PEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN. Oleh: WAHYU BUDI SATYO F

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

METODOLOGI PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UMBI GARUT

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

DESAIN PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN DARI UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) Oleh: Benny E. Willyanto F

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

III. BAHAN DAN METODE

METODOLOGI PENELITIAN

PRODUKSI DEKSTRIN DARI UBI JALAR ASAL PONTIANAK SECARA ENZIMATIS

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

Bab III Bahan dan Metode

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

Lampiran 1 Formulir organoleptik

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

III. METODOLOGI PENELITIAN

HIDROLISIS P ATI GARUT SECARA ENZIMATIS UNTUK PEMBENTUKAN SIKLODEKSTRIN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

UJI KERJA REAKTOR ENZIMATIS DALAM PEMBUATAN DEKSTRIN PATI JAGUNG MENGGUNAKAN ENZIM α-amilase

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap pertama. Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas CGTase kasar dengan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE. Materi. Rancangan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa

BAB III METODE PENELITIAN

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

Kata kunci : rimpang garut, pati garut, umur panen, industri pangan

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

METODE. Bahan dan Alat

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN Oleh: WAHYU BUDI SATYO F03498017 2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah Kupersembahkan karya kecil ini untuk Ibu, Bapak, Mbak imung, Mas Nuri, Mas Arif, Dik Atik serta Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan kasih sayang dan motivasi untuk terus berjuang.

PEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh WAHYU BUDI SATYO F03498017 2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh WAHYU BUDI SATYO F03498017 Dilahirkan pada tanggal 12 September 1980 Di Kudus, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 20 Oktober 2005 Menyetujui, Bogor, 5 Desember 2005 Dr. Ir. Erliza Noor Pembimbing I Ir. Nur Richana, MSi Pembimbing II

Wahyu Budi Satyo F03498017. The Usage of Arrowroot Cultivar Creole as a Substrate in Production Process of Cyclodextrin. Under Guidance of Dr. Ir. Erliza Noor and Ir. Nur Richana, MSi. SUMMARY Generally, starch is used as a food product and an industrial material. Because of its properties limitation, starch have to modified for larger usage. Cyclodextrin is a kind of modified starch produced in biochemical reaction by Cyclodextrin Glicosyl Transferase (CGTase). This research was used arrowroot cultivar creole as a substrate in production of cyclodextrin. Cyclodextrin is a non reducing oligosaccharide consisting of six, seven or eight glucose monomers arranged in a cyclic -shaped ring linked by á-1,4 D-glucopyranose rings. Production process of cyclodextrin consist of two steps. Hydrolize á-1,4 D-glucopyranose rings of amylose by á-amylase and catalysis of cyclodextrin by CGTase. The aim of the research was to determine the best concentration of á-amylase, CGTase, substrate usage and reaction time. The method of analysis was used iod method to analyze polysaccarides, DNS method to analyze reducing sugar and fenol method to analyze total sugar. The yield of arrowroot starch extraction is 9.81 percent. Starch was produced have a whiteness degree 75.06 percent BaSO 4. The proximate analysis result of starch are starch 90.22 percent, amylose 20.64 percent, amylopectin 79.32 percent, moisture 8.89 percent, ash 0.30 percent, fat 1.47 percent, fibre 0.96 percent, protein 0.30 percent. Gelatinization temperature of starch was at 69.5 82.5 0 C. Temperature of liquification set on 82.5 85 0 C. The best condition of liquification process was the use of á-amylase 0.5 percent mixed for 30 minutes and starch decreased until 5.26 g/l from the base substrate concentration 50 g/l. The best condition of cyclodextrin catalysis process was by using of CGTase 30 unit during 40 minutes and the cyclodextrin increased until 42 g/l by using the base substrate concentration 50 g/l.

Wahyu Budi Satyo. F03498017. Pemanfaatan Pati Garut Kultivar Creole Sebagai Substrat Dalam Proses Produksi Siklodekstrin. Di bawah Bimbingan Dr. Ir. Erliza Noor dan Ir. Nur Richana, MSi. RINGKASAN Pada umumnya pati digunakan untuk produk pangan. Penggunaan pati dalam dunia industri termasuk industri pangan dibatasi oleh sifat yang dimilikinya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya menghasilkan pati termodifikasi untuk pemanfaatan pati yang lebih luas. Siklodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang dihasilkan secara biokimiawi oleh enzim Cyclodextrin Glicosyl Transferase (CGTase). Pada penelitian ini digunakan pati garut kultivar creole sebagai substrat untuk proses produksi siklodekstrin. Siklodekstrin didefinisikan sebagai oligosakarida non-reduksi berbentuk siklik yang terdiri dari 6 8 monomer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan á-1,4-d-glikosidik. Proses produksinya dilakukan melalui 2 tahap yaitu reaksi hidrolisis ikatan á-1,4-d-glikosidik yang terdapat di dalam rantai amilosa dan amilopektin pada pati dengan menggunakan enzim á-amilase. Tahap kedua adalah reaksi transglikolisasi intramolekular (siklisasi) untuk menghasilkan siklodekstrin yang struktur molekulnya berbentuk siklik. Tujuan penelitian ini untuk menentukan konsentrasi enzim á-amilase dan lama reaksi terbaik pada proses likuifikasi pati, menentukan konsentrasi CGTase dan lama reaksi te rbaik untuk produksi siklodekstrin dan menentukan konsentrasi substrat pati terbaik terhadap perolehan siklodekstrin. Analisis yang digunakan adalah kadar pati sisa (metode iod), kadar gula pereduksi (metode DNS) dan kadar total gula (metode fenol). Umbi garut kultivar creole menghasilkan rendemen pati sebesar 9,81 %. Pati yang dihasilkan memiliki derajat putih sebesar 75,06 % BaSO 4, kadar pati sebesar 90,22 %, kadar amilosa 20,64 %, kadar amilopektin 79,32 %, kadar air 8,89 %, kadar abu 0,30 %, kadar lemak 1,47 %, kadar serat 0,96 % dan kadar protein 0,30 %. Suhu gelatinisasi dicapai pada suhu 69,5 82,5 o C. Proses likuifikasi dilakukan pada suhu 82,5-85 o C. Berdasarkan jumlah pati sisa selama proses lik uifikasi, parameter terbaik adalah pada penggunaan á-amilase sebesar 0,5 % dengan lama reaksi 30 menit dan dihasilkan penurunan kadar pati sisa sebesar 5,26 g/l dari pati awal sebesar 50 g/l. Kenaikan jumlah siklodekstrin terbaik sebesar 42 g/l diperoleh pada penggunaan CGTase sebesar 30 IU selama 40 menit dari pati awal yang digunakan sebesar 50 g/l.

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : PEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN Adalah karya asli sa ya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik dan pembimbing II, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, 2005 Yang membuat pernyataan WAHYU BUDI SATYO F03498017

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 12 September 1980. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Achmad Chusen dan Hidayati (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Piji IV pada tahun 1992 dan melanjutkan ke SMPN I Gebog Kudus hingga tamat pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis masuk SMUN I Bae Kudus dan lulus pada tahun 1998. Melalui jalur USMI, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1998. Selama menjalankan masa studi, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus Bogor tahun 1999-2000 dan Himpunan Mahasiswa Islam tahun 2000-2001. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan kegiatan praktek lapang pada bulan Juli- Agustus 2001 di PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills, Karawang Jawa Barat dengan judul praktek lapang Mempelajari Aspek Teknologi Pengolahan dan Pengendalian Mutu Kertas di PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills, Karawang- Jawa Barat. Tugas akhir dilakukan oleh penulis yaitu penelitian dengan judul Pemanfaatan Pati Garut Kultivar Creole sebagai Substrat dalam Proses Produksi Siklodekstrin di bawah bimbingan Dr. Ir. Erliza Noor dan Ir. Nur Richana, MSi.

