1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan nasional Indonesia menyimpan potensi perikanan yang besar untuk dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang terus meningkat, maka sektor perikanan memikul tanggung jawab dan peran penting sebagai penyedia protein ikan. Perlu kearifan dalam mengelola kekayaan alam perairan yang dimiliki yaitu dengan mengedepankan aspek-aspek efisiensi produksi serta penerapan teknologi yang handal dan ramah lingkungan. Melalui pengembangan produksi perikanan nasional khususnya dari sektor budidaya, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dari alam sekaligus meningkatkan produktivitas, menjamin ketersediaan pangan, dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu produk perikanan yang sedang berkembang saat ini. Sejak tahun 2001, jenis udang ini telah ditetapkan pemerintah sebagai unggulan sektor perikanan budidaya di Indonesia. Salah satu tujuan diintroduksinya udang vaname adalah untuk memacu produksi udang nasional yang selama beberapa tahun sebelumnya mengalami penurunan. Kontribusi udang vaname tercermin dari produksi udang ini yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan total tahun 2009 mencapai 244.650 ton atau sekitar 70,2% dari produksi udang nasional (Nurdjana 2010). Penerapan skala teknologi sederhana hingga intensif dalam produksi udang di wilayah tropis telah menunjukkan bahwa udang vaname memiliki beberapa kelebihan dibanding udang yang lain. Udang vaname memiliki sintasan tinggi sekitar 90% walaupun dengan densitas pemeliharaan yang padat, 150 ekor/m 2 (SEAFDEC 2005), pertumbuhan yang cepat (size 60-80 dalam 60 hari pertama), kandungan daging yang lebih banyak (66-68%) dibanding udang windu (62%) (Anonim 2005), serta relatif toleransi terhadap serangan penyakit viral seperti WSSV (White Spot Syndrome Virus), TSV (Taura Syndrome Virus), dan IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus) (Taukhid et al. 2006). Berbagai keunggulan tersebut menyebabkan banyak petambak beralih ke vaname dari usaha budidaya udang windu (Penaeus monodon).
2 Selain itu, udang vaname ternyata memiliki sifat euryhalin (Velasco et al. 1999). Bray et al.(1994) menyatakan bahwa udang vaname dapat dipelihara di daerah perairan pantai (coastal) dengan kisaran salinitas 0,5 ppt - 40 ppt. Kemampuan ini memberi peluang bagi petambak udang untuk mengembangkan komoditas ini di perairan daratan (inland water). Selama ini, budidaya udang vaname dilakukan di daerah perairan bersalinitas tinggi di tambak-tambak estuari, sementara potensi lahan untuk pengembangan budidaya di air bersalinitas rendah sangat besar, mencapai 2,072 juta hektar lahan air tawar (kolam dan sawah) dengan belum termanfaatkan sekitar 89,9% (DKP 2005). Budidaya udang vaname di air bersalinitas rendah juga dapat merupakan pilihan alternatif mengingat mulai munculnya berbagai penyakit infeksi pada udang yang dipelihara di tambak air asin. Dengan penerapan teknologi pemeliharaan di lingkungan salinitas rendah, maka terbuka peluang untuk lebih memperluas produksi budidaya udang vaname. Produksi benih berkualitas merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan budidaya vaname di perairan bersalinitas rendah. Kesehatan dan vitalitas postlarva yang dihasilkan selama pendederan (nursery stage) akan menentukan potensi pertumbuhan dan sintasan di lingkungan