GAMBARAN STOCK OUT OBAT PROGRAM RUJUK BALIK BAGI PESERTA JKN DI BPJS KESEHATAN JAKARTA PUSAT PADA JUNI AGUSTUS 2014

dokumen-dokumen yang mirip
Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, epilepsy, stroke,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

ABSTRAK GAMBARAN KESESUAIAN DAN KETIDAKSESUAIAN RESEP PASIEN BPJS PROGRAM RUJUK BALIK PUSKESMAS WILAYAH BANJARBARU PERIODE SEPTEMBER DESEMBER 2014

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RUJUK BALIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Ged. RSCM Kirana 23 Juli 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Ketersediaan Obat dalam Penyelenggaraan JKN: Formularium Nasional dan. e-catalogue Obat

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

SOP. KOTA dr. Lolita Riamawati NIP

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

Jumlah Pemenuhan dan Pola Penggunaan Obat Program Rujuk Balik di Apotek Wilayah Gedebage Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dapat bersifat promosi (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lem

PROLANISPEDIA PELAKSANAAN KEGIATAN PROLANIS DI FKTP BPJS KESEHATAN KCU TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENULISAN RESEP OBAT DI LUAR FORMULARIUM NASIONAL PADA PESERTA BPJS NON PBI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU TAHUN 2015

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

PROSEDUR DAN TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin :

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ketersediaan Obat di Era JKN: e-catalogue Obat. Engko Sosialine M. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bidang jasa kesehatan dimana Rumah Sakit selalu dituntut untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

25/3/2016. Citraningsih Yuniarti RSUD KOTA YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

ANALISIS PELAKSANAAN RUJUKAN PESERTA JKN DARI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I DI PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO

Pengalaman dan Tantangan dalam Manajemen Obat di RSUDZA dalam Era JKN dr. Fachrul Jamal, SpAn.KIC

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 6.

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif melalui observasi dan wawancara mengenai penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

GAMBARAN STOCK OUT OBAT PROGRAM RUJUK BALIK BAGI PESERTA JKN DI BPJS KESEHATAN JAKARTA PUSAT PADA JUNI AGUSTUS 2014 Ianathasya 1, Mardiati Nadjib 2 1 Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 2 Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok Email: ianathasya@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas gambaran stock out (kekosongan) obat Program Rujuk Balik bagi peserta BPJS Kesehatan Jakarta Pusat. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif serta kuantitatif dengan menganalisis data obat pada Apotek bulan Juni Agustus 2014. Penelitian menunjukkan bahwa terjadi kekosongan obat program rujuk balik dilihat dari permintaan obat yang tidak terlayani yaitu 43,2% peserta pada Juni, 15,2% peserta pada Juli, dan 9,7% peserta pada Agustus. Obat paling sering kosong adalah Bisoprolol 5mg pada Juni, Adalat Oros 30mg pada Juli, dan Amlodipin 10mg pada Agustus sehingga dapat disimpulk an bahwa Program Rujuk Balik belum berjalan sesuai harapan. Untuk itu disarankan agar Apotek melakukan perencanaan kebutuhan obat dan fungsi pengawasan pada Program Rujuk Balik dijalankan oleh pihak terkait. Overview about The Drugs Stock Out of Back Referral Program at BPJS Kesehatan, Central Jakarta, June August 2014 Abstract The study aims to analyze the drugs stock out of BPJS Kesehatan Program (Rujuk Balik) in Central Jakarta. This study used qualitative method as well as quantitative method by analyzing data on drugs in Apotek, June August 2014. The result showed that there was drugs stock out, a number of prescription were not adequately served. Data revealed that 43,2% patients in June, 15,2% patients in July, and 9,7% patients in August were not served. The stock out drug was found for Bisoprolol 5mg in June, Adalat Oros 30mg in July, and Amlodipin 10mg on August. The study suggests Apotek to develop a plan and closely monitor the drug availability to support the program. Keywords: BPJS Kesehatan, Drugs stock out, Pendahuluan Kesehatan merupakan hak setiap manusia dan menjadi kebutuhan dasar bagi manusia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948 telah menetapkan Universal Declaration of Human Rights, yang di dalamnya mengatur hak atas kesehatan. Pada pasal 25 dalam deklarasi

