Pengolahan Limbah Cair MSG menggunakan Bioreaktor Membran Terendam

dokumen-dokumen yang mirip
[Type text] BAB I PENDAHULUAN

STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

PENGARUH KONSENTRASI SLUDGE, BEBAN COD DAN BACK FLUSHING TERHADAP KINERJA PENGOLAH LIMBAH CAIR SISTEM MEMBRAN TERENDAM

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

KONSENTRASI BIOMASSA LIMBAH MSG PADA BIOREAKTOR MEMBRAN TERENDAM

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

KINERJA MEMBRAN TERENDAM DENGAN PENAMBAHAN KARBON AKTIF SEBAGAI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Pengaruh Cell Residence Time (Crt) Terhadap Kualitas Efluent Pada Pengolahan Limbah Cair Sintetik Tapioka

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) PADA ACTIVATED SLUDGE DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

lebih terkendali selain itu pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar boiler dapat mengurangi pemakaian batubara dan solar sehingga dapat memberikan nila

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

HOLLOW FIBER MEMBRANE CHARACTERISTICS AS FILTRATION MEDIA IN LIQUID WASTE PROCESSING WITH ACTIVATED MUD

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

MSG WASTE BIOMASS CONCENTRATION ON MEMBRANE BIOREACTOR SUBMERGED

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

PROSES PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TAPIOKA. Budi Santoso Fakultas Teknik Industri Universitas Gunadarma

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

WASTEWATER TREATMENT AT PT. X BY ACTIVE SLUDGE ( Pengolahan Limbah Cair PT. X Secara Lumpur Aktif )

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK)

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

Pengolahan AIR BUANGAN

EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

KEMAMPUAN LUMPUR AKTIF BIAKAN CAMPURAN DARI LIMBAH INDUSTRI CRUMB RUBBER UNTUK MENGURANGI KADAR COD, BOD DAN TSS

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. sisa proses yang tidak dapat digunakan kembali. Sisa proses ini kemudian menjadi

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

Mekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL MONITORING IPAL PT. United Tractor Tbk

