Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite *

dokumen-dokumen yang mirip
RechtsVinding Online. menjadikan Migas merupakan bagian dari sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan alam yang

MELIHAT 10 TAHUN PERJALANAN UU MIGAS DIKAITKAN DENGAN INISIATIF RUU MIGAS

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

KONSOLIDASI PENGUATAN PEMERINTAH MELALUI PERBAIKAN TATA KELOLA MIGAS

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA: Upaya Untuk Menata Kembali Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Oleh: Zaqiu Rahman *

Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

KETENTUAN HUKUM INDONESIA TERKAIT KOMPUTASI AWAN (CLOUD COMPUTING) ICCA CLOUD COMPUTING WHITE PAPER FOCUS GROUP DISCUSSION JAKARTA, 8 DESEMBER 2016

Keterangan Pers Presiden Ri pada Pembubaran BP Migas, Jakarta, 14 November 2012 Rabu, 14 November 2012

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan kepada pembeli dengan ketentuan jumlah, jenis, kualitas, tempat dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara

PEDOMAN PELAKSANAAN PASAL 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN. Peranan negara dalam kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

Divestasi Minerba tak Kunjung Pasti, Pengaturan tak Tegas? Oleh : Olsen Peranto *

MENURUT UUD Pihak TERMOHON I, TERMOHON II dan para Ahli yang kami hormati;

COMPLIANCE AUDIT IN HIGHLY REGULATED INDUSTRIES AUDITOR S PERSPECTIVE

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan,

BUMN DAN BUMD. Anggota Kelompok:

2 kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi dalam rangka pengelolaan Minyak dan Gas Bumi di darat dan laut di Wilayah Aceh dapat dilakukan jika keseluruhan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

BAB V PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penyelesaian piutang perbankan BUMN pra Putusan Mahkamah

BAB IV KONSEP TENTANG KEUANGAN NEGARA YANG IDEAL BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

HOLDING BUMN: SELURUH SAHAM PEMERINTAH DI PGN DIALIHKAN KE PERTAMINA

POSITION PAPER TATA KELOLA MIGAS NASIONAL MERAH PUTIH SESUAI UUD Mantan Pertamina (Kelompok Poverep) April 2013

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan komoditas strategis yang mutlak dimiliki oleh suatu

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

Adapun...

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN KOMISI XI DPR-RI

Transkripsi:

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 8 Februari 2016; disetujui: 15 Februari 2016 A. Latar Belakang Konstitusi Indonesia di dalam perekonomian nasional menegaskan 2 (dua) hal pokok yaitu (i) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (ii) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara filosofis substansi Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana telah dikemukakan di awal bermakna bahwa negara merupakan subjek utama dalam penguasaan sumber daya alam yang terkandung di dalam wilayah kedaulatan Indonesia. Makna filosofis konstitusi itu sejatinya harus pula diterapkan dalam pendayagunaan kekayaan alam minyak dan gas bumi (Migas). Timbul pertanyaan besar yang kemudian harus kita jawab bersama yaitu sudahkah konsep konstitusi terkait pengelolaan kekayaan alam Indonesia diterapkan?, carutmarutnya pengelolaan sektor hulu hingga hilir minyak dan gas bumi nampaknya harus menjadi gambaran untuk perbaikan kedepannya. Tidak hanya aspek penguasaan saja, aspek pengelolaan dan pemanfaatan pun harus mendapat porsi perhatian yang seimbang. Sejak pertama kali ditemukan sebagai komoditi alam Indonesia yang bernilai komersil, keberadaan Migas menjadi semakin penting. Tidak dapat dipungkiri Migas turut menyumbang dan mendorong terciptanya ketahanan energi nasional. Negara dalam sektor Migas berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dimaknai memiliki konsep penguasaan atas migas yang terbagi dalam mata rantai berupa (i) penyusunan kebijakan (beleid); (ii) pengaturan (regelendaad); (iii) pengurusan (bestuurdaad); (iv) pengelolaan (beheersdaad); dan pengawasan (toezichthounsdaad). Lahirnya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dapat dikatakan mereduksi konsep penguasaan negara dalam 5 (lima) mata rantai tersebut. Negara dalam undang-undang ini diposisikan sebagai pihak yang berkontrak melalui Badan Pengelolaan (BP-Migas) atau saat ini berdasarkan PERPRES Nomor 9 Tahun 2013 dikenal sebagai Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Migas (SKK-Migas). Konsekuensinya apabila dikemudian hari terjadi ketidaksepahaman klausula kontrak yang telah diperjanjikan, negara dapat saja dituntut di hadapan Arbitrase Internasional. Sejatinya pengelolaan migas di Indonesia haruslah mengedepankan konsep ideal dimana hak kepemilikan sebagai hak bangsa ada di tangan rakyat (mineral right), hak penguasaan berada pada negara (authority right), hak pengelolaan pada pemerintah (mining right), hak pengusahaan oleh BUMN (economic right), dan pengelolaan berbasis ekonomi (economic interest) diserahkan kepada Badan Usaha. Dari beberapa konsep draf RUU Migas usul DPR RI baik format penggantian, maupun perubahan memiliki cara yang berbeda dalam mengejawantahkan konsep ideal tersebut. Sebagai contoh draf RUU Migas versi Maret 2014 menghendaki pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUMN-K) sebagai bentuk perpanjang tanganan negara dalam pengelolaan Migas. BUMN-K diberikan kewenangan untuk mengoperasikan wilayah kerja Migas secara mandiri maupun dapat menawarkannya kepada Badan Usaha maupun Bentuk Usaha Tetap. Disatu sisi BUMN-K diberikan hak untuk memonopoli sektor hulu Migas. Apabila dipersandingkan secara vis-à-vis konsep draf RUU Migas dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU-BUMN) timbul pertanyaan besar, Tepatkah?. B. Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUMN-K) Dari beberapa konsep draf RUU Migas yang beredar secara luas, setidaknya terdapat 2 jenis draf yang secara legitimasi telah sampai kedalam pembicaraan tingkat 1 antara DPR dan Pemerintah yaitu draf versi maret 2014 dan draf versi juni 2014. Bahwasanya antara kedua draf tersebut terdapat konsep berbeda dalam memandang ototritas mana yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengelolaan. Draf versi maret 2014 menegaskan pembentukan BUMN-K sedangkan draf versi juni 2014 menghendaki pembentukan Badan Pengelolaan. Dalam tulisan ini berupaya menyoroti draf versi maret 2014 yang menghendaki pembentukan BUMN-K untuk melakukan pengelolaan sektor hulu Migas. BUMN-K dalam draf versi maret 2014 diartikan sebagai Badan usaha yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan management pengendali terhadap kontrak kerjasama pada kegiatan usaha hulu. Dalam draf RUU ini pula BUMN-K diposisikan berbadan hukum Perusahaan Terbatas (Persero) dengan karakteristik dapat melakukan pengelolaan, mendapatkan imbalan jasa atas pelaksanaan management pengendali kontrak, dan mempunyai participating interest pada wilayah kerja dalam masa eksploitasi namun tidak bertindak sebagai operator atas wilayah kerja tersebut. Tampaknya konsep ini berusaha untuk

