BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

Konsepsi Ideal Kemanusiaan

KODE ETIK GURU INDONESIA

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

KODE ETIK GURU INDONESIA PEMBUKAAN

KODE ETIK PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

Bagian Tiga Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5

BAB I PENDAHULUAN. guru, siswa, orang tua, pengelola sekolah bahkan menjadi tujuan pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

Kamis, 29 November 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Nurpratiwi, 2013

DOKUMEN JURUSAN ETIKA DOSEN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO

KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

A. LATAR BELAKANG MASALAH

harapan masyarakat. Keluhan-keluhan dalam berbagai bidang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat,

KODE ETIK GURU INDONESIA. Drs. H. Asep Herry Hernawan, M.Pd. Laksmi Dewi, M.Pd.

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

OKYENDRA PUTRI BESTARI, 2015 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU DI SMK SWASTA SE-KECAMATAN CIMAHI UTARA

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini mengenai hubungan antara variabel Kecerdasan Spiritual,

RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG. Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

Siaran Pers Kemendikbud: Hardiknas 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas Selasa, 02 Mei 2017

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

Sejarah pendidikan Indonesia 1. Dyah Kumalasari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fitri Indriyani, 2013

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran dan pendidikan agama dari guru Pendidikan Agama Islam.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang paripurna, sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada

PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN

Implementasi Pengelolaan dan Sistem Perkuliahan di IAIN SU untuk Menciptakan Mahasiswa yang Bertaqwa, Intelektual, dan Profesional

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

I. PENDAHULUAN. mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu, karena memang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PENGASUH INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kebudayaan R.I. Fuad Hasan berpendapat bahwa, "Sebaik apapun kurikulum jika

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada kehidupan sekarang ini, semua

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I. Pengantar. tujuan untuk mengetahui hubungan dari budaya kerja terhadap kinerja dosen

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

Standar Proses Pembelajaran. Standar Isi. Lulusan. Peserta didik. Lingkungan. Standar Pembiayaan. Standar Sar. & Pras.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

BAB I PENDAHULUAN. ekstra, baik ditinjau dari segi kebijakan pemerintah maupun persoalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bangsa yang memiliki karakter tangguh lazimnya tumbuh berkembang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG STATUTA INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

PERATURAN KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA BESAR MAHASISWA

BAB VI PENUTUP. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai A) Kesimpulan; B) Implikasi; dan C) Saran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

Transkripsi:

187 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan 5.1.1 Simpulan Umum Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang sudah disajikan pada bab sebelumnya, dapat diajukan empat kesimpulan berikut : 1) Gambaran Umum Profil IPDN mencerminkan bahwa lembaga pendidikan tinggi IPDN adalah lembaga pendidikan yang berkarakter. Hal ini ditunjukkan dari temuan peneliti terhadap sejarah IPDN, Visi misi, lambang dan sistem pendidikannya yang syarat dengan kandungan nilai karakter. Falsafah pendidikan pemerintahan yang memberikan gambaran jelas tentang postur pemimpin pemerintahan yang memiliki sikap, mental dan perilaku sebagai seorang pamong yang bertakwa, adil dan bijak sebagai landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.tujuan pendidikan diarahkan untuk mencetak kader-kader pimpinan di masa depan yang berkarakter baik, tangguh, ulet, jujur, berjiwa negarawan dan berwawasan kebangsaan sehingga terwujudnya Good governance. Sistem pendidikan di IPDN yang bertumpu pada tiga dimensi secara utuh yaitu intelektual, keterampilan dan perilaku, dari ketiga dimensi tersebut dimensi perilaku memiliki dinamika yang spesifik melalui pengasuhan karena tidak banyak lembaga pendidikan yang mengelolanya secara eksplisit, dalam artian dimasukkan dalam bagian kurikulum dan dilaksanakan dalam program yang nyata dan sangat mendukung untuk pembentukan manusia seutuhnya. Orientasi tugas mereka sebagai kader pemerintahan adalah pengabdi pada kemanfaatan dan kesejahteraan bagi masyarakat, hal ini tercermin dalam filosofi lambang IPDN.