KATA PENGANTAR Alhamdulillah atas segala rahmat, karunia dan hidayah yang dianugerahkan Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul Pemanfaatan Pati Garut Kultivar Creole sebagai Substrat dalam Proses Produksi Siklodekstrin. Terwujudnya tulisan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari semua pihak, baik berupa bantuan materil maupun moril, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada : 1. Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen pembimbing I atas bimbingan, arahan, nasihat, semangat, dan bekal kepada penulis selama kuliah sampai penyelesaian tugas akhir. 2. Ir. Nur Richana, MSi selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan selama penelitian di Balai Pasca Panen Cimanggu Bogor serta masukan selama penyelesaian skripsi. 3. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku dosen penguji atas arahan, bimbingan dan nasehat selama penyelesaian tugas akhir. 4. Ibu Rini di labotarium Teknologi Kimia, Ibu Sri di Laboratorium Pengawasan Mutu serta seluruh staf departemen TIN atas bantuan yang telah dib erikan selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Pimpinan Pusat Penelitian Bioteknologi IPB atas ijin penggunaan fasilitas tempat dan alat selama penelitian. 6. Bapak Achmad Chusen, Ibu Hidayati, Murni Mulyaningsih, Zaenuri, Arif Budi Santoso, Sumiati,SP atas segala doa, dukungan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Teman-teman seperjuangan TIN 35, TIN 36, IMM Bogor, LSM F-Sigma, Pondok AA, Motil dan Emas atas kebersamaan dan motivasinya selama penyelesaian tugas akhir ini. 8. Semua pihak yang telah banyak membantu dan semua rekan yang tidak dapat saya sebutkan. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun

dari semua pihak akan sangat membantu dalam rangka meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan laporan ilmiah di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, 2005 Penulis

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. UMBI GARUT... 4 B. PATI GARUT... 5 C. SIKLODEKSTRIN... 8 D. ENZIM CGTase (Cyclodextrin Glycosil Transferase)... 10 E. ENZIM ALPHA-AMILASE... 13 III. METODE PENELITIAN... 15 A. BAHAN DAN ALAT... 15 B. METODE PENELITIAN... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18 A. ANALISIS BAHAN BAKU... 18 1. Ekstraksi Pati... 18 2. Analisis Proksimat... 18 B. ANALISIS LIKUIFIKASI PATI... 20 C. PENENTUAN KONSENTRASI CGTase DAN LAMA REAKSI DALAM PEMBENTUKAN SIKLODEKSTRIN... 22 D. PENENTUAN KONSENTRASI SUBSTRAT TERBAIK UNTUK MENGHASILKAN SIKLODEKSTRIN... 26 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 29 A. KESIMPULAN... 29 B. SARAN... 29 DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN... 33

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi zat gizi dalam umbi garut... 5 Tabel 2. Kandungan gizi pati garut (per 100 gram)... 8 Tabel 3. Hasil analisis komposisi kimia pati garut kultivar creole... 19

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur amilosa (a) dan amilopektin (b) (Osman, 1972).....6 Gambar 2. Struktur molekul á-siklodekstrin (a), ß-siklodekstrin (b), dan ã siklodekstrin (c) (Komiyama, 1984).....9 Gambar 3. Keistimewaan siklodekstrin dengan sifat hidrofobik pada bagian dalam rongga dan hidrofilik pada bagian kulit luar (Komiyama, 1984)... 10 Gambar 4. Reaksi katalisis oleh CGTase (Dijkhuizen et al, 2000)... 12 Gambar 5. Mekanisme kerja á-amilase dalam pemecahan ikatan á-1,4-d-gliklosidik (Robyt, 1984 Di dalam Whistler)... 14 Gambar 6. Diagram alir proses ekstraksi pati garut... 16 Gambar 7. Analisis amilograph pati garut kultivar creole... 20 Gambar 8. Pola perubahan kadar pati sisa pada berbagai tingkat konsentrasi enzim á-amilase dengan konsentrasi substrat pati garut kultivar creole 5 % pada suhu 85 o C... 21 Gambar 9. Jumlah siklodekstrin pada berbagai tingkat konsentrasi CGTase dengan penggunaan substrat 5 % dan enzim á-amilase 0,5 % pada suhu 60 o C selama 60 menit... 23 Gambar 10. Pola perubahan total gula pada berbagai tingkat konsentrasi CGTase dengan penggunaan substrat 5 % dan enzim á-amilase 0,5 % pada suhu 60 o C selama 60 menit... 25 Gambar 11. Pola perubahan gula pereduksi pada berbagai tingkat konsentrasi CGTase dengan penggunaan substrat 5 % dan enzim á-amilase 0,5 % pada suhu 60 o C selama 60 menit... 26 Gambar 12. Pola perubahan jumlah siklodekstrin pada berbagai tingkat substrat dengan penambahan á-amilase 0,5 % (v/b) se lama 30 menit dan CGTase 30 unit pada suhu 60 o C selama 40 menit... 27 Gambar 13. Pola perubahan nilai konversi pada berbagai tingkat substrat dengan penambahan á-amilase 0,5 % (v/b) selama 30 menit dan CGTase 30 unit pada suhu 60 o C selama 40 menit... 28

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Metode analisis... 33 Lampiran 2. Jumlah pati sisa pada berbagai tingkat á-amilase pada proses likuifikasi... 39 Lampiran 3. Nilai konversi pati sisa pada berbagai tingkat á-amilase pada proses likuifikasi... 40 Lampiran 4. Perolehan siklodekstrin pada berbagai tingkat konsentrasi enzim CGTase... 41 Lampiran 5. Jumlah total gula pada berbagai tingkat konsentrasi enzim CGTase... 42 Lampiran 6. Jumlah gula pereduksi pada berbagai tingkat konsentrasi enzim CGTase... 43 Lampiran 7. Perolehan siklodekstrin, gula total, gula pereduksi, pati sisa dan nilai konversi pada berbagai tingkat konsentrasi substrat... 44

