BAB I PENDAHULUAN. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, berhadapan dengan kelompok masyarakat yang merasa memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria.

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, karena tanah merupakan ruang bagi manusia untuk menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angki Aulia Muhammad, 2013

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber kesejahteraan rakyat dan tempat manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

Segi formil : dibuat pembentuk uu Indonesia, dibuat di Indonesia, disusun dalam bahasa Indonesia, berlaku di seluruh wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

BAB I P E N D A H U L U AN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap persepsi yang berbeda, perbedaan-perbedaan tersebut dapat pula

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. Buku Pintar, Yogyakarta, 2012, hlm. 4 3 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, ctk.

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. penelitian-penelitian dan tulisan oleh para pakar berbagai disiplin ilmu 2, demikian

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN


PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

ini menjadikan kebutuhan akan tanah bertambah besar. Tanah mempunyai kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XI/2013 Tentang Status Hukum Daerah Istimewa Surakarta Hadiningrat

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada garis besarnya pada masyarakat hukum adat terdapat 2 (dua) jenis hak atas tanah yaitu hak perseorangan dan hak persekutuan hukum atas tanah. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan dan binatang liar dari tanah persekutuan hukum tersebut. Selain itu mereka berhak mengadakan hubungan hukum tertentu dengan tanah serta semua isi yang ada di atas tanah persekutuan hukum sebagai obyek. Hukum tanah adat yang murni berkonsepsi komunalistik, yang mewujudkan semangat gotong royong dan kekeluargaan yang diliputi suasana religius. Tanah merupakan tanah bersama kelompok teritorial atau genealogis. Dalam pandangan masyarakat hukum adat, tanah mempunyai makna yang sangat penting, yakni antara lain sebagai tempat tinggal, mempertahankan kehidupan dan alat pengikat masyarakat dalam suatu persekutuan serta sebagai modal (aset produksi) utama dalam suatu persekutuan. Hukum tanah adat dalam hal hak persekutuan atau hak pertuanan dapat dilihat dengan jelas bahwa umat manusia itu ada yang berdiam di suatu pusat tempat kediaman yang selanjutnya disebut masyarakat desa atau mereka ada yang berdiam secara tersebar di pusat - pusat kediaman yang sama nilainya satu sama lain, di suatu wilayah yang terbatas, maka dalam hal ini merupakan suatu masyarakat wilayah. Persekutuan masyarakat seperti itu, berhak atas tanah itu, mempunyai hak-hak tertentu atas tanah itu, dan melakukan hak itu baik keluar maupun ke dalam persekutuan. 1 1 B. Ter Haar Bzn., 1981, Asas asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 71. 1

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, karena tanah mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai Social Asset dan Capital Asset. Sebagai Social Asset, tanah di kalangan masyarakat Indonesia merupakan sarana pengikat kesatuan sosial untuk hidup dan berkehidupan, sedang sebagai Capital Asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan. 2 Dalam kehidupan manusia tanah mempunyai arti penting, karena tanah merupakan bagian dari hidupnya. Paling sedikit ada tiga kebutuhan manusia yang pemenuhannya berkaitan dengan tanah. Pertama manusia membutuhkan tanah untuk memperoleh mata pencaharian sehari-hari; kedua manusia membutuhkan tanah untuk papan (rumah) sebagai tempat tinggalnya; ketiga manusia membutuhkan tanah untuk makamnya setelah meninggal dunia. 3 Selain sebagai sumber kehidupan juga tempat tinggal, bahkan sampai matipun manusia masih membutuhkan tanah sebagai tempat pemakamannya. Pada masa pemerintahan Sultan, di Buton Sulawesi Tenggara, tanah dalam kompleks benteng Keraton Buton ditetapkan sebagai tanah Sultan yaitu tanah yang penguasaannya berada di bawah kekuasaan kesultanan. Sejalan dengan penetapan Konstitusi Kerajaan Kesultanan Buton yang diumumkan dan disumpahkan dalam sebuah rumah rapat raksasa yang dihadiri oleh semua aliran masyarakat Buton dalam zaman Sultan Buton Dajanu Ihsanuddin tahun 1688 maka ditetapkan pula peraturan dan hak-hak rakyat akan tanah swapraja Buton. Pada garis besarnya dalam penetapan itu ditentukan bahwa tanah swapraja Buton dibagi atas 72 Kadie, Kadie merupakan bagian-bagian dari wilayah Kesultanan 2 Herma Ulis, 2001, Aspek-Aspek Hukum Pakai Tanah Negara Sebagai Objek Jaminan, Hukum Bisnis, Vol. 10, Jakarta, hlm. 49 3 L. Sutrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 62-63 2

