PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

PEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

PENGARUH PENGGUNAAN IKAN PIRIK (LEIOGNATHIDAE) KERING DAN SEGAR TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

PERBAIKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN MUTU PAKANUNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TELUR TERNAK ITIK LOKAL DI KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

ANALISIS USAHA PERBAIKAN PAKAN UNTUK PRODUKSI TELUR ITIK RATU (MOJOSARI ALABIO) BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

Gambar 1. Itik Alabio

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

INTEGRASI TERNAK ITIK DENGAN SISTEM USAHATANI BERBASIS PADI DI KABUPATEN SIDRAP SULAWESI SELATAN

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ITIK MOJOSARI DAN ITIK LOKAL PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF DI DKI JAKARTA

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

ANALISIS EKONOMI PEMBESARAN ITIK PETELUR SILANGAN AM & MA DI TINGKAT PETANI STUDI KASUS KECAMATAN PONGGOK, KABUPATEN BLITAR

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

PROFIL USAHA ITIK POTONG DI PANTURA JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

Pendugaan heritabilitas rill (realized heritability) dan kemajuan genetik produksi telur itik mojosari

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PERAN ITIK SEBAGAI PENGHASIL TELUR DAN DAGING NASIONAL

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

PRODUKTIVITAS ITIK SILANG MA DI CIAWI DAN CIREBON PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

Dudi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Pendugaan Parameter Genetik Bobot Hidup Itik Alabio dan Mojosari pada Periode Starter

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

INOVASI TEKNOLOGI APLIKATIF MENDUKUNG USAHATERNAK UNGGAS BERDAYASAING

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU

W. P. Prayogo, E. Suprijatna, dan E. Kurnianto*

Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997 Sistem Perkandangan 1. Dari umur sehari sampai dengan umur 2 mingggu digunakan kandang triplek + kawat ukuran 1

Transkripsi:

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO 1, T. SUSANTI 1, L.H. PRASETYO 1 dan SUPRIYADI 2 1Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2 BPTU Pelaihari Kalimantan Selatan ABSTRACT A breeding program for producing MA ducks (crossbred between Mojosari and Alabio ducks) is being conducted at the BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Pelaihari. A selection program is being applied to a population of Alabio ducks as female line of the parent stocks with the aim of improving egg productivity. Four hundreds female Alabio ducks were used as the foundation stocks (P0) for the selection, and kept in litter cages of 25 heads each. The selection criterion was the first 2-month egg production per cage, with the highest 30% being selected. The selected females were then mated to males at random in order to produce 400 female F1 progeny. Observations were taken on monthly egg production, as % duck-day. Results showed that the average 2-month egg production of the P0 was 41.28% and of the F1 was 71.72%. Therefore, the selection response was 30.44%. Based on this positive selection response, it can be concluded that the selection process being carried out by BPTU is on the right track. Key Words: Alabio Ducks, Selection ABSTRAK Program pembibitan itik MA (perkawinan silang antara itik jantan Mojosari dengan betina Alabio) sedang dilakukan di BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) dengan seleksi sebagai salah satu kegiatannya. Seleksi dilakukan pada populasi itik Alabio sebagai bibit induk dengan tujuan untuk meningkatkan produksi telur itik Alabio sehingga diharapkan keturunannya akan berproduksi tinggi pula. Sebanyak 400 ekor itik Alabio betina sebagai generasi awal atau populasi awal (P0) dipelihara dalam kandang petak dengan jumlah masing-masing petak adalah 25 ekor. Sistem seleksi dilakukan terhadap populasi awal (P0) untuk membentuk populasi terseleksi (G0). Kriteria seleksi adalah produksi telur 2 bulan tertinggi diantara petak dengan intensitas seleksi adalah 30%. Itik dalam populasi terseleksi (G0) dikawinkan dengan jantan Alabio untuk menghasilkan populasi itik Alabio generasi pertama (F1) sekitar 400 ekor betina. Respon seleksi dihitung dari selisih antara produksi telur 2 bulan populasi P0 dengan populasi F1. Peubah yang diamati adalah produksi telur per bulan yang dinyatakan dalam persen duck-day. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan produksi telur selama 2 bulan pada generasi awal (P0) adalah 41,28 % dan pada generasi pertama (F1) adalah 71,72 % sehingga respon seleksinya adalah 30,44 %. Berdasarkan nilai respon seleksi yang positif tersebut dapat disimpulkan bahwa program pembibitan itik di BPTU Pelaihari termasuk berhasil. Kata Kunci: Itik Alabio, Seleksi PENDAHULUAN Diantara komoditas peternakan yang telah berkembang di Indonesia, itik petelur mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam memenuhi kebutuhan telur konsumsi maupun sebagai alternatif sumber pendapatan bagi petani/peternak. Akhir-akhir ini minat untuk beternak itik dengan sistem pemeliharaan intensif semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin sulitnya lahan pangonan akibat persawahan yang semakin intensif. Dengan tiga kali panen per tahun, maka jarak antara panen dan pengolahan 763