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah tetapi baik budidaya maupun pengolahannya belum baik. Garut (Maranta arundinaceae) merupakan salah satu tanaman jenis umbi-umbian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, baik secara budidaya maupun pengolahannya. Tanaman garut secara agroteknis memiliki kelebihan, misalnya umurnya relatif pendek, perbanyakan bibitnya dapat dilakukan dengan mudah oleh petani, dan dapat ditanam di bawah naungan tegakan di lahan pekarangan atau hutan (Sapuan, 1998). Produksi umbi garut berkisar antara 7 47 ton/ha rimpang segar pada umur 8 12 bulan (Richana et al., 1998). Garut (Maranta arundinaceae) memiliki dua jenis kultivar penting, yaitu banana dan creole, yang memiliki perbedaan karakteristik. Kultivar creole memiliki umbi yang lebih panjang dan langsing dengan pertumbuhan umbi yang lebih menyebar dan lebih masuk ke dalam tanah. Kultivar banana memiliki umbi lebih pendek dan gemuk serta pertumbuhan umbi yang terletak lebih dekat pada permukaan tanah dan tidak terlalu dalam sehingga lebih mudah dipanen. Kultivar creole mempunyai umur simpan selama tujuh hari setelah pemanenan, sedangkan kultivar banana hanya bertahan selama dua hari setelah pemanenan (Kay, 1973). Pada umumnya pati digunakan untuk produk pangan. Penggunaan pati dalam dunia industri, termasuk industri pangan, dibatasi oleh sifat yang dimilikinya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya menghasilkan pati termodifikasi untuk pemanfaatan pati yang lebih luas. Siklodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang dihasilkan secara biokimiawi oleh enzim Cyclodextrin Glicosyl Transferase (CGTase). Siklodekstrin didefinisikan sebagai oligosakarida non reduksi berbentuk siklik yang terdiri dari 6 8 monomer glukosa yang dihubungkan

oleh ikatan á-1,4 glikosidik. Siklodekstrin mempunyai sifat yang khas dibandingkan pati termodifikasi lainnya, yaitu memiliki struktur molekul berbentuk torus siklik dengan lapisan luar bersifat hidrofilik dan bagian rongga bersifat hidrofobik, sehingga memiliki kemampuan membentuk senyawa kompleks inklusi. Selain itu, sik lodekstrin juga mampu meningkatkan kelarutan senyawa organik, tahan terhadap kerusakan kimiawi dan biokimiawi serta dapat menstabilkan senyawa flavor. Pemanfaatan siklodekstrin dalam dunia industri cukup luas, di antaranya adalah untuk mengatur pengeluaran flavor, menutup bau dan rasa, meningkatkan kestabilan emulsi, meningkatkan kekuatan pembusaan, mengontrol dan menutupi warna serta melindungi kandungan makanan dari proses oksidasi, reaksi akibat cahaya, dekomposisi panas dan pengurangan kadar air akibat evaporasi. Pembentukan siklodekstrin dipengaruhi oleh substrat dan enzim CGTase yang digunakan. Whistler (1984) menyatakan bahwa produksi siklodekstrin dipengaruhi oleh jumlah amilosa dalam substrat pati. Penggunaan enzim CGTase dalam konsentrasi tinggi akan mempercepat proses pembentukan siklodekstrin. Kainuma (1992) menyatakan bahwa enzim CGTase stabil pada ph 6,5 9 di bawah temperatur 50 C dan memiliki aktivitas optimum pada ph 6,0 6,5 dengan temperatur 60 C, sedangkan Laga dan Darwis (2001) melakukan pembentukan siklodekstrin dengan menggunakan substrat pati tapioka yang dilarutkan dalam buffer fosfat 0,2 M dengan ph 6,0 yang dioperasikan pada suhu 60 C dengan kecepatan agitasi 200 rpm. Pada penelitian ini digunakan pati garut kultivar creole sebagai substrat dalam produksi siklodekstrin serta dilakukan pemilihan kondisi operasi (suhu, ph) dan kondisi kimia (konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim) untuk menghasilkan siklodekstrin yang terbaik. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan pati garut.

B. TUJUAN Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Menentukan konsentrasi enzim á-amilase dan lama reaksi terbaik pada proses likuifikasi pati. 2. Menentukan konsentrasi CGTase dan lama reaksi terbaik pada proses pembentukan siklodekstrin. 3. Menentukan konsentrasi substrat pati untuk produksi siklodekstrin terbaik.

TINJAUAN PUSTAKA UMBI GARUT Tanaman garut merupakan tanaman jenis rumput-rumputan tegak yang termasuk ke dalam kelas Marantaceae, dan species Maranta arundinaceae L (Kay, 1973). Tanaman garut termasuk tanaman setahun dengan ukuran tinggi 60 180 cm dengan sistem perakaran yang dangkal dan rhizoma menuju ke dalam tanah. Umbi garut merupakan rhizoma dari tanaman garut. Rhizoma garut atau umbi garut memiliki ukuran panjang antara 20 45 cm dan diameter antara 2 5 cm. Garut memiliki umbi yang berwarna putih, dilindungi sisik berwarna putih hingga coklat muda yang tersusun secara tumpang tindih. Batang tanaman garut yang berbentuk pelepah membentuk dua barisan dengan sisik yang tidak sama. Tanaman garut diperkirakan berasal dari wilayah Amerika yang beriklim tropis, yaitu Saint Vincent. Saat ini tanaman garut telah tersebar di berbagai negara yang memiliki iklim tropis seperti Brazil, India, Srilangka, Filipina serta Indonesia. Tanaman garut dikenal dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerah, seperti arrowroot, West Indian arrowroot, atau St. Vincent arrowroot. Richana et al. (1998) mengatakan bahwa cara bercocok tanam garut tidak sulit, dapat hidup di daerah terlindung dan telah dilakukan pengembangan tanaman garut terutama di bawah tegakan hutan rakyat. Oleh sebab itu tanaman garut cocok digunakan sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman tahunan seperti jati. Tanaman garut memiliki umur tanam yang relatif pendek. Pada umur tanam 10 11 bulan tanaman garut sudah dapat dipanen (Kay, 1973). Kay (1973) menyatakan bahwa umbi garut memiliki dua jenis kultivar penting, yaitu creole dan banana. Kedua jenis kultivar tersebut memiliki umbi yang berwarna putih meskipun karakteristiknya berbeda satu sama lain. Kultivar creole memiliki umbi yang lebih panjang dan langsing dengan pertumbuhan yang lebih menyebar dan masuk ke tanah lebih dalam. Sedangkan kultivar banana mempunyai umbi lebih mudah dipanen. Kultivar

creole memiliki umur simpan hingga tujuh hari setelah pemanenan sedangkan kultivar banana hanya bertahan selama dua hari setelah pemanenan. Menurut Kay (1973), komposisi zat gizi antara kultivar banana dan creole berbeda. Perbedaan komposisi tersebut ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi dalam umbi garut Komponen Umbi Garut Kultivar banana (gram) Kultivar creole (gram) Karbohidrat : Pati Serat Gula 19,4 0,6-21,7 1,3 - Protein 2,2 1,0 Lemak 0,1 0,1 Abu 1,3 1,4 Air 72,0 69,1 Mineral - - Sumber: Kay (1973); PATI GARUT Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersebar dalam organ tanaman sebagai cadangan makanan (Belitz, 1999). Pati terdapat pada tanaman hijau yang disimpan dalam berbagai tempat: biji (sereal), akar dan rimpang (tapioka, kentang), batang (sagu) dan buah-buahan (pisang) yang semuanya digunakan sebagai makanan (Vail, 1978). Menurut Hodge dan Osman (1976), pati merupakan hasil reaksi antara karbon dari udara dengan air dari dalam tanah pada proses fotosintesis dengan menggunakan energi sinar matahari dalam bentuk bahan organik polisakarida. Sedangkan Kay (1973) mengungkapkan bahwa pati merupakan salah satu

