PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

dokumen-dokumen yang mirip
Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

Pengantar Perpajakan. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

Pengantar Perpajakan MINGGU 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

PERPAJAKAN PENGANTAR PERPAJAKAN. Riaty Handayani, SE., M.Ak. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen.

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Modul ke: Perpajakan. Pengantar Perpajakan. Fakultas FAKULTAS EKONOMI & BISNIS. Yanti Verawati Bakara, SE, MSi, BKP. Program Studi MANAJEMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Modul ke: Pengantar Perpajakan. 01Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Yusar Sagara, SE.,M.Si.,Ak.,CA. Program Studi Manajemen

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

MODUL PERKULIAHAN. Perpajakan. Pengantar Perpajakan. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 01

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB 1 PERPAJAKAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

PERTEMUAN 2 DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERTEMUAN 1 DASAR DASAR PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

FUNGSI PAJAK. 2.Fungsi Mengatur Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGANTAR PERPAJAKAN. Pengantar Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

DASAR DASAR PERPAJAKAN. ARUMEGA ZAREFAR, SE.,M.Ak.,Akt.,CA

Perpajakan 1. Pengantar, Pungutan Lain, Fungsi Pajak, Dasar Teori Pemungutan Pajak, Kedudukan Hukum Pajak, Hk. Pajak Materil dan Formil

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II BAHAN RUJUKAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II KAJIAN TEORI. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik kerja Lapangan Mandiri. memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Hukum Pajak. Ciri-Ciri Pajak (Pertemuan #3) Semester Genap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ahli pada saat merumuskan. Definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tipe Madya Pabean B Yogyakarta antara lain: Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

PENGGOLONGAN PAJAK, JENIS PAJAK, TARIF PAJAK, DAN SANKSI DALAM PAJAK

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tugas Akhir. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Sejak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

PENGANTAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Iuran rakyat ke negara. berdasarkan UU (memaksa) kepentingan negara. penggunaan publik. tanpa timbal balik ( non kontraprestasi)

HUKUM PAJAK. Chandra Dewi Puspitasari, LL.M

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

PENGERTIAN PAJAK Negara sebagai suatu organisasi besar tentunya memiliki tujuan berkesinambungan, terutama terkait dengan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu tentu membutuhkan pendapatan yang salah satunya dapat berasal dari rakyatnya sendiri. Pajak, itulah istilahnya dimana Prof. Dr. P. J. A Adirani mendefinisikannya: UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Definisi serupa dinyatakan oleh Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasi yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong dimana: Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari pengertian-pergertian di atas dapat disimpulkan pengertian pajak adalah: 1. Dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah. 3. Tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Diperuntukkan untuk pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 5. Diperuntukkan untuk mengatur, selain budgeter. FUNGSI PAJAK Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan menyatakan: Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sebagaimana pengertian di atas, pajak memiliki dua fungsi, yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter), sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi Mengatur (Reguler), sebagai alat mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

