BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

No. Responden : Tanggal wawancara: Kuesioner Penelitian Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh: Arita Murwani dan Yomah Yuliana 1 ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB III RESUME KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

INOVASI KEPERAWATAN PENCEGAHAN DAN PERAWATAN TBC ANAK. Perawatan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan merawat. Keperawatan

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: MEI FATMAWATI NIM:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK

Transkripsi:

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tuberkulosis Primer a. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung, dan lain sebagainya (Danusantoso, 2000). Tuberkulosis primer pada anak balita disebabkan karena penyakit atau infeksi yang menyerang paru. Infeksi ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang bernama Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang berwarna merah yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada saat pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Basil ini tidak dapat bertahan hidup lama, cepat mati jika terkena sinar matahari secara langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (healthblogtbcanak.blogspot.com). Mycobacterium Tuberkulosis ini ditularkan dari orang perorang melalui jalan pernapasan. Pada umumnya, penularan tuberkulosis berasal dari orang dewasa yang positif tuberkulosis dimana batuk atau percikan ludahnya bertebaran di udara. Percikan ludah ini 12

13 mengandung basil tuberculosis dan bila seorang anak menghirup udara yang mengandung basil tersebut akan berkembangbiak perlahan- lahan dan menyebabkan kelainan pada paru- paru (Somantri, 2008). Daya penularan tuberkulosis dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2001). b. Perbedaan TB Anak dan Dewasa 1) TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra klavikuler 2) Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran kenlenjar limfe regional 3) Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis 4) Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang. c. Klasifikasi TB Anak 1. TB Primer - Komplek Primer

14 - Komplikasi paru dan alat lain (sistemik) 2. TB Post Primer - Re infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang indolen aktif kembali) - Re infeksi eksogen Komplek Primer : Di paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu daerah radang yang disebut afek/fokus primer dari Gohn. Basil akan menjalar melalui saluran limfe dan terjadi limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi pada kelenjar limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada kelenjar limfe hiler. Komplikasi Paru dan alat lain Dapat terjadi penyebaran secara limfogen hematogen akan terjadi TB milier, meningitis TB, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TB tulang dan sendi. d. Gejala Tuberkulosis Primer Gejala tuberkulosis primer dimulai anak batuk selama lebih dari 30 hari dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau, demam atau suhu tubuh meningkat hingga 40 0 C, berkeringat malam tanpa alasan tertentu, penurunan aktivitas, susah bernapas, nyeri dada, nafsu makan kurang sehingga berat badan anak menurun. Penurunan berat badan anak disebabkan karena metabolisme dalam

15 tubuh meningkat sehingga tubuh membutuhkan energi lebih, akan tetapi karena nafsu makan anak menurun maka asupan energi dalam tubuh berkurang sehingga berat badan anak menurun (Laban, 2002). e. Etiologi Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer: 1 ). Faktor Infeksi Penularan tuberkulosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu: a). Batuk orang dewasa Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan (ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis paru, maka tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang tersebut terdapat orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu kekebalan tubuhnya menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau tertular b). Makanan atau susu Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau makanan, dan infeksi bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung tuberkulosis dari sapi (bovine TB), bila sapi di daerah tersebut menderita tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini terjadi, infeksi primer terjadi pada usus, atau terkadang pada amandel.

16 c). Melalui kulit Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh diatas permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru, tuberkulosis dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang ditemukan pada paru. d). Keturunan dari ibu Apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita tuberkulosis maka sudah pasti anaknya positif menderita tuberkulosis (medlinux.blogspot.com). 2). Faktor Lingkungan Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat berkembangbiak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu diperhatikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anwar Musadad dkk (2001) yang melakukan penelitian hubungan faktor lingkungan rumah dengan kejadian penularan TB Paru di rumah tangga, dari penelitian tersebut kondisi didapatkan bahwa kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat seperti rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko 3,7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari. Dari beberapa penelitian yang dilakukan terdapat