kolam pembesaran. Hingga saat ini, telah dikembangkan berbagai metode aklimasi ke air bersalinitas rendah, namun masih dihadapkan dengan masalah sintasan yang rendah. Hana (2007) melaporkan bahwa sintasan postlarva vaname hanya sekitar 48,33% saat diaklimasi ke salinitas 2 ppt selama 96 jam. Sementara di tempat lain, dilaporkan udang ini mampu diaklimasi hingga salinitas 1 ppt selama 48 jam dengan sintasan sekitar 97% (McGraw et al. 2002; Davis et al. 2002). Teknik aklimasi yang diterapkan perlu diperbaiki dan disesuaikan dengan karakteristik lingkungan budidaya. Oleh karena itu, untuk keberhasilan budidaya udang vaname di air bersalinitas rendah, dibutuhkan pengembangan teknik aklimasi yang baru. Salah satu upaya untuk mempertahankan sintasan benih tetap tinggi saat aklimasi ke air bersalinitas rendah adalah dengan penambahan mineral penting dalam media air tawar. Ketika terjadi perubahan salinitas secara bertahap ke salinitas rendah maka akan diiringi dengan penurunan ph dan tekanan osmotik media yang menyebabkan udang mudah stres, kurang nafsu makan, serta cenderung berkulit tipis. Penambahan mineral kalsium diperlukan karena selain
3 untuk peningkatan ph media dan pembentukan eksoskeleton juga esensial dalam proses osmoregulasi (Larvor 1983; Boyd 1988; Cheng et al. 2006). Fungsi kalsium menurut Wood (2000) yaitu menentukan permeabilitas sel untuk keseimbangan osmotis, sehingga kondisi stres dapat berkurang. Informasi tentang konsentrasi minimum kalsium media untuk sintasan udang vaname masih terbatas, sedangkan pada jenis krustasea lain telah diuji. Peran kalsium telah dilaporkan pada Penaeus monodon (Irawan 1988; Edi 1990), Callinectes sapidus (Neufeld & Cameron 1994; Perry et al. 2001), Gammarus lacustris dan Astacus astacus (Rukke 2002), Cherax quadricarinatus (Kaligis 2005), serta Paranephrops zealandicus (Hammond et al. 2006). Setelah diadaptasikan pada air bersalinitas rendah, sintasan postlarva vaname yang dihasilkan dalam pemeliharaan selanjutnya masih rendah sehingga dibutuhkan penambahan mineral lain. Secara umum, faktor pembatas terhadap sintasan dan pertumbuhan udang di perairan salinitas rendah adalah komposisi mineral yang kurang dibandingkan di perairan salinitas normal. Proses-proses fisiologis dapat berlangsung secara normal bergantung dari ketersediaan anion (bikarbonat, karbonat, klorida, dan sulfat) serta kation tertentu (kalsium, magnesium, potasium, dan natrium) (Roy 2006). Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa mineral yang krusial berpengaruh terhadap sintasan udang vaname di air bersalinitas rendah adalah potasium (K + ) (Davis et al. 2002; Saoud et al. 2003; McGraw & Scarpa 2003; Davis et al. 2005). Potasium berperan penting karena dalam metabolisme krustasea, mineral ini terhubungkan dengan aktivitas enzim osmoregulasi, Na + K + -ATPase (Larvor 1983; McGraw & Scarpa 2003). Penambahan potasium dalam media dapat menyebabkan berkurangnya beban osmotik udang vaname selama pemeliharaan di air bersalinitas rendah. Efek potasium sejauh ini telah diuji pada juvenil atau ukuran pembesaran di kolam. Namun, konsentrasi optimum mineral ini bagi postlarva setelah tahapan aklimasi ke air bersalinitas rendah belum diketahui pasti. Kajian lebih mendalam dibutuhkan untuk menginvestigasi pengaruh penambahan potasium terhadap sintasan dan pertumbuhan postlarva vaname.