Buton yang berotonomi. Dari 72 Kadie itu dua diantaranya tidak mempunyai daerah tanah, dan hanyalah 70 Kadie yang telah ditentukan mempunyai lingkungan tanah yang telah diberi batas-batas tertentu, dimana Kalijol dalam tiap-tiap Kadie berhak mengurus, mengawasi dan mengolah tanah dalam Kadie masing-masing. Kalijol merupakan orang-orang yang menerima Kadie. Dua golongan Kadie yang disebutkan di atas adalah golongan yang disebut Kaomo dan Walaka. Kedua golongan ini tidak mempunyai daerah tanah, akan tetapi telah diumumkan dan ditetapkan bahwa mereka dapat membuka tanah dalam tiap-tiap Kadie yang 70 itu, dan terlebih dahulu menyatakan keinginan mereka kepada Sjara (pemerintah kerajaan) dalam tiap-tiap Negeri dari tiap Kadie itu. Apabila tanah yang dimilikinya itu telah ditinggalkannya, maka wajar tanah itu jatuh kembali kepada pengawasan Kadie yang bersangkutan. 4 Harta peninggalan bekas Kesultanan Buton yang paling dikenal terdapat di Kabupaten Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Benteng dan Mesjid Agung Keraton yang bernilai religius tinggi. Benteng yang mengelilingi pusat pemerintahan Kesultanan Buton dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III, La Sangaji (Sultan Kaimuddin). Selain berfungsi sebagai pembatas pusat lingkungan Keraton, tumpakan batu tersebut berfungsi sebagai perlindungan dari serangan musuh. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV, La Elangi (Sultan Dayanu Ikhsanuddin), tumpukan batu tersebut dibangun menjadi sebuah benteng. Cerita unik seputar pendirian benteng yang beredar di tengah masyarakat mirip 4 Abdul Mulku Zahari, 1957, Hak Kaula Swapraja Atas Tanah Dalam Kerajaan Buton, Data Naskah Arsip Nasional, Baadia, hlm. 01 3

dengan kisah pendirian Candi Borobudur.Konon, tumpukan batu kapur tersebut direkatkan dengan menggunakan putih telur. 5 Dahulu pada masa pemerintahan Kesultanan Buton, tanah benteng Keraton Buton disebut sebagai tanah Sultan, akan tetapi, setelah berlakunya Undang- Undang Pokok Agraria tanah-tanah seperti tanah peninggalan kerajaan atau Kesultanan dikenal dengan sebutan tanah swapraja. Tanah swapraja setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960 atau yang lebih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria dijelaskan dalam ketentuan keempat yaitu bahwa hak-hak dan wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-Undang ini hapus dan beralih kepada Negara. Pada prakteknya 70 (tujuh puluh) Kadie yang berada di luar benteng Keraton Buton diberikan untuk rakyat dan 2 (dua)kadie lainnya untuk golongan Bangsawan dan Bonto berada di wilayah Keraton Buton. Para warga masyarakat yang bermukim di dalam komplek benteng Keraton Buton pada umumnya adalah para keturunan dari golongan Bangsawan (Sultan) dan golongan Bonto. Kedua golongan tersebut menguasai tanah tersebut dengan staus hak pakai atau dalam bahasa Buton adalah tanah turakia. Tanah ini adalah tanah yang paling terkenal dalam masyarakat Buton. Tanah turakia merupakan tanah yang dibebani hak pakai dalam masyarakat adat Buton. Hak pakai (turakia) mulanya diserahkan oleh Sjara setempat kepada seseorang untuk diolah, tempat mendirikan rumah, dan 5 Muhammad Yusri, 2007, Menelusuri Benteng Keraton Buton, http://www.butonnews.blogspot.com, diakses pada tanggal 20 Oktober 2014 4