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Pengolahan Limbah Cair MSG menggunakan Bioreaktor Membran Terendam Yustia Wulandari M, Agung Rasmito, Dwi Chandra, Wimanto, Eko Ellyanto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim No. 100, Surabaya 60114, Indonesia Tlp. 031-5945043, 5946331, Fax. 031-5994620 E-mail: yw_mirza@yahoo.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui penurunan konsentrasi COD akhir dengan merubah konsentrasi COD awal dan MLSS pada kinerja Bioreaktor membran terendam (BRMt) sebagai pengolah limbah MSG. Metode yang kami lakukan meliputi proses pembibitan, proses aklimatisasi dan proses utama. Uraian prosesnya yaitu kita mengambil Lumpur aktif dari IPLT sukolilo, kemudian lumpur tersebut kita analisa MLSS, MLVSS, COD, BOD, dan TSS nya. Setelah itu kami masukan lumpur aktif dalam bak pembibitan yang sudah diberi aerator (alat untuk aerasi) dan dilakukan pemberian nutrient berupa NPK dan glukosa dengan perbandingan 1:10. Lumpur aktif dari proses aklimatisasi dimasukan kedalam BRMt (Bioreaktor Membran terendam) yang sudah dilengkapi dengan aerator. Kemudian menyiapkan inffluen (limbah yang akan diturunkan konsentarsi CODnya). Caranya, limbah MSG diencerkan konsentrasi CODnya yaitu 10.000 mg/l dan 15.000 mg/l, kemudian dimasukan pada bak inffluen. Setelah itu limbah MSG pada bak inffluen dialirkan masuk kedalam BMRt, dari BMRt dialirkan kedalam bak effluent (hasil). Kata kunci: limbah cair, limbah MSG, bioreaktor membran terendam, Hollow fiber, pengolahan limbah 1. PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan teknologi di segala bidang membawa dampak yang cukup besar pada kehidupan manusia. Salah satu aspek negatif dari teknologi-teknologi baru tersebut adalah penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh limbah. Jenis limbah dapat berupa antara lain limbah padat, cair, dan gas.limbah tersebut sangat berbahaya karena banyak mengandung zat kimiawi yang konsentrasinya tinggi,oleh karena itu harus diturunkan kadar COD nya (Chemical Oxygen Demand). Proses pengolahan limbah cair dengan bioreaktor membran terendam, mempunyai banyak keuntungan dibandingkan pengolahan limbah dengan proses membran yang lain. Hal ini dilihat dari sisi efektifitas dan efisiensi dari proses itu sendiri yang lebih sederhana dan otomatis biaya operasinya juga jauh lebih kecil dengan hasil yang lebih baik. Secara teoritis, pengolahan kombinasi lumpur aktif dan membran terendam akan menghasilkan kinerja pengolahan yang lebih baik dibandingkan lumpur aktif konvensional (lumpur aktif dan clarifier). Hal ini karena kemampuan filtrasi dari membran tidak dipengaruhi oleh karakteristik bioflok yang terbentuk. Membran secara umum dapat didefinisikan sebagai penghalang selektif antara dua fasa. Kata selektif disini menggambarkan sesuatu yang khas pada membran dan proses dengan menggunakan membran, tetapi tidak menjelaskan hal yang berkaitan dengan struktur dan fungsi membran itu sendiri. Membran memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Strukturnya ada yang homogen maupun heterogen. Transpor molekul yang melewati membran dapat aktif maupun pasif. Transpor pasif terjadi karena perbedaan konsentrasi, tekanan, maupun suhu. Oleh karena sangat bervariasinya bentuk dan karakteristik membran, maka dilakukan pengklasifikasian membran. Salah satu klasifikasi, membagi membran menjadi dua bagian, yaitu membran biologis dan sintetik. Membran biologis terdapat dalam tubuh mahkluk hidup, maupun sel-sel hidup. Membran ini dapat dibedakan menjadi membran hidup (living membrane), dan membran tak hidup (non living membrane). Membran sintetik dapat dibagi menjadi membran organik (polimer), dan membran inorganik. Teknik pemisahan yang terdapat pada teknologi membran ada dua macam yaitu sistem aliran silang (crossflow) dan aliran melintas (dead end). Aliran silang (crossflow) adalah aliran larutan bulk yang termasuk aliran paralel pada permukaan membran dan hanya sedikit larutan yang tertinggal pada permukaan membran. Dinamakan crossflow filtration karena aliran bulk langsung mengikuti aliran permeat. Sedangkan yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah dead-end. Aliran dead-end, termasuk aliran larutan bulk yang melintasi permukaan membran dan larutan bulk termasuk padatannya terjebak pada permukaan membran. Sebagai konsekuensinya, padatan yang terkumpul tersaring secara kontinyu dan membentuk clogging pada permukaan