WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS DALANG IDA MADE ADI PUTRA LAKON NILA CANDRA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

BAB I PENDAHULUAN. semua peristiwa itu aktivitas menyimak terjadi. Dalam mengikuti pendidikan. peristiwa ini keterampilan menyimak mutlak diperlukan.

BAB III METODE PENELITIAN. karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaannya bilamana tidak saling menyerap tanda-tanda yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

DESKRIPSI SENDRATARI KOLOSAL BIMA SWARGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

Pagelaran Wayang Ringkas

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

SKRIP KARYA SENI GERAHING MEDANG KEMULAN

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI CAMPUR KODE DALAM BAHASA INDONESIA PADA ACARA SAMATRA ARTIS BALI DI MEDIA MASSA BALI TV NI PUTU LILIK YUDIASTARI

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

PROSEDUR KLIRING OLEH BANK UMUM PADA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

WACANA LISAN DALAM TRADISI SELAMATAN KIRIM DOA MASYARAKAT JAWA SONGGON-BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PENSIUNAN PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CABANG UBUD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan

3. Karakteristik tari

Aplikasi Augmented Reality Book and Stick Wayang Kulit Panca Pandawa Berbasis Mobile

FUNGSI TARI BEDHAYA KETAWANG DI KERATON SURAKARTA DALAM KONTEKS JAMAN SEKARANG

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

SKRIPSI I MADE WAHYU CAHYADI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULULAN. sebenarnya ada makna yang terkandung di dalamnya yang diharapkan dimengerti oleh sasaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS DALANG IDA MADE ADI PUTRA LAKON NILA CANDRA SKRIPSI OLEH : IDA AYU NYOMAN WERDHI PUTRI KUSUMA NIM 201003001 PROGRAM STUDI S-1 SENI PEDALANGAN JURUSAN SENI PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014

SKRIPSI WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS DALANG IDA MADE ADI PUTRA LAKON NILA CANDRA Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1) MENYETUJUI :

MOTTO Bukanlah kegembiraan atau kesedihan yang menjadi tujuan akhir kita, Melainkan bertindak hingga esok kita telah melangkah lebih jauh dari hari ini. Sasi wimba haneng gata, mesi banyu Ndanasing suci nirmala, mesi wulan Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin Ringanganbeki yoga, kiteng sekala (Arjuna Wiwaha, hal. 38 pupuh ke 11) Artinya: Seperti bayangan bulan yang terlihat pada tempat air yang berisi air Tetapi hanya pada air yang bersih tanp kotoran saja bayangan bulan itu akan nampak. Seperti itulah Tuhan dalam kehidupan ini. Hanya pada manusia yang taat melaksanakan yoga Tuhan itu akan menunjukkan diri-nya secara nyata

KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa, atas berkat dan rahmat-nyalah dapat tersusun skripsi yang berjudul Wayang Kulit Bali Gaya Karangasem Studi Kasus Dalang Ida Made Adi Putra Lakon Nila Candra. Tugas akhir ini merupakan suatu proses yang harus ditempuh oleh seorang mahasiswa Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia, sebagai bagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S1). Penulis menyadari tentang hakekat manusia yang memiliki keterbatasan sebagai ciptaan Tuhan, di samping memiliki kelebihan tentu ada kekurangan. Oleh karena itu suatu keberhasilan yang diraih saat ini sudah tentu memerlukan bantuan orang lain. Sebagai bukti penyusunan skripsi ini banyak memperoleh bimbingan, arahan, masukan dan saran-saran, serta berupa dorongan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak atas kemurahan hati membantu penulis, sehingga skripsi ini rampung tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada : 1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha,S.SKar. selaku rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menempuh perkuliahan. 2. Bapak I Wayan Suharta,S.SKar.,M.Si. selaku dekan Fakultas Seni Pertunjukan dan sebagai ketua panitia penyelenggara ujian tugas akhir

Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar, yang telah memberi motivasi selama mengikuti perkuliahan dan pada proses tugas akhir. 3. Bapak I Dewa Ketut Wicaksana,SSP.,M.Hum. selaku pembantu dekan I dan pembimbing akademik, yang dengan sabar meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi sejak awal perkuliahan dan proses pembelajaran sampai dengan proses tugas akhir. 4. Ibu Doktor Ni Luh Sustyawati,M.Pd. selaku pembantu dekan III, yang telah memberi motivasi selama mengikuti perkuliahan dan pada proses tugas akhir serta bimbingan moril selama penulis mengikuti perkuliahan dan kegiatan kampus. 5. Bapak I Kadek Widnyana,SSP.,M.Si, selaku ketua jurusan seni pedalangan ISI Denpasar, yang telah membantu penulis dalam proses akademik selama mengikuti perkuliahan. 6. Ibu Ni Komang Sekar Marhaeni,SSP.,M.Si. selaku sekretaris jurusan seni pedalangan ISI Denpasar, telah banyak memberikan dorongan motivasi dan membantu secara akademis selama perkuliahan. 7. Bapak Drs. I Wayan Mardana,M.Pd. selaku pembimbing I atas perhatian, bimbinganya, dan motivasi selama menempuh perkuliahan mengoreksi dan membenahi tulisan pada skripsi ini. 8. Ibu Dra. Ni Diah Purnamawati.,M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dorongan, motivasi yang sangat berarti bagi penulis, mengoreksi dan membenahi tulisan pada skripsi ini. 9. Bapak Prof. Dr. I Nyoman Sedana,SSP,M.A. selaku guru besar di jurusan pedalangan dan dosen yang sudah dengan sabar dan meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan semangat dari awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar di jurusan pedalangan berserta pegawai Fakultas Seni Pertunjukan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, pengalaman, motivasi, bantuan, dan arahan selama awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. 11. Bapak Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama (BAAKK) yang sudah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menerima beasiswa selama menjadi mahasiswa di Institut Seni Indonesia Denpasar. 12. Bapak mangku Dalang Ida Made Adi Putra selaku dalang beserta keluarga, serta masyarakat Desa Banjar Besang, Kecamatan Ababi, Kabupaten Karangasem yang telah memeberikan tempat, waktu, kesempatan, informasi mengenai pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem Lakon Nila Candra., serta sambutan yang sangat hangat kepada penulis selama penelitian skripsi ini. 13. Bapak Dalang Ida Made JD Bratha sebagai informan yang telah memberikan informasi tambahan mengenai pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem. 14. Teman-teman seperjuangan mahasiswa jurusan pedalangan angkatan 2010 atas inspirasi, bimbingan, semangat, rasa solidaritas, kekeluargaan, senasib, dan sepenangungan dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini rampung tepat pada waktunya.