lain-lain, kemudian tanah ini dimiliki oleh anak cucunya turun temurun atau ahli warisnya terdekat. Sjara merupakan dewan adat dalam masyarakat adat Buton. Tanah Kesultanan Buton yang terdiri dari 70 Kadie tersebut sebagian besar sudah banyak yang dimiliki oleh masyarakat Buton. Kadie yang berada di dalam kompleks Keraton Buton sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria belum diserahkan kepemillikannya kepada warga. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir tanah di luar Kompleks Benteng Keraton Buton yang dulunya belum bisa disertipikatkan yaitu Kelurahan Baadia yang berada tepat di luar benteng sekarang oleh Kantor Pertanahan sudah disertipikatkan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai elemen masyarakat khususnya penulis karena dengan diterbitkannya sertipikat kepemilikan tanah tersebut, warga bisa saja menjual tanah tersebut kepada orang lain. Menurut Mujazi yang merupakan anak bungsu dari Abdul Mulku Zahari yang dulunya pernah menjabat sebagai asisten pribadi dari Sultan Falihi yang memerintah Buton dari tahun 1937-1960, dan Sultan Falihi merupakan sultan terakhir dari Kesultanan Buton. Disampaikan bahwa masyarakat Buton khususnya masyarakat hukum adat Buton, banyak dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan hukum, yaitu dengan berdirinya kerajaan Buton di mana masyarakat hukum adat di Buton berada di bawah Pemerintahan Kesultanan Buton berikut hakhaknya, serta setelah berdirinya Negara Republik Indonesia berikut hak-haknya. Hal tersebut tentunya berhubungan langsung dengan hak-hak masyarakat Buton atas tanah. Pada masa Kesultanan Buton terdapat 6 jenis tanah pada masyarakat 5

Buton, yaitu tanah turakia, tanah katampai, tanah perkuburan, tanah dalam kawasan benteng, tanah swapraja bebas dan hutan kaombo. 6 Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disingkat menjadi UUPA) maka hak atas tanah berdasarkan aturan swapraja tersebut tidak bisa lagi diberlakukan, untuk penyederhanaan maka UUPA mengatur hak-hak atas tanah yang dapat dikonversi menjadi hak atas tanah yang berdasarkan UUPA, dasar hukum konversi hak atas tanah tersebut terdapat di dalam Pasal 1 sampai dengan Pasal 7 UUPA. Berbagai jenis hak atas tanah tersebut kemudian dikonversi menjadi hak atas tanah yang baru, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. 7 Sebagian besar tanah di bekas Kesultanan Buton, utamanya tanah katampai, kemudian sebagian besar tanah turakia sudah dikonversi, sementara untuk tanah dalam kawasan banteng Keraton belum dikonversi, pemberian hak atas tanah turakia dan tanah dalam kawasan keraton memerlukan perhatian khusus karena hal ini berhubungan dengan kearifan lokal dalam masyarakat Buton. B. Rumusan Masalah 1. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pensertipikatan atas tanah turakia di bekas Kesultanan Buton? 6 Hasil wawancara pra penelitian dengan Mujazi, selaku Tokoh Masyarakat, pada tanggal 15 Oktober 2014, via telepon 7 Ali Achmad Chomzah, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm. 80 6