membran. Dalam bioreaktor membran, konsentrasi SS dari larutan bulk, seperti lumpur aktif, yang memiliki konsentrasi yang tinggi pada pemisahan dead-end dimana umumnya tidak mungkin terjadi karena lumpur aktif akan membentuk clog pada membran secara cepat. Terdapat dua konfigurasi membran bioreaktor (MBR) yakni : membran terletak di luar bioreaktor dan membran terendam dalam bioreaktor. Dalam konfigurasi MBR eksternal, mixed liquor dipompa dari tangki aerasi menuju sistem membran bertekanan yang terletak di luar bioreaktor dimana padatan tersuspensi tertahan dan dialirkan kembali ke dalam bioreaktor, sedangkan efluen menembus membran. Membran perlu dibackwash secara berkala untuk menghilangkan padatan tersuspensi yang terbentuk dan terakumulasi serta dicuci secara kimiawi bila tekanan operasional menjadi terlalu tinggi. Sehingga efluen yang berkualitas tinggi dapat dicapai tanpa tergantung pada konsentrasi MLSS dan karakteristik pengendapan bioflok. Meskipun masih ada kemungkinan pecahnya flok mikroba (bioflok) karena tekanan geser yang tinggi disebabkan oleh kecepatan crossflow yang tinggi. Energi pompa resirkulasi yang tinggi dapat menjadi kendala. Pemisahan membran terendam proses lumpur aktif penting dalam pengolahan limbah cair, karena dapat mengatasi masalah shear lysis mikroba karena kecepatan crossflow yang tinggi. Dalam konfigurasi MBR terendam, membran bertekanan rendah direndam dalam tangki aerasi dan dioperasikan dengan tekanan vakum. Membran tersebut diagitasi oleh gelembung udara sistem aerasi yang dapat membantu mencegah akumulasi padatan tersuspensi pada permukaan membran. Membran terendam secara berkala dibackwash dan dicuci secara kimiawi bila tekanan operasi menjadi terlalu tinggi. Namun tidak memerlukan pompa sirkulasi. Penggunaan membran memungkinkan MBR beroperasi tanpa tergantung kualitas pengendapan lumpur dan mengeliminasi kebutuhan clarifier. Akibatnya MBR terendam secara tipikal dapat beroperasi pada konsentrasi MLSS antara 5.000 40.000 mg/l (Yamamoto et al, 1989, Yamamoto and Win 1991 and Building Res. Inst. 1998). MBR terendam beroperasi pada umur lumpur melebihi empat puluh hari. Parameter operasional MBR terendam berbeda daripada sistem limbah cair biologi konvensional. Penelitian ini mencoba mengembangkan modifikasi pengolahan lumpur aktif yang lebih kompak dari segi konstruksi bangunan melalui konfigurasi tertentu. Yaitu dengan ditiadakannya bangunan clarifier setelah bangunan lumpur aktif. Sebagai pengganti clarifier digunakan membran yang dipasang terendam dalam bioreaktor lumpur aktif. Dengan adanya modifikasi tersebut maka penelitian ini mencoba mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi kombinasi lumpur aktif dan membran terendam. Dengan mencoba beberapa variabel akan diketahui apakah kombinasi lumpur aktif dan membran terendam ini cukup andal dan mampu mengatasi permasalahan yang sering muncul dalam pengolahan lumpur aktif biasa. Penelitian yang akan dilaksanakan meliputi percobaan awal untuk menguji effisiensi proses berbasis membran dan proses ultrafiltrasi secara terpisah. Percobaan utama dilakukan dengan menggabungkan kedua instrumen. Bahan yang akan diolah adalah limbah cair MSG. Membran yang digunakan merupakan membrane ultrafiltrasi. Dengan mengamati kinerja dari reaktor membrane ultrafiltarsi tersebut akan ditentukan parameter operasi yang mempengaruhi proses pemurnian air dan akan didapatkan kondisi operasi optimum. Dengan cara ini diharapkan akan dapat mengurangi masalah limbah yang terjadi belakangan ini. 1.1. Tujuan Untuk mengetahui penurunan konsentrasi COD akhir dengan merubah konsentrasi COD awalda MLSS pada kinerja bioreaktor membran terendam (BMRt) sebagai pengolah limbah MSG. 1.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan suatu alternatif solusi untuk pengolahan biologi Lumpur aktif konvensional, sehingga permasalahan pada operasional proses Lumpur Aktif dapat direduksi serta meningkatkan unjuk kerja Lumpur Aktif dalam pengolahan limbah cair secara biologi. b. Mempelajari pengaruh variasi beban organik (COD), beban padatan berupa konsentrasi mikroorganisme (MLSS) terhadap kinerja kombinasi lumpur aktif dan membran terendam. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE) Proses Lumpur Aktif untuk mengolah limbah cair dikembangkan di Davyhulme Treatment Works, Manchester, Inggris dari tahun 1912 hingga 1914 oleh Ardern and Locket. Sejak saat itu Lumpur aktif telah