mengembalikan posisi negara sebagai perwujudan pemilik (mineral right) dan penguasa (authority right) sehingga membebas tugaskan campur tangan negara dan pemerintah dalam kontrak-kontrak kesepakatan yang dibentuk dengan mekanisme business to business (B to B) terhadap minyak dan gas bumi. Konsekuensi positifnya memang menghindarkan negara dari kemungkinan membayar denda atau hukuman lain yang timbul dari kesalahan kontrak, akan tetapi disatu sisi terdapat beberapa kekurangan yuridis yang perlu untuk dilakukan tindakan mitigasi. Tindakan mitigasi pertama, lembaga BUMN-K yang dibentuk dengan badan hukum persero dan memiliki posisi pengendalian kontrak tunduk kepada UU Migas dan mengenyampingkan UU BUMN. Padahal apabila nomenklatur BUMN-K ditinjau secara seksama, ketentuan dari UU BUMN berlaku pula terhadap kerangka materil dan formil dari BUMN-K, hal ini sejalan dengan perintah Pasal 3 UU BUMN. Namun dalam kenyataanya draf RUU Migas menghendaki adanya pengaturan yang bersifat khusus (lex specialis) terlepas dari aturan yang bersifat umum UU BUMN sebagai (lex generalis). Hal ini menunjukan kontradiktif dari sudut dasar hukum pembentukan lembaga pengelola migas tersebut. Tindakan mitigasi kedua, diarahkan pada konsistensi dari badan hukum BUMN-K yang berbentuk persero. UU BUMN hanya mengakui badan hukum Persero dan Perum yang diwajibkan output untuk melakukan penyediaan barang dan jasa dalam kerangka mengejar keuntungan, perintis, dan penyelenggaaraan kemanfaatan umum hal ini tentunya akan bertentangan dengan wewenang BUMN-K yang berfungsi sebagai pengendali kontrak pengusahaan atas wilayah kerja (vide Pasal 44 UU Migas dan Pasal 90 PP 35 Tahun 2004). Disamping itu apabila dilihat dari sudut porsi minoritas kepemilikan saham atas wilayah kerja apakah tepat BUMN-K untuk melakukan pengendalian. Tindakan Mitigasi Ketiga, BUMN-K yang berbadan hukum persero perlu memperhatikan aspek permodalan dan audit oleh karena BUMN pada umumnya memiliki modal dari kekayaan negara yang dipisahkan oleh karena orientasinya yang bersifat mencari keuntungan. Badan Usaha Milik Negara yang lahir dari konsep hukum state owned enterprise sejatinya memang berlandasakan pada konsep pengelolaan berbasis profit oriented. Baik itu berbentuk Persero maupun Perum, keduanya merupakan identitas bisnis yang melakukan aspek produksi, distribusi dan pelayanan. Keberadaan BUMN-K yang memiliki karakteristik sedikit berbeda dari BUMN pada umumnya secara garis besar memang terletak pada pengendalian kontrak berbasis bisnis. Dalam pembahasan yang saat ini sedang bergulir dalam rapat-rapat komisi VII DPR-RI konsep BUMN-K ini sedang mengemuka. Tak dapat dipungkiri konsep ini memang diarahkan untuk menjawab tantangan pengelolaan Migas

