PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

BAB I. PENDAHULUAN. wujud dari prinsip kedaulatan rakyat, dalam sistem penyelenggaraan negara yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan.

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. teknik-tekniknya, kerangka dasar konseptual ini terdiri dari standar (teknik,

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM.

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

BAB I PENDAHULUAN. negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

b. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

HASIL MASUKAN KUNJUNGAN KERJA DARI PROVINSI MALUKU, JAWA TENGAH, DAN KALIMANTAN TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

sherila putri melinda

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

I. UMUM

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Transkripsi:

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep demokrasi diungkapkan, setiap orang, setidaknya ahli politik dan hukum tata negara, tentu memiliki pemahaman yang selaras bahwa demokrasi secara sederhana adalah pemerintahan rakyat yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat. Namun ketika demokrasi diberi predikat Pancasila pasti memunculkan konsepsi yang berbeda-beda. Satu jawaban yang sama adalah pada tataran prinsip dasar dari salah satu sila Pancasila itu sendiri, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Namun ketika sampai pada tataran metode mewujudkan nilai dasar itu, perbedaan mulai bermunculan yang tidak dapat begitu saja dikatakan bahwa satu pendapat lebih Pancasilais dibanding pendapat lain. Menemukan apa itu demokrasi Pancasila dari sisi epistemologi berupa sistem politik dapat juga dilakukan dengan menelusuri sejarah demokrasi Indonesia, baik secara normatif maupun dalam praktik politik. Bangsa Indonesia memiliki pengalaman yang bervariasi dan mendapatkan kritik dari generasi yang mengembangkan sistem baru. UUD 1945 yang disahkan 18 Agustus 1945 tidak dapat diklaim sebagai sistem yang paling sesuai dengan konsep Demokrasi Pancasila karena Soekarno sendiri pun menyatakan bahwa UUD 1945 itu belum sempurna dan merupakan UUD kilat, suatu revolutie grondwet. Praktik pemerintahan di awal kemerdekaan juga dikatakan bukan merupakan bentuk Demokrasi Pancasila karena menggunakan sistem parlementer apalagi pernah menjadi negara federal. Demokrasi terpimpin dikritik sebagai system yang sama sekali tidak demokratis, apalagi menyatukan konsepsi Nasionalis, Agamis, dan Komunis. Konsep demokrasi Pancasila banyak digunakan pada masa Orde Baru yang isinya adalah sesuai dengan UUD 1945 menurut penafsiran rejim Orde Baru. UUD 1945 dengan sistem MPR yang berbeda dengan berbagai sistem lain ditasbihkan 1

sebagai demokrasi Pancasila yang khas Indonesia, berbeda dengan sistem negaranegara liberal. Namun substansi UUD 1945 itu pula yang telah memberikan legitimasi pada kekuasaan Orde Baru sehingga menjadi sasaran kritik pada masa awal reformasi yang kemudian melahirkan perubahan terhadap UUD 1945 dengan argumentasi untuk menutupi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Di pertengahan dekade kedua era reformasi, kritik terhadap praktik demokrasi mulai bermunculan, baik yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan yang ada maupun yang lalu berujung pada sikap untuk kembali kepada UUD 1945 sebelum perubahan. Demokrasi di era reformasi banyak disebut kebablasan atau sudah bertentangan dengan Demokrasi Pancasila. Lalu apakah yang disebut dengan Demokrasi Pancasila? Menjawab dengan demokrasi berdasarkan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat/perwakilan tentu tidak cukup. Secara historis, bangsa ini juga baru bisa mengidentifikasi secara negatif, yaitu menentukan apakah perkembangan politik yang terjadi sudah terlalu liberal atau sudah terlalu otoriter, yang keduanya menjauh dari demokrasi Pancasila. Kondisi ini sesungguhnya sudah dapat dijelaskan dengan menggunakan perspektif lapisan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Pancasila adalah nilai dasar yang semua bersetuju dan tidak dapat diubah. UUD 1945 adalah nilai instrumental yang bersifat pilihan sistem sesuai dengan nafas zaman. Praktik politik adalah nilai praksis yang sangat dinamis. Oleh karena itu, penguatan sistem Demokrasi Pancasila dalam tulisan ini tidak bermaksud mengklaim bahwa pikiran yang ditawarkan adalah yang paling Pancasilais. Pemikiran institusionalisasi partai politik ditujukkan untuk mengembangkan demokrasi sesuai dengan hakikat demokrasi itu sendiri, yaitu suatu pemerintahan yang mendapatkan legitimasi dari rakyat demi kepentingan rakyat secara keseluruhan. Legitimasi rakyat tentu didasarkan atas pemahaman individu warga negara sebagai manusia yang selalu cenderung kepada kebaikan, bertanggungjawab, dan memiliki kebebasan untuk memilih atas dasar nurani dan rasionalitas. Nurani dan rasionalitas inilah yang menjadi dasar dari adanya hikmat dan kebijaksanaan. Mudah-mudahan hal ini selaras dengan prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 2

Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah suatu sistem politik tidak hanya bergantung pada sistem norma yang mengatur mekanisme dan perilaku politik. Tetapi juga sangat dipengaruhi oleh budaya yang berkembang dalam praktik politik oleh para pelaku politik. Pada titik ini terkadang dijumpai kontradiksi saat para pelaku politik (anggota DPR dan MPR) merasa sistem yang berkembang sudah sangat liberal dan menuntut perubahan sistem padahal liberalisasi itu adalah karya dan himpunan dari perilaku mereka sendiri. Oleh karena itu penguatan institusionalisasi partai politik yang demokratis hanya dapat menguatkan demokrasi (Pancasila) pada saat dibarengi dengan perubahan budaya politik. Pengaturan partai politik agar demokratis memang merupakan syarat yang diperlukan, tetapi tidak dengan sendirinya menjadi penentu (necessary but not sufficient). Partai Politik Sebagai Badan Hukum Publik Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 (UU Parpol) menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini lahir dari pemahaman keberadaan partai politik sebagai perwujudan hak berserikat warga negara berdasarkan keyakinan dan kepentingan politik yang menjadi sarana penting dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara secara demokratis. Pengertian tersebut memberikan dua karakter berbeda terhadap partai politik yaitu sebagai badan hukum privat jika dilihat dari pembentuknya adalah perorangan warga Negara, dan juga memiliki karakter sebagai badan hukum publik jika melihat pada wilayah dan jenis aktivitas yang dilakukan oleh partai politik. Namun karena keberadaan partai politik dibutuhkan sebagai instrument bernegara, dengan hak dan kewenangan tertentu yang bersifat eksklusif menjembatani infrastruktur dan suprastruktur politik (hak mengikuti pemilu, merekrut calon anggota lembaga perwakilan dan calon Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah), maka 3

partai politik sesungguhnya adalah badan hukum publik. Karater sebagai badan hukum publik semakin kuat pada saat partai politik menjalankan sebagian fungsi Negara, antara lain melakukan pendidikan politik, dan atas aktivitas tersebut mendapatkan alokasi anggaran dari Negara. Bahkan, secara konstitusional partai politik dapat disebut sebagai organ konstitusi karena memiliki hak dan kewenangan tertentu yang diatur oleh UUD 1945. Salah satu konsekuensi dari status partai politik sebagai badan hukum publik adalah adanya hak Negara untuk membuat pengaturan dan melakukan pengawasan terhadap partai politik. Kewenangan Negara ini sesungguhnya juga ada pada bentuk badan hukum lain sebagai konsekuensi status Negara sebagai total legal order yang memberikan status badan hukum (legal person) kepada partai politik agar sesuai dengan kerangka kehidupan bernegara. Tentu saja bentuk pengaturan dan pengawasan harus dilakukan secara proporsional sehingga partai politik tetap dapat menjalankan fungsinya dalam kerangka kehidupan bernegara yang demokratis, bukan menjelma menjadi partai Negara yang bertentangan dengan demokrasi itu sendiri. Doktrin Militant Democracy Doktrin militant democracy yang lahir dari putusan Mahkamah Konstitusi Jerman dalam kasus pembubaran Partai Sosialis Jerman yang dinilai membahayakan demokrasi karena merupakan manifestasi dari Partai Nazi. Doktrin ini berisi prinsip Negara tidak hanya berhak melainkan memiliki kewajiban untuk menjamin kelestarian demokrasi. Berdasarkan prinsip ini, Negara wajib bertindak ketika ada organisasi tertentu yang mengancam demokrasi, karena hilangnya demokrasi dengan sendirinya akan menghilangkan hak asasi manusia. Doktrin ini dapat digunakan sebagai kerangka pengaturan negara terhadap partai politik di Indonesia. Partai politik sebagai instrumen demokrasi sudah seharusnya memiliki watak demokratis karena hanya dengan demikian partai politik dapat mendukung proses pematangan dan pelestarian demokrasi di Indonesia. Sebaliknya, ketika partai politik secara internal tidak bersifat demokratis tentu akan mengurangi kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan Negara. Beberapa penyakit partai politik yang perlu diantisipasi melalui pengaturan dan pengawasan antara lain adalah: 4

1. Kecenderungan hubungan patrimonial oligaskis di dalam elit partai politik; 2. Politik uang internal partai politik; 3. Penyelesaian konflik internal tidak dilakukan melalui mekanisme aturan internal. Dalam hal ini Negara memiliki kewenangan untuk membuat pengaturan yang mewajibkan partai politik untuk menerapkan ketentuan-ketentuan tertentu yang menjamin demokratisasi internal partai politik. Selain itu pengaturan partai politik juga harus mengarah kepada desain ketatanegaraan Indonesia yang ada di dalam UUD 1945, terutama mengarah kepada terbentuknya sistem multipartai sederhana yang sejalan dengan sistem pemerintahan presidensial. Beberapa ketentuan yang dapat dilakukan untuk institusionalisasi partai politik yang demokratis, antara lain 1. Partai politik wajib menyelenggarakan forum tertinggi dengan agenda pembahasan AD ART dan pergantian kepengurusan paling sedikit lima tahun sekali. 2. Menentukan persyaratan ketua umum partai politik yang dapat mendorong demokratisasi internal. 3. Menentukan batasan seseorang dapat menjabat ketua umum partai politik, misalnya paling lama 2 periode. 4. Menentukan struktur minimal yang ada dalam kepengurusan partai politik, termasuk adanya Mahkamah Partai atau nama lain yang berwenang memutus perselisihan internal. 5. Pengaturan pendanaan partai politik dan pertanggungjawabannya. Partai politik tentu tidak dapat membuat badan usaha karena akan menimbulkan konflik kepentingan. Demikian pula partai politik sebaiknya tidak menggunakan anggaran negara karena akan lebih menguntungkan partai besar. Partai politik harus mendapat pendanaan dari anggota partai dan sumbangan. Sumbangan dapat dibuka dalam jumlah yang besar dengan catatan hal itu harus diumumkan kepada masyarakat sehingga penyumbang dan jumlahnyapun akan menjadi bagian dari hal yang dipertimbangkan pemilih. 5

Multi Partai Sederhana Keberadaan sistem multipartai sesungguhnya beriringan dengan pluralitas bangsa Indonesia. Hal itu juga terbukti dari banyaknya jumlah parpol sebelum kemerdekaan dan di awal kemerdekaan sebelum dilakukan penyederhaan secara paksa oleh Soekarno sebagai bagian dari upaya menegakkan demokrasi terpimpin. Namun demikian, kenyataan sejarah menunjukkan bahwa sistem multipartai yang tidak terkontrol mengakibatkan ketidakstabilan pemerintahan baik dalam sistem parlementer, pada masa Presiden Soekarno, maupun sistem presidensiil, di era reformasi. Hal itulah yang mendasari penyederhanaan partai politik baik di masa Orde Lama, Orde Baru, maupun era reformasi. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, penyederhaan dilakukan melalui kebijakan negara yang represif dengan ukuran yang secara sepihak ditentukan oleh pemerintah walaupun dengan legitimasi ideologis. Dapat dikatakan bahwa proses penyederhanaan pada dua periode tersebut dilakukan melalui mekanisme yang bertentangan dengan demokrasi, apalagi pada masa Orde Baru yang menutup kesempatan pembentukan parpol baru. Pilihan ideologi adalah hak partai politik, tidak dapat ditentukan oleh negara. Partai ideologis juga cenderung terkikis karena realitas politik dan masyarakat yang membuat partai tidak mungkin berdiri di atas ideology tertentu untuk dapat menjadi partai besar. Pada era reformasi penyederhanaan dilakukan secara lebih sistemik sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi agar tidak melanggar kebebasan berserikat. Hal itu dilakukan melalui penentuan syarat pembentukan (political engineering by legal process), mekanisme verifikasi administrasi dan faktual (political engineering by administrative process), besaran wakil dan daerah pemilihan (distric magnitude) serta ketentuan electoral treshold atau parliamentary treshold (political engineering by electoral process). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu mengadopsi ketentuan parliamentary treshold menggantikan ketentuan electoral treshold yang dianut pada UU Pemilu sebelumnya. Perubahan tersebut mengakibatkan penyederhanaan yang sudah mulai berhasil dilakukan kembali ke titik awal karena adanya ketentuan peralihan yang memberikan hak pada semua parpol yang memiliki 6

kursi di DPR dan putusan MK yang memberikan hak pada semua parpol yang lolos verifikasi untuk mengikuti Pemilu 2009. Hal itu berarti terhadap parpol yang gagal eksis di dunia politik, yaitu gagal memperoleh kursi DPR, tetap dapat mengikuti Pemilu berikutnya. Ketentuan ini tidak sejalan dengan keinginan untuk menciptakan sistem multipartai sederhana karena parpol peserta Pemilu kemungkinan besar tidak akan berkurang pada Pemilu berikutnya, tetapi akan semakin bertambah. Untuk mendukung langkah penyederhaan kepartaian menuju sistem multipartai sederhana, dapat diterapkan mekanisme pembubaran terhadap parpol yang gagal tersebut. Organisasi partai politik dibentuk untuk menjembatani antara rakyat sebagai pemegang kedaulatan dengan organisasi negara dan pemerintahan. Untuk dapat menjalankan tugas tersebut dengan baik, dukungan pemilih terhadap partai yang ditransformasikan menjadi jumlah wakil rakyat adalah kekuatan utama yang harus dimiliki. Tanpa kekuatan itu, partai tidak dapat berperan dalam pembuatan keputusan-keputusan penting kenegaraan. Partai yang gagal tersebut hanya dapat berperan di sektor pinggiran seperti halnya kelompok masyarakat lain yang pendapatnya dapat dilihat sebagai bagian dari aspirasi masyarakat (representation in ideas). 7