banyak dikembangkan dalam berbagai aspek baik proses Lumpur Aktif, desain reaktor hingga mengkombinasikan dengan proses pengolahan lainnya guna meningkatkan kinerja Lumpur aktif. Proses Activated sludge atau Lumpur aktif dapat digunakan untuk mengolah limbah domestik maupun limbah cair industri. Lumpur aktif merupakan proses pengolahan limbah cair secara biologi yang banyak dimanfaatkan diseluruh dunia. Dalam proses pengolahan tersebut, akan terbentuk biosolid yang sebetulnya merupakan mikroorganisme. Biosolid akan dipisahkan dari proses lumpur aktif melalui clarifier, kemudian diolah lebih lanjut sebelum dibang, misalnya dengan proses dewatering selanjutnya. Keseluruhan proses tersebut diatas memerlukan biaya investasi dan dan operasional. 2.1.1. Proses Lumpur Aktif Konvensional Proses Lumpur Aktif merupakan proses aerob untuk mengolah limbah cair secara biologis. Proses pengolahan didasarkan pada proses aerasi limbah cair dengan terbentuknya pertumbuhan biologi terflokulasi (bioflok). Bioflok merupakan kumpulan mikroorganisme berbagai jenis yang tumbuh dengan memanfaatkan materi yang terkandung dalam limbah cair sebagai bahan makanan. Limbah cair yang telah diolah dipisahkan dari bioflok dalam clarifier melalui proses pengendapan (pemisahan gravitasi). Bioflok membentuk lumpur di bagian dasar clarifier. Sebagian lumpur bioflok dibuang, sebagian dialirkan kembali ke dalam sistem Lumpur Aktif sebagai (recycle sludge). Proses Lumpur Aktif merupakan teknologi pengolahan limbah cair yang telah dipalikasikan pada banyak tempat didunia, di area tropis hingga wilayah empat musim, dalam skala pengolahan limbah cair paket hingga skala besar untuk satu kota. 2.2. M E M B R A N 2.2.1. Pemisahan Membran A. Definisi Membran Membran adalah lapisan tipis, semi permeable dengan ketebalan sekitar 0,1-0,5 mm. Lapisan terikat pada matrik pendukung untuk meningkatkan stabilitasnya. Untuk mencegah penyumbatan (clogging) membran umumnya membran disusun secara asimetris dimana lapisan yang terdiri dari material berbeda dibentuk menjadi membran komposit. Filtrat, juga disebut permeate, adalah materi yang berhasil melewati membran. Partikel dan molekul yang tertahan oleh membran disebut retentat, jenisnya tergantung pada berat dan ukuran molekul. Suatu "membran" juga dapat didefinisikan sebagai suatu fase yang bertindak sebagai penghalang terhadap aliran molekul atau ion antara fase-fase yang memisahkan. Fase membran umumnya heterogen, baik padat kering, solvent-swollen gel, atau suatu cairan yang telah di-immobilisasi. Agar dapat digunakan sebagai peralatan pemisah, suatu membran harus melewatkan beberapa moleku lebih cepat daripada molekul yang lain. Sehingga suatu membran harus memiliki permeabilitas yang tinggi untuk jenis tertentu dan permeabilitas rendah untuk jenis lain. B. Teknologi Pemisahan Membran Teknologi pemisahan membran adalah pemisahan material secara selektif melalui pori-pori suatu struktur kontinyu berupa membran semipermeabel untuk memisahkan zat padat tersuspensi dan zat padat terlarut dari air atau cairan. Pengertian selektif menggambarkan sesuatu yang khusus pada membran dan proses menggunakan membran, tetapi tidak menjelaskan sesuatu hal yang berkaitan dengan struktur dan fungsi membran itu sendiri. Filtrasi membran digunakan untuk meningkatkan konsentrasi atau memisahkan partikel dari ukuran yang bervariasi dalam fase cair, misalnya air. Partikel kecil, koloid, makromolekul, molekul kecil bahkan ion dapat dipisahkan berdasarkan pada ukuran pori dan material membran yang digunakan. Proses filtrasi membran merupakan pemisahan yang didorong oleh tekanan (pressure-driven separation) dari komponen-komponen yang terdapat dalam fluida campuran selektif permeasi (selective permeation) melalui suatu interfasa (membran) memisahkan aliran konsentrat atau retenate dari aliran permeat. Permeate didefinisikan sebagai aliran yang melalui membran dan telah kehilangan satu atau lebih komponen-komponennya. Sedangkan aliran konsentrat atau retenate didefinisikan sebagai aliran pada sisi upstream membran, dimana aliran ini diperkaya oleh komponen-komponen yang sama.