17 beberapa parameter fisik rumah yang ada kaitannya dengan kejadian penularan penyakit TB Paru, dan parameter fisik yang peneliti teliti disesuaikan dengan kerangka konsep antara lain: a) Kepadatan hunian Kepadatan hunian (in house overcrowding) diketahui akan meningkatkan resiko dan tingkat keparahan penyakit berbasis lingkungan. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dengan m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana minimum 10 m2/orang, sehingga untuk satu keluarga yang mempunyai 5 orang anggota keluarga dibutuhkan luas rumah minimum 50m2, sementara untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3m2/orang. Dalam hubungan dengan penularan TB Paru, maka kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang ( Cross infektion ). Adanya penderita TB paru dalam rumah dengan kepadatan cukup tinggi, maka penularan penyakit melalui udara ataupun droplet akan lebih cepat terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djasio Sanropie dkk (1991) bahwa kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat seperti tidak sebandingnya luas lantai kamar, jenis lantai, penghuni rumah yang menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, di mana bila salah

18 satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi seperti TB Paru, maka akan mudah menular kepada anggota keluarga lain 18. b) Ventilasi atau Penghawaan Ventilasi adalah suatu usaha untuk memelihara kondisi atmosphere yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Untuk mendapatkan ventilasi atau penghawaan yang baik bagi suatu rumah atau ruangan, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidental (dapat dibuka dan di tutup) minimum 5% dari luas lantai. Hingga jumlah keduanya 10% dari luas lantai ruangan. 2) Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak di cemari oleh asap dari sampah atau dari pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain lain. Aliran udara tidak menyebabkan penghuninya masuk angin. Untuk itu tidak menempatkan tempat tidur persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela atau pintu. c) Jenis lantai Jenis lantai yang baik adalah kedap air dan muah dibersihkan, jenis lantai rumah yang ada di Indonesia bermacam macam tergantung kondisi daerah dan tingkat ekonomi masyarakat, mulai dari jenis lantai tanah, papan, plesetan semen sampai kepada pasangan lantai

19 keramik. Dari beberapa jenis lantai diatas, maka jenis lantai tanah jelas tidak baik dari segi kesehatan, mengingat lantai tanah ini lembab dan menjadi tempat yang baik untuk berkembang biaknya kuman TB Paru. d) Kelembaban Udara Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30 C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. e) Pencahayaan Pencahayaan dalam rumah sangat berkaitan erat dengan tingkat kelembaban didalam rumah. Pencahyaan yang kurang akan menyebaban kelembaban yang tinggi di dalam rumah dan sangat berpotensi sebagai tempat berkembang biaknya kuman TBC. Pencahayaan langsung dan tidak langsung atau buatan harus menerangi seluruh ruangan dan mmpunyai itensitas minimal 60 lux dan tidak menyilaukan. 3). Faktor Ekonomi Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat gizi. Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab penularan tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah maka untuk mencukupi makanan bergizi untuk

20 tumbuh kembang anak susah, sehingga mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui nilai gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap penyakit (Harun, 2002). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yoeningsih (2007) di Rumah Sakit M. Djamil Padang di mana terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan kejadian TB paru pada anak. Di mana anak dengan tingkat ekonomi rendah mempunyai peluang 1, 773 kali terkena TB Paru dibanding dengan anak yang tingkat ekonominya tinggi. 4). Pelayanan Kesehatan Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di Indonesia maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh pemerintah, melihat penderita penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan membutuhkan perawatan intensive. Apabila tingkat pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi penyembuhan tuberkulosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan bekerja secara optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggapi segala macam penyakit agar tidak terjadi angka kematian anak yang tinggi (Depkes RI, 2001).

