BAB I PENDAHULUAN. Seorang produsen penyedia kebutuhan sehari-hari dituntut untuk dapat

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran dan

Bab 2 LANDASAN TEORI

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN DENGAN PENUNGGAKAN PESANAN KETIKA TERJADI KEKURANGAN STOK. F. Aldiyah 1, E. Lily 2 ABSTRACT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Model Kerusakan Inventori dan Backlog Parsial

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam produk, baik itu berupa barang ataupun jasa. Salah satu

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Hidayat Wiweko,S.E.,M.Si.

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan jenis operasi perusahaan, persediaan dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory).

perusahaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Universitas Komputer Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kondisi perekonomian yang semakin buruk dan persaingan

MODEL OPTIMASI ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN SISTEM PARSIAL BACKORDER DAN INCREMENTAL DISCOUNT

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengendalian Persediaan. Fungsi Persediaan (2) Fungsi Persediaan 11/18/2015

BAB I PENDAHULUAN. beragama islam. Semakin pesatnya perkembangan fashion membuat trend busana

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. Pemesanan barang merupakan kegiatan yang sangat penting pada bagian

B AB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Model EOQ dengan Holding Cost yang Bervariasi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh konsumen sehingga produk tersebut tiba sesuai dengan waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. optimal adalah minimalisasi pengeluaran dan maksimalisasi pemasukan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alamat : Setiabudi Atrium Building lantai 6, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62 Kuningan

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

LAPORAN RESMI MODUL VI INVENTORY THEORY

TUGAS AKHIR. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

INVENTORY Klasifikasi Bahan Baku :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang.

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODEL ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY (EPQ) DENGAN PROSES PENGERJAAN ULANG ABSTRACT

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KESALAHAN INSPEKSI, KENDALI WAKTU TUNGGU, DAN LEARNING IN PRODUCTION

Anggaran Bahan Baku. Deskripsi Materi :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Permintaan Dan Pasokan Tidak Pasti (Studi Kasus Pada PT.XYZ)

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang diinginkan perusahaan tidak akan dapat tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. produksi per bulan mencapai 200 pcs untuk semua jenis produk.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tidak sedikit industri konveksi/industri pakaian jadi

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Arus globalisasi yang semakin mewabah menyebabkan tingkat kebutuhan

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Pengendalian Manajemen ( Management Control System ) adalah 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Indonesia memiliki perkembangan fashion busana muslim yang

LABORATORIUM STATISTIK DAN OPTIMASI INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN KEBIJAKAN MANAJEMEN BIAYA EMISI KARBON DAN PROSES INSPEKSI

BAB I PENDAHULUAN. produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat menyebabkan banyak

persediaan maka akan konsumen. permintaan ~ 1 ~

INVENTORY. (Manajemen Persediaan)

Manajemen Operasional. Metode EOQ

MANAJEMEN PENGADAAN BAHAN BANGUNAN DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (Studi Kasus: Pembangunan Gedung Fakultas Hukum Tahap I)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bentuk perusahaan mempunyai tujuan yang harus dicapai oleh

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Seorang produsen penyedia kebutuhan sehari-hari dituntut untuk dapat mengatur dan memperkirakan dengan tepat kapan dan berapa jumlah produksi barang sebaiknya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penentuan waktu dan jumlah produksi barang ini amatlah penting karena menentukan besar atau kecilnya keuntungan yang akan diterima oleh produsen tersebut. Jumlah produksi barang yang terlalu sedikit mengakibatkan banyak tidak terpenuhinya permintaan pasar, sehingga pasar beralih pada produsen lain demi tetap mendapatkan barang yang menjadi kebutuhannya. Sebaliknya apabila produksi barang dilakukan terlalu dini atau jumlah produksi barang terlalu banyak, maka akan terjadi penumpukan barang di gudang sehingga timbul pengeluaran-pengeluaran tidak perlu akibat penumpukan barang di gudang tersebut. Berdasarkan hal di atas, sangatlah penting bagi seorang produsen untuk mempelajari dan menguasai ilmu mengenai bagaimana cara mengatur dan menentukan kapan dan berapa jumlah produksi barang yang sebaiknya dilakukan secara tepat dan ideal. Mempelajari ilmu ini di samping dapat memberikan gambaran dan panduan serta langkah-langkah yang benar kepada produsen dalam upaya pengambilan keputusan dalam memproduksi barang, namun juga dapat menjelaskan secara ilmiah mengapa suatu tindakan melakukan produksi harus diambil. Dengan menguasai ilmu ini diharapkan setiap kebijakan produksi barang yang dilakukan oleh produsen dapat dilakukan dengan cermat sesuai dengan perhitungan ilmiah. 1