Beberapa kelebihan dan kelemahan pemisahan menggunakan sistem membran adalah : a. Keuntungan Membutuhkan ruang yang lebih kecil (peralatan membran membutuhkan 90-95% lebih kecil daripada ruang untuk peralatan konvensional) Mereduksi residu yang harus diolah dan dibuang (disposal) Mereduksi kebutuhan tenaga kerja, karena dapat dioperasikan secara otomatis b. Kerugian Memerlukan energi listrik lebih banyak untuk menghasilkan tekanan tinggi Memerlukan pengolahan pendahuluan (pretreatment) Membran perlu diganti secara berkala (lima tahun-an) C. Driving Force pada Pemisahan Membran Agar dapat terjadi proses pemisahan menggunakan membran diperlukan suatu gaya pendorong. Pada umumnya gaya dorong dapat dihasilkan oleh : perbedaan konsentrasi melalui membran perbedaan tekanan melalui membran perbedaan potensi listrik melalui membran perbedaan suhu melewati membran Diantara gaya pendorong pada proses pemisahan membran yang ada, terdapat dua jenis gaya pendorong yang umumnya bekerja pada proses pemisahan membran yaitu : a) Pressure-driven. Proses pemisahan membran yang didorong oleh tekanan, adalah proses pemisahan membran yang memanfaatkan perbedaan tekanan hidrolik antara larutan umpan dan permeate untuk mendorong molekul air melalui membran. Pemisahan membran jenis ini juga disebut tekanan transmembran (trans-membrane pressure). Air yang melalui membran merupakan air yang telah dimurnikan. Zat padat yang tertahan oleh membran merupakan konsentrat, nantinya akan dibuang. b) Electrically-driven. Proses pemisahan membran yang didorong oleh gaya listrik, aliran listrik digunakan untuk menggerakkan ion melalui membran, dan meninggalkan air yang lebih murni. Ion dikumpulkan sebagai konsentrat, selanjutnya akan dibuang. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Analisa Pendahuluan Analisa pendahuluan terhadap air limbah MSG dilakukan untuk mengetahui BOD dan atau COD limbah Cair. Dengan analisa ini dapat diketahui konsentrasi BOD-COD, temperatur, ph, dan padatan total. Data ini digunakan selanjutnya untuk menghitung jenis dan jumlah nutrisi yang perlu ditambahkan dan pengkondisian tahap aklimatisasi mikroba. Untuk keperluan analisa konsentrasi COD yang dilakukan dengan metode titrasi dan MLSS, MLVSS ditentukan berdasarkan Standart Methods For Examinition of waste and wastewater (APHA, 1995). 3.2. Tahap Pendahuluan 3.2.1. Tahap Pembibitan Pembibitan dilakukan dengan mengambil Lumpur aktif yang diperoleh dari unit air limbah domestk secara aerobic. Lumpur aktif diperoleh dari unit pengelola limbah Tinja (IPLT) sukolilo Surabaya. Untuk meningkatkan MLSS, maka Lumpur aktif yang diperoleh diaerasi dan di tambahkan substrat glukosa serta nurien-nutrien yang diperlukan. Jumlah glukosa yang dtambahkan diperkirakan cukup untuk kebutuhan energi mikroba untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Pada tahap ini, analisa MLSS dilakukan hingga mencapai 25000 mg/l 3.2.2. Tahap Aklimatisasi Adalah tahap penyesuaian Mikroorganisme terhadap lingkungan sekitar agar mampu mendegradasi bahan organic dari limbah MSG.