15. Seluruh keluarga yang saya cintai yang sudah banyak memberikan bantuan dan dukungan moral selama perkuliahan dan dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis diterima sebagai amal serta mendapatkan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas segala perhatiannya, dan besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi yang memerlukannya. Denpasar, 20 Mei 2014 Penulis

ABSTRAK Wayang kulit merupakan salah satu pertunjukan yang masih tetap eksis sampai saat ini, serta memiliki banyak gaya/style di setiap daerah masing-masing. Seperti di daerah Sukawati, Badung, Buleleng dan juga di daerah Karangasem. Penelitian ini adalah sebuah pengkajian seni pertunjukan yang mengangkat bentuk, fungsi, dan makna pertunjukan Wayang Kulit Parwa Gaya Karangasem lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra, di Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang ciri khas yang mebedakan bentuk, fungsi, dan makna dalam pertunjukan Wayang Kulit Parwa Gaya Karangasem lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif, yaitu mengkaji mengenai permasalahan yang diajukan menggunakan Teori Estetika, Teori Fungsionalisme Struktural dan Teori Wacana. Data yang disajikan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, interview atau wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Nila Candra sebagai objek analisis merupakan sebuah lakon carangan wayang kulit Bali. Lakon carangan ini mengambil sumber dari Kakawin Nila Candra yang masih merupakan bagian dari epos Mahabharata. Pembatasan materi sebagai bahan kajian dalam penulisan skripsi ini dibatasi pada tiga aspek yaitu : bentuk, fungsi dan makna terhadap sebuah seni pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon Nila Candra. Penelitian ini sifatnya deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini membahas tentang Wayang Kulit Gaya Karangasem dengan lakon Nila Candra. Wayang Kulit Gaya Karangasem ini mempunyai struktur pementasan yang berbeda dengan struktur pementasan wayang secara umum. Perbedaan yang sangat menonjol terletak pada tahap Alas harum, dan petangkilan. Pada tahap Alas harum biasanya dalang menyanyikan sebuah tembang (kekawin) disertai dengan menarikan tokoh wayang, namun pada struktur pementasan Wayang Kulit Gaya Karangasem pada tahap Alas harum dalang hanya menembang tanpa menarikan tokoh wayang sehingga pada kelir masih kosong belum ada tokoh wayang yang muncul. Pada struktur pementasan Wayang Kulit Gaya Karangasem tidak ada petangkilan, tetapi langsung ke pangkatan. Dari sinilah dijadikan titik tolak untuk memahami bentuk, fungsi, dan makna sebagai daya tarik pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon Nila Candra. Kata kunci :Wayang Kulit Karangasem, bentuk, fungsi dan makna.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... GLOSARIUM... DAFTAR TABEL... DAFTAR FOTO... i ii iii iv v ix x xii xvi xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 6 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Hasil Penelitian... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7 BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI... 9 2.1 Kajian Sumber... 9 2.2 Landasan Teori... 11 2.2.1 Teori Estetika... 12 2.2.2 Teori Fungsionalisme Struktural... 13 2.2.3 Teori Wacana... 14 BAB III METODE PENELITIAN... 17 1.1 Rancangan Penelitian... 17 1.2 Jenis dan Sumber Data... 18 1.3 Instrumen Penelitian... 20 1.4 Teknik Penentuan Informan... 21 1.5 Teknik Pengumpulan Data... 21 1.5.1 Observasi... 22 1.5.2 Wawancara... 22 1.5.3 Studi Kepustakaan... 23 1.5.4 Studi Dokumentasi... 24 1.6 Teknik Analisa Data... 24 1.7 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian... 25 1.8 Jadwal Kegiatan Penelitian... 26 BAB IV BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG KULIT GAYA KARANGASEM LAKON NILA CANDRA... 29 4.1 Bentuk Pertunjukan... 29 4.2 Struktur Pertunjukan... 31

BAB V 4.3 Komponen Pertunjukan... 42 4.3.1 Lakon... 42 4.3.1.1 Sinopsis... 44 4.3.1.2 Pembabakan... 49 4.3.2 Dalang... 53 4.3.3 Wayang... 55 4.3.4 Iringan Gender Wayang... 56 4.3.5 Sound System... 57 4.3.6 Gedebong... 58 4.3.7 Kelir... 59 4.3.8 Panggung... 60 4.3.9 Blencong... 61 4.3.10 Kropak... 62 4.3.11 Cepala... 63 4.3.12 Ritual (Upakara)... 64 FUNGSI DAN MAKNA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT GAYA KARANGASEM LAKON NILA CANDRA... 66 5.1 Fungsi Hiburan... 67 5.2 Fungsi Media Komunikasi... 70 5.3 Fungsi Upacara Keagamaan (Ritual)... 75 5.4 Fungsi Stabilitas Kebudayaan... 77 5.5 Fungsi Integritas Masyarakat... 79 BAB VI PENUTUP... 82 6.1 Simpulan... 82 6.2 Saran-saran... 85 DAFTAR PUSTAKA... 87 DAFTAR INFORMAN... 90 LAMPIRAN 1. Transkrip Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon Nila Candra Oleh Dalang Ida Made Adi Putra.... 91 2. Foto-foto... 123

GLOSARIUM Adiluhung Ajeg Alas Harum = sangat berharga = sebuah pelestarian = istilah/nama lagu yang dipakai saat adegan persidangan pada pertunjukan Wayang Parwa. Angkat-angkatan = istilah/nama lagu yang dipakai untuk mengiringi keberangkatan atau perjalanan ke suatu tempat Batel Belencong = iringan adegan perang = lampu minyak khusus untuk pertunjukan wayang tradisi. Bhuta Yadnya Cabut Kayonan = upacara yang dihaturkan untuk para = adegan dimana wayang kayonan dicabut dari kelir. Cepala = alat yang dipakai memukul keropak berfungsi untuk memberikan aksentuasi pada pertunjukan wayang Dewa Yadnya Gadebong = upacara yang dihaturkan untuk para dewa = batang pohon pisang yang dipakai untuk menancapkan wayang. Gender Wayang Gilak kayonan Hyang = instrumen pokok pengiring pertunjukan wayang = nama gending iringan untuk tari kayonan = sebutan untuk roh yang sudah suci