tersebut, dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Agar amanat tersebut dapat terwujud, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), kemudian dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. BPJS Kesehatan yang merupakan transformasi dari PT. ASKES, menjadi penyelenggara program jaminan kesehatan. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menjadi penyelenggara program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Adapun pelayanan kesehatan yang dijamin mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan (Pasal 22 UU Nomor 40 Tahun 2004). Pelayanan kesehatan yang diberikan adalah komprehensif dan dikelola dengan menggunakan sistem managed care. Managed care yaitu sistem yang mengintegrasikan pembiayaan dan pelayanan kesehatan dimana peserta wajib mengunjungi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dahulu untuk memperoleh pelayanan kesehatan. FKTP berperan sebagai pengendali utilisasi dan biaya pelayanan kesehatan (Nurfrimadini, 2013). BPJS Kesehatan memiliki program unggulan yaitu Program Rujuk Balik (PRB) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta dan memudahkan akses pelayanan kesehatan kepada peserta penderita penyakit kronis. Terdapat sembilan penyakit kronis yang termasuk dalam program rujuk balik yaitu penyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy, stroke, schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Program Rujuk Balik ditujukan bagi penderita sembilan penyakit tersebut dengan kondisi sudah terkontrol/stabil namun masih membutuhkan pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang. Peserta memperoleh obat program rujuk balik di Apotek/depo farmasi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Untuk melayani peserta rujuk balik di wilayahnya, BPJS Kesehatan

Jakarta Pusat menunjuk Apotek Sana Farma Diponegoro sebagai penyedia obat program rujuk balik. Pelayanan obat program rujuk balik di Apotek Sana Farma Diponegoro baru dilakukan pada bulan Maret 2014. Sedangkan pada Januari dan Februari 2014, peserta mendapat pelayanan obat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Terjadi peningkatan pelayanan obat bagi peserta program rujuk balik pada setiap bulannya. Namun, pelayanan bagi peserta program rujuk balik masih mengalami kendala dalam pengelolaan persediaan obat seperti masih ada permintaan obat yang tidak terlayani di Apotek. Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar daripada tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau biasa disebut dengan stock out (Rangkuti, 2004). Kejadian stock out (kekosongan) obat perlu menjadi perhatian bagi Apotek dan khususnya bagi BPJS Kesehatan Jakarta Pusat. Jika dilihat bahwa masih ada jumlah permintaan yang tidak terlayani maka memberikan anggapan bahwa pelayanan obat program rujuk balik belum berjalan secara optimal. Kekosongan obat di Apotek berkaitan erat dengan pengelolaan obat. Pengelolaan obat merupakan suatu kegiatan yang mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pencatatan/pelaporan obat (Yogaswara, 2007). Gambaran stock out obat program rujuk balik bagi peserta BPJS Kesehatan Jakarta Pusat menjadi fokus dalam penelitian ini. Agar tidak terjadi kekosongan obat atau stock out di Apotek, diperlukan perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat dan pengawasan dari pihak berwenang.hal ini diharapkan dapat membantu BPJS Kesehatan dan Apotek dalam menjamin kebutuhan obat program rujuk balik bagi peserta. Tinjauan Teoritis Program Rujuk Balik Peserta yang berhak memperoleh pelayanan Program Rujuk Balik (PRB) adalah peserta dengan diagnosis penyakit kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol/ stabil oleh dokter spesialis/sub spesialis.selanjutnya peserta harus mendaftarkan diri pada petugas Pojok PRB. Berikut mekanisme pendaftaran peserta Program Rujuk Balik: a. Peserta mendaftarkan diri dengan menunjukkan: 1. Kartu identitas peserta BPJS Kesehatan

2. Surat Rujuk Balik dari dokter spesialis 3. Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan 4. Lembar resep obat/salinan resep b. Peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB c. Peserta menerima buku kontrol peserta PRB. Saat menjadi peserta program rujuk balik, maka peserta akan mendapatkan pelayanan obat. Adapun mekanisme pelayanan obat program rujuk balik berdasarkan buku Panduan Praktis Program Rujuk Balik yaitu: a. Peserta melakukan pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan menunjukkan identitas peserta BPJS, surat rujuk balik, dan buku kontrol peserta PRB. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan dan menuliskan resep obat PRB pada buku kontrol peserta. b. Peserta mendapat pelayanan obat pada apotek/ depo farmasi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal 30 (tiga puluh) hari setiap kali peresepan dan harus sesuai dengan Daftar Obat Formularium Nasional. c. Pelayanan obat rujuk balik dilakukan 3 (tiga) kali berturut-turut selama 3 bulan di fasilitas kesehatan tingkat pertama d. Setelah 3 bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan untuk dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/sub spesialis. e. Apabila kondisi peserta tidak stabil, peserta dapat dirujuk kembali ke dokter spesialis/ sub spesialis sebelum 3 bulan. Logistik Menurut Bowersox (1986), logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari pemasok, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan. Subagya (1995) dalam Pratiwi (2009), menjelaskan bahwa manajemen logistik adalah proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, serta pengendalian.