bentuk karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Pati terdiri dari dua fraksi polisakarida, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan á-1,4 glikosidik. Pada amilosa akan ditemukan titik percabangan setelah lebih dari 500 unit glukosa yang membentuk rantai lurus (Fennema, 1976). Amilopektin merupakan rantai cabang polimer D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan á-1,6 glikosidik. Pada amilopektin banyak ditemukan titik percabangan karena pada setiap 20 25 unit rantai lurus akan membentuk satu titik percabangan (Fennema, 1976). Winarno (1997) menyatakan bahwa pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan á-(1,4)-d-glukosa, sedangkan amilopektin memiliki titik cabang dengan ikatan á-(1,6)-d-glukosa sebanyak 4 5 % dari berat total. Struktur amilosa dan amilopektin ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur amilosa (a) dan amilopektin (b) (Osman, 1972) Masih menurut Winarno (1997), pati yang berikatan dengan iodin (I 2 ) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari dua puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila

polimernya kurang dari dua puluh seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Perbedaan warna ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan kadar amilosa. Menurut Winarno (1997), jika suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Pada awalnya suspensi pati dalam air berwarna keruh seperti susu. Lama-kelamaan pada suhu tertentu suspensi pati akan berwarna jernih, suhu yang terjadi berbeda-beda untuk setiap jenis pati. Winarno (1997) menjelaskan proses masuknya air ke dalam butiran pati pada proses gelatinisasi disebabkan oleh semakin kuatnya energi kinetik molekul-molekul air dibandingkan dengan daya tarik antar molekul di dalam granula pati. Setelah masuk dalam butiran pati, daya serap air menjadi semakin besar dengan semakin besarnya jumlah gugus hidroksil dalam pati. Hal tersebut akan disertai dengan proses pembengkakan granula pati. Pada proses tersebut diikuti dengan peningkatan viskositas karena air yang pada awalnya berada di luar granula dan bergerak bebas kini berada dalam butiran-butiran pati dan tidak dapat lagi bergerak secara bebas. Kawabata et. al (1984) mengungkapkan bahwa pati garut mengandung amilosa sebesar 19,4 % dengan kandungan mineral kalium dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan Swinkels (1984) menyatakan kadar amilosa pati garut sebesar 20 % dan amilopektin 80 %. Kandungan pati garut sangat dipengaruhi oleh jenis kultivar, umur panen dan kondisi pertumbuhan tanaman garut. Pada Tabel 2 berikut ini diperlihatkan kandungan gizi dari pati garut.

Tabel 2. Kandungan gizi pati garut (per 100 gram) Komposisi Gizi Kandungan Energi (kal) 355,00 Protein (g) 0,70 Lemak (g) 0,20 Karbohidrat (g) 85,20 Kalsium (mg) 8,00 Fosfor (mg) 22,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B 1 (mg) 0,09 Kadar air (%) 13,60 Bahan yang dapat dimakan (%) 100,00 Sumber (Anonim, 1981) Kay (1973) mengungk apkan bahwa pati garut yang berkualitas komersial di St. Vincent adalah pati garut yang putih dan bersih, dengan kadar air tidak lebih dari 18,5 %, kadar abu dan kadar serat rendah, ph antara 4,5 7 serta viskositas maksimum antara 512 640 Brabender Unit (BU), sedangkan Brautlecht (1953) menyatakan bahwa pati garut komersial mengandung 80 86 % pati, kadar air 12 18 % dan bahan pengotor berupa protein dan serat sekitar 2 % dengan ukuran granula relatif besar dan berbentuk oval. SIKLODEKSTRIN Kainuma (1998) mendefinisikan siklodekstrin sebagai oligosakarida non reduksi berbentuk siklik yang terdiri dari 6, 7 dan 8 monomer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan á-1,4 glikosidik. Berdasarkan monomer glukosa yang menyusunnya, siklodekstrin dibedakan menjadi á-siklodekstrin dengan 6 monomer glukosa, ß-siklodekstrin dengan 7 monomer glukosa dan ã siklodekstrin dengan 8 monomer glukosa (Komiyama, 1984). Kitahata (1988) menyatakan bahwa jenis siklodekstrin diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu á-siklodekstrin, ß-siklodekstrin dan ã siklodekstrin. Ketiga produk tersebut dihasilkan oleh berbagai jenis bakteri. Bacillus macerans adalah

golongan bakteri penghasil enzim yang memproduksi siloheptaamilase (ß-siklodekstrin) sedangkan ã siklodekstrin dihasilkan oleh Bacillus sp. A16. Struktur molekul dari á, ß dan ã siklodekstrin dapat dilihat pada Gambar 2. a b c Gambar 2. Struktur molekul á-siklodekstrin (a), ß-siklodekstrin (b), dan ã siklodekstrin (c) (Komiyama, 1984). Komiyama dan Bender (1984) mengatakan bahwa kemampuan rongga siklodekstrin untuk menampung senyawa lain sangat tergantung pada ukuran molekul tamu. Jika ukuran molekul tamu cocok atau lebih kecil dari rongga siklodekstrin maka molekul tersebut dapat tertampung secara sempurna. Tetapi jika molekul tamu lebih besar dari rongga siklodekstrin maka interaksi antara siklodekstrin dengan molekul tamu menjadi bersifat parsial dan bersifat lemah. Interaksi siklodekstrin dengan senyawa lain membentuk keseimbangan dinamik. Siklodekstrin memiliki struktur molekul yang siklik berbentuk torus seperti kue donat (Gambar 3). Charoenlap (2004) menyatakan bahwa siklodekstrin memiliki rongga bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan permukaan luar yang bersifat hidrofilik. Oleh sebab itu, siklodekstrin dapat mengikat senyawa organik yang bersifat hidrofobik dan dapat membantu kelarutan dalam air.

Gambar 3. Keistimewaan siklodekstrin dengan sifat hidrofobik pada bagian dalam rongga dan hidrofilik pada bagian kulit luar (Komiyama, 1984). Kim et al. (1997) mengemukakan bahwa siklodekstr in diproduksi dari pati oleh CGTase melalui proses likuifikasi oleh enzim amilase terlebih dahulu. Proses ini dilakukan dengan panas untuk mengoptimalkan kerja enzim dalam reaksi hidrolisis. Pada konsentrasi pati yang tinggi, proses ini akan menjadi sulit dilakukan karena viskositas larutan pati akan meningkat dengan cepat pada saat proses likuifikasi. ENZIM CGTase (Cyclodextrin Glycos yl Transferase) Enzim CGTase digolongkan ke dalam enzim transferase (CGTase, EC. 2. 4. 1. 19), berperan dala m sintesis atau siklisasi dekstrin membentuk siklodekstrin dan mengkatalis pemindahan glikosil sehingga enzim tersebut digolongkan ke dalam enzim transferase (Kitahata, 1988). Menurut Kitahata (1988) CGTase dapat mengkatalisis tiga jenis reaksi yaitu : Transglikosilasi intramolekul Transglikosilasi intramolekul adalah pemindahan gugus glukosil pada satu molekul di kedua ujung. Pembentukan siklik (siklodekstrin) dari maltooligosakarida rantai lurus untuk jumlah glukosil lebih dari 6 (maltoheksosa. G6) dilakukan proses transglikosilasi intramolekul dengan menggunakan bagian luar dari ikatan á-1,4 glikosida pada gula non pereduksi. Pati (á, â, ã-) siklodekstrin Transglikosilasi intermolekul (reaksi dengan aseptor)