Jejer = wayang dipilih dan ditancapkan di atas batang pisang Jero Dalang Kakawin = gelar untuk seorang dalang di Bali = puisi yang memakai bahasa jawa kuno yang diikat oleh metrum-metrum guru dan lagu Kawi Dalang Ketengkong Kelir Keropak = kreatifitas dalang = pembantu dalang pada saat pertunjukan wayang = layar pertunjukan wayang = tempat penyimpanan wayang dan pasangan dari cepala lagu yang memakai bahasa Jawa Tengahan Kayonan = wayang yang pertama ditarikan pada pertunjukan wayang Lakon Carangan Lakon Pakem Lakon Pokok Lampahan Unduk = cerita pokok yang dibuatkan tambahan lakon baru = cerita yang diambil dari ceritera pokok = cerita yang diambil dari ceritera pokok = cerita yang bersumber dari ceritera pokok yang telah disadur kedalam parwa parwa dan kakawinkakawin Lelampahan Mangku Dalang Manusa Yadnya = cerita yang dibawakan dalam seni pertunjukan = sebutan untuk dalang sapuh leger = upacara yang dihaturkan untuk mensucikan diri manusia.

Mesem = lagu untuk adegan sedih untuk wayang bermata sipit Parwa Panca Yadnya Pitra Yadnya = bagian-bagian dari epos Mahabharata = lima jenis korban suci yang tulus iklas = upacara yang dipersembahkan kapada orang yang sudah meninggal. Punakawan Pangkat pejalan = abdi raja = lagu untuk mengiringi adegan keberangkatan ke suatu tempat Pangkat Siat = lagu untuk mengiringi adegan keberangkatan ke medan perang Pemungkah Pengender Penyacah parwa = bagian awal dari pertunjukan wayang = pemain instrumen gender wayang = prolog pada pertunjukan Wayang Kulit Bali yang merupakan awal ceritera yang akan disajikan Petangkilan Petegak = adegan wayang pada saat siding = lagu yang dimainkan oleh penabuh sebelum pertunjukan wayang dimulai. Pura Rebong = tempat suci agama hindu = lagu yang digunakan pada saat adegan roman Rsi Yadnya = upacara yang dilaksanakan untuk roh leluhur Sang Hyang Ringgit Sesendon = sebutan suci wayang = narasi yang dilagukan

Selendro Tabuh petegak = suatu sistem laras nada = lagu yang dimainkan pada awal dari pertunjukan wayang Tatikesan Tututan Tungguh Yadnya = gerak wayang = pembantu dalang pada saat pertunjukan wayang = kayu yang dipancangkan tempat sesuatu = korban suci yang tulus ikhlas

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian.... 27 Tabel 4.1 Bagan Struktur waktu Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra.... 33

DAFTAR FOTO Foto1. Foto 2. Foto 3. Foto 4.. Foto 5. Foto 6. Foto 7. Foto 8. Suasana latihan Tabuh Petegak Wayang Kulit lakon Nila Candra di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. 123 Dalang Ida Made Adi Putra dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. 123 Suasana Adegan jejer wayang oleh Dalang Ida Made Adi Putra lakon Nila Candra.. 124 Gedebong sebagai simbol pertiwi dan dua buah mic dipasang dibelakang belencong untuk membantu agar suara Dalang Ida Made Adi Putra terdengar oleh penonton 124 Kelir yang digunakan saat pementasan WKGK lakon Nila Candra lebih lebar dari ukuran kelir pada umumnya..... 125 Blencong yang digunakan saat pementasan WKGK lakon Nila Candra 125 Keropak/Gedog yang dimiliki dan dibuat sendiri oleh Dalang Ida Made Adi Putra 126 Tahap wawancara dengan kedua informan. Dalang Ida Made Adi Putra (kiri) dan Dalang Ida Made JD Bratha (kanan).. 126 Foto 9. Tokoh Wayang Nila Candra.... 127 Foto 10. Tokoh Wayang Kresna dan Nila Candra.... 127 Foto 11. Tokoh Wayang Bhagawan Andasing. 128 Foto 12. Tokoh Wayang Kertawarma... 128 Foto 13. Tokoh Wayang Satyaki... 129 Foto 14. Tokoh Wayang Baladewa... 129 Foto 15 Tokoh Wayang Panca Pandawa.. 130

Foto 16 Dalang Ida Made Adi Putra bersama penulis... 130 Foto 17 Dalang Ida Made Adi Putra 131

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai salah satu bagian dari kepulauan Indonesia memiliki warisan kebudayaan yang sangat unik, serta peninggalan kebudayaan yang tersebar di seluruh wilayah Bali. Warisan kebudayaan ini mencirikan bahwa setiap wilayah di Bali memiliki kekhasan kebudayaan masing-masing. Warisan kebudayaan tersebut meliputi: adat istiadat, tari-tarian sakral, gamelan, pakeliran atau pewayangan dan lain sebagainya. Dari sekian yang ada, pakeliran atau pewayangan merupakan salah satu bentuk pertunjukan yang sarat akan makna dan filsafat pengetahuan didalamnya, sehingga wayang sering dikatakan sebagai sebuah kesenian yang adiluhung. Menurut (Koichiro dalam Sedana,2004:6) yang dikutip oleh Sukerta dalam tesisnya menyatakan sejak tanggal 7 November 2003, wayang diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai pertunjukan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Seni pewayangan sebagai seni pertunjukan berkembang terus dari masa ke masa, karena wayang merupakan kesenian yang sering digunakan sebagai media penerangan, penjabaran nilai-nilai agama, pendidikan, pemahaman filsafat, hiburan dan bahkan kritik sosial, sehingga pertunjukan wayang kulit menjadi salah satu media pendidikan informal bagi warga masyarakat. Selain itu