188 2) Konstruksi konsep manusia utuh dari pola pendidikan karakter melalui pengasuhan a. Berdasarkan metode pengasuhan siliasih, siliasah dan siliasuh (silas), dapat dibangun konsep keutuhan dalam keterkaitan ruang yaitu ruang alami, ruang hayati dan ruang insani. Manusia berada di ruang yang sama yaitu alam untuk saling mengasihi bukan saja dengan manusia tetapi juga dengan binatang, tumbuhan dan lingkungannya, maka disebut dengan keterkaitan alami atau keterkaitan ekosistem (siliasih). Dalam alam ada kehidupan (hayati), dan dalam kehidupan harus saling mendukung untuk mengembangkan keanekaragaman dan identik dengan prinsip kebebasan, maka disebut dengan keterkaitan hayati atau keterkaitan kehidupan (siliasah). Sedangkan siliasuh adalah terkait dengan insani (manusia) untuk saling membimbing agar saling memperoleh manfaat atau keuntungan sehingga tercapai Siliwangi (saling mewangikan) yaitu tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan. b. Tahapan pengasuhan merupakan upaya sadar untuk menanamkan, menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas dan pencerahan pemikiran untuk mewujudkan kedewasaan praja yang mempunyai keseimbangan intelektual, kesemaptaan, kecerdasan emosional dan spiritual sebagai kader pemerintahan profesional yang memiliki tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan dalam empat tahap yang diterapkan pada setiap jenjang/tingkatan. Tujuan utama dari tahapan pengasuhan tersebut adalah terbangunnya karakter praja yang dewasa dalam berpikir, bertindak, bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar moral yang menunjukkan karakter dan jatidiri praja, sehingga setelah selesai pendidikan empat tahun di IPDN menjadi alumni akan kelihatan jatidiri sebagai seorang pamongpraja yang memiliki kualitas diri yang siap menjadi kader pemimpin masa depan bangsa.

189 c. Tahapan pengasuhan diselaraskan dengan konsep Ki Hajar Dewantoro yaitu Tut Wuri Handayani, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, sehingga dapat dikonstruksi konsep baru yaitu keutuhan dalam keterkaitan waktu. Pada tingkat satu sampai tingkat dua praja diberi tuntunan (tut wuri handayani yaitu dibelakang diberi semangat dan dorongan). Tingkat dua sampai tingkat tiga praja sudah punya karsa (Ing Madyo Mangun Karso yaitu ditengah membangun prakarsa dan bekerjasama. Tingkat tiga akhir sampai tingkat empat harus menjadi tauladan (Ing Ngarso Suntulodo di depan memberi contoh tauladan). d. Konstruksi konsep waktu dalam tahapan pembinaan karakter praja perspektif konsep Sanusi dapat diilustrasikan sebagai berikut yaitu pada tingkat satu (tahap penanaman) adalah menemukan gaya, setelah tingkat dua (tahap penumbuhan) terjadilah laga, di tingkat tiga (tahap perkembangan) terbentuknya karakter, kemudian di tingkat empat menjadi kepribadian. Setelah menjadi alumni harus sudah menemukan jatidiri menjadi manusia yang seutuhnya, manusia yang paripurna, manusia yang berakhlak mulia, insan kamil yang siap menyebar ke seluruh pelosok nusantara, dapat memberi warna pada semua dan memberi manfaat pada dunia, dalam mengemban tugas pemerintahan sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. e. Sejumlah nilai yang dikembangkan dengan membangun sinergisitas antarelemen dalam proses pengasuhan tersebut meliputi nilai yang dikembangkan dalam kurikulum pengasuhan yaitu religiusitas (taat beribadah, toleransi, dan kejujuran), kepedulian sosial (kepekaan sosial, adaptasi, dan tanggungjawab), kesopanan (etika pribadi dan etika sosial), cara berpenampilan (sikap, kebersihan pribadi, kebersihan lingkungan, dan kemampuan komunikasi), kepemimpinan (pemotivasian, keteladanan, pengambilan keputusan, dan beroganisasi), kedisiplinan (aktualisasi diri, ketaatan pada aturan, mawas diri, dan kemandirian). Nilai-nilai tersebut