PENGELOMPOKKAN PAJAK Pajak dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. Menurut Golongan atau Pembebanan a. Pajak Langsung, pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain tetapi menjadi tanggung jawab Wajib Pajak bersangkutan, misalnya Pajak Penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifat a. Pajak Subyektif, pajak yang berpangkal atau berdasar pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. b. Pajak Obyektif, pajak yang berpangkal atau berdasar pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 3. Menurut Pemungut dan Pengelola a. Pajak Pusat, pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK Menurut Adam Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations menyebutkan pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas berikut: 1. Equality (Keadilan) Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. 2. Certainty (Kepastian) Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenangwenang. Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besar pajak terutang, kapan harus membayar, dan batas waktu pembayaran. 3. Convenience (Waktu Tepat) Wajib Pajak membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan, misalnya disaat memperoleh penghasilan. Ini disebut pay as you earn. 4. Economy (Ekonomi) Biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin. Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku Public Finance in Theory and Practice terdapat dua macam asas keadilan pemungutan pajak, yaitu: 1. Benefit Principle (Prinsip Manfaat) Wajib Pajak harus membayar Pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Ini disebut revenue and expenditure approach 2. Ability Principle (Prinsip Kemampuan) Pajak dibebankan sesuai kemampuan bayar Wajib Pajak. PUNGUTAN LAIN OLEH PEMERINTAH Selain pajak, ada pungutan lain yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu: 1. Retribusi adalah iuran rakyat yang disetorkan kepada kas pemerintah atas dasar pembangunan tertentu dari jasa atau barang milik pemerintah yang digunakan oleh orang-orang tertentu. Ini pada umumnya berhubungan langsung dengan kembalinya prestasi karena pembayarannya semata-mata untuk mendapatkan prestasi dari pemerintah. 2. Cukai adalah iuran rakyat atas pemakaian barangbarang tertentu. Barang kena cukai berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 terdiri dari: a. etil alkohol atau etanol. b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun. c. hasil tembakau dan pengolahan lainnya. 3. Bea Masuk atau Keluar adalah bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia. 4. Sumbangan adalah iuran orang atau golongan tertentu yang harus diberikan kepada negara untuk menutupi pengeluaran yang tidak memberikan prestasi secara umum, golongan tertentu yang menikmati kontraprestasinya. DASAR HUKUM PAJAK Dasar hukum yang menjadi dasar pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

1. UUD 1945 Amandemen, Pasal 23A, Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 2. Ordonansi Pajak Persero 1925 3. Aturan Bea Materai 1932 4. Ordonansi Pajak Kekayaan 1932 5. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 6. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 7. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 8. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah 9. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan 10. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai 11. UU No. 11 Tahun 1996 tentang Cukai 12. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak 13. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 14. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 15. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 16. UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 17. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan 18. UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 19. UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 20. UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 21. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak 22. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai 23. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan 24. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 25. UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah HUKUM PAJAK FORMAL & MATERIIL Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dengan rakyat selaku Wajib Pajak. Ditinjau dari materinya, hukum pajak dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Hukum Pajak Materiil, memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (obyek), siapa yang dikenakan pajak (subyek), berapa besar pajak yang dikenakan, dan segala sesuatu yang timbul atau hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. 2. Hukum Pajak Formal, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan, diantaranya memuat: a. tata cara penetapan utang pajak. b. hak-hak fiskus untuk mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. c. kewajiban Wajib Pajak dan hak-hak mengajukan keberatan dan banding. PENAFSIRAN DALAM HUKUM PAJAK Penafsiran hukum adalah suatu upaya untuk menerangkan, menjelaskan dan menegaskan baik dalam arti memperluas maupun membatasi atau mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum sebagai berikut: 1. Penafsiran tata bahasa (gramatika), cara penafsiran berdasarkan bunyi ketentuan undang-undang dengan berpedoman pada arti kata-kaya yang berhubungan satu sama lain dalam kalimat yang dipakai oleh undang-undang. 2. Penafsiran sahih (resmi/autentik), penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata sebagaimana yang diberikan oleh pembuat (penyusun) undangundang. 3. Penafsiran historis, didasarkan pada sejarah hukum dan sejarah undang-undang untuk meneliti maksud yang terkandung. 4. Penafsiran sistematis (dogmatis), penafsiran dengan memperhatikan susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya, baik dalam undang-undangnya maupun undangundang lainnya. 5. Penafsiran sosiologis, penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang.