menjadi semakin pendek dan kesempatan itik digembala di sawah lepas panen menjadi singkat (SETIOKO, 1997). Pemeliharaan itik secara intensif menuntut efisiensi produksi yang tinggi agar layak secara ekonomis. Untuk itu dua aspek utama yang perlu mendapat perhatian serius adalah kualitas bibit dan pakan, disamping aspek-aspek lain yang ikut mendukung. Bibit itik lokal yang diperoleh dari peternak pembibit yang umunya ada di pedesaan ternyata mempunyai tingkat produktivitas yang rendah dan sangat bervariasi. SETIOKO et al. (1985) memperoleh bahwa hanya sekitar 20% dari itik Tegal mampu berproduksi diatas 65%, dan bahkan separuhnya hanya bertelur kurang dari 20%. Hal ini menunjukkan perlunya upaya perbaikan genetis terhadap mutu bibit itik lokal untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi. Upaya meningkatkan produktivitas itik lokal melalui perbaikan genetis sedang dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi- Bogor. Produk teknologi yang dihasilkan Balitnak adalah itik MA (persilangan antara itik jantan Mojosari dengan itik betina Alabio). PRASETYO dan SUSANTI (2000) melaporkan bahwa persilangan antara itik Mojosari dan Alabio menunjukkan tingkat heterosis sebesar 11,69% untuk produksi telur 3 bulan, sedangkan KETAREN et al. (2000) melaporkan bahwa itik persilangan tersebut menghasilkan rataan produksi telur setahun sebesar 69,4% dan FCR 4,1. Hal ini mengindikasikan bahwa itik MA memiliki rataan produksi telur yang lebih baik dibandingkan itik-itik lokal yang ada di Indonesia dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bibit niaga. Sebagai suatu produk teknologi itik MA perlu disebarkan dan dikembangkan untuk mendukung peternakan itik yang intensif dan komersial. Salah satu wilayah penyebaran dan pengembangan itik MA adalah Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Pelaihari Kalimantan Selatan yaitu suatu unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Peternakan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan pembibitan itik untuk menghasilkan bibit unggul. Untuk itu perlu dikembangkan suatu program pembibitan yang sesuai dengan kondisi di Pelaihari agar dapat menghasilkan bibit induk dan bibit niaga itik MA yang cukup baik. Pengembangan sistem produksi bibit niaga itik MA di BPTU Pelaihari diharapkan dapat memberikan jaminan ketersediaan dan kualitas bibit untuk peternak daerah setempat. Salah satu program pemuliaan yang dilakukan dalam sistem pembibitan itik MA di BPTU Pelaihari adalah seleksi pada itik Alabio sebagai salah satu galur tetua dari itik MA. Tujuan seleksi adalah terbentuknya galur induk Alabio dengan tingkat produksi tinggi sebagai penghasil bibit niaga itik MA. Sehingga diharapkan itik MA sebagai keturunannya akan berproduksi tinggi pula. Penulisan makalah ini adalah untuk membahas respon seleksi dan koefisien variasi produksi telur itik Alabio dalam suatu sistem pembibitan di BPTU Pelaihari. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam seleksi ini adalah populasi itik alabio dalam dua generasi yaitu populasi awal disebut P0 dan generasi pertama yang disebut populasi F1. Jumlah P0 bibit induk itik Alabio adalah 400 ekor betina, kemudian diseleksi dengan intensitas 30% untuk mendapatkan populasi terseleksi atau G0 sebanyak 120 ekor betina. Populasi terseleksi tersebut kemudian dikawinkan dengan itik Alabio jantan dengan perbandingan 1 jantan : 5 betina untuk menghasilkan bibit murni generasi F1 dengan jumlah sekitar 400 ekor betina. Itik dipelihara dalam kandang panggung yang terdiri atas petak-petak, masing-masing berisi 25 ekor. Seleksi berdasarkan pada produksi telur tertinggi per kelompok selama 2 bulan. Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan umur itik. Adapun komposisi campuran pakan adalah sebagai berikut: itik umur 1 hari sampai 1 bulan = 100% BR1 itik umur 1 bulan sampai 1,5 bulan = 75% BR1 + 25% dedak + mineral itik umur 1,5 bulan sampai 2 bulan = 50% BR1 + 50% dedak + mineral itik umur 2 bulan sampai 5,5 bulan = 25% BR1 + 75% dedak + mineral Pakan yang diberikan untuk itik sedang berproduksi berbeda konsentratnya dengan itik 764