Dalam bidang matematika, ilmu yang mempelajari tentang cara mengatur dan mengelola persediaan barang secara ideal dikategorikan dalam bidang riset operasi (operation research). Banyak sekali metode dalam riset opersi yang dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan mengenai cara mengelola jumlah ideal dalam mengatur persediaan barang. Metode-metode tersebut secara garis besar digolongkan menjadi dua bagian yakni program linier dan program non linier. Dalam program linier terdapat satu cabang ilmu terkenal yang biasa digunakan para peneliti dalam upaya menentukan jumlah barang yang harus diproduksi secara tepat, cabang ilmu tersebut adalah management pengelolaan barang (inventory) Economic Production Quantity (EPQ). Dalam EPQ dipelajari cara menyusun model untuk meminimumkan total biaya yang harus dikeluarkan produsen dari kebijakannya melakukan proses produksi barang. Bukan hanya itu saja, apabila terjadi kekosongan barang akibat tidak tercukupinya permintaan konsumen karena jumlah barang hasil produksi yang sedikit, maka dapat dilakukan perhitungan mengenai jumlah barang yang harus diproduksi dalam periode selanjutnya. Hal demikian untuk menjamin produsen tetap memperoleh keuntungan. Sebenarnya apabila membahas mengenai sistem persediaan barang atau inventory, di samping EPQ ada juga kajian lain yang termasuk dalam bahsan inventory ini, yakni Economic Order Quantity (EOQ). Secara garis besar, EOQ pada umumnya sama dengan EPQ, yakni bertujuan untuk mengatur jumlah ideal dalam persediaan barang. Hal yang membedakannya terletak pada tujuan atau goal dari masing-masing kajian tersebut. EPQ lebih menekankan bagaimana cara mengatur produksi barang secara ideal dalam memenuhi permintaan pasar, sedangkan EOQ lebih condong kepada bagaimana cara memesan barang secara optimal. Dari uraian di atas, terlihat bahwa 2

subjek EPQ mengarah kepada produsen tingkat satu sedangkan EOQ lebih kepada penjual di lapangan. Telah disinggung dalam uraian di atas bahwa subjek penelitian EPQ adalah produsen tingkat satu sebagai penyedia barang, sedangkan pelaku dalam EOQ pada umumnya adalah pengusaha kedua atau penjual dalam skala kecil. Meski secara sekilas perbedaan dari kedua kajian ini terletak hanya pada subjeknya saja, namun jauh demikian sungguh pada uraiannya pembahasan mengenai EPQ dan EOQ sangatlah berbeda. Dalam EPQ, tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan seberapa besar produksi optimal yang harus dilakukan, sedangkan EOQ bertujuan untuk mengetahui cara menentukan jumlah order ideal dan periode atau siklus pemesanan barang. Terlepas dari perbedaan tujuan dari kajian EPQ dan EOQ tersebut, hampir semua peneliti sepakat bahwa inventory menjadi kajian yang sangat penting dalam upaya mengoptimalkan pengaturan persediaan barang, sehingga dari tahun ke tahun kajian ini berkembang dengan pesat. Dalam riset operasi, model EPQ dibagi menjadi bebaerapa kategori, diantaranya adalah model EPQ sederhana (The Basic EPQ Model), model EPQ dengan asumsi dapat terjadinya kekosongan barang (The EPQ Model with Shortage Allowed), dan sebagainya. Model-model EPQ tersebut dapat digunakan tergantung kajian penelitian. Model EPQ sederhana merupakan model dasar yang menjadi landasan untuk pengembangan model-model EPQ lainnya. Model EPQ ini dikenalkan untuk sekedar memberikan gambaran penyelesaian masalah optimisasi sederhana seperti menentukan model yang meminimumkan total biaya dan menentukan jumlah produksi barang secara ideal dalam proses produksi. 3