21 f. Patofisiologi Penularan tuberkulosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah yang mengandung basil Mycobacterium Tuberkulosis bertebaran di udara, kemudian terhirup oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam tubuhnya menurun sehingga mudah terinfeksi. Basil tersebut berkembangbiak perlahan-lahan dalam paru sehingga menyebabkan kelainan paru. Basil ini bila menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Basil juga dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain yang nantinya bisa menyebabkan tuberkulosis hati, ginjal, jantung, kulit dan lain-lain (UKK PP IDAI, 2005). Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawa melalui cairan getah bening ke kelenjar getah bening yang terdekat disamping bronkus. Dari kedua tempat tersebut, kuman akan menimbulkan reaksi tubuh, dan sel-sel kekebalan tubuh akan berkumpul. Dalam waktu 4 hingga 8 minggu akan muncul daerah kecil di tengah-tengah proses tersebut dimana terdapat jaringan tubuh yang mati (perkijuan) yang dikelilingi sel-sel kekebalan tubuh yang makin membesar. Perubahanperubahan yang terjadi pada paru dan kelenjar getah bening ini dikenal sebagai tuberkulosis primer (Harun, 2002). Basil Mycobacterium Tuberculosis ini dapat bertahan selama 1-2 jam pada suasana lembab dan gelap, sebaliknya akan mati jika terkena sinar matahari. Dalam

22 jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2001). g. Pengobatan 1. Terapi obat dan perawatan Tujuan pengobatan TB anak adalah : a) Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat b) Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan 1) Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3 macam obat : INH, Rifampisim dan PZA 2) Fase pemeliharaan (4 7 bulan) : akan memberikan efek sterilisasi untuk mencegah terjadinya relap : menggunakan 2 macam obat : INH & RIF c) Mencegah terjadinya resistensi kuman TB 2. Prinsip Pengobatan TB Anak a) Kombinasi lebih dari satu macam obat. Hal ini untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap obat b) Jangka panjang, teratur, dan tidak terputus. Hal ini merupakan masalah kadar kepatuhan pasien. c) Obat diberikan secara teratur tiap hari

23 Obat yang Sering Digunakan Pada TB Anak OBAT SEDIAAN DOSIS (mg/kg BB) INH Tablet 100 mg Tablet 300 mg Sirup 10 mg/ml Rifampicim Kapsul/ kaplet 150,300,450,600 Sirup 20 mg/ml DOSIS ESO MAKS 5 15 mg 300 mg Hepatitis, neuritis perifer hipersensitif 10-15 600 mg Urine/sekret merah hepatitis, mual flulike reaktion Pirazinamid Tablet 500 mg 25 35 2 g Hepatitis hipersensitif Etambuzol Tablet 500 mg 15 20 2,5 g Neurilis optika ggn visus /warna ggn saluran cerna Streptomisin Injeksi 15-40 1 gram Ototoksis nefrotokis Regimen Pengobatan TB Anak INH 2 bln 6 bln 9 bln 12 bln RIF PZA EMB SM PRED Selain terapi obat yang digunakan dalam proses penyembuhan tuberkulosis anak, yang tidak kalah penting berperan dalam proses penyembuhan adalah terapi diit. Selama perawatan untuk mencapai kesembuhan terapi diit yang diberikan adalah

24 tinggi protein untuk membantu penyembuhan dan tinggi energi untuk mengembalikan berat badan menjadi normal (Misnadiarly, 2006). Masalah klinis yang sering dihadapi adalah sulitnya diagnosis karena gambaran rontgen paru dan gambaran klinis yang tidak terlalu khas, sedangkan penemuan basil TB sulit. Anak biasanya tertular sumber infeksi yang umumnya penderita TB dewasa. Anak yang tertular TB disebut mendapat infeksi primer TB. Penyakit TB biasanya menimbulkan gejala, tetapi karena gejala tersebut seringkali tidak jelas maka pasien atau orang tuanya tidak menyadari atau memperhatikannya. Faktor factor yang dapat mempengaruhi lama pengobatan pada pasien tuberculosis primer antara lain, lingkungan, factor pola perawatan ibu, factor nutrisi dan factor kepatuhan minum obat. Pola perawatan orang tua terhadap anak tuberkulosis primer dapat mendukung pengobatan pasien, yang meliputi : lingkungan perumahan, pemantauan pengobatan, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan istirahat, dan perawatan masalah khusus pada gangguan pernafasan dan pemenuhan rasa nyaman. Lama waktu pengobatan yang lebih panjang dari yang seharusnya membuat orang tua tidak sabar dan merasa kasihan pada anaknya karena harus terus minum obat, maka orang tua tidak datang membawa berobat kembali anaknya sehingga obat akan

