STRATEGI PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI DAS SUNGAI NANGKA, LOMBOK TIMUR (227A)

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

S. Code. Istiarto JTSL FT UGM 2

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

STRATEGI PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI DAS SUNGAI NANGKA, LOMBOK TIMUR (227A) Kustamar 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional Malang, Jl. Bendungan Sigura-gura No. 2, Malang Email: kustamar@yahoo.co.id ABSTRAK Pengendalian banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air. Upaya pengendalian banjir akan efektif jika diintegrasikan dengan kegiatan lainnya, yaitu: konservasi, pendayagunaan, sistem informasi, dan pemberdayaan masyarakat. Secara umum banjir merupakan suatu keluaran (output) dari hujan (input) yang mengalami proses dalam sistem lahan yang berupa luapan air yang berlebih. Pada kejadian dimana banjir disertai material hanyutan maka dikenal dengan banjir bandang. Kejadian banjir dan banjir bandang yang terjadi ahir-akhir ini di Indonesia memberikan dampak yang amat besar bagi korban baik dalam segi material maupun spiritual. Berbagai upaya pengendalian banjir dapat disusun, sesuai dengan inti permaalahannya. Banjir bandang di Sungai Nangka berupa aliran debris, dengan material berupa hasil longsor tebing di hulu DAS. Faktor penggunaan lahan dan kondisi vegetasi tutupan lahan memiliki peran paling menentukan terhadap kestabilan lereng (longsor) dan lahan (erosi permukaan). Agar efektif dan berkelanjutan, maka pengendalian banjir diusulkan berupa Konservasi Konstruktif dan Vegetatif. Konsruksi pengendali banjir debris berupa: 3 Sabo Dam dan 1 Sand Pocket. Sedangkan konservasi vegetatif berbentuk penenanaman pohon Kemiri dan Kenari di kawasan DAS yang sangat kritis. Kata kunci: banjir, konservasi, sumber daya air, Sungai Nangka 1. PENDAHULUAN Pengendalian banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air. Upaya pengendalian banjir akan efektif jika diintegrasikan dengan kegiatan lainnya, yaitu: konservasi, pendayagunaan, sistem informasi, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini terjadi karena sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya alam yang membentuk suatu sistem dalam siklus hidrologi. Pemanfaatan sumber daya dari satu mata rantai siklus tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap kondisi mata rantai berikutnya, sehingga harus direncanakan dengan cermat. Keseimbangan akan tetap terjaga manakala dalam pendayagunaan juga disertai konservasi. Proses akan berjalan efektif jika didukung dengan sistem informasi yang memadai, dan akan lebih efisien jika disertai upaya pemberdayuaan masyarakat. Secara umum banjir merupakan suatu keluaran (output) dari hujan (input) yang mengalami proses dalam sistem lahan yang berupa luapan air yang berlebih. Pada kejadian dimana banjir disertai material hanyutan maka dikenal dengan banjir bandang. Kejadian banjir dan banjir bandang yang terjadi ahir-akhir ini di Indonesia memberikan dampak yang amat besar bagi korban baik dalam segi material maupun spiritual. Dinamika perubahan cuaca yang ekstrim dan disparitas kondisi lingkungan daerah aliran sungai (DAS) telah memicu, sedangkan lemahnya upaya pemeliharaan sistem juga menjadi pemacu terjadinya banjir dan banjir bandang. Berbagai upaya pengendalian banjir dapat disusun, sesuai dengan inti permaalahannya. Pada prinsipnya, pengendalian banjir dilakukan dengan pengurangan debit yang harus dilairkan dan meningkatkan kapasitas sungai penyalurnya. Pengurangan debit dilakukan dengan membuat tampungan, baik yang di bawah maupun atas permukaan. Peningkatan kapasitas alur dilakukan dengan normalisasi sungai. Perkembangan konsep green technology dalam pengendalian banjir membawa kita untuk memaksimalkan fungsi positip alam. Pengurangan volume limpasan permukaan dengan konservasi vegetatif dipandang lebih tepat karena juga meningkatkan oksigen dan kesuburan lahan. Konservasi mekanis dalam bentuk pengaturan lereng permukaan lahan diharapkan meningkatkan efektivitas pengendalian laju erosi permukaan dan mendukung pengkondisian stabilitas lereng. Limasan permukaan dan meterial hasil erosi permukaan dan tanah longsor harus diantisipasi dengan upaya pembuatan bangunan sipil sebagai pengendali. Paduan antara konservasi vegetatif, mekanis, dan konstruktif pada umumnya sangat efektif dalam mengendalikan banjir. Kegiatan konservasi sumber daya air akan efektif jika berbasis partisipasi masyarakat. Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 171