Karena model EPQ sederhana ini merupakan model dasar, maka tidak mengherankan banyak sekali asumsi yang berlaku dalam model tersebut, misalnya waktu tunggu bahan baku sampai ditempat produksi adalah nol, pemesanan bahan produksi dapat dilakukan berulang-ulang, dan tidak diperbolehkan terjadinya kekosongan barang. Perlu dicatat bahwa meski produsen adalah kata yang disematkan bagi pihak yang menghasilkan barang, namun kenyataannnya dalam menghasilkan barang produksi tersebut, produsen membutuhkan bahan baku mentah. Sebagai contoh seorang produsen baju pasti membutuhkan bahan-bahan seperti benang, kain dan lainnya dalam membuat baju-baju tersebut. Hal demikianlah yang menyebabkan betapa EPQ dan EOQ sangat erat kaitannya meski tujuan dari kedua kajian tersebut amatlah berbeda. Dalam kenyataan sehari-hari mungkin agak jarang ditemukan masalah optimisasi dengan asumsi-asumsi seperti yang telah diutarakan di atas. Misalnya saja, kadang stok barang di gudang didapati dalam keadaan kosong atau habis dan sebagainya. Masalah seperti ini memerlukan pengembangan dari model EPQ sederhana. Masalah optimisasi EPQ dengan penambahan kasus adanya kekosongan barang (shortages) yang mengakibatkan backlog atau ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan barang secara parsial, pasti memerlukan pengembangan lanjutan dari model EPQ sederhana. Terlebih lagi apabila dalam kajian atau penelitian tersebut ditambah adanya kebijakan pengiriman barang secara bervariasi yakni dengan memadukan disiplin pengiriman barang FIFO dan LIFO. Hal demikian menuntut peneliti atau pihak yang melakukan kajian tersebut memerlukan pengembangan model dari EPQ sederhana. 4

FIFO atau First in First Out merupakan suatu disiplin pengiriman barang yakni barang yang dijual ke pasar adalah barang yang pertama kali diproduksi. Sedangkan LIFO atau Last in First Out menerapkan aturan bahwa barang yang dijual ke pasar merupakan barang yang terakhir diproduksi. Sekilas terlihat bahwa disiplin pengiriman barang FIFO lebih baik dibandingkan dengan LIFO. Alasannya tentu saja karena barang yang pertama kali diproduksi memiliki umur kadaluarsa yang lebih pendek dibandingkan barang yang baru saja selesai diproduksi. Untuk itu, barang yang pertama kali diproduksi akan diprioritaskan untuk dijual terlebih dahulu. Disiplin pengiriman barang dengan aturan FIFO ini banyak digunakan dihampir semua produsen yang menghasilkan suatu jenis barang tertentu. Dalam kenyataannya disiplin pengiriman barang dengan aturan FIFO tidak selalu menguntungkan dan lebih baik dari disiplin antrian LIFO. Ada kalanya disiplin pengiriman barang dengan aturan LIFO justru terasa lebih baik dibandingkan dengan FIFO. Sebagai contoh, misalkan sebuah pabrik memproduksi 500 unit barang pada bulan pertama, 300 unit barang pada bulan kedua dan 200 unit barang pada bulan ketiga dengan harga bahan baku perunit barang adalah Rp.10.000 untuk bulan pertama, Rp.20.000 untuk bulan kedua dan Rp.30.000 untuk bulan ketiga dan harga penjualan barang hasil produksi semakin meningkat seiring meningkatnya harga bahan baku produk tersebut. Setelah proses produksi selesai, diketahui ternyata permintaan pasar akan barang tersebut hanyalah sebanyak 800 unit. Dengan demikian dalam hal ini terdapat sisa barang sebanyak 200 unit yang tersimpan di gudang. Dalam kasus ini, apabila pabrik tersebut menerapkan disiplin pengiriman barang secara FIFO, maka pabrik tersebut harus menyimpan 200 barang seharga Rp.6.000.000, namun apabila 5