Hal ini karena kebutuhan berubah seiring waktu namun undang-undang terkadang tetap. 6. Penafsiran ekstensif, penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan sehingga suatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu. 7. Penafsiran restriktif, penafsiran dengan mempersempit arti kata-kata dalam suatu undangundang. 8. Penafsiran analogis, penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat (perumpamaan) pada katakata tersebut sesuai dengan asas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. 9. Penafsiran a contrario, penafsiran undang-undang yang didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut. CARA PEMUNGUTAN PAJAK Pemungutan pajak dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Stelsel Pajak a. Stelsel Nyata Pengenaan pajak didasarkan pada obyek yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah diketahui pasti nilai obyeknya, misalnya Pajak Penghasilan. b. Stelsel Anggapan Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan c. Stelsel Campuran Pengenaan pajak didasarkan kombinasi stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak ditentukan berdasarkan anggapan, kemudian diakhir tahun disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada anggapan maka Wajib Pajak wajib menambahkan kekurangannya, demikian pula sebaliknya. 2. Sistem Pemungutan Pajak a. Sistem Official Assessment Pemerintah selaku fiskus menentukan besarnya pajak terutang. Ciri-ciri utama sistem ini: TARIF PAJAK 1) Wewenang menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. 2) Wajib Pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Sistem Self Assessment Sistem ini memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Sistem Withholding Sistem ini memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut pajak terutang oleh Wajib Pajak. Tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang yang harus dibayar, dapat dinyatakan dalam persentase, dibedakan menjadi beberapa sebagai berikut: 1. Tarif Marginal Tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak. Misalnya pada Pajak Penghasilan Wajib Pajak Pribadi dimana tarif berlaku sebagai berikut: Rp 0 - Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000 -Rp 250.000.000 15% 2. Tarif Efektif Tarif ini berlaku efektif atau harus diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu. Misalnya pada Pajak Penghasilan Wajib Pajak Pribadi sebesar Rp 100.000.000, maka tarif efektifnya sebagai berikut: 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 = Rp 10.000.000 Tarif Efektifnya adalah Rp 10.000.000 Rp 100.000.000 x 100% = 10% Struktur tarif dengan pola persentase dibedakan menjadi 4 macam, yaitu: 1. Tarif Pajak Proporsional Tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak, misalnya Pajak Pertambahan Nilai 10% atas Barang Kena Pajak. 2. Tarif Pajak Progresif

Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar, misalnya Pajak Penghasilan 2014 berlaku tarif sebagai berikut: Rp 0 - Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000 -Rp 250.000.000 15% Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25% > Rp 500.000.000 30% 3. Tarif Pajak Degresif Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih kecil apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. 4. Tarif Pajak Tetap Tarif pajak yang nilainya tetap terhadap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaannya, misalnya tarif bea meterai. 3. Daluwarsa Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan selama sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Ini merupakan kepastian hukum bahwa utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan dapat tertangguhkan apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa. 4. Pembebasan Utang pajak tidak berakhir dalam arti semestinya tetapi karena ditiadakan. 5. Penghapusan Penghapusan sama sifatnya dengan pembebasan tetapi diberikan karena keadaan Wajib Pajak, misalnya karena keadaan keuangan Wajib Pajak. HAPUSNYA UTANG PAJAK Utang pajak dapat dihapuskan disebabkan oleh hal sebagai berikut: 1. Pembayaran Utang pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara. 2. Kompensasi Kompensasi diberikan apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan tersebut harus dikompensasi dengan pajak lainnya yang terutang. SUMBER BACAAN http://www.beacukai.go.id diakses 11 Februari 2015 http://www.pajak.go.id diakses 11 Februari 2015 http://sukroandiana.blogspot.com diakses 10 Februari 2015 http://ssbelajar.blogspot.com diakses 10 Februari 2015 Waluyo. Perpajakan Indonesia. Edisi 10-Buku 1. 2011. Jakarta: Salemba Empat. ISBN 978-979-061-220-4 Pajak pertama kali di Indonesia adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang pada saat itu dikenal sebagai Pajak Pertanahan. Ini diberlakukan kepada tanah atau lahan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia yang dimulai sejak VOC masuk dan menduduki Hindia Belanda. Pajak Pertanahan ini dikenal dengan sebutan landrente dimana besar tarifnya adalah 80% dari harga besaran tanah atau hasil lahan yang dimiliki. Kemudian ketika masa kependudukan Inggris, kebijakan landrente ini diubah dimana tarif yang dikenakan sebesar 2.5% untuk golongan pribumi dan 5% untuk golongan bangsa lain. Selain itu, masa itu juga dikenalkan Surat Tanah sebagai suatu Sertifikat Tanah Internasional.