190 menjadi fokus pengembangan menuju terbangunnya nilai kemanusiaan praja seutuhnya. Untuk memperoleh nilai-nilai yang dikembangkan dalam kurikulum pengasuhan tersebut teraktualisasikan melalui aktivitas pengasuhan. f. Peraturan kehidupan praja di kampus IPDN adalah untuk membentuk perilaku kepamongan sebagai kader pemerintahan yang terampil meliputi penanaman nilai-nilai etika, pengembangan potensi diri, serta peningkatan kedisiplinan dari segala aktivitas sehari-hari praja. Kedisiplinan sebagai fokus pengembangan karakter Praja IPDN dilakukan dengan memberlakukan peraturan tentang hak dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh Praja dalam kesehariannya. Termasuk ketentuan tentang jenis-jenis pelanggaran dari mulai pelanggaran ringan, sedang dan pelanggaran berat. Dimana setiap pelanggaran mempunyai sanksi masingmasing yang disesuaikan dengan perbuatannya. g. Petadupra selain mengatur tentang pelanggaran dan sangsi, juga mengatur tentang hak dan kewajiban praja selama menempuh pendidikan empat tahun di IPDN. Kewajiban dan hak serta sangsi dan jenis pelanggaran adalah merupakan perwujudan dari realisasi aktivitas sehari-hari praja. Setiap praja mempunyai kewajiban yang sama dan akan memperoleh hak yang sama pula, jika praja melanggar ketentuan atau melalaikan kewajiban berarti telah melakukan pelanggaran maka praja akan diberi sangsi sesuai dengan jenis pelanggarannya.tujuan dari Petadupra adalah untuk mendisiplinkan aktivitas dan perilaku praja agar terbiasa untuk menepati kebaikan sesuai ketentuan yang berlaku. 3) Konstruksi konsep manusia utuh dari aktivitas pendidikan karakter melalui pengasuhan peneliti namakan dengan : a. konsep manusia utuh terkait fenomena, yaitu fenomena fisik yang alamiah berupa upaya dan fenomena nilai yang ilahiyah adalah hasilnya berupa nilai/karakter.

191 b. Pembentukan karakter praja seutuhnya melalui pendidikan karakter dari aktivitas pengasuhan, pada dasarnya adalah penanaman nilai disiplin sebagai nilai inti. Penanaman nilai disiplin ini erat kaitannya dengan penumbuhkembangan nilai ketakwaan, etika, komunikasi, nalar dan badaniah/fisik. c. hubungan kelima unsur nilai, dimana secara alami kemanusiaan ditunjukkan oleh fisik kebadanannya, yaitu tubuh yang hidup. Badan yang hidup ini khas dan berbeda dari makhluk hidup lainnya (baik binatang maupun tumbuhan) karena mampu tumbuh dan membangun penalarannya (baik rasional maupun emosional). Dengan kehidupan yang bernalar manusia tidak mengisolasi diri menjadi individual atau menyendiri, melainkan mampu berkomunikasi dengan sesama dan lingkungannya (alam, kehidupan dan kemanusiaan). Masyarakat manusia ini lalu mampu membangun tatakrama pergaulannya dengan etika peradabannya, yang akhirnya mampu menempatkan keberadaan manusia pada posisi paling terhormat dalam lingkungannya menjadi rahmatan lil alamin. Demikianlah kesadaran khalifutullah fil ardhi akhirnya dapat dicapai karena manusia mampu membangun ketakwaan kepada Allah Maha Pencipta. 4) Konstruksi konsep manusia utuh dari nilai-nilai yang terbentuk melalui pengasuhan dalam skala individu dan skala komunitas serta dalam bobot nilai. a. Nilai skala individu yang terbentuk secara keseluruhan akan mencerminkan nilai skala komunitas. b. Pembobotan dilakukan karena unsur-unsur sudah teridentifikasi, urutan unsur-unsur sudah sesuai dan fenomena kemanusiaannya sudah diikuti, namun masih perlu diperhatikan keseksamaannya dengan melakukan pembobotan upaya dan nilai.