pabrik tersebut menerapkan disiplin pengiriman secara LIFO, maka pabrik hanya menanggung 200 barang seharga Rp. 2.000.000. Dalam kondisi seperti ini jelas bahwa kebijakan LIFO lebih menguntungkan dibandingkan FIFO karena dapat menekan kerugian pabrik akibat adanya barang yang belum terjual. Berdasarkan hal demikian permasalahan yang timbul dalam penelitian ini dapat disimpulkan dalam beberapa poin di bawah ini, antara lain: 1. Bagaimana cara menyusun model EPQ yang menggambarkan total biaya produksi C U, S, keuntungan dari kebijakan dalam melakukan produksi suatu barang pada suatu satuan waktu G U, S, dan keuntungan dari kebijakan melakukan produksi suatu barang sepanjang siklus inventory F U, S pada masalah inventory dengan adanya backlog parsial dan kebijakan pengiriman barang secara FIFO dan LIFO? 2. Bagaimana cara menyusun model EPQ yang menggambarkan banyaknya barang yang harus diproduksi pada suatu waktu t atau I t, permintaan optimum pada suatu siklus * U, dan optimal maksimum stok barang yang diproduksi atau tersedia pada gudang * I M pada masalah optimisasi inventory dengan kasus adanya backlog secara parsial dan kebijakan pengiriman barang secara FIFO dan LIFO? 3. Bagaimana cara menyusun model yang meminimumkan biaya produksi barang * * C U, S pada kajian inventory tersebut, dan berapa jumlah ideal barang yang harus diproduksi atau * q dari sistem produksi dengan adanya backlog barang secara parsial dan kebijakan pengiriman barang secara FIFO dan LIFO? 6

1.2.Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam Tesis ini, diuraikan tujuan dan manfaat dari penelitian studi literatur jurnal karya San Jose dkk. (2013) berjudul Optimal lot size for a production-inventory sistem with partial backlogging and mixture of dispatching policies. Tujuan penelitian di uraikan dalam tiga perihal, sedangkan manfaat penelitian diuraikan dalam dua perihal. 1.2.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari adanya penelitian ini antara lain : C U, S 1. Menyusun model EPQ yang menggambarkan total biaya produksi keuntungan dari kebijakan melakukan produksi suatu barang pada suatu satuan waktu G U, S, dan keuntungan dari kebijakan dalam produksi suatu barang sepanjang siklus inventory F U, S dengan adanya kasus dimana sistem produksi mengalami backlog secara parsial dan kebijakan pengiriman yang bervariasi yakni memadukan konsep sistem pengiriman barang FIFO dan LIFO. 2. Menyusun model EPQ yang menggambarkan banyaknya barang yang harus diproduksi pada suatu waktu t atau I t, permintaan optimum pada suatu siklus * inventory U dan menentukan optimal maksimum stok barang yang diproduksi atau tersedia pada gudang * I. M * * 3. Menetapkan model minimum biaya produksi barang, C U S dan jumlah ideal barang yang harus diproduksi * q dari sistem produksi barang dengan adanya backlog secara parsial dan kebijakan pengiriman secara FIFO dan LIFO. 7

1.2.2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Memberikan rekomendasi bagi para produsen dalam upaya menentukan jumlah ideal barang yang sebaiknya diproduksi. Model yang terbentuk dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah barang dan waktu produksi yang optimal. Model tersebut amatlah penting khususnya bagi produsen yang sering berhadapan dengan kondisi produksi mengalami backlog parsial dan keharusan melakukan kebijakan pengiriman barang secara FIFO dan LIFO. 2. Memberikan saran dalam menentukan jumlah maksimum stok barang produksi serta meminimumkan total biaya produksi. 1.3. Tinjauan Pustaka Dalam optimisasi inventory, terdapat kajian untuk mengoptimalkan pemesanan barang yang dikenal sebagai Economic Order Quantity (EOQ). EOQ pertama kali dikenalkan oleh Harris (1930) dan kemudian dipopulerkan oleh Wilson (1934) dengan tujuan dari EOQ tersebut adalah meminimalkan biaya pesan dan mengoptimalkan jumlah barang yang dipesan. Dalam perkembangannya, kajian EOQ berkembang sangat pesat, salah satunya adalah dengan lahirnya kajian Economic Production Quantity atau EPQ. Asumsi-asumsi yang berlaku dalam kajian EPQ pada dasarnya adalah sama seperti kajian EOQ yakni mengasumsikan bahwa permintaan barang adalah konstan, waktu tunggu pemesanan barang adalah nol dan pemesanan dapat dilakukan berulang kali (Taft, 1918). 8