25 berhenti sebelum waktunya yang justru dapat menimbulkan komplikasi yang sebagian besar terjadi dalam 2 bulan setelah terjadinya penyakit dan merupakan fokus reaktivasi nantinya (Ngastiyah, 2003). Pola perawatan yang dilakukan ibu dalam penanganan anak TB paru primer yaitu ibu melakukan perawatan penderita sama dengan penderita panyakit lain, tetapi ibu terkadang lupa mengawasi penderita untuk menelan obat secara teratur sesuai anjuran. Selanjutnya pola pemenuhan nutrisi, ibu tidak memberikan menu yang bergizi setiap hari kepada penderita. Pola istirahat, ibu tidak mengatur pola istirahat yang baik serta efektif bagi penderita. Olah raga, ibu kurang menganjurkan si penderita untuk berolah raga di tempat terbuka, olah raga hanya di lakukan satu kali dalam seminggu. Pola perawatan lingkungan, ibu selalu membersihkan lingkungan rumah dan kamar si penderita setiap hari, akan tetapi jendela rumah & kamar tidak di buka setiap hari dikarenakan banyaknya polusi(asri, 2007). 3. Terapi Diit Macam diit : Diit Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP) Bentuk : Makanan disesuaikan dengan keadaan pasien. Tujuan diit : (i) Memberikan makanan yang tinggi energi dan tinggi protein secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai gizi optimal, (ii) Mencegah dan mengurangi kerusakan

26 jaringan tubuh terutama paru-paru, (iii) Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal. Syarat diit : (i) Tinggi energi atau 100-120 kkal/kg BB untuk mencapai berat badan ideal, (ii) Tinggi protein 2-3 gr/kg BB untuk menggantikan sel-sel yang rusak, (iii) Cukup mineral dan vitamin, (iv) Makanan mudah cerna, (v) Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan berat, (vi) Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan, seperti kue-kue manis dan gurih tidak diberikan dekat sebelum waktu makan (PERSAGI dalam Penuntun Diit Anak, 2003) 2. Lama Pengobatan Pasien Tuberculosis a. Lama Pengobatan Menurut Ngastiyah (2003), dalam penyembuhan penyakit TB dapat dicapai dengan pengobatan spesifik yang adekuat sehingga pasien dengan TB paru primer seharusnya dapat sembuh dalam waktu satu tahun. Pengobatan tuberculosis primer dikategorikan menjadi sesuai dan tidak sesuai. Dikatakann sesuai apabila lama pengobatan kurang dari 9 bulan dan disebut tidak sesuai dengan kriteria lebih dari 9 bulan. Pengobatan pasien tuberkulosis dalam jangka waktu yang panjang dan telah melebihi masa penyembuhan yang semestinya (6 sampai 9 bulan) akan memerlukan biaya yang lebih banyak.

27 Menurut Ngastiyah (2003), dalam penyembuhan penyakit TB dapat dicapai dengan pengobatan spesifik yang adekuat dan didukung perawatan yang benar yaitu meliputi kepatuhan minum obat, kepatuhan datang berobat, kebutuhan makanan yang cukup mengandung gizi, kebutuhan istirahat tidur, kebersihan lingkungan dan ventilasi udara sekitar tempat tinggal. Sehingga pasien dengan TB paru primer seharusnya dapat sembuh dalam waktu satu tahun. b. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Lama Pengobatan 1) Lingkungan Lingkungan rumah yang berpengaruh mendukung waktu pengobatan, serta mencegah penularan antara lain sanitasi perumahan, kepadatan hunian, ventilasi serta pencahayaan. Pemukiman yang sehat dirumuskan sebagai tempat tinggal secara permanent, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat, bersantai dan berlindung dari pengaruh lingkungan, yang memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, bebas dari penularan penyakit dan kecacatan. Upaya dalam mendukung pengobatan penderita TB paru seperti lantai rumah dibuat dari tegel atau semen dan tidak lembab (Riswah, 2007). Apabila lantai masih tanah, diusahakan permukaannya dibuat rata, dan jika akan menyapu lantai hendaknya disiram dulu sehingga akan mengurangi debu berterbangan (Depkes RI, 2001). Ventilasi dan pencahayaan