pada masa pertumbuhan. Konsentrat untuk itik masa produksi adalah konsentrat layer khusus super 36 produksi PT Japfa Comfeed Indonesia. Komposisi campuran pakan untuk itik petelur adalah 62,7% dedak, 33,3% konsentrat, 2,0% dinamix-lc (multivitamin premix) dan 2,0% padi; dengan jumlah pemberikan pakan sekitar 160 gram per ekor per hari. Pengamatan dilakukan terhadap produksi telur harian yang dinyatakan dalam persen duck-day pada dua generasi itik Alabio tersebut. Respon atau kemajuan seleksi dihitung berdasarkan petunjuk MARTOJO (1990). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: Respon seleksi = Rataan produksi telur generasi F1 - Rataan produksi telur generasi P0 Selain respon seleksi, dihitung pula koefisien variasi produksi telur untuk mengevaluasi tingkat keragaman produksi telur tersebut dalam satu populasi. MARTOJO (1990) mengungkapkan bahwa koefisien variasi merupakan standar yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi keragaman untuk berbagai sifat kuantitatif yang terdapat dalam suatu populasi atau kelompok yang dikenakan perlakuan seleksi. Adapun rumus untuk menghitung koefisien variasi sebagai berikut: Koefisien variasi = Simpangan baku produksi telur x 100% Rataan produksi telur HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan selama 6 bulan terhadap produksi telur itik Alabio generasi awal (P0) dan generasi pertama (F1) tercantum pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tampak bahwa rataan produksi telur itik Alabio generasi pertama (F1) adalah 51,18% dan generasi awal (P0) adalah 49,03%. Secara statistik nilai rataan produksi telur pada bulan pertama (minggu 1 4) kedua generasi tersebut tidak berbeda nyata atau sama. Perbedaan produksi telur itik Alabio antara dua generasi tersebut mulai tampak pada bulan kedua (minggu 5 8) sampai akhir pengamatan yaitu bulan keenam (minggu 21 24), dengan rataan produksi telur itik Alabio generasi pertama (F1) selalu lebih tinggi daripada generasi awal (P0). Hasil pengamatan yang hampir sama diperoleh ROHAENI et al. (2003) yang melaporkan bahwa program seleksi mengakibatkan produksi telur itik Alabio pada keturunan pertama lebih tinggi daripada indukinduknya pada bulan ke-2, 3, 4 dan 5. Hal ini suatu indikasi bahwa program seleksi yang dilakukan di BPTU Pelaihari dapat meningkatkan produksi telur selama 6 bulan meskipun seleksi dilakukan pada induk-induk P0 untuk menghasilkan F1 tersebut berdasarkan catatan produksi telur selama 2 bulan. Tabel 1. Rataan produksi telur itik Alabio generasi awal (P0) dan generasi pertama (F1) selama 6 bulan pengamatan di BPTU Pelaihari Masa produksi Produksi telur itik Alabio (% duck-day) Generasi awal (P0) Generasi pertama (F1) Minggu 1 4 49,03 a 51,18 a Minggu 5 8 41,14 b 71,90 a Minggu 9 12 34,77 b 67,62 a Minggu 13 16 41,14 b 62,31 a Minggu 17 20 33,51 b 56,98 a Minggu 21 24 33,59 b 48,84 a Rataan minggu 1 24 38,86 b 59,81 a Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Seleksi terhadap populasi itik Alabio di BPTU Pelaihari ini berdasarkan catatan produksi telur 2 bulan sehingga respon seleksinya adalah selisih antara produksi telur 2 bulan generasi awal dengan generasi pertama. Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa respon seleksi produksi telur 2 bulan itik Alabio adalah 30,76% duck-day. Hasil pengamatan ini sejalan dengan SUBIHARTA et. al. (2001) yang melaporkan bahwa produksi telur itik Tegal selama 3 bulan meningkat sebesar 9,79% pada dua generasi sebagai akibat dari seleksi. Begitu pula hasil pengamatan PRASETYO et al. (2002) yang menyatakan bahwa program seleksi pada induk 765

