1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Urgensi mengadakan suatu badan peradilan administrasi tidak hanya dimaksudkan sebagai pengawasan ekstern terhadap pelaksanaan Hukum Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu Negara Hukum, akan tetapi yang benar-benar berfungsi sebagai badan peradilan yang secara bebas dan obyektif diberi wewenang menilai dan mengadili pelaksanaan Hukum Adm inistrasi Negara yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa tuntutan pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan warga masyarakat mengakibatkan kekuasaan pemerintah tidak mungkin lagi dapat dikungkung semata-mata melaksanakan wewenang yang didasarkan kepada undang-undang disamping berlakunya asas legalitas. Untuk mencapai hasil yang lebih baik, pemerintah membutuhkan kebebasan untuk bertindak sendiri yang dikenal dengan Freies Ermessen. 1 Pelaksanaan asas tersebut dalam praktek telah berkembang dan terlihat melalui leluasanya pemerintah membuat peraturan kebijakan umum (beleidsregels) yang menurut sifatnya tidak didasarkan kepada peraturan Surabaya, hlm 4. 1 E. Utrecht, 1988, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas,
2 perundang-undangan yang ada, melainkan berdasarkan asas kebebasan bertindak (beleidsvrijheid atau beoordellingsvrijheid). 2 Kekuasaan dan beban tugas pemerintah yang demikian besar, perlu diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik agar dapat mewujudkan tujuan negara sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 untuk menciptakan negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, masyarakat yang cerdas dan sejahtera, berperan dalam menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kekuasaan pemerintah yang semakin besar, akan semakin besar pula kemungkinannya untuk disalahgunakan, dan supaya kecenderungan yang berakibat merugikan negara dan warga masyarakat itu tidak leluasa berkembang, kekuasaan hendaklah dibatasi dan diawasi. Untuk itu diperlukan suatu badan yang dapat memberikan putusan dalam hal terjadi benturan kepentingan, perbedaan penafsiran dalam penggunaan kekuasaan dan penerapan hukumnya antara pemerintah dan anggota masyarakat. Pada hakikatnya, badan peradilan adm inistrasi adalah salah satu badan yang dibentuk untuk dengan cara tertentu mengawasi tindakan pemerintah dan mempunyai wewenang melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan organ pemerintah disamping organ pengawasan lain. Sarana pengawasan lain, antara lain badan atasan hierarkhis organ pemerintahan dan badan banding administrasi sebagai pengawas internal, lembaga politik MPR 2 Bagir Manan, 1995,Peraturan Kebijakan ( Makalah Pada Penataran Dosen Fakultas Hukum Seluruh Sumatera ), Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, hlm 12.
3 dan DPR (D), BPK, Mahkamah Agung, lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mempunyai perhatian terhadap bidang-bidang tertentu, Komisi Ombudsman Nasional, dan badan peradilan umum. 3 Kompetensi utama badan peradilan administrasi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Administrasi adalah menyelesaikan sengketa administrasi antara pemerintah dengan warga masyarakat, sengketa yang timbul akibat tindakan pemerintah yang tidak menurut hukum dan melanggar hak-hak serta kepentingan warga. Dengan demikian tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah: 1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu. 2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. 4 Dalam perspektif yang lebih luas, badan peradilan administrasi adalah penjaga agar kegiatan dan tindakan pemerintah dalam menyelenggarakan tugasnya selalu berdasarkan kepada ketentuan hukum (rechmatigheid van het bestuur) dan terlaksananya jaminan serta perlindungan terhadap hak-hak warga menurut konsepsi Indonesia, yaitu keserasian, keselarasan dan 3 Paulus Effendie Lotulung, 1993, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm xvi. 4 Keterangan Pemerintah Pada Sidang Paripurna DPR -R I mengenai Rancangan Undang- Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara tanggal 29 April 1986 dan termuat dalam Konsiderans Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
4 keseimbangan antara kepentingan warga dan kepentingan masyarakat. 5 Dapat dikatakan bahwa hasil dari pengawasan ini adalah pengembalian hak-hak dan kepentingan warga yang terkena tindakan pemerintah dan koreksi terhadap tindakan pemerintah yang melawan hukum serta akibat-akibatnya. Pada akhirnya, sengketa administrasi dapat diselesaikan dalam arti sengketa itu berakhir. Sengketa administrasi yang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan kemudian diubah yang kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 disebut sebagai sengketa Tata Usaha Negara, berdasarkan sifatnya merupakan sengketa hukum publik antara Pemerintah (bestuur) selaku penguasa (overheid) dengan rakyat (burger) selaku yang diatur (geregerd) sebagai akibat adanya Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) yang dikeluarkan Pemerintah sebagai tindakan hukum tata usaha negara. Dikatakan sebagai sengketa hukum publik karena ciri khas dari hukum publik adalah turut campurnya atau kepeduliannya pemerintah dalam suatu segi kehidupan dalam masyarakat. 6 Dalam rangka penyelesaian kepentingan umum, pemerintah diberi kedudukan yang istimewa dan wewenang oleh undang-undang untuk melaksanakan tindakan hukum tertentu yang dapat mengikat warga masyarakat meskipun tidak mendapat persetujuan, sedangkan warga atau badan hukum privat tidak diberi wewenang untuk melaksanakan urusan - 5 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Disertasi Universitas Airlangga Surabaya, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 85. 6 Indroharto, 1999, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara, Bogor-Jakarta, hlm. 15.