Terdapat tujuh fungsi logistik dalam pemenuhan kegiatan operasional bagi suatu institusi. Berikut tujuh fungsi dari logistik: 1. Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan. Perencanaan digunakan dalam menetapkan sasaran, pedoman, dan dasar ukuran untuk menyelenggarakan pengelolaan perlengkapan dalam jangka waktu tertentu.perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang memadai sebagai upaya pengendalian. Perencanaan obat merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi dari keduanya (Permenkes, 2014). 2. Fungsi Anggaran Penganggaran adalah semua kegiatan untuk merumuskan perincian kebutuhan dalam skala mata uang dan jumlah biaya (Pratiwi, 2009). Semua rencana dan penentuan kebutuhan disesuaikan dengan besarnya dana yang tersedia. 3. Fungsi Pengadaan Pengadaan adalah kegiatan dan usaha untuk menambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang pada awalnya belum ada menjadi ada (Fatmasari, 2014). Proses pengadaan adalah sebagai berikut: a. Memilih metode pengadaan b. Memilih pemasok barang dan menyiapkan dokumen kontrak yang dibutuhkan c. Pemantauan status pesanan, dengan tujuan untuk mempercepat pengiriman d. Penerimaan dan pemeriksaan yang bertujuan untuk memastikan barang yang diterima sesuai (baik jenis dan jumlahnya) dengan dokumen kontrak. e. Melakukan pembayaran Syarif (2005) menjelaskan asalah yang dapat muncul dalam pengadaan antara lain jumlah obat tidak mencukupi kebutuhan karena anggaran obat terbatas, perilaku pemasok kurang baik yang mengakibatkan obat pesanan tidak sesuai permintaan, kualitas obat yang

diberikan rendah sehingga obat mudah rusak, jadwal penerimaan obat tidak sesuai dengan pesanan yang menyebabkan stok obat kosong. 4. Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran Penyimpanan adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruang penyimpanan. Sedangkan penyaluran adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan dan pengaturan pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lain yaitu dari tempat penyimpanan ke tempat pemakaian. 5. Fungsi Pemeliharaan Pemeliharaan adalah kegiatan untuk menjaga fasilitas/ peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/ penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Sehingga, fasilitas atau peralatan dapat digunakan pada proses produksi dan tidak mengalami kerusakan sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan. 6. Fungsi Penghapusan Menurut Fatmasari (2014), penghapusan adalah kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Manfaat penghapusan yaitu untuk mengurangi beban/ tanggung jawab pencatatan, mengurangi biaya, dan menambah revenue. Umumnya penghapusan dilakukan atas dasar: a. Barang hilang, oleh karena kesalahan, kecelakaan, bencana alam, administrasi yang salah, dan tidak ditemukan lagi b. Surplus dan ekses. Surplus berarti terdapat kelebihan dalam satu unit yang tidak dapat dimanfaatkan lagi. Sedangkan ekses berarti kelebihan dalam suatu unit yang tidak dapat dimanfaatkan oleh unit tersebut namun dapat digunakan oleh subunit lainnya dalam unit yang sama. c. Teknis dan ekonomis yaitu dilakukan setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya lagi yang disebabkan oleh kerusakan maupun kadaluarsa. 7. Fungsi Pengendalian Subagya (1995) dalam Pratiwi (2009), pengendalian merupakan fungsi yang mengatur dan mengarahkan untuk memungkinkan optimasi dari suatu rencana, program proyek, dan kegiatan. Kriteria pengendalian yang efektif yaitu:

a. Harus dapat dimengerti oleh pihak yang melakukan pengendalian dan yang dikendalikan b. Pengendalian harus berhubungan dengan struktur organisasi c. Pengendalian tidak menyimpang dari rencana yang dibuat d. Pengendalian harus dilakukan secara berkala agar perbaikan dapat dilaksanakan Persediaan Persediaan adalah suatu aktiva meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi maupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunakanya dalam suatu proses produksi (Rangkuti, 1996). Pengelolaan persediaan membutuhkan manajemen yang tepat untuk menghindari masalah dalam logistik.manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan antara kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang mengandung resiko dan ketidakpastian.persediaan obat didasarkan atas kecepatan gerak atau perputaran, yaitu menyediakan obat yang laku keras (fast movung) dalam jumlah lebih banyak, dan menyediakan obat yang kurang laku (slow moving) dalam jumlah yang sedikit (Arief, 2001).Hal ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Pengawasan Pengawasan oleh Siagian (2004) didefinisikan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan terdiri atas tindakan untuk meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan (Fayol, 1984). Stock Out (Stok kosong) Menurut Gazali (2002) dalam Pratiwi (2009), stock out adalah keadaan persediaan obat yang dibutuhkan kosong. Stok kosong saat jumlah akhir obat sama dengan nol. Permintaan tidak dapat dipenuhi karena stok obat di gudang mengalami kekosongan. Stock out adalah sisa stok obat kosong pada waktu adanya permintaan (Setyowati dan Purnomo, 2004).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stock out (stok kosong) antara lain: a. Obat yang hampir habis tidak terdeteksi. Hal ini berkaitan dengan pencatatan persediaan yang menipis oleh petugas. b. Persediaan terbatas untuk obat-obat tertentu (slow moving) sehingga ketika obat habis tidak ada persediaan di gudang. c. Barang yang dipesan belum datang. Hal ini berkaitan dengan perbedaan waktu tunggu dari setiap PBF (Pedagang Besar Farmasi) d. PBF menglami kekosongan sehingga pesanan tidak dapat dipenuhi dan mengakibatkan persediaan obat juga kosong. e. Adanya penundaan pemesanan oleh PBF. Hal ini terjadi jika pembayaran/pelunasan hutang ke PBF mengalami keterlambatan. Penundaan dilakukan hingga hutang tersebut dilunasi. Metode Desain penelitian adalah cross sectional yaitu setiap variabel diteliti dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melihat gambaran penggunaan obat menurut diagnosis medis peserta dan stock out obat program rujuk balik. Sedangkan metode kualitatif untuk memperoleh informasi mendalam tentang pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan obat program rujuk balik. perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat, serta pengawasan dalam pelayanan obat. Metode kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan penelusuran dokumen. Penelitian dilaksanakan di Apotek Sana Farma Diponegoro yang merupakan penyedia obat program rujuk balik di BPJS Kesehatan Jakarta Pusat. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam kepada tiga informan yaitu Staf unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer, Staf Apotek Sana Farma Diponegoro, Kepala Unit Pembelian dan Pelayanan PT. Bhakti Medika Sejahtera (pengelola Apotek). Ketiga informan akan ditanyakan tentang perencanaan, pengadaan obat, pengawasan, dan pelaksanaan kebijakan obat program rujuk balik. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara menelaah data obat untuk melihat gambaran stock out obat program rujuk balik.

Hasil dan Pembahasan Kebijakan Kebijakan yang mengatur program rujuk balik yaitu Permenkes RI Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam pasal 25 ayat 1 tertulis, BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat program rujuk balik melalui Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.Pasal ini menjadi cerminan harapan dari pemerintah tentang pelayanan program rujuk balik yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana yaitu kebutuhan obat bagi peserta dijamin oleh BPJS Kesehatan. Namun, BPJS Kesehatan Jakarta Pusat dan Apotek Sana Farma Diponegoro sebagai pelaksana Program Rujuk Balik belum dapat menjalankan peraturan yang berlaku. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya peserta program rujuk balik yang tidak mendapatkan semua obat dalam resep.kejadian tersebut disebabkan oleh karena kosongnya obat pada Apotek Sana Farma Diponegoro. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional menetapkan jika fasilitas kesehatan mengalami kendala ketersediaan obat sebagaimana yang tercantum pada e-catalogue maka dapat menghubungi Direktorat Bina Obat Publik dengan menyampaikan laporan. Laporan dapat disampaikan melalui email ataupun telepon dengan menyertakan informasi: a. Nama, sediaan, dan kekuatan obat b. Nama pabrik obat dan nama distributor obat c. Tempat kejadian (nama dan alamat kota/kabupaten dan provinsi, depo farmasi/apotek/instalasi farmasi Rumah Sakit pemesan obat) d. Tanggal pemesanan obat e. Hasil konfirmasi dengan distributor setempat f. Hal-hal lain yang terkait Namun berdasarkan wawancara dengan informan diketahui Apotek Sana Farma Diponegoro belum melakukan pelaporan kepada Direktorat Bina Obat Publik mengenai kendala kekosongan obat program rujuk balik.