Transglikosilasi intermolekuler adalah pemindahan gugus glukosa pada satu molekul dengan molekul yang lain. Molekul tersebut dapat sejenis (maltosa dengan maltosa) atau berbeda jenis (maltosa dengan maltotriosa, siklodekstrin dengan maltosa), salah satu molekul berperan sebagai aseptor. Aseptor yang paling efektif pada aksi transfer intermolekul oleh CGTase adalah tipe piranisol yang sama konfigurasinya dengan glukopiranosa yaitu yang mempunyai gugus OH (hidroksil) bebas pada C2 -, C3- dan C4 - seperti sorbose dan sukrosa. Dengan adanya aseptor yang cocok sepert i glukosa atau sukrosa, pada residu glukosil yang ditransfer dari á-1,4-glukan atau dari siklodekstrin ke aseptor melalui reaksi perangkaian (coupling reaction) atau reaksi disproposionasi. Pati + Sukrosa (sebagai aseptor) Maltooligosil-sukrosa Reaksi hidrolisis pati Reaksi hidrolisis pati adalah kemampuan untuk memecah ikatan á-d-1,4-glikosida pada suatu ikatan. Rantai panjang glikosida dilakukan secara acak, CGTase dapat melakukan aktivitas hidrolisis pada pati dan siklodekstrin yang akan menghasilkan hidrolisat berupa beberapa maltooligosakarida. Pati Siklodekstrin CGTase hidrolisis Maltooligosakarida Konversi pati menjadi siklodekstrin terjadi melalui reaksi intramolekular transglikosilasi oleh CGTase dengan cara memotong rantai oligosakarida dan selanjutnya gula pereduksi yang baru ditransfer menjadi gula non pereduksi dari rantai yang sama yang selanjutnya terjadi reaksi siklisasi (Dijkhuizen, 2000). Masih menurut Dijkhuizen (2000), CGTase juga mengkatalisis dua reaksi intermolekular transglikosilasi, yaitu reaksi coupling dan disproposionasi (Gambar 4). a. Reaksi Siklisasi + b. Reaksi Coupling

+ c. Reaksi Disproposionasi + + d. Reaksi Hidrolisis H 2 O + + Gambar 4. Reaksi katalisis oleh CGTase (Dijkhuizen et al, 2000). Aktivitas CGTase sangat dipengaruhi oleh ph dan suhu inkubasi. CGTase stabil pada ph 6,0 6,5 pada temperatur di bawah 50 o C dan aktivitas optimumnya untuk menghasilkan siklodekstrin adalah pada ph 6,0 6,5 dengan suhu 60 C (Kainuma, 1984). ENZIM ALPHA-AMILASE Enzim alpha amilase dikenal dengan nama dextrogenic amylase karena hasil utama dari hidrolisisnya terhadap pati adalah dekstrin (Meyer, 1973). Enzim alpha amilase akan menghidrolisis ikatan á-1,4-d-glikosidik yang terdapat di dalam rantai amilosa dan amilopektin meskipun tidak dapat memecah ikatan á-1,6-d-glikosidik yang terdapat di dalam polimer bercabang (Reilly, 1985).

Mekanisme kerja á-amilase dalam pemecahan ikatan á-1,4-d-glikosidik digolongkan dalam tiga pola. Pertama, single chain attack, yaitu dengan cara mendegradasi sebuah molekul polimer sampai selesai sebelum mulai memecah polimer lain. Kedua, multi chain attack, yaitu dengan cara enzim meninggalkan satu polimer setelah berhasil melepaskan satu produk pertama atau menyelesaikan satu serangan hidrolitik dan memecah polimer yang lain. Ketiga, multiple attack, yaitu enzim memecah satu polimer kemudian beberapa kali memecahkan sejumlah produk pertama sebelum memecah polimer lain. Mekanisme kerja á-amilase dapat dilihat pada Gambar 5. a. Single c hain 7 6 5 4 3 2 1 12 11 10 9 8 19 18 17 16 15 14 13 b. Multichain atau Single attack 1 2 3 c. Multiple a ttack 4 3 2 1 10 9 8 7 6 5 15 14 13 12 11

Gambar 5. Mekanisme kerja á-amilase dalam pemecahan ikatan á-1,4-dglikosidik (Robyt, 1984 Di dalam Whistler). Umumnya á-amilase memotong ikatan di bagian tengah rantai sehingga menurunkan kemampuan pati mengikat zat warna yodium dan kekentalan larutan pati dengan cepat (Reilly, 1985). Kerja á-amilase pada amilosa berlangsung dalam dua langkah. Pertama, degradasi sempurna dan cepat menjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap á-amilolisis ini adalah hasil serangan enzim secara acak. Degradasi ini terjadi dengan cepat yang diikuti dengan penurunan viskositas secara cepat pula. Langkah kedua jauh lebih lambat dari yang pertama dan meliputi hidrolisis oligasakarida dengan pembentukan glukosa dan maltosa yang terjadi secara tidak acak dimulai dari ujung pereduksi (Winarno, 1983). Hidrolisis amilopektin oleh á-amilase menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri á- limit dekstrin, serta oligosakarida dengan empat atau lebih unit glukosa yang semuanya mengandung ikatan á-1,6-d-glikosidik yang tidak dapat dihidrolisis oleh á-amilase (Winarno, 1983). Alpha-amilase umumnya stabil pada ph antara 5,5 9,5 dan aktivitasnya akan meningkat bila ditambahkan kalsium. Aktivitas optimum á-amilase terjadi pada ph antara 5,5 6,5 (Reilly, 1985).

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Pada penelitian ini digunakan pati garut kultivar creole sebagai substrat untuk proses produksi siklodekstrin. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian produksi siklodekstrin terdiri dari umbi garut yang diperoleh dari Balai Industri Tanaman Tradisional dan Obat (Balitro) Sukabumi, HCl, NaOH, indikator pp, KI, I 2, H 2 SO 4, amilosa standar, Na 2 HPO 4, K-tartarat, aquades, fenol, aseton, buffer fosfat 0,2 M ph 6,0, larutan DNS, enzim á- amilase, dan enzim CGTase yang diperoleh dari NUVO Enzyme Denmark. Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, inkubator goyang, spektrofotometer, neraca analitik, timbangan kasar, oven, ph meter, hot plate, termometer, kertas saring, sentrifuse, stirer dan pengaduk magnetik, desikator, gelas piala, labu ukur, tabung reaksi, pipet, mikropipet, tanur, cawan porselin dan saringan 80 mesh. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini meliputi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan proses ekstraksi pati garut dari umbi garut kultivar creole dengan metode ekstraksi basah yang selanjutnya dilakukan analisis fisiko kimia. Diagram alir proses ekstraksi pati garut disajikan pada Gambar 6.

Umbi Garut Pencucian Pemarutan/Penggilingan Air Pengepresan Ampas Filtrat Pengendapan Air Pengeringan Pati Garut Gambar 6. Diagram alir proses ekstraksi pati garut. Analisis fisiko kimia meliputi analisis proksimat untuk mengetahui kadar air, kadar serat, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar pati dan kadar amilosa (AOAC, 1995). Analisis amilograph dilakukan untuk mengetahui titik gelatinisasi awal dan gelatinisasi akhir serta viskositas pati. Prosedur analisis ditampilkan pada Lampiran 1. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan untuk proses pembuatan siklodekstrin. Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu: 1. Menentukan konsentrasi enzim á-amilase serta lama reaksi terbaik pada proses likuifikasi pati.