28 berpengaruh pada kesegaran dan kelembaban lingkungan rumah. Hal tersebut dapat mempengaruhi kondisi penderita (Notoatmodjo, 2003). Anak supaya menghindari udara dingin, udara malam, terhembus angin kencang, aktivitas yang berkutat dengan debu, menghirup gas / minyak wangi yang kesemuanya dapat menimbulkan batuk. Setiap batuk akan membuat luka di paru-paru menjadi terkoyak / menganga. Perlu disediakan obat batuk dirumah apabila terjadi batuk darah atau bahkan muntah darah, segera bawa anak ke rumah sakit karena kondisi tersebut berbahaya dan memerlukan pengobatan dan perawatan dirumah sakit secara intensif (Alsagaf dan Mukty, 1999). 2) Nutrisi Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi (Supariasa, 2001). Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah (Girsang, 2000). Penelitian Firdaus (2005) dengan desain prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.

29 Selain obat yang diminum teratur, penderita TB perlu makanan yang bergizi. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi tanggapan tubuh berupa pembentukan antibodi dan limfosit terhadap adanya kuman penyakit. Pembentukan ini diperlukan bahan baku protein dan karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi jelek produksi antibody dan limfosit terhambat. Selain itu gizi yang buruk dapat menyebabkan gangguan imunologis dan mempengaruhi lama pengobatan (Alsagaf dan Mukty, 1999). Diet penderita TB harus cukup mengandung protein. Makanan tidak cukup hanya nasi dan sayur saja tetapi perlu lauk-pauk seperti ikan,daging, telur dan susu. Akibat dari kuman TB, paru-paru menjadi keropos dan terjadi proses pengkapuran (kalsifikasi). Penderita perlu asupan zat kapur lebih banyak. Zat kapur banyak terkandung pada susu, ikan teri atau tablet kalsium. Jadi makanan bergizi dan zat kapur ibarat semen untuk menebalkan bagian tubuh / paru yang berlubang dan keropos akibat digerogoti kuman TB. 3) Perawatan terhadap anak TB Paru primer Pola perawatan terhadap anak TB Paru primer dapat mendukung masa penyembuhan pasien, yang meliputi: lingkungan perumahan, pemantauan pengobatan, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan istirahat, perawatan masalah khusus pada gangguan pernafasan olahraga dan pemenuhan rasa nyaman, (Ngatsiyah, 2003).

30 Pasien dengan TB tidak dirawat dirumah sakit oleh karena jumlahnya cukup banyak dan dapat dirawat dirumah kecuali bila terjadi komplikasi seperti TB milier, meningitis TB, pleuritis dan sebagainya. Keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat manusia dan dalam unit ini lahirlah anak yang lebih muda yang sebagian besar dari kebutuhan perkembangan harus dipenuhi oleh ayah dan ibu si anak. Jika salah satu dari kebutuhan dasar tidak dipenuhi secara adekuat, perkembangan akan terhambat atau terganggu. Keluarga merupakan unit utama dimana pencegahan dan pengobatan dilakukan serta diperlukannya keterlibatan dan dukungan dalam keluarga, sehingga tanpa hal itu maka rehabilitasi akan lebih sukar (Sachrin. R.M, 1999). Untuk itu sangat diperlukan dukungan keluarga untuk memantau dan memotivasi penderita supaya tidak lalai dalam minum obat dan mengambil obat bila obat akan habis. Pengawasan yang ketat dalam pengobatan sangat penting untuk mencegah resistensi kuman TB terhadap obat dan kekambuhan (Kusnarto, 1995). Perawatan penderita TB paru primer diutamakan kepada keluarga (orang tua) dan lingkungan sekitar. Diharapkan keluarga mampu merawat anggota keluarganya (Depkes RI, 2000) yaitu dengan : mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk menelan obat secara teratur sesuai anjuran, mengetahui adanya gejala