Perencanaan Kebutuhan Obat Perencanaan obat merupakan kegiatan seleksi obat dan menentukan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat untuk fasilitas kesehatan.tujuan dari perencanaan yaitu mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari kekosongan obat, dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Syarif, 2005). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa tidak ada proses perencanaan obat yang dilakukan oleh Apotek dalam memenuhi kebutuhan obat program rujuk balik. kita disini ngga pakai perencanaan, jadi sesuai kebutuhan pasien aja. Kalau obat kosong baru kita (Apotek) hubungin kantor (PT. BMS), karena kita juga melayani pasien umum disini jadi obatnya sesuai kebutuhan aja (Informan II) untuk obat program rujuk balik, ngga ada perencanaannya, kalau kosong baru beli (Informan III). PT. Bhakti Medika Sejahtera (BMS) merupakan pengelola dari Apotek Sana Farma Diponegoro. Apotek akan mengirimkan order list kepada Unit Pembelian dan Pelayanan PT. BMS untuk selanjutnya dilakukan pengadaan obat. Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan obat di Apotek Sana Farma Diponegoro dijalankan dengan metode just in time yaitu dilakukan saat obat dibutuhkan dan dengan melihat sisa persediaan obat.dalam satu minggu, rata-rata Apotek dapat membuat dua order list. Kendala yang dihadapi dalam melakukan perencanaan obat yaitu tidak diketahuinya jumlah peserta program rujuk balik di wilayah BPJS Kesehatan Jakarta Pusat.Oleh karena itu, Apotek tidak dapat menetapkan jumlah kebutuhan obat sehingga metode just in time digunakan dalam merencanakan kebutuhan. Pengadaan Obat Pengadaan adalah kegiatan dan usaha untuk menambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku (Fatmasari, 2014). Untuk mempermudah pengadaan obat, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Kesehatan telah bekerjasama untuk menetapkan katalog elektronik (e-catalogue).pada e- catalogueterdapat daftar harga obat, spesifikasi, dan penyedia obat.pengadaan obat dilaksanakan

secara elektronik (e-purchasing).namun, jika obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam e- catalogue, maka dapat dilakukan pengadaan secara manual. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, diketahui bahwa pengadaan obat program rujuk balik dilakukan secara manual oleh PT. Bhakti Medika Sejahtera (PT. BMS).Jumlah obat yang dipesan ditentukan oleh staf apotek setelah melihat kekosongan dan perkiraan kebutuhan obat mendatang. Demikian juga dengan waktu pemesanan obat yang akan dilakukan setelah PT. Bhakti Medika Sejahtera menerima order list dari apotek. Waktu yang dibutuhkan pada proses pengadaan obat yaitu tiga hari seperti pada kutipan berikut. paling cepet obat baru masuk ke Apotek tiga hari. Bisa jadi lebih lama kalau misalnya manajer BMS lagi ga ada dikantor sedangkan kita butuh tandatangan beliau untuk Surat Pemesanan atau lama karena memang obat kosong di distibutornya (Informan II) waktu untuk pengadaan obat kira-kira tiga hari.. (Informan III). Berikut alur dari pengadaan obat berdasarkan wawancara dengan para informan. Gambar 1.1 Alur Pengadaan Obat Program Rujuk Balik Masih terdapat kendala dalam pengadaan obat program rujuk balik yaitu mengenai harga obat yang dibeli.masih ada distributor yang menetapkan harga obat sesuai DPHO Askes sedangkan BPJS Kesehatan hanya menerima klaim obat dengan harga yang ditetapkan dalam e- catalogue.jika dibandingkan, harga obat pada e-catalogue lebih rendah dari harga DPHO Askes.