192 c. Berdasarkan pembobotan yang dilakukan akuntabilitas fisik sangat menentukan yaitu 63 % berupa kenyataan upaya sementara nilai semangatnya hanya 1 % dari nilai keutuhan. Untuk penalaran memiliki bobot upaya 22 % dan peluang nilai manfaat yang ingin dicapai adalah 3 % dari nilai kemanusiaan. Alokasi investasi untuk membangun upaya komunikasi dengan bobot 10 % dan memperoleh peluang nilai kemanusiaan yang juga 10 % yang diberikan agar mampu berintegrasi dalam persaudaraan, pergaulan dan kerjasama. Alokasi investasi sebesar 3 % diberikan untuk membangun upaya etika sehingga memperoleh manfaat nilai 22 %. Selanjutnya alokasi investasi untuk upaya dengan bobot sebesar 1 % diberikan untuk mampu memperoleh ketakwaan namun memperoleh manfaat nilai yang tertinggi dibanding unsur-unsur kemanusian lainnya yaitu 63 %. d. Bobot upaya besarannya mulai dari yang tertinggi persentasenya sampai yang terendah berbanding terbalik dengan bobot nilai yang persentasenya mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. 5.1.2 Simpulan Khusus Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan khusus yang berupa dalil-dalil sebagai berikut : 1. Keberhsilan pembentukan manusia seutuhnya melalui pendidikan karakter berbasis pengasuhan tergantung kepada metode dan tahapan pengasuhan yang berdimensi ruang dan waktu. - Dimensi waktu yaitu berupa tahapan perkembangan dari muda sampai wasana dengan mengikuti falsafah Ki Hajar Dewantara yaitu dari Tut wuri handayani mengikuti dari belakang, ing madyo mangun karso membuat karsa, ing ngarso suntulodo di depan menjadi tauladan). - Dimensi Ruang yaitu keutuhan secara alamiah dari siliasih, hayati dari siliasah, dan insani dari siliasuh.

193 2. Terbentuknya manusia utuh dari pendidikan karakter melalui pengasuhan tergantung pada dua fenomena yaitu fenomena alamiah (upaya fisik) dan ilahiyah (nilai manfaat). 3. Aktivitas pendidikan karakter melalui pengasuhan mencakup lima unsur utuh yaitu takwa, etika, komunikasi, nalar dan badan. 4. Aktifitas pendidikan karakter melalui pengasuhan berdampak terhadap pembentukan nilai karakter utuh untuk skala individu dan skala komunitas serta skala kebangsaan. 5. Karakteristik manusia utuh mengandung bobot nilai untuk memperoleh keseksamaan yang dibangun berdasarkan upaya dan manfaat. - Upaya untuk badan/fisik 63 % memberi manfaat nilai kemanusiaan 1% - Upaya untuk penalaran 22% memberi manfaat nilai kemanusiaan 3 %. - Upaya untuk komunikasi 10 % memberi manfaat nilai kemanusiaan 10 %. - Upaya untuk etika 3 % memberi manfaat nilai kemanusiaan 22 %. - Upaya untuk takwa 1 % memberi manfaat nilai kemanusiaan 63 %. Sebaliknya : - Ketidaktakwaan akan menutup 63 % nilai kemanusiaan. - Ketidakberadaban atau kebiadaban atau hilangnya rujukan etika akan menghilangkan lagi 22% nilai kemanusiaan. - Ketidakmampuan berkomunikasi atau tidak bersosialisasi akan menghapus lagi 10 % peluang nilai kemanusiaan. - Ketidakmampuan menalar atau ketidakmampuan menggunakan akalnya atau tidak waras akan menghilangkan lagi 3 % peluang nilai kemanusiaan. Sehingga manusia tinggal memiliki 1 % peluang nilai kemanusiaan yaitu fisik kebadanannya saja. 5.2. Implikasi Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan, berikut peneliti sajikan implikasi dari penelitian, sebagai berikut :