5 urusan yang serupa. Kedudukan pemerintah tidak sejajar dengan kedudukan warga, sehingga tidak ada tindakan publik pemerintah bersama -sama dengan warga. Terjadinya suatu tindakan pemerintah semata-mata bergantung kepada kehendak pihak badan atau jabatan pemerintah, dengan kata lain tidak disandarkan pada kehendak dari pihak yang menjadi tujuan keputusan. Di samping itu, dalam perjanjian dua pihak sekalipun nuansa wewenang publik dari pemerintah tetap mendominasi syarat-syarat perjanjian dengan standard contract. 7 Dengan adanya kondisi yang tidak seimbang antara kedudukan pemerintah dengan kedudukan warga masyarakat tersebut, dalam perkembangannya telah menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi proses penyelesaian sengketa administrasi pada Pengadilan Tata Usaha Ne gara. Pemerintah yang dalam sengketa administrasi didudukkan sebagai Tergugat kedudukannya jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan Penggugat yang merupakan orang atau badan hukum perdata. Terlebih dengan adanya karakter kedudukan pemerintah (bestuur) dalam hukum administrasi negara yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan kepentingan umum, sementara warga masyarakat berdiri di atas kepentingan pribadinya. Kondisi mengenai adanya perbedaan kewenangan yang melekat pada jabatan tata usaha negara tersebut semakin memperkuat perbedaan kedudukan antara Penggugat dan Tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam kenyataan 7 Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi TerhadapTtindakan Pemerintah, PT.Alumni, Bandung, hlm. 69.
6 seperti ini, maka wajar kiranya bila Tergugat lebih memiliki kelengkapan fasilitas, informasi, sarana dan prasarana dibandingkan pihak Penggugat. Keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai badan peradilan administrasi sudah menjadi bukti adanya keperdulian pemerintah untuk melindungi hak-hak warga masyarakat dari tindakan hukum pemerintah yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, akan tetapi dengan adanya kedudukan yang tidak sejajar antara Penggugat dan Tergugat sebagai pihak yang bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka diperlukan adanya pemikiran untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut. Guna memberikan perlindungan hukum kepada rakyat dan guna mewujudkan keadilan dalam sengketa hukum publik yang kedudukan para pihaknya berbeda, maka diberlakukanlah asas keaktifan hakim (Dominus Litis) pada sistem Peradilan Tata Usaha Negara. Asas keaktifan hakim merupakan kharakteristik khusus dan secara konsepsional (seharusnya) merupakan instrumen vital dalam pelaksanaan fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menjangkau aspek kebenaran formal persidangan maupun aspek kebenaran materiil substansi suatu Keputusan Tata Usaha Negara baik dari sisi prosedural, substansi maupun dasar kewenangan. Adanya asas keaktifan hakim yang diterapkan oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara diharapkan dapat mengikis hambatanhambatan bagi hakim yang kemungkinan akan timbul karena perbedaan kedudukan dari pihak-pihak yang bersengketa. Asas keaktifan hakim telah menjadikan hakim tidak lagi tergantung pada dalil dan bukti yang diajukan
7 para pihak kepadanya. Hakim administrasi diberikan peran aktif karena Hakim tidak mungkin membiarkan dan mempertahankan tetap berlakunya suatu keputusan tata usaha negara yang nyata keliru dan jelas bertentangan dengan undang-undang yang berlaku ataupun asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pada saat proses pemeriksaan sengketa berlangsung hakim administrasi harus berpegang pada asas hakim aktif yang telah diberikan, oleh karena itu selanjutnya patut dikaji mengenai penerapan dari asas tersebut dimana penelitian ini akan membahas bagaimana peranan Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, dan sebagai suatu asas dalam hukum acara apakah keberlakuannya hanya mengandung kelebihankelebihan ataukah sebaliknya terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga dalam penelitian ini patut dikaji pula mengenai apa saja yang menjadi kelebihan maupun kekurangan dari penerapan Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan uraian dan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan mengambil tesis yang berjudul PERANAN ASAS KEAKTIFAN HAKIM (DOM INUS LITIS) DALAM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA OLEH HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang menjadi permasalahan yang patut dikaji dalam penelitian antara lain : 1. Bagaimana peranan Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara? 2. Apa kelebihan dan kekurangan dari penerapan Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peranan Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya bidang hukum acara Peradilan
9 Tata Usaha Negara di Indonesia, di mana penelitian ini dapat memberikan penjelasan mengenai penerapan asas keaktifan hakim (dominus litis) oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. 2. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi hakim khususnya hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam melaksanakan tugas peradilan khususnya dalam menerapkan asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis) dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara, serta secara umum dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam praktek beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara. E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelum nya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. 8 Setelah melakukan penelusuran kepustakaan dari berbagai penelitian, baik yang berbentuk skripsi, tesis, dan karya ilm iah lainnya, dapat dikemukakan bahwa penulis menemukan satu penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, yaitu Penelitian yang dilakukan oleh Willibordus Riawan Tjandra pada tahun 2004 yang berjudul Studi Mengen ai Penerapan Asas Keaktifan Hakim Pada Tahap Pembuktian Dalam Rangka Jakarta, hlm. 18. 8 Maria S. W. Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia,
10 Pemberian Perlindungan Hukum Kepada Pihak Pencari Keadilan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Terdapat persamaan antara tesis tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu dalam hal penerapan asas keaktifan hakim oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara pada tahap pembuktian. Selain adanya persamaan dengan tesis tersebut, bila dicermati hasil penelitian yang penulis susun terdapat perbedaan karena penelitian ini memiliki karakteristik tersendiri, yaitu penulis melakukan suatu kajian ilm iah pada penerapan asas keaktifan hakim sepanjang proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara sejak suatu sengketa menjadi kewenangan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksanya sampai pa da proses pengambilan putusan oleh Hakim, tidak terbatas hanya pada tahap pembuktian semata.