Sehingga saat harga obat diatas harga yang telah ditetapkan, maka PT. Bhakti Medika Sejahtera tidak dapat melakukan pengadaan obat karena akan menimbulkan tambahan biaya bagi mereka. Kendala lainnya dalam pengadaan obat yaitu kekosongan pada distributor. Kekosongan ini dapat dikarenakan pabrik obat memang sudah tidak memproduksi obat tersebut atau bahan baku obat yang kosong. Seperti yang disampaikan informan pada kutipan wawancara berikut. bisa karena beberapa hal, pertama kan sekarang dibuat harga pembeliannya murah ya, jadi pabrik udah ga mau produksi lagi, kedua bisa juga karena memang bahan bakunya lagi kosong jadi ga diproduksi. Karena ada juga bahan baku obat yang harus diimpor dari negara lain (Informan III). Penggunaan Obat Menurut Diagnosis Medis Diagnosis medis merupakan penyakit yang diderita oleh peserta rujuk balik.pada penelitian ini, diagnosis medis peserta diketahui berdasarkan jenis obat yang diresepkan oleh dokter. Diagnosis medis peserta rujuk balik di BPJS Kesehatan Jakarta Pusat pada Juni-Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel berikut. Gambar 1.2 Penggunaan Obat menurut Diagnosis Medis Peserta Program Rujuk balik di BPJS Kesehatan Jakarta Pusat pada Juni Agustus 2014 Sumber: Data Tagihan Obat Apotek Sana Farma Diponegoro, Juni Agustus 2014

Hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak diderita oleh peserta program rujuk balik, baik yang menderita hipertensi saja maupun menderita hipertensi dan penyakit lainnya. Adapun peserta program rujuk balik yang paling banyak dilayani oleh Apotek Sana Farma Diponegoro adalah Hipertensi dan Jantung sebanyak 36 peserta pada Juni, 62 peserta pada Juli, dan 69 peserta pada Agustus. Hal ini seperti yang diungkapkan informan, berikut hasil petikannya. penyakit peserta paling banyak hipertensi, jantung, dan diabetes... (Informan I) hipertensi sama jantung mbak paling banyak (Informan II) Pengawasan Pengawasan dibutuhkan untuk memastikan program/kegiatan berjalan sesuai dengan rencana.menurut peraturan yang berlaku, BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat bagi setiap peserta program rujuk balik. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh BPJS Kesehatan sebagai bentuk pengawasan dalam pelayanan PRB adalah monitoring ketersediaan obat program rujuk balik seperti yang ditetapkan dalam Alur Kerja Kantor Cabang BPJS Kesehatan. Jika unit Manajemen Pelayanan Primer menerima informasi kekosongan obat PRB, maka perlu dilakukan konfirmasi kebenaran informasi tersebut oleh staf unit untuk selanjutnya dilakukan analisis penyebab kekosongan obat. Selanjutnya jika telah dibuat laporan kekosongan obat yang disetujui oleh Kepala Unit Manajemen Pelayanan Primer dan Kepala Cabang, maka laporan akan dikirimkan kepada Kementerian Kesehatan dan diketahui juga oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun hal ini belum dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, seperti yang disampaikan oleh informan dalam kutipan berikut: ada kejadian obat kosong, tapi ya hanya sebatas jadi laporan aja (Informan I). Informan I menyampaikan bahwa ketika mendapat informasi mengenai kekosongan obat, Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer akan menelusuri kebenaran informasi tersebut dengan menanyakan lebih lanjut kepada Apotek dan peserta yang melapor. Namun BPJS Kesehatan belum pernah melakukan pelaporan mengenai kekosongan obat kepada Kementerian Kesehatan seperti yang tertulis pada Alur Kerja Kantor Cabang BPJS Kesehatan. Stock Out Obat Program Rujuk Balik