4 Udang vaname termasuk jenis penaeid yang melakukan regulasi hiperosmotik ketika terjadi perubahan ke media bersalinitas rendah. Adanya penurunan salinitas dapat menyebabkan kondisi stres sehingga udang akan berusaha mempertahankan tekanan osmotik tubuh dengan mengekstrak elektrolit dari lingkungan kemudian mempertahankan agar tidak terjadi difusi ion ke luar tubuh. Untuk menghadapi kondisi seperti ini, diperlukan energi ekstra yang dapat membantu postlarva mempertahankan vitalitas. Beberapa penelitian telah membuktikan peran nutrien khusus terhadap sintasan udang saat kondisi stres lingkungan. McGraw et al. (2002) telah memperlihatkan bahwa sintasan postlarva vaname dapat meningkat apabila pakan Artemia tetap diberikan selama aklimasi ke air bersalinitas rendah. Telah diketahui sintasan postlarva dapat dipertahankan tetap tinggi dengan penambahan nutrien seperti HUFA. Ketika dilakukan penurunan mendadak salinitas dalam jangka pendek (24 jam), pengkayaan Artemia dengan asam lemak (HUFA) mampu meningkatkan sintasan udang windu (P.monodon) (Lavens & Sorgelos 2000). Hasil yang sama dilaporkan dalam pemeliharaan udang vaname (L. vannamei) melalui pengkayaan rotifer dengan HUFA (Wahyudin 2005). Di pihak lain, kebutuhan nutrisi udang vaname di salinitas normal sudah diteliti. Davis et al. (1992) melaporkan bahwa juvenil vaname membutuhkan interaksi berbagai macam mineral dalam pakan untuk meningkatkan pertumbuhan. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa rasio Ca/P pakan lebih mempengaruhi pertumbuhan, efisiensi pakan, dan kadar kalsium karapas dibanding hanya penambahan kalsium (Davis et al. 1993). Telah diketahui bahwa salah satu kebutuhan penting dalam pakan adalah protein yang berperan bagi pertumbuhan, keseimbangan energi, dan kondisi imunitas udang. Kebutuhan protein yang disarankan untuk juvenil vaname sekitar 32% (Kureshy & Davis 2002) dan 35% (Pascual et al. 2004). Namun, apakah pemberian protein dan kalsium pakan memadai untuk postlarva yang dipelihara di media bersalinitas rendah perlu diketahui. Kemungkinan ada perbedaan kebutuhan nutrisi di media salinitas optimum dengan di air bersalinitas rendah. Oleh karena itu, diperlukan kajian peran kalsium dan protein bagi peningkatan pertumbuhan udang vaname selama pemeliharaan di air bersalinitas rendah.
5 Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi yaitu masih rendahnya sintasan postlarva ketika aklimasi ke air bersalinitas rendah, serta belum maksimalnya pertumbuhan selama pemeliharaan selanjutnya. Adanya penerapan aklimasi salinitas yang belum sesuai menyebabkan beban osmotik tetap tinggi saat mencapai salinitas rendah. Beban osmotik yang terus meningkat disertai kehilangan ion-ion penting dalam tubuh akan menurunkan sintasan postlarva vaname. Rendahnya pertumbuhan disebabkan metabolisme dan ganti kulit yang tidak berlangsung lancar. Penyebabnya antara lain kualitas pakan rendah sehingga nutrien yang dibutuhkan tidak memadai. Berbagai masalah tersebut akan menyebabkan ketidakcukupan benih vaname berkualitas untuk budidaya di air salinitas rendah. Kemampuan udang untuk melakukan proses-proses fisiologis secara normal ditentukan oleh tersedianya mineral penting dalam media. Penambahan kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan potasium karbonat (K 2 CO 3 ) dalam media dapat mempertahankan kualitas air (buffer ph) serta untuk fungsi osmoregulasi udang. Kalsium (Ca 2+ ) berperan penting dalam menjaga keseimbangan asam basa dan potensial membran bagi transport ion Na + dan Cl -, sedangkan potasium (K + ) diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi K + dalam sel yang mempengaruhi aktivitas enzim Na + K + -ATPase sehingga proses metabolisme tetap berjalan normal saat terjadi fluktuasi salinitas lingkungan. Bila kondisi media optimal dapat dicapai, akan terjadi sinergi dalam mekanisme osmoregulasi yang menurunkan beban osmotik. Dengan demikian, ketersediaan energi makin banyak teralokasi untuk mempertahankan