pertunjukan wayang kulit juga mepmadukan berbagai unsur seni rupa, sastra, gerak dan suara dalam pementasannya. Menurut Sidemen (2000:19), seperti yang dikutip oleh Seramasara(2005:1) mengemukakan: pertunjukan wayang diciptakan sebagai wahana komunikatif, imformatif, dan edukatif supaya masyarakat Bali menjadi lebih bermoral, etis, dan normatif dalam menyikapi perkembangan jaman. Dengan demikian Seni Pewayangan Bali merupakan produk seni, hasil dari interaksi yang kondusif dan hakiki antara seniman dengan masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilainilai budaya Bali. Kalau Sidemen mengatakan wayang sebagai komunikatif, imformatif, dan edukatif maka, Yahya J.Aifit (2010) dalam websitenya mengatakan pertunjukan wayang sebagai puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Pertunjukan wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu bagian dari seni pertunjukan Bali yang hingga kini masih tetap digemari oleh masyarakat Bali pada umumnya. Di desa-desa maupun di kota, masyarakat masih sering menggelar pertunjukan wayang kulit dalam kaitan dengan upacara agama Hindu, upacara adat Bali atau hanya sebagai hiburan semata. Kedua pendapat tersebut jelas mengungkapkan bahwa seni pewayangan mengandung nilai-nilai budaya Bali yang sangat luhur. Lebih lajut Seramasara (2005:1-2), mengatakan seperti dibawah ini. nilai budaya Bali bersumber pada cerita Mahabharata dan Ramayana, kemudian disosialisasikan melalui pertunjukan wayang yang telah memberikan karakter terhadap masyrakat yang etis,estetis, dan religius magis. Hal ini akan dapat disadari bahwa ketika masyarakat Bali belum bisa membaca dan menulis, mereka akan dapat memahami nilai-nilai budaya dan ajaran agama melalu pertunjukan wayang.

Dalam pertunjukan wayang, yang menjadi elemen pokoknya adalah dalang, wayang dan musik pengiring. Dalam hal ini dalang berperan sebagai aktor dan sutradara. Wicaksana (2009:24) lebih tegas menyatakan bahwa : dalang adalah tokoh kunci (figure central) di balik setiap pertunjukan wayang kulit. Di samping perannya sebagai seniman, dalang juga mempunyai pengetahuan yang luas dan sekaligus pelaku ritual, maka wajar dalang memiliki posisi terhormat dalam masyarakat. Oleh karena itu dalang diberi gelar kehormatan jero dalang atau mangku dalang. Sedangkan musik pengiring sebagai aksentusi dan wayang sebagai media, karakter dan sistem sosial interaksi. Pada akhirnya semua pendapat tentang dalang pada prinsipnya disimpulkan oleh Mardana (2008:4), yaitu seorang dalang pada dasarnya dapat dianggap sebagai seniman yang serba bisa. Dalang harus memiliki berbagai keterampilan yang di dunia barat jarang dimiliki oleh satu orang seniman untuk keterampilan yang banyak itu. Ia harus bisa menabuh gender, menembang, menari, memainkan wayang, serta harus memiliki pengetahuan agama dan ritual. Dan ditambah pendapat dari Dibya (2012:59), yang mengatakan bahwa dalam pementasan, wayang yang diberkahi dengan kekuatan taksu akan hidup di layar. Menggunakan wayang-wayang yang hidup seperti itu akan memungkinkan seorang dalang untuk menyajikan suatu pertunjukan yang mampu menarik perhatian penonton dan mengikuti cerita, termasuk semua pesan, yang disajikan dari balik layar. Pendapat tentang eksistensi dalang diatas pada dasarnya menganggap dalang sebagai sentral atau pusat yaitu dalam mengolah cerita, menghidupkan dan mematikan wayang, sehingga dalang bisa disebut sebagai multi simbol sebagaiman disebutkan Purnamawati (2005:332).

Di Bali pada umumnya setiap kabupaten memiliki kekhasan tersendiri dalam menampilkan sebuah pertunjukan wayang kulit parwa. Kekhasan tersebut dapat ditinjau dari segi bentuk wayang, struktur pertunjukan, iringan maupun komponen-komponen lainnya. Begitu pula ada persamaan yang mendasar. Perbedaan dan persamaan itu merupakan keunikan yang terdapat pada seni pertunjukan wayang kulit akibat adanya perbedaan sosial, adat istiadat, serta iklim yang berbeda pula. Marajaya (2011:25), menyatakan ada beberapa gaya pedalangan di Bali yang dikenal dengan gaya Bali Utara (Buleleng) dan Bali Selatan (Sukawati dan Badung). Gaya Sukawati dirintis oleh dalang Krekek, sedangkan Gaya Badung dirintis oleh dalang Ida Bagus Ngurah dari Buduk. Dari sekian kabupaten yang ada di Bali, Karangasem adalah salah satu kabupaten yang dilihat dari segi estetika budayanya memiliki kekhasan tersendiri. Bertitik tolak dari kekhasan yang dimiliki oleh wayang kulit kiranya perlu diadakan pengkajian, bahkan penelitian ditinjau dari sudut lakon, maupun struktur pertunjukannya. Oleh karena kurangnya informasi tentang Wayang Kulit Gaya Karangasem (selanjutnya ditulis WKGK), penulis ingin mencoba mengadakan sebuah penelitian tentang kekhasan pertunjukan wayang kulit yang ada di Karangasem dalam hal ini penulis mengambil studi kasus Dalang Ida Made Adi Putra, Grya Bodha, Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Hingga saat usulan penelitian ini, Dalang Ida Made Adi Putra masih eksis mendalang dan cukup terkenal di Kabupaten Karangasem. Dari sekian kali pertunjukan ada beberapa lakon yang sering dipentaskan seperti: Kunti Yadnya, Bambang Ekalawya, Cupak Grantang, Nila Candra dan lakon-lakon lainnya.