2. Bagaimanakah status hukum kepemilikan dan perlindungan hukum terhadap tanah turakia dan tanah dalam kawasan benteng di bekas Kesultanan Buton? C. Keaslian Penelitian Sebagai sebuah studi mengenai hukum pada Magister Kenotariatan yang mengkaji mengenai status hukum dan kepemilikan atas tanah turakia, penelitian ini tentunya bukan saja suatu penelitian yang baru sama sekali, karena sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Sepengetahuan penulis dan melalui penelusuran, cukup banyak penelitian yang berkaitan dengan status hukum dan kepemilikan atas tanah swapraja. Beberapa yang cukup relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh: 1. Lego Karjoko tahun 2005 tentang Budaya Hukum Keraton Surakarta Dalam Pengaturan Tanah Baluwarti Sebagai Kawasan Cagar Budaya. Ada dua permasalahan dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimana pengaturan tanah Baluwarti sebagai kawasan cagar budaya yang didasarkan atas pengintegrasian budaya hukum keraton Surakarta dan budaya hukum kekeluargaan. Kedua, Bagaimana pengaturan tanah Baluwarti sebagai kawasan cagar budaya yang dihasilkan dari pengintegrasian pendapat pemerintah kota Surakarta, masyarakat Baluwarti dan kerabat keraton Surakarta mengenai makna keraton Surakarta dan hak atas tanah Baluwarti. 8 2. Gra. Koes Isbandiyahtahun 2008 tentang Kebijakan Karaton Surakarta Hadiningrat Dalam Pengelolaan Tanah Dan Bangunan Setelah Keputusan 8 Lego Karjoko, Budaya Hukum Keraton Surakarta Dalam Pengaturan Tanah Baluwarti Sebagai Kawasan Cagar Budaya, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2005. 7

Presiden Nomor 23 Tahun 1988 Tentang Status Dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta Di Kelurahan Baluwarti Kota Surakarta. Ada dua permasalahan dalam penelitian tersebut. Pertama, Apa kebijakan Karaton Surakarta Hadiningrat dalam pengelolaan tanah dan bangunan setelah Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta. Kedua, Hambatan-hambatan apa saja dan bagaimana solusinya dalam pelaksanaan kebijakan Karaton Surakarta Hadiningrat dalam pengelolaan tanah dan bangunan setelah Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasultanan Surakarta. 9 Penelitian tersebut di atas, sepengetahuan penulis, berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan sebelumnya, berkaitan dengan pengaturan kebijakan dan pengelolaan tanah swapraja di Surakarta dalam hal ini adalah Tanah Baluwarti, penulis belum menemukan penelitian yang sama dengan penelitian penulis. Penelitian yang akan dilakukan lebih menekankan kepada status hukum dan kepemilikan atas tanah turakia di bekas Kesultanan Buton, yang berlokasi di Buton, Sulawesi Tenggara, dan fokus kepada tanah Turakia dan tanah dalam kawasan benteng keraton Buton. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis lebih lanjut mengenai: 9 Gra Koes Isbandiyah, Kebijakan Karaton Surakarta Hadiningrat Dalam Pengelolaan Tanah Dan Bangunan Setelah Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 Tentang Status Dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta Di Kelurahan Baluwarti Kota Surakarta, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008. 8

a. Faktor-faktor yang melatarbelakangi pensertipikatan atas tanah turakia di bekas Kesultanan Buton. b. Status hukum kepemilikan dan perlindungan hukum terhadap tanah turakia dan tanah dalam kawasan benteng di bekas Kesultanan Buton. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang Status Hukum Kepemilikan Atas Tanah Turakia Di Bekas Kesultanan Buton ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas pada umumnya dan Notaris pada khususnya. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan akademik maupun kegunaan praktis. a. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Badan Pertanahan Nasional yang ideal sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam menetapkan dan merumuskan status hukum dan kepemilikan atas tanah Turakia di bekas kesultanan Buton yang ideal. b. Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan-bahan informasi kepustakaan dan bahan ajar di bidang hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan pada khususnya yang berkaitan dengan status hukum dan kepemilikan atas tanah turakia di Indonesia. 9