194 1. Dari hasil penelitian tentang pola pengasuhan berupa metode dan tahapan pengasuhan dapat dikonstruksi konsep manusia utuh dalam keterkaitan ruang ( metode) dan waktu (tahapan). Oleh karena itu, bila lembaga pendidikan ingin membentuk manusia seutuhnya, hendaknya melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan konsep utuh terkait waktu dan ruang tersebut. Ini dilakukan sebagai kebijakan penyelenggara dan pelaksanaan pendidikkan karakter. 2. Dari hasil analisis terhadap aktivitas pendidikan karakter melalui pengasuhan ternyata dapat dikonstruksi dua fenomena yaitu fenomena alamiah (upaya fisik) dan fenomena ilahiyah (nilai manfaat). Karenanya jika lembaga pendidikan berkeinginan untuk membentuk manusia seutuhnya, maka akan mengalami dua fenomena tersebut dan selayaknya diperhatikan secara seksama agar terbentuknya nilai karakter yang bermanfaat. Selain itu, dapat pula dikonstruksi lima unsur manusia utuh dari aktivitas pengasuhan, Kenyataan ini memberikan gambaran dan dasar bagi penyelenggara dan pembina pengasuhan pada lembaga pendidikan khususnya untuk merumuskan kebijakan strategis dalam aspek aktivitas pengasuhan yang memenuhi lima unsur manusia utuh. 3. Dari hasil analisis dampak pengasuhan terhadap pembentukan nilai ternyata dapat dikonstruk nilai karakter yang terbentuk yaitu dalam skala individu dan skala komunitas (institusi). Oleh karena itu, jika kebijakan lembaga pendidikan membentuk karakter individu-individu secara utuh maka secara tidak langsung akan mencerminkan karakter komunitasnya berupa keprofesionalannya. 4. Setelah dilakukan pembinaan melalui pengasuhan sesuai metode dan tahapan secara utuh, serta fenomena dan unsur-unsur keutuhan pun sudah diikuti, ternyata belum memberikan efek langsung yang optimal terhadap pembentukan manusia seutuhnya. Kenyataan ini memberikan gambaran dan

195 dasar bagi penyelenggara dan pelaksana pengasuhan untuk memperhatikan bobot nilai agar tercapainya keseksamaan. 5.3. Rekomendasi Berdasarkan temuan dan pembahasan, penulis mengajukan beberapa rekomendasi yang ditujukan untuk : peserta didik, pendidik, lembaga IPDN, lembaga pendidikan lainnya, bagi peneliti berikutnya dan pengambil kebijakan. 1. Bagi peserta didik dan pendidik Pada setiap aktivitas yang dilakukan peserta didik dan yang dilakukan oleh pendidik hendaknya didasarkan kepada konsep yang telah di formulasikan tersebut diatas secara seksama. 2. Bagi IPDN, hendaknya dapat menyempurnakan konsep pengasuhannya sesuai konsep baru yang dikemukakan diatas dan mampu mengimplementasikannya secara seksama. 3. Bagi lembaga pendidikan lainnya, hasil penelitian ini memberikan masukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter dengan pendekatan pengasuhan terutama bagi lembaga pendidikan yang sudah berasrama agar lebih mudah membentuk karakter keprofesiannya. Bagi lembaga pendidikan yang belum berasrama seperti UPI, disarankan untuk membuat asrama lengkap dengan sistem pengasuhannya agar lebih optimal dalam membentuk karakter profesional keguruannya. bahkan untuk lembaga pemasyarakatan dan DPR hendaknya menggunakan konsep baru diatas agar tidak terjadi lagi tawuran dan percekcokan dalam komunitasnya. 4. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pendidikan karakter berbasis pengasuhan, baik di jenjang persekolahan, di universitas, maupun di masyarakat, agar diperoleh perbandingan untuk menambah khasanah keilmuan pendidikan umum sebagai wahana pendidikan watak dan kepribadian bangsa. Dimungkinkan masih bisa ditemukan nilai-nilai karakter lain dan konsep dalam bentuk lain yang belum tergali dari penelitian ini, untuk itu diharapkan ada

196 peneliti lain yang mengkajinya lebih lanjut. Penelitian ini lebih banyak menemukan data dari sisi peserta didik yang diasuh, untuk melengkapi kajian ini dapat dilakukan penelitian dari sisi gaya pengasuh dalam mengasuh serta pengaruhnya terhadap karakter peserta didik. Dapat juga dilakukan kajian verifikasi atau komparasi terhadap teori yang baru peneliti rumuskan tersebut, sebagai langkah pembuktian untuk penguatan atau untuk melengkapi dan bisa juga untuk menolaknya. 5. Bagi pengambil keputusan/kebijakan pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam mengambil kebijakan pendidikan baik ditingkat pusat maupun daerah dan di tingkat satuan pendidikan sehingga ada umpan balik (feedback).

197