SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

dokumen-dokumen yang mirip
Penelitian Desain (Design Research) halaman 1

Penelitian Desain. Hongki Julie Yogyakarta, 18 April 2017

KARAKTERISTIK INTERTWINING DALAM PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB II KAJIAN TEORITIS

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

Utami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

KAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

P 30 PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL MELALUI PERMAINAN RODA DESIMAL

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

P 36 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) BERBASIS BUDAYA CERITA RAKYAT MELAYU RIAU

1

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) SEBAGAI BASIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

LINTASAN BELAJAR UNTUK MEMBELAJARKAN MATERI SISTEM PERSAMAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DENGAN DENGAN PENDEKATAN PMR UNTUK SISWA KELAS VIII

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

MEMBANDINGKAN BILANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN FRACTION CIRCLE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA

Memfasilitasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna

PEMANFAATAN BUDAYA TRADISIONAL UNTUK MEMBANTU KEGIATAN INVESTIGASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

Nawal Ika Susanti Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) Banyuwangi Miftachul Fauzi. Abstrak

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

PERMAINAN ANAK UNTUK MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENUKARAN UANG DI KOPERASI SEKOLAH Oleh:

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC

BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU

Pemanfaatan Lego pada Pembelajaran Pola Bilangan

MENEMUKAN RUMUS LUAS LAYANG - LAYANG MELALUI KONTEKS PERMAINAN LAYANG - LAYANG Oleh:

DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD (STUDI PADA SD INPRES 6/75 KADING)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Oleh Teguh Eko Prasetyo NIM

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

Desain Pembelajaran Operasi Bilangan Rasional Menggunakan Pola Busana Di Kelas X SMK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

DESAIN PEMBELAJARAN HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG BUSUR, DAN LUAS JURING LINGKARAN MENGGUNAKAN PEMODELAN MARTABAK

INTI DASAR DASAR PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Desimal melalui Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di MIN Tungkop Aceh Besar

PENGEMBANGAN MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAGI MAHASISWA PRODI PGSD FKIP UNS KAMPUS KEBUMEN

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

Pengembangan Alur Belajar Pecahan Berbasis Realistic Mathematics Education

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

P 19 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Teori Peluang Berbasis RME Untuk Meningkatkan Pemahaman, Penalaran, Dan Komunikasi Matematik Siswa SLTA

MINIMARKET GURU UNTUK BELAJAR PENGURANGAN Oleh:

PERMAINAN TEPUK BERGILIR YANG BERORIENTASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KONSEP KPK SISWA KELAS IV A DI SD N 21 PALEMBANG

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

DESIGN RESEARCH: KONSEP NILAI TEMPAT PADA OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL DI KELAS V SEKOLAH DASAR

Diana Ayu Putri: Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 1

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN RENDANG

EKSPERIMENTASI PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PECAHAN ANAK TUNANETRA KELAS VI

Jurnal MITSU Media Informasi Teknik Sipil UNIJA Volume 3, No. 1, April ISSN :

Transkripsi:

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma, Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma, Staf pengajar di Universitas Negeri Surabaya E-mail: hongkijulie@yahoo.co.id ABSTRAK: Ada 4 pertanyaan yang akan dicoba untuk dijawab dalam makalah ini, yaitu (1) apa konteks yang dapat dipergunakan untuk mengenalkan bilangan bulat negatif?, (2) bagaimana menggunakan konteks tersebut untuk membuat siswa mengkonstruksi pemahaman tentang bilangan bulat negatif?(3) bagaimana menggunakan konteks tersebut sedimikan hingga siswa juga dapat mengkonstruksi tentang (a) membandingkan dua bilangan bulat, (b) mengurutkan beberapa bilangan bulat, dan (c) menjumlahkan dan mengurangkan dua bilangan bulat, dan (4) apa dampak revisi proses pembelajaran siklus pertama yang dirancang oleh peneliti terhadap proses konstruksi pengetahuan siswa? Pendekatan pembelajaran yang dipergunakan oleh peneliti di dalam merancang proses pembelajaran bilangan bulat adalah pendekatan matematika realistik. Rancangan pembelajaran yang dibuat oleh peneliti adalah untuk siswa kelas IV SD. Ada tiga prinsip utama dalam pendekatan matematika realistik, yaitu (1) Penemuan kembali secara terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematizing), (2) fenomenologi didaktis (didactical phenomenology), dan (3) mengembangkan modelmodel sendiri (self-developed models).jenis penelitian yang dipergunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (design research). Menurut Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), karakteristik penelitian pengembangan adalah (1) intervensionis, (2) iteratif, (3) berorientasi pada proses, (4) Berorientasi pada kegunaan, dan (5) berorientasi pada teori. Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006) ada 3 fase dalam penelitian pengembangan, yaitu (1) persiapan uji coba desain, (2) uji coba desain, dan (3) analisis retrospektif. Hasil yang disajikan dalam makalah ini adalah hasil yang diperoleh oleh peneliti pada siklus kedua dari 2 siklus yang direncanakan oleh peneliti. Kata Kunci: bilangan bulat, pendekatan matematika realistik, dan penelitian pengembangan. Pada siklus pertama, peneliti mengembangkan konteks permainan lempar dadu untuk mengenalkan bilangan bulat negatif. Selain itu, ada hal lain yang dapat dipelajari oleh siswa setelah siswa melakukan proses permainan lempar dadu, yaitu (1) jika ada 2 bilangan bulat yang berbeda, maka siswa dapat menentukan bilangan bulat manakah yang lebih besar atau lebih kecil, (2) mengurutkan beberapa bilangan bulat dari yang terkecil atau yang terbesar, (3) menentukan hasil penjumlahan 2 bilangan bulat jika (a) bilangan bulat yang ditambah dan penambahnya adalah bilangan bulat positif, (b) bilangan bulat yang ditambah negatif dan penambahnya adalah bilangan bulat positif, dan (4) menentukan hasil pengurangan 2 bilangan bulat (a) jika bilangan bulat yang dikurangi dan pengurangnya adalah 77

Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 78 bilangan bulat positif, (b) bilangan bulat yang dikurangi negatif dan pengurangnya adalah bilangan bulat positif. Dari siklus pertama proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti ditemukan hasil bahwa siswa masih mengalami kesulitan ketika harus menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari 2 bilangan bulat negatif, dan mengurutkan beberapa bilangan negatif. Karena itu, untuk siklus kedua, pada saat siswa menjelaskan hasil permainan lempar dadu, guru diminta membuat beberapa soal tentang menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari dua bilangan bulat negatif, dan mengurutkan beberapa bilangan bulat negatif yang diambil dari hasil yang diperoleh kelompok tersebut. Selain itu dari siklus pertama proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti juga ditemukan hasil bahwa proses abstraksi siswa terhadap proses penjumlahan dan pengurangan menggunakan garis bilangan, khususnya yang melibatkan bilangan bulat negatif masih belum terjadi. Dalam menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan, siswa masih dimungkinkan membilang satu demi satu ketika melakukan proses penjumlahan, dan pengurangan. Karena hasil dari proses penjumlahan, dan pengurangan yang dilakukan di garis bilangan yang tersedia rentangnya belum terlalu lebar, sehingga proses penggambarannya masih dapat dilakukan oleh siswa dengan membilang satu demi satu. Strategi ini tidak dapat dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan, dan pengurangan yang rentang bilangan yang dijumlahkan datau dikurangkan cukup jauh. Jadi, penulis dapat mengatakan bahwa masih ada jurang yang belum dijembatani dalam proses abstraksi siswa dalam proses menjumlahkan, dan mengurangkan yang melibatkan bilangan bulat negatif. Penulis perlu menambahkan beberapa aktivitas lagi dalam proses pembelajaran yang dapat membantu siswa melakukan proses abstraksi dari strategi yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan. PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Pendidikan Matematika Realistik (PMR) pada awalnya dikembangkan oleh Hans Freudenthal di Belanda sekitar 40 tahun yang lalu. PMR masih dikembangkan di Belanda hingga saat ini oleh Freudenthal Institute. Filosofi dasar dari PMR adalah matematika sebagai aktivitas manusia, artinya matematika dalam pembelajaran dihubungkan dengan matematika sebagai suatu kegiatan manusia (Freudenthal, 1971, 1973 dalam Gravemeijer, 1994). Dengan kata lain, belajar matematika seharusnya dapat membuat siswa berpandangan bahwa matematika ada di dalam kegiatan manusia dan dapat digunakan dalam kehidupan nyata yang dijalani oleh manusia. Ada tiga prinsip utama di dalam PMR (Gravemeijer, 1994), yaitu: 1. Penemuan kembali secara terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematizing); 2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology); 3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed models); Treffers (1987 dalam Gravemeijer, 1994) merekonstruksi suatu domain dari dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Treffers berhasil menyusun lima karakteristik dari matematisasi progresif yang ia padukan dengan prinsip penemuan kembali. Matematisasi progresif dapat dilekatkan dengan teori Van Hiele (1973, 1985 dalam

79, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 Gravemeijer, 1994) dan fenomenologi didaktis yang dikembangkan oleh Freudenthal (1983 dalam Gravemeijer, 1994). Menurut Traffers (1987 dalam Gravemeijer, 1994) proses matematisasi progresif dapat dikarakaterisasi oleh lima karakter berikut: 1. Eksplorasi fenomenologis Sejalan dengan ide Freudenthal tentang fenomenologi didaktis, penekanan terletak pada eksplorasi fenomenologi. Mulai dengan fenomena-fenomena, kemudian fenomenafenomena tersebut diorganisasikan. 2. Menggunakan instrumen-instrumen vertikal Perhatian yang besar diberikan untuk model-model lebih dari pada memberikan kebenaran. Model-model situasi dan skema dimunculkan dari aktivitas penyelesaian masalah dan sesudah itu dapat membantu untuk menjembatani jurang antara level intuitif dan level sistematis. 3. Kontribusi siswa Elemen konstruktif tampak dalam kontribusi yang banyak dalam pengajaran yang berasal dari konstruksikonstruksi yang dibuat oleh siswa dan hasil-hasil yang dicapai oleh siswa. 4. Interaktivitas Proses negosiasi, intervensi, diskusi, kerja sama, dan evaluasi yang eksplisit adalah elemen-elemen yang mendasar dalam suatu proses pembelajaran yang konstruktif, dimana dalam proses pembelajaran tersebut, metode-metode informal dari siswa dipergunakan sebagai pengungkit untuk mencapai level formal. 5. Jalinan (intertwining) Pendekatan holistik, yang memasukkan aplikasi-aplikasi, menyatakan secara tidak langsung bahwa rangkaian pembelajaran tidak dapat diperlakukan sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh terpisah, sebaliknya, rangkaian pembelajaran harus diperlakukan sebagai suatu jalinan yang terkait satu sama lain. PENELITIAN PENGEMBANGAN Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006) ada 3 fase dalam penelitian pengembangan, yaitu 1. Fase pertama: persiapan uji coba desain Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), persiapan untuk uji coba desain dimulai dengan mengklarifikasi tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh siswa setelah mereka belajar matematika (endpoints). Setelah selesai menetapkan tujuan yang akan dicapai siswa, peneliti kemudian harus menentukan titik-titik awal pembelajaran (starting points). Sesudah tujuan yang akan dicapai siswa dan titik-titik awal pembelajaran selesai diformulasikan, maka tugas selanjutnya dari peneliti adalah memformulasikan dugaan teori pembelajaran lokal (a conjecturer local instruction theory) dari desain yang akan diujicobakan. Teori pembelajaran lokal berisi: dugaan bagaimana proses pembelajaran akan terjadi, dugaan aktivitas pembelajaran yang produktif, budaya kelas yang diimpikan, dugaan bagaimana guru dapat berperan secara proaktif dalam pembelajaran, dan dugaan bagaimana siswa berpikir dalam proses pembelajaran tersebut. 2. Fase Kedua: uji coba desain Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), tujuan dari uji coba desain adalah menguji dan meningkatkan dugaan teori pembelajaran lokal (a conjecture local instruction theory) yang sudah dikembangkan pada fase pertama,

Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 80 serta mengembangkan pemahaman bagaimana desain tersebut bekerja. Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), kunci dari proses pengujian, peningkatan, dan pemahaman adalah proses siklik yang terintegrasi dari desain dan proses analisis. Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), jantung dari penelitian pengembangan terletak pada proses siklik dari proses pembuatan/ pembuatan ulang desain dan menguji aktivitas pembelajaran dan aspek-aspek lain yang ada dalam desain. Dalam setiap siklus, tim peneliti membuat suatu eksperimen dalam pikiran yang bersifat antisipatif (an anticipatory thought expe riment) dengan membayangkan bagaimana aktivitas pembelajaran yang diusulkan dapat direalisasikan dalam interaksi di dalam kelas, dan apa yang siswa pelajari setelah berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran yang dirancang oleh peneliti. Selama pembuatan aktivitas pembelajaran di dalam kelas dan dalam peninjauan kembali, peneliti mencoba untuk menganalisis proses aktual partisipasi dan belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis ini, peneliti membuat keputusan tentang kevalidan dugaan teori pembelajaran lokal yang diwujudkan dalam aktivitas pembelajaran, pembentukan norma-norma tertentu, dan revisi aspek-aspek tertentu dari desain. Uji coba desain terdiri atas proses-proses siklik dari eksperimen dalam pikiran (thought experiment) dan eksperimen pembelajaran (instruction experiment). Proses siklik dari eksperimen dalam pikiran (thought experiment) dan eksperimen pembelajaran (instruction experiment) digambarkan oleh Freudenthal (1991 dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006) seperti tampak dalam gambar 1. Gambar 1 Penelitian pengembangan, suatu akumulasi proses-proses siklik (Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006, 25) 3. Fase ketiga : analisis retrospektif Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), tujuan dari analisis retrospektif tergantung pada tujuan secara teori penelitian pengembangan dilakukan. Lebih lanjut diutarakan bahwa salah satu dari tujuan utama diadakan analisis retrospektif adalah untuk mengembangkan teori pembelajaran lokal (local instruction theory). Meskipun adanya perbedaanperbedaan dalam tujuan secara teori dilakukannya penelitian pengembangan direfleksikan dalam perbedaan-perbedaan analisis retrospektif, tetapi bentuk analisis perlu meliputi suatu proses iteratif yang menganalisis sekumpulan data yang masuk. HASIL DAN PEMBAHASAN Fase 1 Siklus II Tujuan yang ingin dicapai dari desain yang dibuat peneliti adalah (1) mengenalkan bilangan bulat negatif, (2) jika ada 2 bilangan bulat yang berbeda, maka siswa dapat menentukan bilangan bulat manakah yang lebih besar atau lebih kecil, (3) mengurutkan beberapa bilangan bulat dari yang terkecil atau yang terbesar, (4) menentukan hasil penjumlahan 2 bilangan bulat jika (a) bilangan bulat yang ditambah dan penambahnya adalah bilangan bulat positif, (b) bilangan bulat yang ditambah negatif dan penambahnya

81, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 adalah bilangan bulat positif, dan (5) menentukan hasil pengurangan 2 bilangan bulat (a) jika bilangan bulat yang dikurangi dan pengurangnya adalah bilangan bulat negatif, (b) bilangan bulat yang dikurangi negatif dan pengurangnya adalah bilangan bulat positif. Sebelum siswa mengalami proses pembelajaran yang didesain oleh peneliti, siswa sudah mempelajari tentang bilangan cacah, membandingkan 2 bilangan cacah, mengurutkan bilangan cacah, dan menjumlahkan dan mengurangkan 2 bilangan cacah. Bilangan cacah yang dipelajari oleh siswa sebelumnya adalah bilangan cacah sampai dengan 10.000. Fase 2 Siklus II Secara garis besar, langkahlangkah pembelajaran yang dilalui oleh siswa dalam rancangan yang dirancang oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa memainkan permainan lempar dadu dalam kelompok yang terdiri dari 4 siswa. Perlengkapan permainan lempar dadu: a. Papan permainan lempar dadu (dapat dilihat pada gambar 2). c. Pemenang dari permainan ini adalah siswa yang mencapai posisi 10 untuk pertama kali setelah siswa melemparkan dadu 2 kali dalam setiap kesempatannya. Pemain yang kalah dalam permainan ini adalah siswa yang mencapai posisi 10. d. Jika tidak ada pemain yang mencapai posisi 10 atau 10, maka permainan dihentikan setelah 15 putaran. Urutan pemenang dalam permainan ditentukan posisi terakhir pion. 2. Mencatat hasil permainan lempar dadu. Setelah setiap kelompok selesai memainkan permainan lempar dadu, siswa diminta memainkan lagi permainan lempar dadu. Pada kesempatan kedua ini, siswa diminta untuk mencatat semua hasil lemparan dadu setiap pemain dalam tabel berikut: Gambar 2 papan permainan lempar dadu b. Empat buah pion. c. Satu buah dadu. Aturan permainan lempar dadu: a. Siswa menentukan urutan melemparkan dadu dengan hom pim pa atau melemparkan dadu. b. Tiap siswa mendapat kesempatan melempar dadu sebanyak 2 kali. Hasil lemparan dadu yang pertama menyatakan banyak langkah pion ke kanan, sedangkan lemparan dadu yang kedua menyatakan banyak langkah pion ke kiri. Gambar 3 tabel untuk mencatat hasil permainan lempar dadu Sesudah semua kelompok menyelesaikan permainan lempar dadu, maka guru meminta satu atau dua kelompok untuk menceritakan proses permainan yang terjadi, dan menampilkan hasil permainan lempar dadu yang diperoleh kelompok tersebut. Jika ada kekeliruan yang dilakukan oleh siswa, maka guru dapat mendiskusikan kekeliruan tersebut. Guru memberikan beberapa soal tentang menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari dua bilangan bulat negatif dari hasil permainan lempar

Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 82 dadu yang disajikan oleh siswa, misal guru menanyakan untuk putaran yang ke... (disesuaikan dengan hasil yang diperoleh siswa, dimana ada 2 siswa yang memperoleh posisi di bilangan bulat negatif), siapakah yang memenangkan putaran tersebut. Beberapa siswa diminta untuk menjelaskan jawabannya atas pertanyaan guru tersebut. Guru memberikan beberapa soal tentang mengurutkan beberapa bilangan bulat negatif dari hasil permainan lempar dadu yang disajikan oleh siswa, misal: guru menanyakan untuk putaran yang ke... (disesuaikan dengan hasil yang diperoleh siswa, dimana ada 4 siswa yang memperoleh posisi di bilangan bulat negatif), siapakah yang memenangkan putaran tersebut. Beberapa siswa diminta untuk menjelaskan jawabannya atas pertanyaan guru tersebut. 3. Menentukan hasil permainan lempar dadu untuk satu putaran. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal yang terkait dengan permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa diminta menentukan posisi pion dan menggambarkan langkah pion pada garis bilangan jika diketahui posisi awal, hasil lemparan dadu pertama dan kedua. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa: Gambar 4 contoh soal menentukan hasil permainan lempar dadu untuk satu putaran Setelah semua siswa menyelesaikan kesepuluh soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. Setelah itu, guru meminta siswa menuliskan kalimat matematika untuk setiap soal. Setelah siswa menyelesaikan, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 4. Menentukan hasil permainan lempar dadu untuk dua putaran. Siswa diminta menyelesaikan 8 soal yang terkait dengan permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa diminta menentukan posisi pion dan menggambarkan langkah pion pada garis bilangan jika diketahui posisi awal, hasil lemparan dadu pertama dan kedua pada lemparan pertama dan kedua. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa: Gambar 5 contoh soal menentukan hasil permainan lempar dadu untuk dua putaran kedelapan soal tersebut, maka guru meminta 8 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. Setelah itu, guru meminta siswa menuliskan kalimat matematika untuk setiap soal. Setelah siswa menyelesaikan, maka guru meminta 8 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 5. Menentukan hasil permainan lempar dadu untuk 15 putaran. Siswa diminta menyelesaikan 15 soal yang terkait dengan permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa diminta menentukan posisi pion dan menentukan pemenang permainan lempar dadu setiap

83, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 putaran jika diketahui hasil lemparan dadu pertama dan kedua untuk 15 putaran dengan 4 orang pemain. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa: 7. Menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal penjumlahan atau pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong. Pada kesempatan ini, siswa diminta menggambarkan proses penyelesaian penjumlahan atau pengurangan di garis bilangan kosong. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa: Gambar 6 soal menentukan hasil permainan lempar dadu untuk 15 putaran kelima belas soal tersebut, maka guru meminta 15 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 6. Menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan. Pada kesempatan ini, siswa diminta menggambarkan proses penyelesaian penjumlahan dan pengurangan di garis bilangan. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa: Gambar 8 soal menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong kesepuluh belas soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 8. Menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan dua garis bilangan kosong. Pada kesempatan ini, siswa diminta menggambarkan proses penyelesaian penjumlahan dan pengurangan di dua garis bilangan kosong. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa: Gambar 7 soal menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kesepuluh belas soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. Gambar 9 soal menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan 2 garis bilangan kosong kesepuluh belas soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut.

Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 84 9. Menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat. Siswa diminta menyelesaikan 20 soal penjumlahan dan pengurangan. Berikut adalah soal-soal yang diselesaikan oleh siswa: kedua puluh soal tersebut, maka guru meminta 20 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 10. Evaluasi Sesudah semua rangkaian proses pembelajaran di atas, maka peneliti mengadakan evaluasi untuk melihat perkembangan pengetahuan siswa. Evaluasi ini terdiri dari 5 bagian, yaitu: a. Siswa membandingkan dua bilangan bulat, dan mengisi dengan tanda <, >, atau =. Bagian pertama terdiri dari 5 soal. b. Siswa mengurutkan beberapa bilangan bulat. Bagian kedua terdiri dari 5 soal. c. Siswa menggambarkan hasil permainan lemparan dadu untuk 5 putaran dari 2 pemain. Setelah itu, siswa diminta menentukan posisi dari hasil permainan lemparan dadu untuk 5 putaran dari 2 pemain yang langkah pionnya sudah digambarkan pada soal sebelumnya. d. Siswa menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggambarkan langkahnya pada garis bilangan. Bagian keempat ini terdiri dari 5 soal. e. Siswa menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan. Bagian kelima terdiri dari 5 soal. Fase 3 Siklus II Berikut adalah hasil evaluasi siswa: Tabel 1 Kesalahan yang dibuat oleh siswa. Bagian Kesalahan yang dibuat siswa Gambar 10 soal menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan II IV V Siswa tidak memperhatikan tanda, dan mengurutkan dari yang terbesar Untuk bilangan bulat negatif, siswa mengurutkan dari yang terbesar Tidak lengkap Salah meletakkan 3 Salah mulai, seharusnya mulai dari -3, tetapi siswa mulai dari 3 Salah mulai, seharusnya mulai dari -2, tetapi siswa mulai dari 2-4 digambar 4, dan +15 digambar - 15 Kelebihan satu langkah ketika -9 Salah di langkah +15 Salah mulai Salah di langkah -22 5 + (-22) = 13 5-22 = 17-25 + 20 = 5-10-15 = 5 Tabel 2 Perbandingan persentase tingkat kebenaran jawaban siswa pada siklus I dan II Bagian I II Nomer Persentase tingkat kebenaran pada siklus I Persentase tingkat kebenaran pada siklus II 1 80,95 88,89 2 97,62 100,00 3 80,95 100,00 4 71,43 92,59 5 85,71 96,30 1 69,05 88,89 2 66,67 85,19 3 50,00 85,19 4 40,48 81,48

85, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 III (gambar) III (tabel 1) III (tabel 2) IV V 5 47,62 74,07 1 26,19 37,04 2 23,81 40,74 1 90,48 92,59 2 54,76 77,78 3 50,00 59,26 4 40,48 44,44 5 35,71 37,04 1 78,57 85,19 2 50,00 70,37 3 42,86 51,85 4 33,33 40,74 5 30,95 40,74 1 71,43 88,89 2 78,57 88,89 3 54,76 81,48 4 78,57 77,78 5 71,43 88,89 1 66,67 92,59 2 33,33 70,37 3 21,43 51,85 4 16,67 55,56 5 16,67 44,44 KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat diperoleh terhadap hasil evaluasi siswa. 1. Siswa yang mengalami kesulitan ketika harus menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari 2 bilangan bulat negatif sudah mulai berkurang. 2. Hasil temuan nomer 1 sejalan dengan hasil siswa pada bagian II. Pada bagian II, siswa yang kesulitan mengurutkan bilangan-bilangan negatif mulai berkurang juga. Hal ini dapat dilihat pada tingkat kesalahan siswa untuk nomer 4, dan 5 sudah mulai berkurang, di mana pada kedua nomer tersebut, bilangan yang harus diurutkan oleh siswa semuanya bilangan bulat negatif. 3. Dari hasil siswa pada bagian V, nampak bahwa proses abstraksi siswa terhadap proses penjumlahan dan pengurangan menggunakan garis bilangan, khususnya yang melibatkan bilangan bulat negatif sudah mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesalahan pada bagian V untuk siklus II sudah menurun jika dibandingkan pada siklus I. Meskipun demikian, tingkat kesalahan ini masih cukup tinggi, khususnya untuk soal nomer 3, 4, dan 5. Jadi, menurut penulis, jurang yang belum dijembatani dalam proses abstraksi siswa dalam proses menjumlahkan, dan mengurangkan yang melibatkan bilangan bulat negatif masih ada meskipun tidak sedalam pada siklus I. Ini berarti, penulis perlu membuat beberapa aktivitas lagi yang membantu siswa mengembangkan strategi yang dipergunakan siswa untuk menyelesaikan soal pada bagian IV sedemikian hingga siswa dapat menyelesaikan soal pada bagian V. Dengan kata lain, penulis perlu menambahkan beberapa aktivitas lagi dalam proses pembelajaran yang dapat membantu siswa melakukan proses abstraksi dari strategi yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan soal-soal pada bagian IV. DAFTAR RUJUKAN Akker, Jan Van Den, Gravemeijer K., McKenney S., dan Nieveen N.. 2006. Educational Design Research. New York: Taylor and Francis Group.

Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 86 Ariyadi Wijaya. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu. Gravemeijer, K.P.G. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute. Steefland, L. (editor). 1991. Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrecht: CD-β Press.