2. IDENTIFIKASI MASALAH Pengembangan konsep Pengendalian Banjir Berbasis Konservasi Sumber Daya Air dilakukan dengan aplikasi terhadap berbagai kasus. Dalam naskah ini, dipilih aplikasi terhadap pengendalian bahaya banjir bandang di Desa Belanting Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur, yang merupakan bagian hilir dari DAS Nangka. Banjir bandang berupa aliran debris telah terjadi berulangkali, dengan tingkat ancaman yang semakin serius. Kondisi DAS Nangka sangat rentan terjadi longsoran, terutama jika terjadi hujan beruntun dan lebat dengan durasi yang lama. DAS Nangka terletak pada elevasi antara + 0,00 2.237,50. Topografi didominasi (64%) lereng dengan kemiringan Sangat Curam (> 40%). Kondisi geologi berupa sebaran batuan Breksi, Tufa dan Lava seluas 90%, sisanya berupa breksi lahar dan lava. Bagian hulu didominasi oleh Jenis Tanah Mediteran Coklat Kemerahan, bagian tengah didominasi oleh Asosiasi Latosol Coklat & Latosol Coklat Kemerahan, dan bagian hilir didominasi oleh Alluvial Coklat-Kekelabuan. Ketebalan Solum Tanah Ini pada Umumnya < 2,00 m. Penggunaan lahan berupa Hutan Lindung 74%, dan Hutan Produksi = 1%. Kondisi topografi dan geologi pada DAS Nangka tersebut mencerminkan adanya potensi longsor yang sangat tinggi, namun komposisi penggunaan lahan yang ada sudah sangat potensial untuk mengkondiskan kesimbangannya. Terjadinya banjir bandang rutin berupa aliran debris mencerminkan bahwa kondisi tutupan lahan (vegetasi) yang ada tidak dalam kondisi baik. Ketidak mampuan vegetasi tutupan lahan dalam menutupi permukaan lahan tentunya mengakibatkan terjadinya erosi permukaan, dan berangsur membentuk alur parit baru dan memperbesar yang sudah ada sehingga membenuk jurang yang semakin rentan longsor. Periksa Gambar I. Belum nampak Alur Muncul Alur baru Gambar I. Identifikasi Pembentukan Alur Sungai Baru Aliran debris pada Sungai Nangka tidak hanya menimbulkan kerusakan terhadap bangunan persungaian yang ada, juga mengancam bangunan sekolah dan perdesaan di sekitarnya. Upaya pengendalian yang telah dilakukan masih terkonsentrasi pada bagaimana menyalurkan debris dengan aman di alur sungai, dan bagaiman teknik memperbaiki bangunan persungaian agar dapat berfungsi kembali. A - 172 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