Pada tahap ini digunakan pati dengan konsentrasi 5 % (b/v) sebagai substrat yang dilarutkan dalam buffer fosfat 0,2 M ph 6,0. Larutan pati dipanaskan hingga suhu 82,5 85 o C, di atas suhu gelatinisasi maksimum serta dilakukan agitasi dengan kecepatan 200 rpm. Selanjutnya ditambahkan enzim á-amilase dengan taraf perlakuan 0,1; 0,3; 0,5; 0,75 dan 1,0 % (v/b) atau setara dengan 18,89 unit, 56,68 unit, 94,47 unit, 141,70 unit dan 188,94 unit yang selanjutnya dilakukan pengamatan setiap 15 menit selama 150 menit. Parameter yang diamati adalah kadar pati sisa dengan menggunakan metode iod (Lampiran 1). 2. Menentukan konsentrasi CGTase dan lama reaksi te rbaik pada proses pembentukan siklodekstrin. Larutan pati dengan konsentrasi 5 % (b/v) ditambahkan enzim á-amilase yang merupakan hasil terbaik dari tahap proses likuifikasi, kemudian ditambahkan enzim CGTase dengan taraf perlakuan 10, 20, 30, 40, dan 50 Unit. Proses ini dilakukan pada suhu 60 o C dengan kecepatan agitasi 200 rpm. Pengamatan dilakukan setiap selang 10 menit selama 60 menit. Parameter yang diamati meliputi kadar gula total dan kadar gula pereduksi (Lampiran 1). 3. Menentukan konsentrasi substrat pati terbaik pada pembentukan siklodekstrin. Larutan pati dengan konsentras i 5, 10, 15 dan 20 % (b/v) dilarutkan dalam buffer fosfat 0,2 M ph 6,0. Terhadap larutan tersebut kemudian dilakukan proses likuifikasi dengan konsentrasi enzim á-amilase dan lama reaksi terbaik, dan selanjutnya ditambahkan enzim CGTase dengan konsentrasi dan lama reaksi terbaik. Proses lik uifikasi dilakukan pada suhu 82,5 85 o C dan dilanjutkan dengan proses pembentukan siklodekstrin pada suhu 60 o C dengan kecepatan agitasi 200 rpm. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada akhir reaksi terhadap kadar gula total dan gula pereduksi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU 1. Ekstraksi Pati Rendemen pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi adalah sebesar 9,81 % (b/b). Kay (1973) menyatakan bahwa umbi garut kultivar creole memiliki kadar pati sebesar 21,7 % (b/b). Rendahnya rendemen pati disebabkan proses pemarutan yang hanya dilakukan satu kali sehingga umbi tidak hancur dengan maksimal. Kadar air dalam umbi segar kultivar creole cukup tinggi yaitu sebesar 69,1 % (b/b). Dengan demikian, bobot terbesar dalam umbi garut adalah air. 2. Analisis Proksimat Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis sifat kimia dan analisis sifat fisik pada pati garut hasil ekstraksi. Analisis kimiawi yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar lemak, kadar protein, kadar pati dan kadar amilosa. Pati garut kultivar creole memiliki kandungan air 8,89 % sehingga pati yang diperoleh benar-benar kering. Kadar ini cukup jauh berada pada kisaran kadar air yang diperbolehkan pada pati komersial yaitu 18 %. Hasil analisis sifat kimia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis komposisi kimia pati garut kultivar creole Komposisi kimia Ulangan Rata-rata 1 2 Air 8,88 8,91 8,89 Abu 0,28 0,32 0,30 Lemak 1,27 1,67 1,47 Serat 0,78 1,14 0,96 Protein 0,34 0,27 0,30

Pati 90,31 90,14 90,22 Amilosa 20,63 22,65 20,64 Pati komersial mensyaratkan kandungan abu dan serat yang rendah meskipun nilainya tidak ditetapkan dengan jelas. Nilai kadar serat yang cukup tinggi sebesar 0,96 % disebabkan pencucian (Gambar 6) yang kurang sempurna pada proses ekstraksi pati sehingga serat terbawa pada endapan pati. Pati garut varietas creole memiliki kadar pati sebesar 90,22 %. Hasil ini lebih besar dibandingkan kadar pati yang diperoleh Richana et. al (1998) sebesar 84,69 %. Kandungan amilosa di dalam pati hasil ekstraksi adalah sebesar 20,64 %, sisanya adalah amilopektin. Hasil ini hampir sama dengan kadar amilosa yang diperoleh Kawabata et. al (1984) yaitu sebesar 19,4 %. Kadar amilosa berpengaruh besar dalam perolehan siklodekstrin karena merupakan bahan dasar reaksi enzimatis dalam produksi siklodekstrin. Analisis sifat fisik yang dilakukan meliputi derajat putih, suhu gelatinisasi awal dan suhu gelatinisasi akhir serta viskositas pati. Hasil analisis pati garut kultivar creole memiliki nilai derajat putih sebesar 75,06 % BaSO 4. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Richana et. al (1998) sebesar 86,60 % BaSO 4. Hasil analisis amilograph pati garut kultivar creole menunjukkan nilai titik gelatinisasi awal 69,5 o C dan titik gelatinisasi akhir 82,5 o C. Pada selang kondisi tersebut, granula -granula pati mengalami pembengkakan dan pada suhu tertentu granula pati pecah sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis. Viskositas maksimum menunjukkan angka 840 Brabender Unit (BU) di atas viskositas maksimum pati garut komersial, yaitu sebesar 640 BU. Perbedaan nilai ini diduga karena pengaruh jenis kultivar pati garut dan kondisi tempat tanam. Pati garut yang dihasilkan pada umumnya telah memenuhi persyaratan sebagai pati garut komersial. Pati garut komersial mensyaratkan pati garut harus berwarna putih dan bersih, kandungan pati tidak kurang dari 80 %, kadar abu dan kadar serat rendah, ph antara 4,5 7,0, viskositas maksimum antara 512 640 BU dan kadar air tidak lebih dari 18 % (Kay, 1973).

Keterangan: - Garis horizontal (sejajar sumbu x) menunjukkan suhu gelatinisasi (satu kotak setara dengan 2,5 o C). - Garis vertikal (sejajar sumbu y) menunjukkan nilai viskositas (satu kotak setara dengan 20 Brabender Unit). Gambar 7. Analisis amilograph pati garut kultivar creole. B. ANALISIS LIKUIFIKASI PATI Proses likuifikasi pati pada prinsipnya dilakukan dengan me nambahkan enzim á-amilase ke dalam substrat untuk memecah rantai ikatan á-1,4-dglikosidik dengan tujuan untuk memaksimalkan kerja enzim CGTase dalam proses pembentukan siklodekstrin (siklisasi). Pada proses ini substrat pati dipanaskan sampai suhu 82 o C, lebih tinggi dari suhu gelatinisasi maksimum (80 o C). Hal ini berbeda dengan likuifikasi asam yang menggunakan kondisi operasi pada suhu 90 95 o C (Tjokroadikoesoemo, 1986). Perbedaan ini terjadi dikarenakan penyesuaian kondisi optimum enzim yang digunakan selama reaksi berlangsung. Pada kondisi tersebut granula pati terpecah. Sebagai akibatnya terjadi pemisahan fraksi amilosa dan amilopektin sehingga memudahkan reaksi hidrolisis oleh enzim á-amilase. Proses ini ditandai