Selain itu Dalang Ida Made Adi Putra juga pernah mementaskan pertunjukan wayang Calonarang wayang Cupak dan wayang Arja. Dari banyaknya lakon yang dipentaskan tersebut yakni lakon Nila Candra yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini. Komponen-komponen yang akan diteliti meliputi keunikan dan kekhasan Wayang Kulit Karangasem, ditinjau dari bentuk, fungsi dan maknanya. Ketertarikan penulis untuk meneliti kekhasan WKGK oleh Dalang Ida Made Adi Putra yaitu: pertama mengingat dalang Ida Made Adi Putra ini adalah salah satu dalang yang cukup terkenal di daerah Karangasem. Selain itu beliau memiliki ciri khas tersendiri yaitu masih menggunakan struktur pertunjukan khas Karangasem dan kecekatan tangannya dalam memainkan wayang saat peperangan sangat memukau. Kedua, Dalang Ida Made Adi Putra ini merupakan keturunan seniman dari keluarganya. Hampir semua keluarga dari ayah, ibu, saudara dan bahkan istri dan anak-anaknya juga berkecimpung dalam bidang seni. Ketiga, beliau pernah mengikuti beberapa perlombaan dan parade wayang kulit calonarang dan wayang kulit parwa dan mendapatkan juara terbaik. Sedangkan alasan penulis mengangkat lakon Nila Candra sebagai objek penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Nila Candra sarat dengan nilai-nilai spiritual yaitu penyatuan antara aliran Budha dan Siwa. 2) Pementasan lakon Nila Candra ceritanya unik diambil dari sastra sumber kekawin Nila Candra yang langsung dijadikan tema oleh dalang Ida Made Adi Putra. 3) sepanjang pengetahuan penulis lakon Nila Candra belum pernah diteliti.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah : 1. Bagaimanakah bentuk pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem khususnya Lakon Nila Candra? 2. Apakah fungsi dan makna yang terkandung dalam pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem, khususnya dengan lakon Nila Candra? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. untuk mengetahui bentuk pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem dengan lakon Nila Candra. 2. untuk mengetahui fungsi dan makna pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem dengan lakon Nila Candra. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini sudah tentu memiliki manfaat-manfaat tertentu, sehingga hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut, selain dapat dipergunakan oleh peneliti sendiri juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Manfaat penelitian ini dapat di bagi menjadi dua, yaitu secara teoritis dan secara praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis 1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan hasil-hasil penelitian tentang pewayangan Bali, terutama pertunjukan WKGK.

2) Dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah seni pewayangan terutama wayang kulit. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi bagi para peneliti yang berminat meneliti pertunjukan WKGK. 3) Dapat membantu teman-teman mahasiswa dan dosen yang berkepentingan untuk menambah pengetahuan tentang pewayangan yang ada di Bali. 1.4.2 Manfaat Praktis 1) Hasil penelitian ini dapat menambah refrensi tentang pewayangan di perpustakaan ISI Denpasar yang nantinya dapat dipakai sebagai literatur atau acuan bagi mahasiswa ISI Denpasar. 2) Para calon peneliti dan masyarakat diharapkan dapat memetik manfaat dari hasil penelitian ini untuk meningkatkan wawasan tentang seni pertunjukan wayang kulit. 1.5 Ruang Lingkup Pembatasan materi sebagai bahan kajian dalam penulisan skripsi ini sangat diperlukan agar dalam pembahasan selanjutnya tidak menyimpang dari masalah yang diangkat. Adapun dalam penulisan skripsi ini pembahasan dibatasi pada tiga aspek yaitu : bentuk, fungsi dan makna terhadap sebuah seni pertunjukan WKGK lakon Nila Candra.

Berkenaan dengan hal tesebut diatas maka, skripsi ini sifatnya deskriptif kualitatif, memberikan kajian pada teks lakon WKGK Nila Candra yang dideskripsikan dari pertunjukan dilokasi penelitian. Dari sinilah dijadikan titik tolak untuk memahami struktur atau bentuk, fungsi dan makna pertunjukan WKGK lakon Nila Candra.

BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Sumber Kajian sumber bisa diperoleh dengan cara mengkaji beberapa bahan pustaka berupa buku, artikel, jurnal, makalah, majalah, tesis, desertasi dan laporan hasil penelitian yang memuat kajian-kajian tentang pertunjukan wayang kulit Bali yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Mengingat cukup banyaknya penelitian tentang pewayangan di Bali, yang dapat dijadikan acuan dalam pembahasan penelitian ini. Menurut pengetahuan penulis, beberapa tulisan yang berhubungan langsung dengan pertunjukan WKGK dalam hal ini pertunjukan wayang parwa masih sangat jarang ditemukan. Oleh karena itu di sini perlu disajikan tinjauan beberapa sumber tentang pertunjukan Wayang Kulit. Adapun sumber-sumber tertulis meliputi buku-buku dan karya ilmiah (artikel, jurnal, dan hasil-hasil penelitian) yang berhasil ditemukan sebagai berikut. Rota dan Suteja (1990), telah melakukan kajian mengenai gaya bahasa pada pertunjukan wayang dalam penelitiannya Retorika Sebagai Ragam Bahasa Panggung Dalam Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali. Melalui kajiannya ini Rota dan Suteja mengemukakan tentang bagaimana seorang dalang mampu bertutur, memilih materi bahasa (kata-kata, ungkapan-ungkapan, istilah-istilah, perbandingan-perbandingan, bahasa bertembang) yang tepat dan argumentatif mewadahi gagasan-gagasan yang ingin disampaikan kepada penonton, serta penyajian tutur dengan gaya tertentu sesuai dengan ciri khas masing-masing.

Sumber literatur berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku ajar Pakeliran Gaya Baku I (Wayang Kulit Parwa) yang di tulis oleh Wicaksana dan Sidia (2004). Dalam buku ini Wicaksana dan Sidia menjelaskan mengenai struktur pertunjuksn wayang kulit parwa dan gaya/style wayang kulit parwa berbagai daerah di Bali. Relevansi buku ini terhadap penelitian yaitu untuk membahas struktur pertunjukan dalam WKGK lakon Nila Candra. Marajaya menulis artikel dalam Jurnal Ilmiah Seni Pewayangan Volume 10 No.1 September 2011 WAYANG. Dalam tulisan tersebut Marajaya menyatakan ada beberapa gaya pedalangan di daerah Bali. Memperhatikan proses perwujudan pertunjukan wayang kulit seperti sumber literatur pewayangan di atas, peneliti dapat berasumsi bahwa ini merupakan referensi yang baik untuk penelitian ini dalam mengidentifikasi agar wayang kulit tetap ajeg dan digemari penonton. Pakem Wayang Parwa Bali oleh Yayasan Pewayangan Daerah Bali tahun 1986/1987 yang diterbitkan oleh proyek Penggalian / Pemantapan Seni Budaya Klasik dan Baru. Buku ini memaparkan struktur pewayangan Bali, disertai pula kumpulan ringkasan dan pakem lakon-lakon yang digunakan dalam pementasan wayang yang disesuaikan dengan konteksnya. Buku ini terkait dengan struktur pewayangan Bali. Buku ini juga menjadi penunjang pembahasan mengenai bentuk pertunjukan WKGK serta lakon Nila Candra yang menjadi salah satu rumusan masalah penelitian ini. Penelitian yang berjudul Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur Dramatiknya oleh Soediro Satoto tahun 1985 yang diterbitkan oleh proyek penelitian dan pengkajian Kebudayaan Nusantara (javanologi), Direktorat jeneral

Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam penelitian ini dianalisis struktur dramatik dan makna lakon wayang Purwa ( Jawa ) Banjaran Karna dan Karna tanding yang dipentaskan oleh Ki Narto Sabdo. Penelitian ini terkait dengan pendeskripsian, terutama bentuk dan fungsi pertunjukan WKGK lakon Nila Candra yang dipentaskan dalam sebuah pertunjukan wayang kulit di Karangasem. Dengan perspektif kajian seni pewayangan yang begitu luas dari semua literatur tersebut kiranya dapat penulis pakai sebagai bekal penting dalam mengkaji identitas WKGK lakon Nila Candra Studi Kasus Dalang Ida Made Adi Putra, Grya Bodha,Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. 2.2 Landasan Teori Suatu penelitian yang baik apabila dasar-dasar teorinya ditunjang oleh literatur yang mencukupi dan relevan dengan objek penelitian. Landasan teori berarti pula dari sudut mana si peneliti memulai pekerjaannya dan bagaimana menafsirkan data-data yang diperoleh dalam penelitian. Untuk mendukung penelitian ini maka dipergunakan beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yakni teori estetika, teori fungsional struktural, dan teori wacana. 2.2.1 Teori Estetika

Menurut Djelantik (1992:6), estetika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, dan semua aspek dari apa yang kita sebut keindah. Lebih lanjut Djelantik mengungkapkan: benda atau peristiwa kesenian yang menjadi sasaran analisis estetika setidak-tidaknya mempunyai tiga aspek dasar, yakni wujud atau rupa yang menyangkut bentuk (form) atau unsur yang mendasar dan susunan atau struktur (structure), bobot yang menyangkut suasana (mood), gagasan (idea) dan pesan (massage), dan penampilan yang meliputi bakat (talent), keterampilan (skill), dan sarana atau media. Pelopor teori estetika Kartini Parmono yang dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (dalam Djelantik, 1990), istilah estetika digunakan untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan indrawi. Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul pada abad 18, maka pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan dengan pengertian estetik. Jika sebuah bentuk mencapai nilai yang betul, maka bentuk tersebut dapat dinilai estetis, sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. Menurut Refeal Raga Malan (dalam Djelantik, 1990), istilah estetika berasal dari bahasa Yunani aesthesis berarti penserapan, persepsi. Dari sudut filsafat, estetika adalah cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Keindahan adalah suatu pengalaman yang unik dan khas. Dalam pengalaman keindahan atau pengalaman estetis, perhatian

tersedot oleh sesuatu; sesuatu itu diserap oleh suatu proses pengalaman yang mendalam, karena melibatkan seluruh inti dari kita. Pandangan-pandangan di atas tentang estetika dalam konteks penelitian ini akan diterapkan semaksimal mungkin. Karena WKGK dengan lakon Nila Candra sebagai sebuah karya seni dalam menganalisisnya harus menyangkut keindahan. 2.2.2 Teori Fungsionalisme Struktural Menurut Littlejhon (1999), Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories, ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. Fungsionalisme Struktural atau lebih popular dengan Struktural Fungsional merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Sedangkan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistic, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau analisa sistem pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep fungsi dan konsep struktur.

Pada akhirnya konsep-konsep mengenai struktur inilah yang dipergunakan dalam menganalisis struktur WKGK lakon Nila Candra, yaitu menurut Sedana (dalam Purnamawati, 2005:29) bahwa ada tiga unsur teaterikal pertunjukan wayang kulit yakni: 1) bentuk/struktur pertunjukan, 2) lakon / plot, dan 3) karakter / tokoh, sebagai layaknya sebuah unsur, antar ketiga unsur itu terus berinteraksi. Secara harmonis dan dinamis. Interaksi struktural dari ketiga unsur tadi disebut Tri Sandi yakni angga (genre), wacana (lakon), dan tetikesan (gerak tokoh). Dari uraian di atas, maka teori fungsionalisme struktural sangatlah berperan penting untuk penelitian ini yakni untuk menganalisis hubungan secara fungsional antara bentuk / struktur pertunjukan, lakon / plot, dan karakter / tokoh dalam WKGK lakon Nila Candra. 2.2.3 Teori Wacana Menurut Sudaryat (2009:106), Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari segi bentuk bahasa yang dipakai wacana terbagi dua, yakni wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (ujaran) merupakan wujud komunikasi lisan yang melibatkan pembaca dan penyimak, sedangkan wacana tulis (teks) merupakan wujud komunikasi tulis yang melibatkan penulis dan pembaca. Aktivitas penyapa (pembicara/penulis) bersifat produktif, ekspesif, kreatif, sedangkan aktivitas pesapa (pendengar/pembaca) bersifat reseptif. Aktivitas di dalam diri pesapa bersifat internal sedangkan hubungan penyapa dan pesapa

bersifat interpersonal. Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dan dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel,buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya) atau dapat pula disajikan dalam bentuk karangan yang bersifat membujuk (persuasi) contohnya iklan. Tarigan (1993:23) mengatakan istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan dimuka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon yang menjadi penekanan di dalam konteks penelitian ini yaitu wacana lisan, dimana seorang dalang akan sangat senang apabila wacana/ujarannya disimak atau diterima oleh penonton. Disisi lain Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) mengatakan wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan perkataan lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat/kalusa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis disebut wacana. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Doeso (dalam Tarigan, 1993:25) berpendapat wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan, jelas bahwa yang akan disampaikan si pengirim pesan dengan penerima pesan sama agar