3.3. Karekterisasi Membran Melakukan karakterisasi membran untuk mengetahui permeabilitas membran. Larutan umpan yang digunakan untuk karakterisasi membran diperoleh dari lumpur yang telah teraklimatisasi. Dari karakterisasi membran juga akan diperoleh fluks kritis dari membran yang digunakan. Untuk memperoleh fluks kritis dilakukan kombinasi dengan menggunakan teknik back backflushing. 3.4. Tahap Percobaan Utama Variabel-variabel yang digunakan untuk melakukan percobaan utama adalah: - Konsentrasi Mikroorganisme (MLSS) : 15.000; 20.000 dan 25.000 mg/l - Beban Organik (Konsentrasi COD) : 10.000 dan 15.000 mg/l 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembibitan Proses pembibitan dilakukan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur aktif. Dalam hal ini, lumpur yang digunakan adalah lumpur yang berasal dari IPLT Keputih Sukolilo. Lumpur yang diambil berasal dari bagian OD ( Oxidation Dict ) dan clarifier. Dalam kondisi awal diketahui bahwa jumlah MLSS yang terdapat dalam lumpur sebesar 11880 mg/l, MLVSS sebesar 6040 mg/l, COD sebesar 710 mg/l, BOD sebesar 285 mg/l, TSS sebesar 5270 mg/l, mempunyai ph 7,8 dan suhunya 27 0 C. Proses pembibitan lumpur dilakukan dengan cara mencampur lumpur aktif yang berasal dari clarifier di tambah dari OD, kemudian setelah itu di tambahkan nutrient pada lumpur dengan proses aerasi. Nutrien yang diberikan terdiri dari dua macam zat yaitu NPK dan Glukosa dengan perbandingan 1:10. Pemberian nutrient dilakukan untuk meningkatkan jumlah MLSS dalam lumpur aktif. Proses pembibitan di hentikan apabila jumlah MLSS telah terpenuhi. Berikut gambar grafik dari proses pembibitan. Gambar1. H ubungan antara MLSS dengan waktu pembibitan Dari hasil gambar diatas menunjukan bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk pembibitan maka MLSS juga akan meningkat, dan kenaikan konsentrasi mikroorganisme tersebut juga tergantung pada jumlah pemberian nutrien tiap harinya. 4.2. Proses Aklimatisasi Aklimatisasi adalah tahap penyesuaian mikroorganisme agar mampu mendegradasi air limbah domestik. Proses aklimatisasi dilakukan setelah proses pembibitan, pada proses ini tetap dilkukan pemberian nutrient sampai dicapai MLSS yang dikehendaki. Cara melakukan proses aklimatisasi yaitu mengendapkan