Tujuan dasar dari kajian sistem inventory dapat diuraikan menjadi dua bagian, pertama untuk menentukan seberapa banyak suatu barang harus dipesan atau diproduksi, dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan atau produksi barang tersebut. Penelitian mengenai inventory, baik EOQ maupun EPQ dari masa ke masa telah banyak dilakukan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian satu dengan penelitian lainnya sangatlah saling berhubungan dan berkaitan, sehingga untuk meneliti permasalahan inventory dengan kasus yang berbeda, dapat mempelajari hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. Penelitian yang akan ditulis dalam tesis ini merupakan kajian mengenai model EPQ dengan kasus masalah terjadinya backlog secara parsial yang disebabkan adanya kekosongan barang (shortages) dimana pengiriman barang produksi menerapkan aturan FIFO dan LIFO (San Jose dkk, 2013). Penelitian-penelitian sejenis ini pun telah banyak dillakukan, seperti penelitian mengenai model inventory EOQ dan EPQ dengan kekosongan barang tanpa turunan, seperti penelitian Chang dkk. (2005), Minner (2006), dan Baron (2010). Penelitian mengenai model EPQ dengan backlog parsial secara deterministik juga telah banyak dilakukan seperti penelitian Hsieh dkk. (2013), Pentico dan Drake (2011), Zhang dkk. (2011) dan Toews dkk. (2011). Selain itu penelitian mengenai EPQ dengan kekosongan barang dan konsep pengiriman FIFO atau LIFO juga telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan oleh Parlar dkk. (2010), Wee dan Wang (2012), Stojkovka (2013) dan Ouyang dan Chang, (2013). 9

Penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk. (2005), Minner (2006), dan Baron (2010) merupakan penelitian EPQ dimana backlog yang terjadi tidak secara parsial. Artinya apabila disuatu periode terjadi backlog, maka produksi ulang yang dilakukan oleh produsen dapat segera menutupi backlog tersebut. Di samping itu, backlog yang tidak parsial juga menandakan bahwa backlog hanya terjadi disuatu periode-periode tertentu dari proses produksi barang. Selain itu disiplin pengiriman barang yang digunakan dalam penelitian Chang, Minner dan Baron hanya menggunakan aturan pengiriman barng secara LIFO. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Hsieh dkk. (2013), Pentico dan Drake (2011), Zhang dkk. (2011) dan Toews dkk. (2011) merupakan penelitian EPQ dimana backlog telah terjadi secara parsial, namun konsep pengiriman barang menerapkan hanya menerapkan konsep pengiriman barang secara FIFO seperti yang dilakukan oleh Wee dan Wang (2012), Ouyang dan Chang, (2013) serta Parlar dkk. (2010). Khusus penelitian yang dilakukan oleh Parlar, fokus penelitian yang dilakukannya adalah mengenai EPQ perishable yang bersifat stokastik. Masalah sistem produksi dengan adanya kekosongan barang (shortages) memang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Sistem produksi dengan kondisi seperti ini mengakibatkan produsen kehilangan sejumlah pemasukan yang berdampak pada berkurangnya pendapatan yang seharusnya diterima oleh produsen. Shortages atau kekosongan barang adalah suatu kondisi dimana terdapat permintaan atau demand dari konsumen atau pasar, namun pabrik tidak memiliki stok barang digudang yang dapat dijual kepada konsumen. Akibatnya sangat jelas pabrik kehilangan sejumlah pemasukan dari adanya kekosongan barang tersebut. 10