tidak miskomunikasi, agar wacana yang disampaikan berlangsung dengan baik. Seniman dalang harus mempelajari retorika ( Ilmu Komunikasi ). Sedangkan pendapat Mulyana (2005:51-52) tentang wacana lisan diklasifikasikan: menurut jumlah penutur: wacana monolog dan wacana dialog. Mulyana (2005: 26), beranalogi wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain adalah koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantik. 1) Teks adalah bahasa yang berfungsi, yaitu bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi tertentu pula. 2) Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaksis. 3) Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya sehingga membentuk kesatuan makna yang utuh. 4) Topik wacana adalah proposisi yang menjadi bahan utama pembicaraan atau percakapan. Dari analogi para pakar teori wacana diatas, akan dapat dijadikan pedoman bagi seorang dalang untuk dapat mengkomunikasikan wacana secara komunikatif agar pesan-pesan dari tokoh-tokoh dalam karakter-karakter wayang jelas diterima penonton. Aspek-aspek semacam ini menjadi perhatian serius dari Dalang Ida Made Adi Putra sehingga pementasan menjadi komunikatif.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Seorang peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian sudah tentu memiliki rancangan atau persiapan dalam melakukan penelitian untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Maka dari itu diperlukan sarana yang bersifat ilmiah yaitu metode. Pada dasarnya penelitian ini akan menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan sebuah produk seni pertunjukan WKGK dengan lakon Nila Candra. Wayang Kulit Bali Gaya Karangasem, Studi Kasus Dalang Ida Made Adi Putra dengan lakon Nila Candra. Sesuai dengan tujuan, penelitian ini dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sesuai pengetahuan yang dilakukan menggunakan metode-metode ilmiah. Penelitian ini dirancang dengan metode kualitatif. Menurut Creswell seperti yang dikutip oleh Hamid Patilima (2005:3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.

Selain itu ada juga beberapa pendapat lain tentang definisi penelitian kualitatif menurut (Denzim dan Lincoln 1978) yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2011:5) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Pada penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Dalam hal ini seorang peneliti harus mengamati bahan itu dengan cermat dan mendalam. Adapun rancangan penelitian penulis yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung pada saat pertunjukan wayang yang di pentaskan oleh Dalang Ida Made Adi Putra dengan lakon Nila Candra selain itu penulis juga menetapkan daftar informan, menyiapkan daftar pertanyaan dan mencari data sebanyak-banyaknya. 3.2 Jenis dan Sumber Data Mekanisme kerja penelitian ini adalah menganalisis teks lakon Nila Candra yang dideskripsikan dalam pertunjukan. Dari situlah dijadikan titik tolak untuk memahami bentuk atau struktur pertunjukan WKGK lakon Nila Candra, kemudian menelusuri fungsi dan maknanya. Data dapat dibedakan berdasarkan jenis dan sumber. Berikut data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan jenis dan sumber.

1). Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif yaitu data yang tidak mempergunakan angka-angka, berupa diskripsi tentang (1) bagaimana bentuk pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem khususnya Lakon Nila Candra (2) apa fungsi dan makna yang terkandung dalam pertunjukan WKGK, khususnya dengan lakon Nila Candra. Data kualitatif inilah yang akan dipergunakan untuk menjelaskan deskripsi pertunjukan WKGK lakon Nila Candra dari segi bentuk, fungsi dan makna. 2). Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Sumber data primer adalah sumber data yang berupa pertunjukan WKGK dengan lakon Nila Candra yang direkam sendiri oleh peneliti. Selain sumber data literatur, data primer ini dilengkapi dengan hasil observasi dan data wawancara langsung dengan dalang WKGK (Ida Made Adi Putra) sebagai nara sumber kunci dan pengamatan lapangan terkait dengan objek penelitian untuk memverifikasi dan mengkonfirmasi seluruh data yang terakumulasi.

b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang berupa bukubuku kepustakaan, surat kabar, jurnal, hasil penelitian sebelumnya, dan semacamnya yang berhubungan dengan objek penelitian (Suryabrata,2003:74). Dalam kaitan penelitian ini data sekunder meliputi berbagai buku, artikel, jurnal, dan hasil-hasil penelitian tentang wayang kulit Bali yang berkaitan dengan objek penelitian ini. 3.3 Instrumen Penelitian Instrumen adalah material atau alat-alat yang dipergunakan dalam tahapan pengumpulan data. Suryabrata (2003:143) mengungkapkan alat atau instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan berbagai data yang diperlukan dalam penelitian. Instrumen penelitian pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, yaitu berupa pengajuan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penelitian yang ditanyakan kepada informan. Dalam penelitian pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra, peneliti sendiri sebagai pelaku utamanya karena peneliti sendiri langsung menonton, merekam dan mengamati pertunjukan WKGK lakon Nila Candra, pada hari Rabu, tanggal 23 Januari 2014 di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Hasil rekaman tersebut berupa video yang dijadikan sebuah CD (compact disk) yang berdurasi 130 menit. Setelah hasil rekaman diperoleh lalu peneliti mentranskripsikan, dan mencari dokumen sebagai penunjang penelitian ini. Alat-alat tulis merupakan alat bantu

untuk menulis jawaban yang diterima. Selain alat-alat tulis, peneliti juga menggunakan alat-alat media rekam seperti tape recorder, handycam, handphone, kamera dan alat-alat lainnya yang mendukung proses penelitian ini. 3.4 Teknik Penentuan Informan Dalam penelitian ini digunakan pedoman wawancara yang tak terstruktur, Menurut pendapat Hamid Patilima (2005:74), pedoman wawancara tak terstruktur artinya pedoman wawancara yang memuat garis besarnya saja, pewawancara mengajukan pertanyaan secara bebas dan leluasa, tanpa diikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga wawancara terkesan luwes, arahnya bisa lebih terbuka, percakapan tidak membuat jenuh dari kedua belah pihak, sehingga informasi yang didapat lebih kaya. Pertimbangan yang dipilih untuk dijadikan informan tentunya berdasarkan potensi, pengalaman dan profesi seseorang yang terkait dengan objek penelitian yakni WKGK. Dapat dipastikan informan bersangkutan memang memiliki kemampuan yang memadai dibidang penelitian ini. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Menurut Hasan Iqbal (2002:83) pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau keterangan-keterangan sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, teknik-teknik tersebut adalah observasi, wawancara, studi pustaka dan studi dokumen.