31 samping obat dan secara teratur sesuai anjuran, memberikan makanan bergizi, memberikan waktu istirahat kepada anggota keluarga yang sakit minimal 8 jam perhari. Olah raga secara teratur di tempat yang berudara segar, memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung kecepatan pengobatan penderita TB paru primer, antara lain mengupayakan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan seperti : mempunyai jendela atau ventilasi yang cukup, bebas debu rumah dan lantai tidak lembab. 4) Kepatuhan Minum Obat Kepatuhan terhadap anjuran minum obat tuberkulosis paru merupakan faktor penting yang berperan dalam proses pengobatan tuberkulosis. Kepatuhan minum obat anti tuberkulosis akan mempengaruhi status gizi dengan memperbaiki keadaan infeksi sehingga penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh akan lebih optimal. Selain kepatuhan terhadap pengobatan, asupan energi dan protein dalam jumlah cukup juga diperlukan untuk mendukung proses penyembuhan dan peningkatan status gizi anak dengan infeksi tuberculosis paru. Kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan dari infeksi tuberkulosis. Kepatuhan pasien dilihat dari keteraturan, waktu dan cara minum obat. Petunjuk dalam mengkonsumsi OAT perlu diperhatikan untuk mencegah resistensi terhadap obat. Resistensi

32 terhadap obat dapat memperpanjang proses pengobatan dan dapat menimbulkan komplikasi. Obat anti tuberkulosis seperti Isoniazid dan Rifampin lebih baik diminum pada saat perut kosong, minimal setengah jam sebelum makan, tujuannya selain untuk mencegah mual juga untuk meningkatkan penyerapan obat di dalam tubuh dan menghindari interaksi dengan makanan. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan diduga dapat menyebabkan kekebalan bakteri terhadap obat-obatan yang dikonsumsi (Multiple Drugs Resistance/MDR). Hal tersebut akan mengakibatkan pengobatan menjadi lebih lama. Secara teori, kepatuhan pasien anak terhadap pengobatan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan orang tua, faktor sosial dan ekonomi orang tua pasien. Bentuk-bentuk ketidakpatuhan terhadap farmakoterapi bagi penderita tuberkulosis antara lain tidak mengambil obat, minum obat dengan dosis dan waktu yang salah, lupa minum obat, serta berhenti minum obat sebelum waktunya. Kepatuhan minum obat pada pasien anak dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, keluarga ataupun pengasuhnya terhadap pengobatan tuberkulosis. Anak belum dapat mengkonsumsi obat sendiri, sehingga pemberiannya tergantung pada orang yang mengasuhnya. Pengetahuan ibu mengenai manfaat pengobatan terhadap proses penyembuhan ikut berpengaruh terhadap kepatuhan ibu dalam memberikan Obat Anti tuberkulosis (OAT).

33 Salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan pengetahuan ibu mengenai pengobatan tuberkulosis paru dipengaruhi oleh peran pelayanan kesehatan dalam memberikan konseling mengenai aturan dalam minum obat. Semua kegagalan pengobatan TB adanya obat yang tidak adekuat karena ketidakteraturan minum obat yaitu penggunaan obat yang tidak sesuai, penghentian jadwal yang terlalu cepat, lalai atau putus berobat dan adanya kuman resistensi. Alasan lain adalah rasa bosan berobat dikarenakan terlalu lama, kurangnya pengetahuan penderita tentang TB paru, jauhnya jarak rumah penderita dengan pelayanan kesehatan umum, petugas kesehatan yang tidak mengingatkan penderita bila lalai pengobatan dan adanya anggapan bahwa pengobatan di Puskesmas kurang baik 5) Pekerjaan dan Pendidikan Pada umumnya yang terserang TB adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan jauhnya jangkauan pelayanan kesehatan dapat menyebabkan penderita tidak mampu membiayai pengangkutan ke Puskesmas. Pada umumnya kebutuhan primer sehari-hari masih lebih penting dari pemeliharaan kesehatan. Status pendidikan pasien berpengaruh terhadap pemahaman tentang penyakit sehingga akan mempengaruhi kepatuhan berobat, angka kesembuhan dan keberhasilan pasien. Semakin rendahnya tingkat pendidikan