lumpur dari reaktor selama 1 jam. Setelah 1 jam, lumpur dan air (supernatant) akan terpisah, kemudian supernatant tersebut di ambil dan diganti dengan limbah MSG yang sudah diencerkan sampai COD 10.000 dan 15.000 sebanyak supernatant yang diambil. Tabel 1. Karakteristik Limbah MSG Karakteristik Nilai ph 5.49 C (%) 5.70 N-total (%) 2.50 C/N 2.28 P 2 O 5 (%) 0.12 K 2 O (%) 0.97 Ca (%) 0.22 MgO (%) 0.10 Fe (ppm) 50.00 Mn (ppm) 16.42 Zn (ppm) 2.30 Cu (ppm) 0.09 Gambar 2. Hubungan antara MLSS dengan waktu aklimatisasi Dari hasil grafik diatas menunjukan bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk aklimatisasi maka MLSS juga akan meningkat, dan kenaikan MLSS tersebut juga tergantung pada pemberian nutrient tiap harinya. 4.3. Removal COD Removal COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia.

Beriukut data hasil penelitian untuk COD. Tabel 2. Hasil Penelitian NO MLSS COD awal COD akhir Penurunan (mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) 1 15000 10000 192 98.08 15000 197 98.68 2 20000 10000 190 98.10 15000 192 98.72 3 25000 10000 189 98.11 15000 190 98.73 Gambar 3. Hubungan antara MLSS dengan COD Akhir Gambar 4. Hubungan antara waktu dengan Removal % COD Dari data penelitian sebelumnya, yaitu penelitian dengan menggunakan limbah sintetis (Ari Surizal, 2008), hasil penelitian untuk limbah MSG juga dapat memenuhi standart baku mutu. Namun terdapat perbedaan pada warna cairan pada effluent, yaitu jika pada limbah sintetis warna air pada effluen tak bewarna, untuk limbah MSG warna air pada effluen berwarna kuning transparan (bening). Mungkin ini terjadi di karenakan komposisi limbah MSG dan Sintetis tidak sama.

5. KESIMPULAN Penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada konsentrasi MLSS 15.000 mg/l untuk konsentarsi COD awal 10.000 dan 15.000 mg/l, maka konsentrasi COD yang dapat diturunkan adalah 98.36%. 2. Pada konsentrasi MLSS 20.000 mg/l untuk konsentarsi COD awal 10.000 dan 15.000 mg/l, maka konsentrasi COD yang dapat diturunkan adalah 98.41%. 3. Pada konsentrasi MLSS 25.000 mg/l untuk konsentarsi COD awal 10.000 dan 15.000 mg/l, maka konsentrasi COD yang dapat diturunkan adalah 98.42%. Dari hasil penelitian penurunan konsentrasi COD dengan menggunakan Lumpur aktif dengan konsentrasi MLSS 15.000 mg/l, 20.000 mg/l, 25.000 mg/l untuk limbah MSG dengan konsentrasi COD 10.000 mg/l dan 15.000 mg/l diperoleh hasil yang sesuai dengan standart baku mutu, Sehingga penelitian ini dikatakan berhasil, dan dapat diaplikasikan untuk industri-industri yang mengolah limbahnya sendiri. Terutama untuk limbah MSG. REFERENSI [1]. Cicek, N., J.P. Franco, M.T. Suidan, V. Urbain, J. Manem. 1999. Characterization and Comparison of a Membrane Bioreactor and a Conventional Activated-sludge System in The Treatment of Wastewater Containing High-molecular-weight Compounds. Wat. Environ. Res. 71, 64-70. [2]. Cote, Piere., Herve Buisson, Charles Pound, Greg Arakaki. 1997. Immersed Membrane Activated Sludge For The Reuse Of Municipal Wastewater. Elsevier Science. Desalination. 113. 189-196. [3]. Ghyoot. W, W. Verstraete, 1999. Reduce Sludge Production in a Two-Stage Membrane Assisted Bioreactor. Wat. Res. 34, 205-215. [4]. Metcalf & Eddy. 1991, Watewater Enginering. Mc. Graw Hill International Editor. [5]. Sugiharto 1987, Dasar dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta [6]. Sundstrom, DW dan H.E Klen, 1979, WastewaterTreatnent, Printice Hall International, Inc., London [7]. Surizal, Ariy., Whin Andreanne, 2008. Pengaruh COD Terhadap Kinerja Kombinasi Lumpur Aktif dan Membran terendam dalam mengolah Limbah Cair. ITATS Surabaya. [8]. http://sumarsih07.files.wordpress.com/2009/02/iii-prinsip-bioreaktor.pdf [9]. http://id.wikipedia.org/wiki/teknik_bioproses#bioreaktor [10]. http://www.its.ac.id/personal/files/pub/2748-tri-w-chem-eng-tw13.pdf [11]. http://www.bbkk-litbang.go.id/eng/admin/upload/teknologimembran.pdf