sintasan dan meningkatkan pertumbuhan udang selama pemeliharaan di air bersalinitas rendah. Kebutuhan untuk energi osmoregulasi dan pertumbuhan di media bersalinitas rendah dapat ditingkatkan lewat pengkayaan pakan buatan. Penurunan salinitas akan menyebabkan defisiensi kalsium dan peningkatan stres saat fase postlarva. Dengan meningkatnya pemanfaatan protein tubuh untuk mengimbangi pengeluaran energi osmoregulasi, maka pertumbuhan dapat berlangsung tidak maksimal. Oleh karena itu, penambahan protein dan kalsium dibutuhkan selama tahapan pemeliharaan di air salinitas rendah. Martin et al. 1984; Piliang 2005 menyatakan bahwa penyerapan dan ekskresi kalsium dalam tubuh dapat
6 dipengaruhi jumlah asupan protein, sehingga keseimbangan kedua komponen ini dibutuhkan dalam pakan. Secara skematis, bagan alir perumusan masalah disajikan dalam Gambar 1. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian adalah : 1. menentukan kadar kalsium optimal bagi sintasan postlarva melalui evaluasi osmolaritas dan laju metabolisme selama aklimasi ke salinitas rendah 2. menentukan kadar potasium optimal bagi kandungan potasium tubuh, gradien osmotik, tingkat konsumsi oksigen, sintasan, laju pertumbuhan bobot rerata harian, dan efisiensi pemanfaatan pakan selama pemeliharaan di salinitas 2 ppt 3. mengkaji pengaruh pakan yang berkadar protein dan kalsium berbeda terhadap kinerja pertumbuhan postlarva vaname di media salinitas 2 ppt. Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi yang dijadikan landasan dalam pengembangan teknik pemeliharaan vaname pada lingkungan air bersalinitas rendah. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: 1. apabila kadar kalsium dalam media mampu secara efektif mempertahankan keseimbangan mineral dalam tubuh maka beban osmotik semakin rendah sehingga sintasan tetap tinggi pada saat aklimasi ke media salinitas rendah 2. apabila kadar potasium media mampu meningkatkan efisiensi osmotik maka ketersediaan energi semakin banyak teralokasi untuk menunjang sintasan dan pertumbuhan udang vaname selama pemeliharaan di salinitas rendah 3. apabila pemberian protein dan kalsium dalam pakan dapat memenuhi kebutuhan metabolisme dalam tubuh maka sintesis protein dan ganti kulit akan meningkat sehingga menunjang pertumbuhan udang vaname selama pemeliharaan di salinitas rendah.
7 Novelty Berbagai pendekatan yang baru perlu dilakukan dalam meningkatkan vitalitas postlarva untuk tujuan pemeliharaan di air bersalinitas rendah. Walaupun teknik aklimasi telah berkembang, hasilnya belum cukup terbukti dalam penerapan di lingkungan kolam. Kemampuan hidup benih vaname dapat dipengaruhi oleh produktivitas alam atau berbagai parameter lingkungan. Perlakuan mineral kalsium dilanjutkan potasium dalam media sangat penting untuk mempertahankan sintasan postlarva tetap tinggi. Bahan nutrisi terutama protein dan kalsium pakan diperlukan bagi pertumbuhan vaname di media salinitas rendah. Penambahan mineral kalsium dalam media selama tahap aklimasi ke salinitas rendah merupakan nilai kebaruan dalam penelitian ini, sementara pemberian potasium dan pakan yang mengandung protein dan kalsium untuk pemeliharaan postlarva vaname masih jarang diteliti. Oleh karena itu, hasil penelitian ini akan menjadi sumbangan informasi berguna bagi pengembangan budidaya vaname.
8 Pakan buatan Diperkaya Protein & Ca 2+ & Protein Vaname Manaj. Pakan - Tingk. Kons. Opt? + Sintesis Protein Deposisi Kalsium Pertumb. Stadia Konsumsi Oksigen - Prot & Ca 2+ Opt? + Retensi Protein Frekuensi Molting Efisiensi Pakan Laju Pertumbuhan Kualitas & Kuantitas Vaname Kualitas Air Manaj. Kualitas Air Ca 2+ Media Opt? K + Opt? + + Kerja Osmotis Pertumb. Biomassa Sintasan Postlarva Postlarva Aklimasi Salinitas + Ca 2+ - Potasium (K + ) Media - Gambar 1 Bagan alir perumusan masalah pengaruh penambahan Ca 2+ selama aklimasi, penambahan mineral K + dalam media, serta pengkayaan protein dan Ca 2+ dalam pakan bagi kualitas dan kuantitas postlarva udang vaname.