itik Alabio dapat meningkatkan produksi telur keturunan pertamanya sebesar 23,84 butir selama 6 bulan atau naik 34,06% dari rataan produksi telur induknya. Respon seleksi produksi telur itik Alabio dalam penelitian ini menunjukkan angka positif cukup tinggi. Hal ini mungkin karena keragaman produksi telur yang masih tinggi pada populasi awal itik Alabio, baik keragaman genetik maupun keragaman fenotipiknya sehingga seleksi masih efektif dilakukan. Begitu pula dengan rataan produksi telur itik Alabio selama 6 bulan pengamatan menunjukkan hasil yang lebih baik pada populasi F1 dibandingkan dengan populasi P0. Kenaikan produksi telur selama 6 bulan pengamatan cukup tinggi yaitu sebesar 20,95%. Ini berarti bahwa seleksi pada populasi induk dengan kriteria seleksi catatan produksi telur 2 bulan dapat meningkatkan produksi telur 6 bulan pada generasi anaknya. Seyogyanya program pemuliaan melalui seleksi tidak hanya diarahkan untuk meningkatkan produktivitas pada sifat-sifat ekonomis namun harus pula dapat menurunkan tingkat keragamannya. Dalam sistem pembibitan di BPTU Pelaihari tampaknya produktivitas itik Alabio dalam dua generasi sudah meningkat namun keragamannya belum menunjukkan penurunan. Nilai koefisien variasi produksi telur yang dihitung hanya pada populasi itik Alabio generasi pertama. Besarnya koefisien variasi produksi telur itik Alabio selama 6 bulan pengamatan pada generasi pertama tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Koefisien variasi produksi telur itik Alabio generasi pertama selama 6 bulan pengamatan di BPTU Pelaihari Masa produksi Koefisien variasi produksi telur (%) Minggu 1 4 53,63 Minggu 1 8 22,41 Minggu 1 12 24,86 Minggu 1 16 25,13 Minggu 1 20 27,03 Minggu 1 24 34,48 Rataan 1 24 31,26 Pada Tabel 2 tampak bahwa koefisein variasi produksi telur itik Alabio masih tinggi yaitu berkisar antara 22,41% sampai 53,63%. MARTOJO (1990) menyatakan bahwa sebaiknya koefisien variasi suatu sifat produksi pada suatu populasi tidak lebih dari 5% untuk menyatakan bahwa populasi tersebut telah mantap karena produksinya yang telah seragam. Tingginya tingkat koefisien variasi produksi telur itik Alabio di BPTU Pelaihari ini menunjukkan bahwa itik Alabio yang dipelihara sebagai bibit induk belum stabil walaupun tingkat produksinya cukup baik. Hal ini berarti bahwa keturunannya belum dijamin akan menunjukkan hasil produksi yang konsisten sekalipun dengan sistem pemeliharaan yang sama karena tingkat produksi yang diperoleh belum stabil. Oleh karena itu, masih diperlukan program pemuliaan terutama program seleksi pada populasi itik Alabio tersebut agar terbentuk bibit induk yang mantap sebagai penghasil keturunan yang mantap pula. KESIMPULAN DAN SARAN Seleksi induk itik Alabio generasi awal dengan kriteria produksi telur 2 bulan dapat meningkatkan produksi telur sebesar 30,76% pada generasi keturunan pertamanya. Produksi telur itik Alabio selama 6 bulan pengamatan menunjukkan kenaikan pada generasi pertama dibandingkan dengan generasi awal. Ini berarti bahwa seleksi pada populasi induk berdasarkan catatan produksi telur 2 bulan dapat meningkatkan produksi telur 6 bulan pada generasi anaknya. Koefisien variasi produksi telur itik Alabio masih tinggi yaitu berkisar antara 22,41% sampai 53,63% yang berarti bahwa program seleksi masih diperlukan pada populasi itik Alabio tersebut. DAFTAR PUSTAKA KETAREN, P.P, L.H. PRASETYO dan T. MURTISARI. 2000. Karakter produksi telur pada itik silang Mojosari X Alabio. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 286-291. 766

MARTOJO, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. PRASETYO, L.H., B. BRAHMANTIYO dan M. PURBA. 2002. Seleksi dalam galur pada bibit induk itik lokal. Kumpulan Hasil-hasil penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Buku II Non Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. hlm. 80 86. PRASETYO, L.H. dan T. SUSANTI. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari: periode awal bertelur. JITV 5(4): 210 214. ROHAENI, E.S., A.R. SETIOKO dan ISTIANA. 2003. Pembuatan populasi dasar ternak itik Alabio sebagai upaya seleksi pada kegiatan SPAKU itik di Hulu Sungai Utara. Pros. penerapan teknologi spesifik lokasi dalam mendukung pengembangan sumberdaya pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. hlm. 319 324. SETIOKO, A.R. 1997. Recent Study on Traditional System of duck layer flock management in Indonesia. Proc. 11 th European Symposium on waterfowl. Nantes, Franch. September 8 10, 1997. pp. 491 498. SETIOKO, A.R., A.J. EVANS dan Y.C. RAHARJO.1985. Productivity of herded ducks in West Java. Agricultural Systems 16: 1 5. SUBIHARTA, L.H. PRASETYO, Y.C. RAHARDJO, S. PRAWIRODIGDO, D. PRAMONO dan HARTONO. 2001. Program Village Breeding pada itik Tegal untuk peningkatan produksi telur: seleksi itik Tegal generasi pertama dan kedua. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Kerjasama Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Ternak dan Yayasan Kehati. Bogor. hlm. 79 86. 767