BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HB 0 PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN

Imunisasi PPI: Program imunisasi nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan (Depkes, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

5 Imunisasi Dasar Lengkap Terbaru Untuk Bayi Beserta Jadwal Pemberiannya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan. memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

PENJADWALAN IMUNISASI ANAK USIA 0 18 TAHUN MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi adalah prosedur yang dilakukan untuk memberikan kekebalan. tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II Jadwal Imunisasi

PEMENTASAN WAYANG SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM UPAYA PREVENTIF PENYEBARAN HEPATITIS B DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang ahli perilaku mengatakan bahwa perilaku merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN PESURUNGAN KIDUL KOTA TEGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu. terbentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sudah terinfeksi, lebih dari 350 juta jiwa telah terinfeksi VHB kronis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Virus herpes merupakan virus ADN dengan rantai ganda yang kemudian disalin menjadi marn.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setidaknya 50% angk kematian di Indonesia bisa dicegah dengan imunisasi dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan

DAN INFORMASI KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG 2011/2012

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Campak adalah penyakit sangat menular dengan gejala prodromal atau gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis B 2.1.1. Pengertian Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit Hepatitis itu (Misnadiarly, 2007). 2.1.2. Etiologi Terjadinya Hepatitis B disebabkan oleh VHB yang terbungkus serta mengandung genoma DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkar. Virus ini merusak fungsi liver dan terus berkembang biak dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat fungsi serangan ini sistem kekebalan tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan. Kalau berhasil maka virus dapat terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan Hepatitis B kronis (si pasien sendiri menjadi carrier atau pembawa virus seumur hidupnya). Dalam seluruh proses ini liver mengalami peradangan (Misnadiarly, 2007). 2.1.3. Sumber Penularan VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HbsAg dapat juga

ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung (Dalimartha, 2004). 2.1.4. Cara Penularan Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal. a. Transmisi vertikal Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B (Dalimartha, 2004). b. Transmisi horisontal Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B (Dalimartha, 2004). Cara penularan paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat proses melahirkan. Kalau bayinya tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan kanker hati. Selain itu penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).

2.1.5. Masa Inkubasi Masa inkubasi (saat terinfeksi sampai timbul gejala) sekitar 24-96 minggu (Misnadiarly, 2007). Menurut Sudoyo (2006), masa inkubasi VHB berkisar dari 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari). 2.1.6. Gejala dan Tanda Munculnya gejala ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit diketahui. Gejala dan tanda antara lain : a. Mual-mual (Nausea) b. Muntah-muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga c. Diare d. Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual e. Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh f. Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata dan kulit (Misnadiarly, 2007). 2.1.7. Kelompok yang Rentan Adapun kelompok yang rentan terkena Hepatitis B adalah : a. Anak yang baru lahir dari ibu yang terkena Hepatitis B b. Tinggal serumah atau berhubungan seksual dengan penderita Hepatitis B

c. Mereka yang tinggal atau sering berpergian ke daerah endemis Hepatitis B (Misnadiarly, 2007). 2.1.8. Prognosa Bila seseorang terinfeksi VHB maka proses perjalanan penyakitnya tergantung pada aktifitas sistem pertahanan tubuhnya. Jika sistem pertahanan tubuhnya baik maka infeksi VHB akan diakhiri dengan proses penyembuhan. Namun, bila sistem pertahanan tubuhnya terganggu maka penyakitnya akan menjadi kronik. Penderita Hepatitis B Kronik dapat berakhir menjadi sirosis hati atau kanker hati (Karsinoma Hepatoceluler). Sirosis dan kanker hati sering menimbulkan komplikasi berat berupa pendarahan saluran cerna hingga Koma Hepatik (Dalimartha, 2004). 2.1.9. Diagnosa Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah) dan biopsi liver (pengambilan sampel jaringan liver). Bila HbsAg positif maka orang tersebut telah terinfeksi oleh VHB (Misnadiarly, 2007) 2.1.10. Pencegahan Hepatitis B Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui program imunisasi. Imunisasi adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh yang diharapkan dapat menghasilkan zat antibodi yang pada saatnya nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Hadinegoro, 2008).

1. Imunisasi Wajib Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG (Bacille Calmette Guerin). Polio, Hepatitis B, DTP (Difteria, Tetanus, Pertusis) dan Campak. 2. Imunisasi yang Dianjurkan Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi/anak mengingat beban penyakit (Burden of disease) namun belum masuk ke dalam program imunisasi nasional sesuai prioritas. Imunisasi dianjurkan adalah HIb (Haemophillus Influenza tipe b), Pneumokokus, Influenza, MMR (Measles, Mumps, Rubella), Tifoid, Hepatitis A, Varisela, Rotavirus, dan HPV (Human Papilloma Virus) (Hadinegoro, 2008). 2.2. Imunisasi Hepatitis B Vaksin Hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat Vaksinasi Hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Ada dua tipe vaksin Hepatitis B yang mengandung HbsAg, yaitu (1) vaksin yang berasal dari plasma, dan (2) vaksin rekombinan. Kedua ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir karena antibodi anti HbsAg tidak mengganggu respons terhadap vaksin (Wahab, 2002). Imunisasi Hepatitis B pasif dilakukan dengan memberikan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. HBIg tidak selalu tersedia di kebanyakan negara berkembang, disamping itu harganya yang relatif mahal. Imunisasi aktif dilakukan dengan vaksinasi Hepatitis B. Dalam

beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita Hepatitis B perlu beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita Hepatitis B perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama dengan vaksinasi Hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap VHB diberikan secara intra muskular dengan dosis 0,5 ml, selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan (Dalimartha, 2004) Vaksin Hepatitis B (hepb) diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan. Untuk mendapatkan efektifitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah persalinan (Dalimartha, 2004). 2.3. Program Imunisasi Hepatitis B Pedoman nasional di Indonesia merekomendasikan agar seluruh bayi diberikan imunisasi Hepatitis B dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada bulan berikutnya. Program Imunisasi Hepatitis B (0-7 Hari) dimulai sejak Tahun 2005 dengan memberikan vaksin heptb-o monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, pada Tahun 2006 dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/heptB pada umur 2-3-4 bulan (Hadinegoro, 2008). Tujuan vaksin HepB diberikan dalam kombinasi dengan DTwP (Difteria, Tetanus, Pertusis Whole cell) untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepb-3 yang masih rendah (Hadinegoro, 2008). Pada umumnya bayi mendapatkan imunisasi Hepatitis B melalui puskesmas, rumah sakit, praktik dokter dan klinik (Dalimartha, 2004).

2.3.1. Tujuan Program Imunisasi Hepatitis B Tujuan program imunisasi Hepatitis B di Indonesia dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan umum Adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B. 2. Tujuan khusus a. Pemberian dosis pertama dari vaksin hepb kepada bayi sedini mungkin sebelum berumur 7 hari b. Memberikan imunisasi Hepatitis B sampai 3 dosis pada bayi (Dalimartha, 2004). 2.3.2. Jadwal Imunisasi Hepatitis B Pada dasarnya jadwal imunisasi Hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia berbagai pilihan untuk menyatukannya ke dalam program imunisasi terpadu. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diingat : 1. Minimal diberikan sebanyak 3 kali 2. Imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir 3. Jadwal imunisasi dianjurkan adalah 0, 1, 6 bulan karena respons antibodi paling optimal (Hadinegoro, 2008).

Jadwal imunisasi Hepatitis B yaitu : 1. Imunisasi hepb-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir 2. Imunisasi hepb-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepb-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepb-2 dengan hepb-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepb-3 diberikan pada umur 3-6 bulan (Hadinegoro, 2008). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jadwal Imunisasi Hepatitis B Umur Bayi Imunisasi Kemasan Saat Lahir HepB-0 Uniject (hepb-monovalen) 2 Bulan DTwP dan hepb-1 Kombinasi DTwP hepb-1 3 Bulan DTwP dan hepb-2 Kombinasi DTwP hepb-1 4 Bulan DTwP dan hepb-3 Kombinasi DTwP hepb-1 Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008 Pemberian imunisasi Hepatitis B Berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan adalah : 1. Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya mendapatkan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan atau 10 mcg (0,5 ml) vaksin asal plasma dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan. Kalau kemudian diketahui ibu mengidap HbsAg positif maka segera berikan 0,5 ml HBIg (sebelum anak berusia satu minggu) 2. Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapatkan 0,5 ml HBIg dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan. Bila digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan 10 mcg (0,5 ml) intramuskular dan

disuntikkan pada sisi yang berlainan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan 3. Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif diberi dosis minimal 2,5 mcg (0,25 ml) vaksin rekombinan, sedangkan kalau digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan dosis 10 mcg (0,5 ml) intramuskular pada saat lahir sampai usia 2 bulan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-4 bulan, sedangkan dosis ketiga pada umur 6-18 bulan 4. Ulangan imunisasi Hepatitis B diberikan pada umur 10-12 Tahun (Wahab, 2002). 2.3.3. Kontraindikasi dan Efek Samping Vaksin hepb diberikan kepada semua orang termasuk wanita hamil, bayi baru lahir, pasien dengan immunocompromised, yaitu pasien dengan kelainan sistem imunitas seperti penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) (Dalimartha, 2004) Efek samping yang mungkin timbul dapat berupa reaksi lokal ringan seperti rasa sakit pada bekas suntikan dan reaksi peradangan. Reaksi sistemik kadang timbul berupa panas ringan, lesu, dan rasa tidak enak pada saluran cerna. Gejala di atas akan hilang spontan dalam beberapa hari (Dalimartha, 2004). 2.4. Perilaku Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skinner dalam Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari

dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non fisik dalam bentuk sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005), bentuk respons terhadap stimulus dalam perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (Dua) bentuk, yaitu : 1. Perilaku tertutup (Covert Behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk Unobservable Behavior atau atau Covert Behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. 2. Perilaku terbuka (Overt Behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau Observable Behavior. 2.4.1. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 (Dua) kelompok, yakni :