3. KAJIAN PUSTAKA Dalam upaya pengendalian sedimen atau banjir debris di aliran sungai Nangka, khususnya kawasan Desa Belanting Kecamatan Sambelia Kabupeten Lombok Timur, dari 4 studi yang dilakukan (Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I, 2006; 2007; 2008; 2012) baik yang bersifat makro maupun detail semuanya cenderung berrupa upaya teknis dalam bentuk perbaikan alur sungai dan pembangunan bangunan persungaian. Upaya non teknis yang direkomendasikan, terdapat dalam 2 studi, namun tetap dalam koridor pengelolaan sungai dengan penekanan berbasis pemberdayaan masyarakat. Jika bertolak dari permasalahan yang ada, rekomendasi tersebut dengan mudah dapat dipahami bersama mengingat rekomendasi upaya teknis tersebut jika dilaksanakan akan efektif dan berdampak signifikan dalam waktu relatif singkat. Upaya non teknis berupa pengelolaan sungai berbasis pemberdayaan masyarakat juga efektif jika dikaitkan dengan upaya pengelolaan sungai berkelanjutan, tentunya dengan orientasi jangka panjang. Mengacu pada hasil identifikasi masalah yang telah dilakukan di depan, bahwa permasalah yang sebenarnya bersumber pada kondisi tutupan lahan yang tidak mampu berfungsi dengan baik maka upaya pengendalian banjir seharusnya dimulai dari upaya pengendalian erosi permukaan di hulu DAS dengan konservasi lahan. Mengingat upaya ini dapat efektif setelah berlangsung lama, upaya upaya teknis pengelolaan sungai di atas memang harus dilakukan. Kustamar (2009) menjelaskan bahwa konservasi lahan akan evektif jika berupa perpaduan antara konservasi vegetative, mekanis, dan konstruktif. Upaya akan mudah dan berkesinambungan jika berbasis partisipasi masyarakat. Pemahaman ini patut dikaji untuk diterapkan dalam mengatasi perpasalahan tersebut di atas. 4. METODE YANG DIGUNAKAN Pengadaan data spasial, data hujan, dan referensi terkait dengan studi yang telah dilakukan, serta kondisi fisik DAS yang lokasinya sulit dijangkau dilakukan secara skunder, sedangkan dkondisi sungai dan bangunan persungaian yang ada dan mudah dijangkau dilakukan pengamatan secara langsung. Hujan dengan kala ulang tertentu diprediksi dan diuji dengan model statistik yang sering diaplikasikan dalam hidrologi. Data spasial dianalisa dan disajikan dalam format SIG, terutama terkait dengan identifikasi lokasi rawan longsor, dan analisa kesesuaian jenis tanaman. Berdasarkan masukan informasi kemiringan topografi, fisik tanah, dan hujan maka dapat dideliniasi kawasan rawan longsor. Dengan ketebalan lapisan tanah yang rawan tergelincir, selanjutnya dapat dipediksi volume debris yang rawan meluncur. Volume material debris hasil prediksi digunakan sebagai inputan dalam analisa sebaran lokasi pengendapan sedimen dan debris. Dengan tambahan inputan murfologi sungai dan data hujan, maka sebaran lokasi endapan debris dapat diprediksi dengan program bantu. Lokasi sebaran ini selanjutnya digunakan untuk inputan dalam menganalisa lokasi, jenis, dan desain bangunan pengendali yang tepat. 5. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Kodisi DAS Nangka Kondisi Fisik DAS dan Sistem Persungaian DAS Nangka terletak pada daerah administrative desa Belanting dan sebagin kecil Desa sabelia, Kecamatan Sabelia, Kabupaten Lombok Timur (Gambar 2). DAS dengan luas 32,87 Km 2, dengan hulu sungai di kaki: G. Iyasa, G. Banjer, G. Dara, G. Ongso, serta G. Pegasingan, dan bermuara di Selat Sigian. Dengan pola aliran sungai berbentuk Kisi dan Pararel. Panjang sungai utama 25,82 Km, dengan kemiringan dasar sungai 0,065. Bangunan persungaian pada Sungai Nangka ialah: 1 Sabodam, 1 Bendung, 2 Jembatan, 2 Groundsill, serta 1 Sistem pengambilan air baku untuk bersih (Gambar 3). Akibat banjir debris, telah terjadi kerusakan di beberapa bangunan persungaian dan alur sungai seperti terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Sebaran Material Debris Kondisi Eksisting Sebaran metrial debris telah dilakukan analisa dengan model dan dilakukan verifikasi dengan kondisi lapangan (Gambar 6). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa terdapat kecenderungan material akan menumpuk pada lokasi yang bertopografi peralihan dari daerah curam ke daerah datar. Lokasi tersebut sangat strategis, karena merupakan kawasan permukiman dan sekolahan, serta terdapat fasilitas umum penting lainnya. Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 173

