BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan

1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis pergerakan..., Adella bachtiar, FE UI, 2010.

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

BAB I PENDAHULUAN. minyak goreng. Sebagian besar permintaan terhadap minyak goreng ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia bisnis di Indonesia,

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyeti. Abstraksi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. palm oil). Dari 1 kilogram bahan baku CPO bisa menghasilkan sedikitnya 1 liter

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

VI. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS LINGKUNGAN PERUSAHAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak Goreng adalah salah satu komoditi dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng. Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah penghasil minyak Nabati (Bahan Bakar Nabati/BBN) atau Crude Palm Oil (CPO/minyak kelapa sawit), dan memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terbesar di Indonesia.. Produksi CPO Indonesia diperuntukkan sebagai berikut : 1. Ekspor = 52 % 2. Stearin Industri = 37 % 3. Margarin Industri = 3 % 4. Soap Industri = 3 % 5. Oleochemical = 5 % Dari data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 37 % dari total produksi CPO (produksi nasional) diolah menjadi Stearin Oil sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 kapasitas produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 13.500.000 ton, artinya produksi minyak goreng nasional hanya sebesar 37 % x 13.500.000 = 4.995.000 ton.. 16

Data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara, (2007), bahwa jumlah produksi minyak goreng di Provinsi Sumatera Utara sebesar 2.115.244 ton, ( kemasan dan curah) atau 42,34 % dari produksi nasional dan kebutuhan untuk kota Medan sebesar 127.596 ton. Produksi minyak goreng di Sumatera Utara selain untuk tujuan ekspor juga di perdagangkan melalui antar pulau termasuk keluar pulau Sumatera seperti pulau Jawa, kebutuhan masyarakat berdasarkan data tahun 2005 di kota Medan sebesar 117.000 ton dengan harga /kg rata-rata Rp. 4.675,- dimana harga pada tahun berjalan sesuai dengan mekanisme pasar, tanpa ada campur tangan Pemerintah baik Pusat maupun daerah. dan dengan tingkat Inflasi sebesar 22,41 %. Sebelum masa krisis moneter tahun 1998 perdagangan minyak goreng berjalan cukup lancar dan harga di pasar relatif stabil. Hal ini karena rangsangan ekspor tidak begitu tinggi, sehingga para processor lebih memilih pemasaran lokal (dalam negeri) daripada ekspor di mana harga minyak goreng curah pada tahun itu hanya Rp. 1.700/kg,- Bila di lihat dari perkembangan harga CPO diprediksi akan merosot hingga 46 % pada tahun 2009 (Medan Bisnis, Hal.1, 18 Nov. 2008), hal ini disebabkan karena kelebihan Supply sementara Industri Biofuel yang diharapkan bisa menggenjot permintaan (Demand) justru semakin memudar. Berdasarkan laporan CLSA (Asia Fasific Markets), harga CPO pada tahun 2009 hanya mencapai 1.455 ringgit Malaysia (US $ 405) per ton dan CLSA memprediksi tahun 2010 harga CPO akan turun sebesar 32 %. Sementara harga sampai saat ini sudah mengalami penurunan 8

hingga 68 % sejak level tertingginya dicapai pada Maret 2008 sebesar 4.486 Ringgit Malaysia per ton. Di Indonesia setelah masa krisis moneter harga minyak goreng dipasar mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu mencapai harga Rp.2.925 /kg atau terjadi kenaikan 70 %, pemicu kenaikan harga disebabkan rangsangan ekspor di mana terjadi kenaikan harga di luar negeri dan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar. Kenaikan harga minyak goreng di pasar semakin tinggi terjadi pada bulan Mei tahun 1998 akibat terjadinya kerusuhan massa dan terganggunya distribusi minyak goreng. Untuk menjaga kestabilan harga dan memperlancar distribusi minyak goreng dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pemerintah mengambil beberapa langkah kebijakan sebagai berikut : 1. Melarang ekspor komoditi minyak sawit (CPO) dan turunannya (termasuk minyak goreng). 2. Mencabut kembali larangan ekspor yaitu membuka pintu ekspor komoditi minyak CPO dan turunannya termasuk minyak goreng tetapi dengan pengenaan pajak ekspor untuk komoditi minyak goreng sebesar 60 % yang pada mulanya 40 %. 3. Memberikan subsidi minyak goreng kepada masyarakat dengan harga tebus dari pabrik sebesar Rp. 3.500 /kg dan harga diterima konsumen di pasar maksimal Rp.4.000 /kg dimana pelaksanaannya diserahkan kepada koperasi pasar (Koperasi Distribusi Indonesia/ KDI). 9