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat adalah perilakuperilaku dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif) (Notoatmodjo, 2010). 2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2010) Becker dalam Notoatmodjo (2010) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan yaitu : 1. Perilaku sehat (Healthy Behavior) Adalah Perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan 2. Perilaku sakit (Ilness Behavior) Adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena masalah kesehatan untuk mencari penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. 3. Perilaku peran orang sakit Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (Roles), yang mencakup hak-haknya (Rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (Obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain

(terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (The sick role). 2.4.2. Domain Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor determinan perilaku itu ditentukan atau dipengaruhi oleh perilaku (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) itu sendiri. Untuk membedakan determinan perilaku, Notoatmodjo (2007) membaginya menjadi 2 (Dua) bagian, yaitu: 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. 2.5. Determinan Perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal ataupun eksternal

(lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green dan WHO (World Health Organization). 1. Teori Lawrence Green Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yakni : a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing Faktors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. b. Faktor-faktor pendukung (Enabling Faktors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing Factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu

seseorang itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di posyandu dapat disebabakan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (Predisposing factors). Selain itu, rumah masyarakat yang jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (Enabling Factors). Petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya (Reinforcing Factors) (Notoatmodjo, 2003) 2. Teori WHO Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok yaitu, pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi, dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (kesehatan) (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor yang memengaruhi pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) pada bayi: 2.5.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil dari tahu seseorang terhadap objek melalui panca indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan dalam domain perilaku, secara garis besarnya dibagi dalam 6 (enam) tingkatan, yakni : a. Tahu (Know) Diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelummya setelah mengamati sesuatu. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. b. Memahami (Comprehension) Diartikan sebagai bukan sekedar tahu, menyebutkan dan memahami objek tersebut, tetapi seseorang tersebut harus dapat mengintrepretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (Application) Diartikan sebagai menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui pada situasi yang lain dengan objek yang telah dipahami sebelumnya. d. Analisis (Analysis) Diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (Synthesis) Menunjuk pada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010) 2.5.2. Dukungan Keluarga Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santono (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008) menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus kehidupan (Friedman, 1998).

Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah. Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga suami isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. Menurut friedman (1998), tipe-tipe keluarga antara lain (1) Keluarga inti atau Konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua ayah pemberi nafkah, keluarga inti terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun anak adopsi, (2) Keluarga orientasi atau keluarga besar yaitu keluarga inti dan orangorang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, bibi, paman dan sepupu. Friedman (2003) dukungan keluarga merupakan bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

2.5.3. Kepercayaan Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kepercayaan sering dapat bersifat rasional dan irasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu tersebut masuk akal. Orang percaya bahwa dokter pasti dapat menyembuhkan penyakitnya. Hal ini adalah rasional karena memang dokter tersebut telah bertahun-tahun belajar ilmu kedokteran atau penyembuhan penyakit. Sebaliknya seseorang mempunyai kepercayaan irasional bila ia mempercayakan air putih yang diberi mantera oleh seorang dukun bisa menyembuhkan penyakitnya (Notoatmodjo, 2010). Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Hal ini bahwa orang percaya kepada sesuatu dapat disebabkan karena ia mempunyai pengetahuan tentang itu. Kepercayaan yang tidak didasarkan kepada pengetahuan yang benar dan lengkap akan menyebabkan kesalahan bertindak (Notoatmodjo, 2010). 2.6. Perubahan Perilaku Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Perubahan alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga mengalami perubahan. b. Perubahan Terancam (Planned Change) Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya pak Anwar adalah perokok berat. Akibatnya pada suatu saat ia terserang batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya ia berhenti merokok sama sekali. c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat cepat untuk menerima inovasi tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lain sangat lama untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda walaupun kondisinya sama.

2.7. Kerangka konsep Berdasarkan landasan teori yang mendukung penelitian ini, maka dapat digambarkan secara skematis kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Faktor Pengetahuan Faktor Dukungan Keluarga Pemberian Imunisasi HB (0-7 hari) Faktor Kepercayaan Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan defenisi konsep variabel penelitian sebagai berikut : 1. Pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang terhadap objek melalui panca indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya 2. Dukungan keluarga adalah suatu upaya yang diberikan keluarga kepada seseorang, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan 3. Kepercayaan adalah keyakinan dari masyarakat terhadap penyakit Hepatitis B sehubungan dengan penyebab pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (0-7 hari)

4. Pemberian imunisasi adalah pelaksanaan atau mempraktikkan apa yang diketahui ataupun yang disikapinya. 2.8. Hipotesis Penelitian Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pengetahuan, dukungan keluarga dan kepercayaan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (0-7 hari) di Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2011.