di perairan Raja Ampat antara 0 1,7 meter. Tingginya gelombang pada perairan Raja Ampat disebabkan hembusan angin yang datang dari arah utara samudera pasifik dan Laut Banda (DKP-KRA2006). C. Morfologi dan Klasifikasi Bulu babi 1. Morfologi Bulu babi Bulu babi merupakan hewan laut kelas Echinoidea, satu kelas dengan dolar pasir dabn bulu hati. Tubuh bulu babi bulat tanpa lengan, duri-duri menutup tubuh dan panjang, terbungkus cangkang (test) yang terdiri dari lempengan- 10

lempengan yang menyatu membentuk kotak seperti cangkang keras pada tempat hidupnya. Bulu babi memiliki 10 deret lempeng lipat dua dengan lima pasang lubang untuk kaki tabung yang ramping keluar melalui cangkang ( Romimohtarto. et.all. 2009). Bulu babi berbentuk simetri meruji ketika dewasa mempunyai cangkang yang agak memanjang dengan mulut pada ujung satu dan anus pada ujung lain dan bergerak ke segala arah. Mulut bulu babi terletak di bawah dan di tengah-tengah. Bagian mulut dan gigi merapat jadi satu yang diletakan oleh sederetan bagian terdiri bahan kapur untuk membentuk struktur yang dinamakan lentera Aristotle. Lentera Aristotle merupakan gigi yang terdapat pada semua jenis bulu babi. Sistem pembuluh air pada bulu babi sama dengan bintang laut. Kaki tabung bersama duri digunakannuntuk berjalan.kelamin terpisah, telurnya dapat dimakan dan ada beberapa jenis bulu babi berbisa misalnya Diadema setosum. Bulu babi berwarna hitam dengan duri-durinya yang panjang dan mudah patah jika terinjak kaki telanjang. Ujung duri akan menusuk telapak kaki, karena tersusun dari bahan kapur sehingga duri mudah terlarut dalam darah, sehingga duri bulu babi harus dihancurkan dengan memukul-mukul telapak kaki dengan benda keras. Bulu babi termasuk jenis hewan nokturnal yang aktif pada malam hari, dengan tujuan untuk menghindari predator. 2. Klasifikasi Bulu babi 11

Bulu babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Echinodermata Kelas : Echinoidea Ordo : Arbacioida : Diadematoida : Echonoida : Clypeasteroid Familia : Temnopleuridae : Diadematidae : Echinidae : Cicaridae Genus : Diadema : Tripneuster : Tepnopleurus : Echinothrix : Toxopneuster : Mespilia (Yusron 2009) 12