dengan penurunan kekentalan substrat pati secara cepat. Fenomena yang terjadi adalah larutan yang awalnya berbentuk gel berubah menjadi larutan yang lebih encer. Parameter yang dianalisis adalah kadar pati sisa terhadap penambahan konsentrasi á-amilase dengan perlakuan 0,1; 0,3; 0,5; 0,75 dan 1,0 % (v/b) atau setara dengan 18,89 unit, 56,68 unit, 94,47 unit, 141,70 unit dan 188,94 unit serta lama reaksi dari waktu awal reaksi selama 150 menit dengan pengamatan setiap selang waktu 15 menit. Hasil analisis kadar pati sisa menunjukkan penurunan secara drastis pada 15 menit awal pada semua tingkat konsentrasi enzim á-amilase. Pola perubahan kadar pati sisa pada berbagai tingkat konsentrasi enzim á-amilase ditampilkan pada Gambar 8. Data jumlah pati sisa pada berbagai taraf perlakuan selama proses likuifikasi disajikan pada Lampiran 2, sedangkan nilai konversinya disajikan pada Lampiran 3. Kadar Pati Sisa 60.00 50.00 Kadar Pati Sisa (g/l) 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 Lama Reaksi (menit) 0,1% 0,3% 0,5% 0,75% 1,0% Gambar 8. Pola perubahan kadar pati sisa pada berbagai tingkat konsentrasi enzim á-amilase. Konsentrasi substrat pati garut kultivar creole 5 % pada suhu 85 o C. Hasil analisis menunjukkan kadar pati sisa berbagai tingkat konsentrasi enzim á-amilase selama reaksi berada pada kisaran 1,6 18,7 g/l dari kadar

pati sisa awal reaksi sebesar 50 g/l. Nilai tertinggi dihasilkan oleh penambahan enzim á-amilase 0,3 % pada 15 menit awal reaksi sedangkan nilai terendah dihasilkan pada menit ke-150 oleh penambahan enzim á-amilase sebesar 0,5 %. Penuruna n kadar pati sisa terjadi selama proses berlangsung sampai akhir reaksi. Penurunan yang sangat drastis terjadi pada 15 menit awal. Hasil analisis menunjukkan bahwa penurunan kadar pati sisa terbesar terjadi pada penambahan á-amilase 0,5 % selama proses berlangsung dengan nilai konversi pada akhir reaksi mencapai 96,6 %. Pada taraf perlakuan tersebut, perubahan nilai konversi pati terbesar terjadi di antara menit ke-15 dan ke-30 yaitu sebesar 4,8 % dari nilai konversi 84,6 % pada 15 menit awal reaksi. Secara umum hasil analisis likuifikasi pati menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi enzim yang ditambahkan menghasilkan penurunan kadar pati sisa yang lebih besar. Artinya reaksi hidrolisis enzim á-amilase terhadap substrat akan semakin cepat untuk setiap peningkatan konsentrasi enzim á-amilase. Pada penambahan á-amilase 0,3 %, nilai konversi pati sisa terkecil sebesar 62,5 % pada 15 menit awal reaksi dan terbesar pada akhir reaksi sebesar 72,9 %. Pada penambahan á-amilase 0,5 %, nilai konversi pati sisa terkecil ditunjukkan pada menit ke-15 sebesar 84,6 % dan terbesar pada akhir reaksi sebesar 96,6 %. Berdasarkan data hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik untuk proses likuifikasi pati adalah pada penambahan enzim á-amilase sebesar 0,5 % (v/b) dan lama reaksi 30 menit. Pada kondisi tersebut terjadi perubahan penurunan nilai kadar pati sisa terbesar yaitu sebesar 5,26 g/l dari konsentrasi substrat awal sebesar 50 g/l. Hasil ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Rahadian (2003) sebesar 8,55 g/l dari konsentrasi substrat awal sama yang menggunakan pati garut kultivar banana. Hal ini disebabkan nilai kadar amilosa pati garut kultivar creole sebesar 20,64 % lebih tinggi dibandingkan kultivar banana sebesar 21,07 %. Hidrolisis substrat tapioka pada penelitian Amran (2001) dengan kadar amilosa 23,74 % oleh enzim á-amilase 0,1 % (v/b) pada suhu 75 o C selama 30 menit menghasilkan nilai konversi sebesar 80,3 %. Nilai ini lebih besar dibandingkan hidrolisis pati garut kultivar creole oleh enzim dengan

konsentrasi yang sama serta lama reaksi 30 menit yaitu sebesar 75,00 %. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kadar amilosa tapioka sebesar 23,74 % lebih tinggi daripada kadar amilosa pati garut sebesar 20,64 % sehingga lebih banyak pati yang dapat dihidrolisis oleh á-amilase. Hasil pada tahap ini selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk tahap proses reaksi pembentukan siklodekstrin. C. PENENTUAN KONSENTRASI CGTase DAN LAMA REAKSI DALAM PEMBENTUKAN SIKLODEKSTRIN Perolehan siklodekstrin dapat diketahui dengan cara pengurangan gula total dengan gula pereduksi (Kitahata, 1988). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah siklodekstrin dipengaruhi oleh jumlah gula total dan gula pereduksi. Kadar gula total diperoleh melalui analisis dengan menggunakan metode fenol, sedangkan kadar gula pereduksi diperoleh melalui analisis dengan metode DNS (Lampiran 1). Analisis dengan pendekatan metode Kitahata (1988) menunjukkan bahwa penambahan CGTase mengakibatkan perubahan pada jumlah siklodekstrin yang dihasilkan. Data perolehan siklodekstrin disajikan pada Lampiran 4, sedangkan pola perubahan siklodekstrin disajikan pada Gambar 9. Jumlah Siklodekstrin (g/ 50 40 30 20 10 0 0 10 20 30 40 50 60 70 Lama Reaksi (menit) 10 IU 20 IU 30 IU 40 IU 50 IU