4. Namun pelaksanaannya dilapangan terjadi dualisme harga minyak goreng di pasar yaitu harga yang ditetapkan pemerintah melalui operasi pasar dan harga dari supplier (distributor) minyak goreng, maka pemerintah membuat kebijakan dengan menarik kembali (mencabut) subsidi minyak goreng, sehingga KDI hanya mendapat subsidi sedikit saja, agar tidak terjadi dualisme harga pasar. Dan harga tebus saat ini adalah Rp. 4.365 /kg yang diharapkan harga sampai di konsumen paling tinggi Rp. 5.000 /kg. Kebijakan tersebut adalah dalam upaya untuk mendorong percepatan dan teraturnya penyaluran minyak goreng terutama bentuk curah kepasar sekaligus memperkokoh kemampuan KDI beserta seluruh mitra usahannya baik koperasi maupun pengecer non koperasi. Serta kebijakan ini ditempuh untuk menghilangkan dualisme harga dengan membebaskan harga jual minyak goreng oleh KDI yang disesuaikan dengan tingkat harga yang berkembang di pasar. Data detikcom 29 Maret 2008 yang disampaikan oleh Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan bahwa untuk menekan harga maka minyak goreng curah akan dikonversi ke bentuk kemasan untuk konsumsi rumah tangga, tujuannya adalah untuk menahan laju fluktuasi harga minyak goreng curah dipasaran, karena minyak goreng curah sangat rentan terhadap fluktuasi harga yang terjadi. Saat ini harga minyak goreng curah lebih berfluktuasi dibandingkan minyak goreng kemasan. Apabila diiginkan harga minyak goreng curah stabil maka salah satu instrument strukturalnya adalah dengan memperbesar porsi minyak goreng kemasan. 10

Dampak krisis ekonomi global saat ini diharapkan pemerintah daerah, maupun dunia usaha kiranya tanggap dengan melaksanakan operasi pasar minyak goreng, terutama minyak goreng curah karena merupakan kebutuhan pokok masyarakat disamping kebutuhan untuk usaha industri kecil (Indusri kreatif) seperti Industri makanan (goreng-gorengan) yang pada umumnya meggunakan minyak goreng curah karena harganya relative rendah bila dibandingkan harga minyak goreng kemasan, sehingga dapat menekan biaya produksi. Disamping itu juga perlu diperhatikan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang masih membeli minyak goreng curah secara cantingan, yaitu membeli satu gelas sehari.. Berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh Pemerintah daerah maupun Pemerintah Pusat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan minyak goreng. Berdasarkan permasalahan serta upaya-upaya Pemerintah dalam menstabilkan serta memperlancar distribusi dan mengamankan pasokan permintaan minyak goreng curah kepada konsumen maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul sebagai berikut FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN MINYAK GORENG CURAH DI KOTA MEDAN. 11

1.2. Perumusan Masalah Dari hasil pengamatan dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan serta berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah yang timbul adalah sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh harga minyak goreng curah terhadap permintaan minyak goreng curah. 2. Berapa besar pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap permintaan minyak goreng curah. 3. Berapa besar pengaruh jumlah anggota rumah tangga terhadap permintaan minyak goreng curah 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk melihat pengaruh harga minyak goreng curah terhadap permintaan minyak goreng curah 2. Untuk melihat pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap permintaan minyak goreng curah. 3. Untuk melihat pengaruh jumlah anggota rumah tangga terhadap permintaan minyak goreng curah 12

1.4. Manfaat Penelitian Dengan selesainya penelitian ini diharapkan hasilnya mampu memberikan kontribusi dan sekaligus memberi manfaat, pertama sebagai sumbangan konseptual, dan manfaat kedua sebagai sumbangan praktis yaitu : 1. Menambah wawasan dan Ilmu pengetahuan peneliti yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak goreng curah 2. Memberi masukan kepada Pemerintah dalam melakukan perencanaan. 3. Sebagai bahan acuan untuk peneliti berikutnya terutama yang berminat untuk meneliti mengenai sektor produksi CPO serta produk turunannya. 13