Gambar 2. DAS Sungai Nangka Gambar 3. Lokasi Bangunan Perungaian Gambar 5.a. Kondis Aliran Air Gambar 5.b. Kondisi Peredam Energi Gambar 5. Kerusakan Peredam Energi Sabo Dam Belating Upaya Pengendalian Dengan Konservasi Konstruktif Upaya pengendalian banjir dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu konservasi konstruktif dan konservasi vegetatif. Konservasi konstruktif berupa bangunan pengendali sedimen (Sabo Dam) dan bangunan persungaian sebagai pengatur arus dan pelindung tebing (Gambar 6). Bangunan ini dapat mulai berfungsi efektif dalam waktu dekat, akan tetapi sebenarnya tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada. Konservasi vegetatif, berupa penanaman pohon berkayu keras dan bertajuk lebat, serta produktif menghasilkan buah. Dengan upayaa ini diharapkan sumber erosi dan longsor akan semakin tidak produktif. Kegiatan ini baru dapat mulai efektif berfungsi manakala telah berumur lebih dari 7 tahun. Dengan demikian, pengendalian banjir akan efektif dan tuntas jika dilakukan dengan memadukan dua metode tersebut. Dalam perencanaan upaya konservasi konstruktif dilakukan simulasi dalam 2 kondisi, yaitu: (a). Konstruksi yang dibangun berupa serangkaian bangunann Sabo Dam, dan (b). Penambahan Sand Pocket di hilir rangkaian Sabo Dam. Dimensi Sabo yang digunakan dalam simulasi ditentukan berdasarkan topografi alur sungai serta elevasi dan fungsi bangunan lainnya. Sedangkan dimensi Sand Pocketyang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut: Luas area tampungan = 115.202 m 2 ; tinggi pelimpah = 2,50 m; panjang pelimpah = 150 m; panjang tanggul 1500 m. Hasil simulasi diperlihatkan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Hasil simulai menunjukkan bahwa rangkaian sabo, yaitu: Sabo Dam Belating yang saat ini sudah ada dimabah dengan 3 buah Sabo Dam di hilirnya masih belum efektif untuk mengendalikan banjir debris. Hal ini terlihat dari hasil simulasi bahwa hingga sabo terakhir masih ada material debris yang meluap. Pada simulasi berikutnya, yaitu penambahan Sand Pocket terlihat seluruh maerial dapat ditampung. Dengan demikian, maka upaya konstruktif dapat disimpulkan cukup efektif untuk mengendalikan banjir debris. Namun perlu diingat, bahwa kondisi tersebut dengan asumsi bahwa sabo dan Sand Pocket dalam kondisi kosong. Upaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian A - 174 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

harus diorientasikan bagaimana agar daya tampung konstruksi dapat bertahan selama mungkin. Hal ini dapat diupayakan dengan dua jalan, yaitu: pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sedimen di sungai dan konservasi vegetative di hulu DAS. Gambar 6. Rencana Konservasi Konstruktif Gambar 7. Prediksi Lokasi Pengendapan Debris Dengan Adanya Banguan Sabo Dam Gambar 8. Prediksi Lokasi Pengendapan Debris Dengan Adanya Banguan Sabo Dam dan sand Pocket Upaya Pengendalian Dengan Konservasi Vegetatif Konservasi vegetatif berupa kegiatan penanaman pohon pada lokasi yang tepat dan dengan jenis tanaman yang sesuai. Lokasi penanaman dipilih berdasarkan tingkat kekritisan lahan, yang dievaluasi berdasarkan tingkat bahaya erosi. Dalam hal ini digunakan parameter: kemiringan lereng, panjang lereng, jenis tanah, penggunaan lahan dan Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 175