3.5.1 Observasi Koencaraningrat(1997:108) mengatakan pengamatan atau observasi yang cermat merupakan salah satu cara dalam penelitian ilmiah yang paling sesuai bagi para ilmuwan dalam bidang ilmu-ilmu social, negara-negara yang belum dapat mengembangkan prasarana penelitian yang memerlukan biaya yang banyak. Observasi dilakukan dengan pengamatan atau observasi langsung ke lokasi penelitian yakni menyaksikan langsung pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra, sekaligus merekam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra dilokasi penelitian yaitu di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Data yang dicari adalah bentuk,fungsi dan makna pertunjukan dari WKGK lakon Nila Candra yang akan diangkat sebagai topik permasalahan, yang selanjutnya dapat menghasilkan deskripsi berupa transkrip. 3.5.2 Wawancara Wawancara bertujuan untuk mengumpulkan keteranganketerangan dari informan dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini pedoman wawancara yang dipergunakan adalah pedoman wawancara tak terstruktur, yaitu pedoman yang hanya memuat garis-garis besar yang ditanyakan. Arikonto (1989:183) mengungkapkan, bahwa dalam pedoman wawancara tak terstruktur, kreativitas pewawancara sangat diperlukan, hasil wawancara dengan pempergunakan pedoman wawancara tak

terstruktur tergantung dari pewawancara, karena pewawancara sebagai pengemudi jawaban dari informan. Lexy J. Moleong (2011:135) menyatakan bahwa wawancara adalah pembantu utama dari observasi dalam pengumpulan data. Percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dilakukan dengan Dalang Ida Made Adi Putra sebagai responden utama secara lisan pada tanggal 9 Maret 2014. Wawancarapun direkam berupa rekaman suara melalui handphone. Wawancara dengan beberapa informan lainnya juga dilakukan sebagai informasi tambahan. 3.5.3 Studi Kepustakaan Buku-buku, artikel, majalah dan hasil-hasil penelitian tentang pewayangan di Bali menjadi sumber studi kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini. Sebuah penulisan ilmiah memerlukan teori-teori yang mendukung kajian yang di tulis. Teori-teori tersebut tentunya diambil dari kepustakaan yang sudah ada, sehingga membantu dalam penulisan yang di kaji. 3.5.4 Studi Dokumentasi Studi dokumen menjadi metode pengumpulan data yang bersumber dari benda-benda tertulis, seperti buku-buku, majalah, foto-foto, catatan hasil wawancara dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, dokumentasi

sangat diperlukan dalam tahap pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dari studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengutip atau mencatat bagian-bagian yang diperlukan. Dalam penelitian ini kutipan tersebut diperoleh dari rekaman hasil wawancara dengan informan yang diwawancarai dan pustaka-pustaka atau karya-karya tulis lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Bagian-bagian yang diperlukan dicatat atau ditulis pada buku catatan. Selain pencatatan seperti telah dikemukakan, dilakukan pula pemberian tanda atau kode-kode tertentu terhadap data yang kemudian akan dipergunakan sebagai informasi yang berhubungan dengan WKGK, sehingga lebih mudah untuk diteliti. 3.6 Teknik Analisa Data Analisis data ini merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam suatu penelitian. Moleong (2011:190) mengungkapkan bahwa analisis ini merupakan proses menelaah seluruh data yang telah terkumpul, baik melalui pengamatan, wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak dari pengumpulan data sampai kepada penulisan skripsi berakhir. Setelah data semua terkumpul, kemudian penulis melakukan tahapan-tahapan editing dan segera diadakan perbaikan sehingga menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur dan memiliki makna. Proses ini dilakukan berulang-ulang supaya diantara metode dan teori yang dipakai searah dan sejalan, kemudian disusun secara bertahap untuk dipakai membedah permasalahan yang diangkat dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data dilakukan untuk memproleh gambaran tentang bentuk dan fungsi WKGK

lakon Nila Candra oleh dalang Ida Made Adi Putra. Setelah mengumpulkan sumber-sumber kemudian dipadukan secara cermat hal yang ditemukan di lapangan, hasil penelitiannya diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan mendekati kebenaran. 3.7 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk naratif dan gambargambar. Bentuk naratif akan disajikan melalui tulisan. Hasil penelitian ini akan disajikan mengikuti aturan-aturan atau format penulisan untuk mencapai kesarjanaan pada tingkat S-1, yang telah diterapkan dalam lingkungan kampus Institut Seni Indonesia Denpasar, yang termuat dalam Buku Pedoman Tugas Akhir Fakultas Seni Pertunjukan tahun 2013. Sesuai dengan kriteria tersebut, maka hasil penelitian akan disajikan dalam lima bab yaitu: Bab I Pendahuluan. Pada bab ini yang dibahas adalah latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Bab II Kajian pustaka dan landasan teori. Buku-buku yang menjadi sumber kajian, dan sekaligus dapat digunakan sebagai landasan teori. Teori-teori yang digunakan adalah teori estetika, teori fungsional struktural serta teori wacana. Bab III Metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data kualitatif deskriptif, karena data-data yang diperoleh merupakan penjabaran tentang keadaan, bentuk, fungsi dan makna bukan dengan penghitungan jumlah dalam data-data yang berbentuk angka. Pada bab ini akan menguraikan rancangan penelitian, jenis dan sumber data, teknik penentuan informan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

analisa data, sistematika penyajian hasil penelitian dan jadwal kegiatan penelitian. Bab IV dan Bab V Pembahasan. Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang dijabarkan sesuai dengan rumusan masalah. Bab VI Penutup. Yang terdiri atas kesimpulan dan saran-saran. Pada akhir skripsi akan disertai dengan daftar sumber atau refrensi dan lampiran- lampiran. 3.8 Jadwal Kegiatan Penelitian Jadwal kegiatan dari pembuatan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan serta sampai pada tahap ujian akan disajikan melalui tabel di bawah ini yang menerangkan intensitas waktu yang digunakan dalam proses penelitian : Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Tahap Kegiatan Intensitas Waktu Kegiatan Ferbruari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2