34 penderita menyebabkan kurangnya pengertian penderita terhadap penyakit dan bahayanya. Kim dkk melaporkan rendahnya kepatuhan berobat pasien TB berhubungan dengan tingkat pendidikan. Pasien TB paru dengan pendidikan menengah tinggi mengetahui pengetahuan tentang TB paru lebih baik daripada pasien berpendidikan rendah, namun Wilkinson dkk membuktikan pendidikan rendah tidak selalu berhubungan dengan rendahnya kepatuhan. Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan TB dan dampaknya terhadap kepatuhan berobat bervariasi diberbagai negara. 6) Resistensi OAT Salah satu ketidakberhasilan pengobatan adalah resistensi kuman terhadap OAT. Penderita yang pernah minum selama satu bulan atau lebih dan tidak teratur akan semakin meningkatkan kemungkinan resistensi OAT terhadap Mycobacterium tuberculosis Secara klinis resistensi TB dibagi atas 2 jenis yaitu resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer adalah dijumpai kuman M. Tuberculosis yang resisten pada pasien yang belum pernah mendapat OAT ataupun sudah pernah mendapat pengobatan OAT tapi kurang dari satu bulan. Resistensi sekunder adalah resistensi yang terjadi pada penderita yang pernah mendapat pengobatan OAT selama satu bulan atau lebih.

35 Bersamaan dengan meningkatnya kasus TB, terjadi pula peningkatan kasus TB yang resisten terhadap beberapa obat antituberkulosis (OAT) termasuk resistensi terhadap obat isoniazid (INH) dan rifampisin dengan atau tanpa resistensi obat lain. Di India resistensi terhadap INH dan streptomisin adalah 13,9 % dan 7,4 %, sementara terhadap dua obat atau lebih adalah 41%. Di Indonesia pola MDR-TB di Rumah Sakit Persahabatan tahun 1996 dan 1997 sebesar 5,8% menjadi 4,85% (resistensi primer) serta 24,45% menjadi 41,60% (resistensi sekunder). Laporan dari berbagai rumah sakit dan penjara, bermula dari daerah New York dan kemudian dari berbagai negara, dari Hongkong menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 20 % infeksi tuberkulosis terjadi dari kuman yang telah resisten. Laporan dari Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus tuberkulosis paru yang diteliti ditemukan 35 % adalah resistensi terhadap setidaknya satu jenis obat, yang resistensi terhadap sedikitnya dua macam obat adalah 11,6 %, tiga macam obat 3,9 % dan empat macam obat adalah 2,8 %. Di Pakistan resistensi terhadap rifampisin, INH dan etambutol dilaporkan masing-masing adalah 17,7 %, 14,7 % dan 8,7 %.

36 B. Kerangka Teori Penelitian Faktor Penyebab TB Paru TB Paru Primer Anak : 1. Infeksi 2. Lingkungan 3. Ekonomi 4. Pelayanan Kesehatan Pengobatan TB Paru Primer a. Sesuai < 9 bulan b. Tidak Sesuai > 9 bulan Faktor Faktor yang Mempengaruhi lama Pengobatan 1. Lingkungan Tempat Tinggal 2. Pola Perawatan 3. Nutrisi 4. Kepatuhan Minum Obat 5. Pendidikan dan Pekerjaan 6. Resistensi OAT Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian Sumber : Asri, (2007), Ngastiyah, (2003), PERSAGI dalam Penuntun Diit Anak, (2003).

37 C. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independent Variabel Dependent Faktor faktor yang mempengaruhi lama waktu pengobatan pasien tuberculosis primer : Faktor lingkungan tempat tinggal Faktor nutrisi; Faktor perawatan yang dilakukan ibu Lama waktu Pengobatan Variabel Pengganggu 1. Kepatuhan Minum Obat 2. Pendidikan dan Pekerjaan 3. Resistensi OAT 4. Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

38 D. Hipotesis Ha1 : Ada pengaruh faktor lingkungan tempat tinggal terhadap lama waktu pengobatan pasien tuberculosis primer pada anak di poli anak unit rawat jalan RSUD Banjarnegara. Ha2 : Ada pengaruh faktor nutrisi terhadap lama waktu pengobatan pasien tuberculosis primer pada anak di poli anak unit rawat jalan RSUD Banjarnegara. Ha3 : Ada pengaruh faktor perawatan yang dilakukan ibu terhadap lama waktu pengobatan pasien tuberculosis primer pada anak di poli anak unit rawat jalan RSUD Banjarnegara.