Dalam ilmu management barang, kondisi yang menggambarkan ketimpangan antara supply dan demand disebut sebagai backlog atau keadaan dimana terdapat sejumlah barang yang diminta oleh konsumen namun produsen tidak mampu memenuhinya disebabkan tidak adanya stok barang yang dapat dijual (shortages). Sejatinya, backlog tidak hanya merugikan produsen saja yakni mengakibatkan pendapatan produsen menjadi berkurang, namun konsumen atau pasar juga mengalami kesulitan akibat dari adanya kelangkaan barang. Dalam berbagai kajian penelitian mengenai management persediaan barang, pabrik atau produsen mengenal dua jenis atau macam disiplin pengiriman barang produksi kepada konsumen, yakni FIFO dan LIFO. FIFO atau First in First Out merupakan disiplin pengiriman barang dengan barang yang pertama kali diproduksi akan dijual terlebih dahulu. Sedangkan LIFO atau Last in First Out merupakan disiplin pengiriman barang dengan barang yang dijual adalah barang yang terakhir diproduksi. Secara sekilas memang nampak bahwa disiplin pengiriman barang secara FIFO lebih menguntungkan dibandingkan apabila memilih untuk menerapkan disiplin LIFO. Hal ini tentu saja barang yang diproduksi awal mula lebih cepat mencapai waktu kadaluarsa dibandingkan barang yang baru saja selesai diproduksi. Untuk itu sebagian produsen atau pabrik menerapkan disiplin FIFO dalam menjual barangnya. Dalam kenyataannya tidak selalu demikian, karena mungkin saja dalam suatu kondisi tertentu justru disiplin LIFO terasa lebih baik diterapkan dibandingkan dengan disiplin FIFO seperti ilustrasi yang telah diuraikan pada sub bab 1.1 mengenai latar belakang dan permasalahan di atas. 11

Kondisi produksi dengan adanya backlog secara parsial dan kebijakan pengiriman barang produksi dengan memadukan disiplin FIFO dan LIFO lah yang ingin diteliti oleh penulis. Penelitian ini berusaha untuk mencari jumlah ukuran barang yang ideal untuk diproduksi dengan kondisi seperti yang telah diuraikan di atas. Kemudian, tidak hanya demikian, dalam penelitian ini juga akan dikonstruksikan model-model yang menjelaskan level persediaan barang, total keuntungan produsen sepanjang siklus inventory, total biaya per unit waktu dan total biaya yang harus diminimumkan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan dasar teori yang kuat mengenai EOQ dan EPQ. 1.4. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah studi literatur paper karya San Jose dkk. (2013). Dalam paper San Jose dkk. (2013) dikonstruksikan model EPQ dengan adanya kekosongan barang yang mengakibatkan backlog parsial dan adanya kebijakan yang memadukan disiplin pengiriman barang FIFO dan LIFO. Pada tesis ini penulis mencoba menguraikan kembali penelitan San Jose dkk. (2013) dengan harapan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai paper tersebut. Untuk memperlancar penulisan tesis ini, penulis akan mendalami materi pada buku-buku yang terkait dengan teori optimisasi inventory khususnya yang membahas model EPQ. Buku-buku tersebut diantaranya adalah Introduction to Operations Research karya Hiller dan Lieberman (2001), Operation Research Applications karya Ravindran (2009), dan Operation Research an Introduction karya Taha (2007) serta buku-buku lainnya yang terkait dengan penelitian ini. 12

1.5. Sistematika Penulisan Pada penulisan Tesis ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I ini diuraikan mengenai pendahuluan berisikan latar belakang dan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan tesis. BAB II DASAR TEORI Dalam BAB II ini diuraikan dasar teori yang akan digunakan dalam pembahasan. Dasar teori tersebut meliputi model EOQ sederhana, model EOQ dengan adanya kekosongan barang, model EPQ sederhana dan model EPQ dengan adanya kekosongan barang. BAB III MODEL UKURAN OPTIMAL SISTEM PRODUKSI DENGAN BACKLOG BARANG SECARA PARSIAL DAN KEBIJAKAN PENGIRIMAN YANG BERVARIASI Dalam BAB III ini dibahas mengenai model EPQ yang meminimumkan total biaya yang harus dikeluarkan produsen, mencari permintaan optimum barang per siklus, persediaan maksimum optimal barang, dan periode optimal dalam melakukan produksi barang. BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK UKURAN OPTIMAL SISTEM PRODUKSI DENGAN BACKLOG BARANG SECARA PARSIAL DAN KEBIJAKAN PENGIRIMAN YANG BERVARIASI Dalam BAB IV ini dibahas mengenai perhitungan numerik (simulasi) dari model ukuran optimal yang telah dibuat. Simulasi ini menggunakan beberapa parameter dengan maksud melihat perubahan parameter tersebut terhadap ukuran optimal. Dalam tesis ini diberikan dua buah simulasi dan dilakukan analisis terhadap hasil simulasi tersebut. 13