Gambar 9. Jumlah siklodekstrin pada berbagai tingkat konsentrasi CGTase dengan penggunaan substrat 5 % dan enzim á-amilase 0,5 % pada suhu 60 o C selama 60 menit. Pada akhir inkubasi diperoleh siklodekstrin pada taraf perlakuan 10 IU, 20 IU, 30 IU, 40 IU dan 50 IU masing- masing sebesar 41,8 g/l; 42,7 g/l; 42,8 g/l ;35,6 g/l dan 18,3 g/l. Penambahan CGTase 50 IU sampai akhir inkubasi menunjukkan perolehan siklodekstrin terkecil. Penurunan ini diakibatkan oleh pembentukan hasil samping selama inkubasi yang diakibatkan oleh terjadinya reaksi coupling, yaitu pemecahan rin g (cincin) siklodekstrin dan mengubahnya menjadi maltooligosakarida. Reaksi lain yang terjadi adalah reaksi disproposionasi, yaitu pemecahan maltooligosakarida menjadi maltooligosakarida baru dan gula pereduksi. Dijkhuizen (2000) menyatakan bahwa enzim CGTase tidak hanya dapat memproduksi siklodekstrin tetapi juga dapat mendegradasi siklodekstrin yang terbentuk bila terdapat ko-substrat seperti glukosa, maltosa dan sukrosa. Hal ini mengakibatkan jumlah siklodekstrin yang diproduksi menurun. Sesuai dengan penjelasan Kitahata (1988) bahwa di dalam suatu media dengan sumber karbon adalah fraksi amilosa dan amilopektin (tanpa aseptor), CGTase hanya akan mengkatalisis reaksi pembentukan siklodekstrin (siklisasi) sedangkan jika di dalam media terdapat aseptor seperti maltosa dan maltotriosa maka CGTase akan mengkatalisis transglikosilasi intermolekul maltosa dan maltotriosa membentuk maltooligosakarida dan selanjutnya siklodekstrin diproduksi dari maltooligosakarida. Siklodekstrin yang terbentuk akan mengalami penurunan karena maltosa dan maltotriosa sebagai aseptor menyebabkan siklodekstrin terdekomposisi. Pada taraf perlakuan 10 40 IU terjadi peningkatan perolehan siklodekstrin sampai akhir waktu inkubasi. Peningkatan perolehan siklodekstrin yang terjadi pada taraf perlakuan tersebut dari taraf perlakuan yang terkecil sampai terbesar masing-masing sebesar 10,4 g/l; 11,2 g/l; 11,4 g/l dan 4,1 g/l sedangkan pada taraf perlakuan 50 IU terjadi penurunan sebesar 13,0 g/l.

Perolehan siklodekstrin terbesar pada akhir inkubasi adalah pada taraf perlakuan 30 IU yaitu sebesar 42,8 g/l atau terjadi konversi substrat sebesar 85,7 %, sedangkan perolehan siklodekstrin terkecil yang terjadi pada akhir inkubasi adalah pada taraf perlakuan 50 IU sebesar 18,3 g/l atau terkonversi sebesar 36,7 % atau terjadi penurunan pe rolehan siklodekstrin sebesar 41,5 % dibandingkan perolehan pada awal reaksi (Lampiran 3 ). Berdasarkan metode Kitahata (1988) bahwa perolehan siklodekstrin dapat diketahui dengan cara pengurangan gula total dengan gula pereduksi, gula total memiliki penga ruh positif terhadap perolehan siklodekstrin. Pada menit ke-0 jumlah gula total adalah sebesar 54,8 g/l. Setelah inkubasi selama 60 menit jumlah gula total pada taraf perlakuan dari yang terkecil hingga terbesar masing- masing sebesar 65,8 g/l; 66,6 g/l; 67,1 g/l; 59,3 g/l dan 42,5 g/l. Data hasil analisis kadar gula total disajikan pada Lampiran 5 sedangkan pola perubahan kadar gula total ditampilkan pada Gambar 10. Jumlah Total Gula (g/l) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 10 20 30 40 50 60 70 Lama Reaksi (menit) 10 IU 20 IU 30 IU 40 IU 50 IU Gambar 10. Pola perubahan total gula pada berbagai tingkat konsentrasi CGTase dengan penggunaan substrat 5 % dan enzim á-amilase 0,5 % pada suhu 60 o C selama 60 menit. Gula pereduksi memiliki pengaruh negatif terhadap pembentukan siklodekstrin. Gula- gula pereduksi ini memiliki rantai kurang dari tujuh gugus

glukosa sehingga tidak dapat terjadi reaksi transglikolisasi intramolekul (siklisasi) membentuk siklodekstrin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kainuma (1998) bahwa siklodekstrin didefinisikan sebagai oligosakarida non reduksi yang berbentuk siklik. Secara umum nilai kadar gula pereduksi cenderung mengalami peningkatan selama inkubasi. Hal ini terjadi karena pada setiap proses siklisasi, maltodekstin ditransfer menjadi siklodekstrin dan gula pereduksi sehingga peningkatan jumlah siklodekstrin selalu diiringi dengan peningkatan jumlah gula pereduksi. Pada awal inkubasi, nilai kadar gula pereduksi sebesar 23,3 g/l sedangkan pada akhir waktu inkubasi, nilai kadar gula pereduksi pada taraf perlakuan dari yang terkecil hingga terbesar adalah sebesar 23,9 g/l; 23,9 g/l; 24,2 g/l; 23,7 g/l dan 24,1 g/l. Data jumlah gula pereduksi disajikan pada Lampiran 6 sedangkan pola perubahan jumlah gula pereduksi ditampilkan pada Gambar 11. Jumlah Gula Pereduksi (g/l) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 20 40 60 80 Lama Reaksi (menit) 10 IU 20 IU 30 IU 40 IU 50 IU Gambar 11. Pola perubahan gula pereduksi pada berbagai tingkat konsentrasi CGTase dengan penggunaan substrat 5 % dan enzim á-amilase 0,5 % pada suhu 60 o C selama 60 menit. Peningkatan jumlah gula pereduksi diakibatkan terjadinya reaksi disproposionasi, yaitu pemecahan maltooligosakarida menjadi maltooligosakarida baru dan gula pereduksi. Hal ini terjadi berulang-ulang

sehingga akumulasi gula pereduksi mengakibatkan jumlah gula pereduksi mengalami peningkatan. Menurut Dijkhuizen et al (2000), pada setiap reaksi siklisasi menghasilkan siklodekstrin dan gula pereduksi sehingga akan terjadi peningkatan jumlah gula pereduksi selama proses berlangsung proses pembentukan siklodekstrin. Berdasarkan data hasil analisis diperoleh konsentrasi enzim CGTase terbaik pada taraf perlakuan 30 IU selama inkubasi 40 menit. Taraf konsentrasi enzim tersebut memiliki perolehan jumlah siklodekstrin terbesar bila dibandingkan taraf perlakuan yang lain selama masa inkubasi yang sama. D. PENENTUAN KONSENTRASI SUBSTRAT TERBAIK DALAM PRODUKSI SIKLODEKSTRIN Penentuan konsentrasi substrat terbaik dilakukan dengan empat taraf perlakuan yaitu 5 %, 10 %, 15 % dan 20 % (b/v). Sebelumnya masing- masing taraf diperlakukan proses likuifikasi dilanjutkan proses siklisasi dengan konsentrasi enzim dan lama reaksi terbaik. Substrat yang digunakan pada masing-masing taraf pada awal reaksi adalah sebesar 50 g/l, 100 g/l, 150 g/l dan 200 g/l. Pada akhir reaksi, siklodekstrin yang terbentuk pada taraf terkecil hingga yang terbesar adalah sebesar 42,0 g/l; 59,0 g/l; 85,3 g/l dan 104,2 g/l. Perbedaan jumlah perolehan siklodekstrin disebabkan oleh peningkatan jumlah gula total yang dihasilkan selama inkubasi. Peningkatan jumlah gula total ini sebanding dengan peningkatan jumlah substrat yang digunakan. Gula pereduksi yang dihasilkan juga sebanding dengan peningkatan substrat. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan enzim yang digunakan selama proses berlangsung. Penggunaan enzim á-amilase sebesar 0,5 % (v/b) telah mampu memecah rantai pati sebesar 89,4 % sedangkan penggunaan enzim CGTase 30 IU telah mampu mengkonversi pati menjadi siklodekstrin sebesar 64,2 %. Data perolehan siklodekstrin pada masing- masing taraf perlakuan disajikan pada Lampiran 7 sedangkan pola perubahannya disajikan pada Gambar 12.