Pelayanan obat PRB mengacu pada Daftar Formularium Nasional dan E-Catalogue dan dilakukan oleh Apotek yang ditunjuk sebagai penyedia dan instalasi farmasi dari rumah sakit rekanan BPJS Kesehatan. Obat yang diberikan kepada peserta akan selalu sama dari bulan yang satu dengan bulan lainnya. Tabel 1.1 Sepuluh Obat Program Rujuk Balik Paling Banyak pada Resep Juni Agustus 2014 No Juni Jumlah Resep Juli Jumlah Resep Agustus Jumlah Resep 1. Bisoprolol 5mg 40 Bisoprolol 5mg 86 Bisoprolol 5mg 91 2. Aspilets 8mg 29 Aspilets 8mg 64 Aspilets 80mg 76 3. Metformin 500mg 22 Diabemin 500mg 44 Amlodipin Besylat 10mg 51 4. Valsartan NI 20 Adalat Oros 24 Diabemin 500mg 46 80mg 30mg 5. Adalat Oros 17 Vitamin B12 23 Valsartan NI 80mg 27 30mg 50mg 6. Vitamin B12 14 Vitamin B1 22 Adalat Oros 30 mg 23 50mg 50mg 7. Vitamin B1 13 Vitamin B6 22 Vitamin B12 50mg 23 50mg 10mg 8. Vitamin B6 13 Valsartan NI 22 Vitamin B1 50mg 23 10mg 80mg 9. Aptor 100mg 9 Isosorbid Dinitrat 5mg 20 Vitamin B6 10mg 23 10. Amlodipin 9 Furosix 40mg 18 Isosorbid Dinitrat 19 Besylat 5mg 5mg dan Furosix 40mg Berdasarkan Tabel 1.1 obat yang paling banyak diresepkan adalah Bisoprolol 5mg pada bulan Juni sejumlah 40 resep, Juli sejumlah 86 resep, dan Agustus sejumlah 91 resep. Pada Surat Edaran BPJS Kesehatan Jakarta Pusat Nomor 0194/IV.01/0114 dijelaskan bahwa Bisoprolol 5mg adalah obat bagi peserta hipertensi dan obat untuk gagal jantung.hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program rujuk balik di BPJS Kesehatan Jakarta Pusat menderita hipertensi dan jantung. Saat melakukan kontrol di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, peserta PRB akan mendapat obat dari Apotek untuk kebutuhan maksimal 30 hari setiap bulannya. Namun saat kontrol di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), peserta mendapat obat untuk

7 hari dari instalasi farmasi FKRTL tersebut sedangkan obat untuk 23 hari lainnya didapatkan di Apotek Sana Farma Diponegoro. Untuk mendapatkan obat pada Apotek, peserta wajib membawa resep dari Dokter, Surat Rujuk Balik, dan buku kontrol Program Rujuk Balik. Masih ditemukan kekosongan (stock out) obat Program Rujuk Balik di Apotek Sana Farma Diponegoro.Hal ini menyebabkan peserta tidak dapat menerima seluruh obat yang telah diresepkan. Jika obat yang diresepkan dokter kosong, maka Apotek akan memberikan dua pilihan bagi peserta untuk tetap mendapatkan obat. Pilihan bagi peserta untuk mendapatkan obat yaitu peserta menunggu hingga obat tersedia di Apotek dengan waktu yang tidak dapat dipastikan. Jika obat sudah tersedia, peserta akan dihubungi oleh staf Apotek. Kedua, peserta akan diberikan kertas kekurangan obat, atau sering disebut kertas TA (Tinggal Ambil). Peserta dapat membeli obat kosong tersebut di Apotek lainnya, dan kemudian melakukan klaim obat kepada Apotek Sana Farma Diponegoro dengan menunjukkan kertas kekurangan obat.namun, klaim obat yang dibayarkan adalah sesuai harga obat pada e-catalogue.sebagian besar harga obat di Apotek lainnya adalah lebih tinggi dibandingkan dengan harga obat pada e-catalogue, sehingga terdapat selisih harga.selisih harga obat tersebut menjadi tanggungan peserta. Tabel 1.2 Persentase Peserta menerima Kertas Kekurangan Obat di Apotek Sana Farma Diponegoro Juni Agustus 2014 Keterangan Juni 2014 Juli 2014 Agustus 2014 Jumlah Resep dari Peserta 88 145 165 Jumlah Peserta menerima 38 22 16 kertas kekurangan obat Persentase Peserta menerima kertas kekurangan obat 43,2% 15,2% 9,7% Dari Tabel 1.2 diketahui Apotek Sana Farma Diponegoro mengalami stock out (kekosongan) obat PRB pada Juni-Agustus 2014.Kekosongan obat tertinggi terjadi pada bulan Juni 2014. Hal ini dibuktikan dengan adanya 43,2% peserta yang menerima kertas kekurangan obat pada bulan tersebut. Kemudian pada Juli 2014 terdapat 15,2% peserta dan pada Agustus 2014 terdapat 9,7% peserta yang menerima kertas kekurangan obat. Kekosongan obat mengalami penurunan pada periode ini.penurunan kekosongan obat disebabkan Apotek dengan sendirinya