kondisi tutupannya, serta hujan. Hasil analisa diklasifikasi dalam kelompok: sangat kritis, kritis, agak kritis, dan normal. Pemilihan jenis tanaman diawali dengan analisa kesesuaian lahan, dan ditindak lanjuti dengan pemilihan jenis tanaman berdasarkan tinjauan: hidrologis, ekonomis, dan budaya. Dalam analisa kesesuaian lahan digunakan parameter: elevasi permukaan lahan, kondisi drainase, suhu, jenis tanah, dan jumlah hujan dalam satu tahun, serta syarat tumbuh tanaman. Hasil analisa diklasifikasi ke dalam kelompok: Sangat sesuai (S1), Sesuai dengan perbaikan ringan (S2), Sesuai dengan perbaikan berat (S3), dan tidak sesuai (T). Hasil akhir dari kegiatan ini berupa peta kesesuaian lahan, yang mana pada lokasi yang sama sangat memungkinkan terdapat banyak jenis tanaman yang sesuai, oleh karenanya maka perlu parameter lain untuk memilih jenis tanaman yang paling tepat. Hasil analisa menunjukkan di kawasan hulu DAS Nangka sesuai untuk tanaman hutan pada umumnya (Pinus, Mahoni, Jati, Sengon, dll.). Mengingat penggunaan lahan di mayoritas lahan yang harus dilakukan konservasi berupa hutan lindung dan berada tidak jauh dari permukiman penduduk, maka dipilih jenis tanaman yang sesuai untuk hutan produktif dan tidak rentan terhadap ancaman penebangan liar. Jenis tanaman yang dipilih hendaknya: memiliki akar dan batang yang kuat, tajuk yang luas dan berdaun lebat, serta tidak disukai ternak. Tanaman, juga harus lebih produktif menghasilkan buah dari pada kayu. Oleh karena hal tersebut, diusulkan untuk dipilih tanaman jenis: Kemiri, dan Kenari. 6. KESIMPULAN Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor penggunaan lahan dan kondisi vegetasi tutupan lahan memiliki peran paling menentukan terhadap kestabilan lereng (longsor) dan lahan (erosi permukaan) dalam kawasan hulu DAS Nangka. 2. Pengendalian banjir akan efektif jika dilakukan Konservasi Konstruktif dan Vegetatif. 3. Konsruksi pengendali banjir debris yang tepat adalah: 3 Sabo Dam dan 1 Sand Pocket. 4. Pohon Kemiri dan kenari merupakan jenis tamanan yang diusulkan dalam konservasi vegetatif. PUSTAKA Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I (2006). Pengendalian Debris DAS Nangka Penyusunan Master Plan Penanggulangan Sedimen dan Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Kawasan Belanting Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur. Tidak Diterbitkan....(2007). Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen Di DAS Nangka/Belanting, Tidak Diterbitkan....(2008). Detail Desain Normalisasi Alur Sungai di Kawasan Belanting Kabupaten Lombok, Tidak Diterbitkan....(2012). Pembuatan Peta Rawan Debris di DAS Nangka dan Pakendangan, Kabupaten Lombok Timur, Tidak Diterbitkan. Kustamar, Bambang Parianom, Gaguk Sukowiyono, dan Tutik Armiati. Konservasi Sumber Daya Air Berbasis Partisipasi Masyarakat Di Kota Batu Jawa Timur. Jurnal Dinamika Teknik Sipil. ISSN: 1411-8904; Vol. 10, No.2. Mei 2010, Hal. 144 149 Kustamar (2009): Konservasi Sumber Daya Air di Kabupaten Sumba Timur/ Preseding Semnas ATPW 29 Juli 2009, Hal: A-245A-252 ISBN:978-979-18342-1-6 A - 176 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013