Indonesia terutama dalam upaya meningkatkan jumlah lifting dan pemanfaatan Migas yang terus mengalami penurunan pasca dikendalikan oleh BP- Migas. Namun, akan lebih bijak bila pembentukan BUMN-K itu juga memperhatikan dasar hukum UU eksisting karena nantinya akan ada implikasi baik hukum mapun ekonomi semisal keberadaan share holder antara pemegang saham dalam BUMN dan lain sebagainya. Disamping itu pengelolaan antara hulu dan hilir perlu pula mendapat porsi seimbang. C. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUMN- K) Dari Aspek Persaingan Usaha Konsep persaingan usaha dalam tataran ideal menghendaki persaingan secara wajar antara pelaku bisnis guna menumbuhkembangan daya inovasi dan invensi agar tercipta kondisi pasar yang stabil dan kompetitif. Persaingan usaha wajar sedapat mungkin menghindari bentuk persaingan usaha tidak sehat baik itu monopoli, pemusatan kekuatan pasar maupun kartel. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah konsep persaingan usaha sehat dapat diterapkan dalam pengelolaan hulu dan hilir migas?. Menjawab pertanyaan ini agaknya kita perlu kembali mengingatkan patron konstitusi ekonomi Indonesia yang termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945. Secara ideal hubungan antara hulu dan hilir migas haruslah dipandang sebagai suatu alur hubungan yang tidak terpisahkan, seharusnya tidak ada pembedaan peraturan antara hulu dan hilir mengingat keduan ditujukan untuk kemakmuran rakyat yang sebsar-besarnya. Bila ditelaah ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Migas menegaskan Migas yang terkandung dalam wilayah kerja merupakan kekayaan nasional yang dikuasai negara sedangkan Pasal 7 ayat (2) UU Migas mengatakan kegiatan usaha hilir diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar dan sehat. Dari kedua Pasal ini diperoleh pemahaman, bahwa di hulu negara memiliki penguasaan sedangkan di hilir berlaku aspek persaingan bisnis. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang tidak mendikotomikan pengusaaan negara baik hulu maupun hilir Migas. Konsep penguasaan terintegrasi baik hulu maupun hilir sejalan pula dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dan Pasal 4 ayat (1) UU Energi. Berkaca dari konsep penguasaan hulu dan hilir itu, seharusnya Pemerintah secara tegas mengatur pengelolaan Migas sebagai objek monopoli negara oleh karena posisi Migas sebagai komoditas vital negara. Dengan demikian timbul pertanyaan dari sudut pandang keterbukaan investasi publik yaitu apakah monopoli sektor hulu dan hilir migas tidak bertentangan dengan konsep persaingan usaha secara wajar dan apakah dikemudian konsep ini akan menutup keran investasi di Indonesia?. Menjawab hal ini perlu dikedepankan pandangan bahwa konsep persaingan usaha bukanlah tanpa suatu batasan. Terdapat

koridor limitatif sebagaimana yang ditekankan dalam Pasal 50 butir a yang mengecualikan pemusatan kekuatan ekonomi dalam rangka melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku. Disamping itu pemerintah tidak perlu takut bila dikatakan iklim bisnis di Indonesia tidak investor friendly, pemerintah dapat melakukan divestasi porsi saham minimal, penjulan berbasis bagi hasil, dan kerjasama pengelolaan. Bertitik tolak dari pemaparan di atas maka keberadaan BUMN-K sebagai otoritas yang memiliki kendali dalam pemusatan ekonomi migas tidaklah salah. Namun daripada itu semua, tentunya berpulang kembali pada pilihan kebijakan yang dapat dipilih oleh Pemerintah. Apakah akan memilih BUMN-K yang tentunya harus tunduk pula dalam ketentuan terkait BUMN sebagai pengejawantahan konsep business to business (B to B) ataukah memilih pola otoritas berbentuk Badan Pengelola sebagai bentuk penerapan konsep government to business (G to B). Sebagai pemegang hak pengusahaan (business right) dalam konsep mata rantai penguasaan, BUMN maupun BUMN-K harus berfokus pada pengelolaan dan pengawasan baik sektor hulu maupun hilir migas sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. D. Kesimpulan Badan Usaha Milik Negara Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUMN-K) yang dibentuk untuk mengatasi ketidak jelasan pengelolaan migas di Indonesia memiliki ciri khusus dalam bentuk pengendalian kontrak yang diberikan kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap. Kedepannya perlu diregulasi mengenai tujuan BUMN-K yang juga mengarah kepada pelayanan dan keuntungan, kewenangan penawaran wilayah kerja dalam kontrak, modal yang dipergunakan, dan bentuk badan hukum yang dipergunakan. Disamping itu perlu pula diperhatikan aspek sinkronisasi dan harmonisasi secara cermat dan tepat. * Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pembangunan Pada Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR-RI.