melakukan adaptasi terhadap permintaan peserta.apotek menambah persediaan obat berdasarkan jumlah permintaan pada bulan sebelumnya dan perkiraan kebutuhan obat mendatang. Terjadinya stock out obat ini disebabkan oleh beberapa hal seperti yang disampaikan informan pada kutipan berikut. pabrik sudah membatasi produksi mereka, sehingga obat di pasaran terbatas. Ini yang buat obat kosong di Apotek (Informan I) obatnya kosong karena memang tidak ada di PBF nya (Informan II) Apotek Sana Farma Diponegoro tidak hanya melayani peserta BPJS Kesehatan, tetapi juga melayani peserta asuransi lain, dan melayani masyarakat umum. Berdasarkan informasi dari Informan III, ketika PT. Bhakti Medika Sejahtera melakukan pengadaan obat untuk peserta asuransi lain, dimana harga obat lebih tinggi dari e-catalogue, obat pada distributor tersedia. Namun, ketika melakukan pengadaan obat untuk peserta BPJS dimana harga obat berdasarkan e- catalogue, obat pada distributor kosong. Perbedaan ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi stock out obat yaitu harga e-catalogue yang rendah sehingga distributor enggan menjual obat dengan harga yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran, jika tingkat harga mengalami kenaikan maka jumlah barang yang ditawarkan akan naik dan jika tingkat harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan akan turun. Dengan adanya distributor yang enggan melayani pengadaan obat, maka hal ini dapat mengganggu pelayanan bagi peserta program rujuk balik.apotek tidak mendapatkan obat yang dipesan sehingga terjadi kekosongan obat di Apotek. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan obat Program Rujuk Balik di BPJS Kesehatan Jakarta Pusat belum berjalan secara optimal. masih ditemukan adanya kekosongan obat bagi peserta dilihat dari permintaan obat yang tidak terlayani yaitu 43,2% peserta pada Juni, 15,2% peserta pada Juli, dan 9,7% peserta pada Agustus. Meskipun mengalami penurunan, kekosongan obat akan mempengaruhi kepuasan peserta terhadap pelayanan program rujuk balik. Kekosongan obat dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tidak adanya perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan oleh Apotek. Pengadaan obat baru dilakukan jika

obat dibutuhkan ataupun jika persediaan obat kosong. Selain itu, masih ada distributor yang menggunakan harga tidak sesuai (lebih tinggi) dengan e-catalogue sehingga PT. Bhakti Medika Sejahtera selaku pengelola Apotek tidak dapat melakukan pengadaan obat karena akan menimbulkan tambahan biaya. Saran Setiap pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program rujuk balik wajib melakukan tugas dan fungsi masing-masing. BPJS Kesehatan khususnya melalui Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer perlu melakukan pengawasan terhadap kekosongan obat program rujuk balik.jika ditemukan adanya laporan kekosongan obat, maka perlu ditindaklanjuti.dengan demikian penyebab kekosongan dapat diketahui dan selanjutnya diatasi.sehingga pada waktu mendatang tidak lagi terjadi kekosongan obat. Apotek Sana Farma Diponegoro perlu melakukan perencanaan obat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kekosongan obat. Dengan melihat kebutuhan obat pada bulan sebelumnya dan berdasarkan penyakit yang diderita peserta, Apotek dapat melakukan perencanaan yang tepat sesuai dengan kebutuhan.untuk mendukung hal ini, dibutuhkan koordinasi dari setiap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan dengan Apotek Sana Farma Diponegoro.Setiap Fasilitas Kesehatan dapat melaporkan jumlah peserta program rujuk balik beserta diagnosis medis peserta terdaftar.sehingga melalui informasi tersebut Apotek lebih mudah dalam merencanakan kebutuhan obat program rujuk balik. Pengadaan obat program rujuk balik melibatkan beberapa pihak hingga obat sampai di Apotek yaitu Apotek Sana Farma Diponegoro, PT. Bhakti Medika Sejahtera, Apoteker, Manajer Apotek, BPJS Kesehatan melalui Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer, dan Distributor obat. Alur pengadaan tersebut perlu disederhanakan agar dapat mengurangi waktu tunggu.

Daftar Referensi Fatmasari, Rima. (2014). Modul Kuliah Manajemen Logistik Rumah Sakit. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. snurfrimadini, Finza. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Program Pelayanan Rujuk Balik di PT ASKES (Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan Tahun 2012. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentan Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Pratiwi, Amiati. (2009). Stock Out Obat di Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada Triwulan I Tahun 2009.Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rangkuti, Freddy.(2004). Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Siagian, Sondang P. (2004). Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara Syarif, Rul Afiyah. (2005). Pengelolaan Obat dan Peraturan Perundangan di Bidang Farmasi.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Yogaswara, Dadan. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Obat Puskesmas di Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Tahun 2007. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia