Kata Kunci : styrofoam, polistyren, polistyren tersulfonasi, amilosa, polibled

dokumen-dokumen yang mirip
4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

4 Hasil dan pembahasan

3. Metodologi Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

3. Metode Penelitian

3 Metodologi penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab III Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

4 Hasil dan Pembahasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein

3. Metodologi Penelitian

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

4. Hasil dan Pembahasan

3.1 Alat dan Bahan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

3. Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

3 Metodologi Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

4. Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

5012 Sintesis asetilsalisilat (aspirin) dari asam salisilat dan asetat anhidrida

3 Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

5009 Sintesis tembaga ftalosianin

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Labu leher tiga Pyrex - Termometer C

LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER

Ekstraksi Silika Dari Fly Ash Batubara (Studi Pengaruh Variasi Waktu Ekstraksi, Jenis Asam Dan ph)

4 Hasil dan Pembahasan

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

Hasil dan Pembahasan

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

KAJIAN FISIKA KIMIA LIMBAH STYROFOAM DAN APLIKASINYA Ni Ketut Sumarni 1, Husain Sosidi 2, ABD Rahman R 3, Musafira 4 1,4 Laboratorium Kimia Fisik Fakultas MIPA, Universitas Tadulako 2,3 Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA, Universitas Tadulako ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa polistyren yang memiliki sifat hampir sama dengan polimer alam yaitu amilosa yang diperoleh dari pati amprotab sehingga dapat dipadukan atau di-poliblend. Pada tahapan ini dilakukan analisis sifat polimer yang meliputi gugus fungsi dan massa molekul relatif rata-rata polimer. Dari hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR, polistyren termasuk senyawa non polar karena tidak terlihat adanya puncak serapan disekitar 3600-3200 cm -1 yang disebabkan vibrasi ikatan hidrogen dari gugus -OH. Sifat non polar ini dapat dirubah menjadi sifat polar dengan melakukan sulfonasi terhadap polistyren menjadi polistyren tersulfonasi. Hasil analisis gugus fungsi polistyren tersulfonasi, menunjukkan adanya puncak serapan yang lebar disekitar 3600-3200 cm - yang disebabkan vibrasi ikatan hidrogen dari gugus OH. Sedangkan massa molekul relatif rata-rata yang terukur untuk polistiren tersulfonasi (PSS) diperoleh 54.688,27 g/mol sedangkan amilosa diperoleh sebesar 70.987,45 g/mol jika dibandingkan dengan amilopektin yang diperoleh sebesar 95.225,47 g/mol, sehingga PSS lebih memungkinkan dapat dipoliblend dengan amilosa jika dibandingkan dengan amilopektin. Selain itu kesamaan sifat juga dimiliki oleh PSS dan amilosa yaitu sama-sama memiliki struktur rantai lurus sedangkan amilopektin memiliki struktur rantai bercabang. Perbandingan komposisi poliblend yang dibuat meliputi PS:Amilosa (80:20b/b), PSS:Amilosa (100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50) dan masing dilakukan karakterisasi meliputi Analisis gugus fungsi, Analisis uji tarik, Analisis sifat termal, Analisis sifat kristal, Analisis permukaan dan Uji biodegradasi. Kata Kunci : styrofoam, polistyren, polistyren tersulfonasi, amilosa, polibled 123

I. PENDAHULUAN Styrofoam merupakan plastik berbahan dasar polistiren, banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengemas, memiliki beberapa keunggulan sifat di antaranya fleksibel, tidak mudah pecah, dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain, tidak korosif serta harganya relatif murah. Polistiren merupakan senyawa non polar dapat diisolasi dengan mudah dari limbah plastik styrofoam menggunakan pelarut kloroform dan dimurnikan dengan cara mengendapkan larutannya dalam metanol. Polistiren dapat dimodifikasi menjadi senyawa polar melalui sulfonasi dan pembentukan poliblendnya dengan polimer alam yang bersifat polar yaitu amilosa. Amilosa merupakan salah satu komponen pati ubikayu yang terdiri dari 50 sampai 500 unit glukosa yang bergabung dalam rantai lurus melalui ikatan -(1,4)-glikosida membentuk jaringan yang teratur dan bersifat kristal, juga larut dalam air, memiliki daya alir dan kompresibilitas yang baik. Hidroksi bebas yang terdapat dalam amilosa dapat berfungsi sebagai poliol dan dapat berikatan secara fisik dengan gugus sulfonat yang terdapat dalam polistiren tersulfonasi. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan kajian sifat fisika kimia 124 styrofoam dan aplikasinya sebagai bahan dasar pembuatan polimer poliblend. II. METODE PENELITIAN 2.1 Isolasi Polistiren Plastik Styrofoam dilarutkan dalam kloroform teknis kemudian disaring. Filtrat tersebut dimurnikan dengan cara diteteskan ke dalam gelas kimia yang berisi metanol, endapan (serabut) polistiren yang diperoleh disaring dengan corong Buchner dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 60 o C selama 24 jam. 2.2 Modifikasi Polistiren 2.2.1 Pembuatan Agen Sulfonasi Sebanyak 10 ml diklorometana dan 3,4 ml anhidrida asetat dicampurkan dalam labu bundar berleher tiga dalam kondisi inert dengan menggunakan gas N 2. Larutan didinginkan pada suhu 0 o C, kemudian ditambahkan 2 ml H 2 SO 4 98% (v/v) sambil diaduk hingga homogen. Asetil sulfonat yang diperoleh segera digunakan untuk mensulfonasi polistiren. 2.2.2 Sulfonasi Polistiren Sebanyak 14 gram polistiren dilarutkan dalam 140 ml diklorometana, kemudian larutan polistiren dimasukkan ke dalam labu cabang tiga yang telah berisi asetil sulfat. Selama proses sulfonasi, gas N 2 dialirkan ke dalam labu bundar berleher

tiga. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 40 o C selama 30 menit. Untuk menghentikan proses sulfonasi, dilakukan penambahan 10 ml larutan 2-propanol ke dalam larutan. Larutan dimurnikan dalam aquadest mendidih selanjutnya disaring dan sisa asamnya dinetralkan dalam air mengalir. Polistiren tersulfonasi yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam. 2.3 Isolasi Amilosa dari Pati Ubi Kayu 2.3.1 Penghilangan Asam Lemak Penghilangan asam lemak dalam pati dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan larutan metanol 80% (v/v) bersuhu 65 o C selama empat jam. Hasil ekstraksi disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam. 2.3.2 Pemisahan Amilosa dari Amilopektin Sebanyak 30 gram pati bebas asam lemak dilarutkan dalam 100 ml aqua dm sambil diaduk selama 30 menit. Bagian yang tidak larut dalam aqua dm adalah amilopektin yang langsung mengendap, sedangkan bagian yang larut adalah amilosa, yang mengendap belakangan. Kedua bagian ini dipisahkan dan ditampung dalam wadah yang berbeda. Dengan menggunakan sentrifuge 5810 eppendorf berkecepatan 6500 rpm selama 25 menit, masing-masing endapan didekantasi sampai diperoleh bubuk putih selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam. 2.4. Identifikasi Gugus Fungsi Sampel uji yaitu polistiren tersulfonasi, amilosa, dan poliblendnya dibuat pellet dengan KBr, dengan perbandingan sampel : KBr = 1 : 9. Pellet dimasukkan ke dalam tempat sampel pada peralatan FTIR. Spektrum infra merah direkam pada bilangan gelombang 500 sampai 4500 cm -1. 2.5 Penentuan Gugus Fungsi secara Viskometri Massa molekul polimer ditentukan dengan mengukur viskositas larutan polimer kemudian dibandingkan dengan nilai viskositas dari pelarut. Polistiren dan polistiren tersulfonasi dilarutkan dalam kloroform sedangkan amilosa dilarutkan dalam air sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,001, 0,002, 0,003, 0,004, dan 0,005 g/ml. Masing-masing waktu alir larutan polimer diukur dengan viskometer Cannon-Fenske. Penentuan massa molekul relatif rata-rata setiap polimer dihitung dengan menggunakan persamaan Mark- Houwink-Sakurada yaitu K Mv a. [η] adalah viskositas intrinsik diperoleh dari grafik sedangkan K dan a adalah tetapan yang nilainya tergantung pada suhu. Untuk polistiren dalam pelarut kloroform pada 125

suhu 25 o C masing-masing K = 7,16 x 10-3 L/g dan nilai a = 0,76 sedangkan untuk amilosa dalam pelarut air pada suhu 20 o C adalah K = 1,32 x 10-2 L/g dan a = 0,68 (Mark, 2007). 2.6 Pembuatan Poliblend Poliblend antara PS/PSS dan amilosa dibuat dengan variasi komposisi % (w/w) sebagai berikut: poliblend PS/Amilosa (70/30) dan poliblend PSS/Amilosa terdiri dari (100/0); (90/10); (80/20); (70/30); (60/40) dan (50/50). Sedangkan campuran pelarut yang digunakan antara toluen dan n-butanol adalah 14 : 6 atau 7 : 3 (v/v). Dalam proses pembuatannya, antara PSS dan amilosa dilarutkan dalam wadah yang berbeda. PSS dilarutkan dalam toluen sedangkan amilosa dilarutkan dalam n- butanol dan 1 ml gliserol (0,04%). Setelah larut, keduanya dicampurkan dan dihomogenkan selama 30 menit pada suhu 40 o C. Setelah homogen, campuran dicetak menggunakan cawan petri. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Isolasi Polistiren dan Modifikasinya Polistiren (PS) merupakan polimer termoplastik penyusun styrofoam. PS diisolasi dari limbah plastik styrofoam dengan pelarut kloroform dan diendapkan dalam pelarut metanol. PS yang diperoleh berbentuk serabut berwarna putih. Setelah dilakukan penimbangan, rendemennya mencapai 97,4%. Sifat polimer ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain struktur rantai polimer, kristalinitas dan massa molekul relatif polimer. Modifikasi PS dilakukan melalui sulfonasi. Gambar I menunjukkan reaksi pembentukan asetil sulfonat. O O H 3 C O CH 3 Gambar I + H 2 SO H O 4 3 C + O S O OH Reaksi Pembentukan Asetil Sulfonat Asetil sulfonat berfungsi sebagai agen sulfonasi diperoleh dari hasil reaksi antara anhidrida asetat dengan asam sulfat pekat dalam pelarut diklorometana. Anhidrida asetat berfungsi untuk menyerap air agar tidak ikut bereaksi. Anhidrida asetat digunakan pada sulfonasi karena sifatnya yang higroskopis. Reaksi pembentukan asetil sulfat ini harus dilakukan dalam keadaan inert. Oleh karena itu, pada saat reaksi berlangsung dialirkan gas N 2. Suhu reaksi dikondisikan pada 0 o C agar tidak terjadi bumping saat penambahan asam sulfat pekat. Reaksi sulfonasi yang terlihat pada Gambar II, menunjukkan bahwa gugus sulfonat O CH 3 COOH 126

mensubstitusi atom hidrogen yang berada pada posisi para dari cincin aromatik. CH CH 2 n Gambar II O + H C O + O S O OH CH CH 2 n O S O OH Reaksi Pembentukan PSS CH 3 COOH Selama reaksi sulfonasi berlangsung dikondisikan pada suhu optimal 40 o C dan dibiarkan berlangsung selama 30 menit. Hasil reaksi sulfonasi berupa larutan berwarna kuning pekat. Setelah 30 menit, reaksi dihentikan dengan menambahkan larutan 2-propanol. Hasil sintesis PSS dimurnikan dalam air mendidih untuk menghindari kemungkinan adanya pengotor pada polimer PSS. Setelah pemurnian, diperoleh PSS berwarna putih dan sisa asamnya dinetralkan dengan air mengalir. PSS ini bersifat higroskopis, sehingga harus dikeringkan dan disimpan dalam desikator. Setelah ditimbang diperoleh rendemen sebesar 96,64%. rata-rata Penentuan massa molekul relatif PSS juga dilakukan dengan metode viskometri hasilnya diperoleh sebesar 54.688.27 g/mol. Massa molekul relatif PSS lebih besar jika dibandingkan dengan massa molekul relatif PS. Hal ini menunjukkan adanya penambahan gugus baru ke dalam polistiren yaitu -SO 3 H. Dari hasil analisis derajat sulfonasi dilakukan secara titrasi asam-basa. Derajat sulfonasi dari PSS diperoleh sebesar 14,28 %, yang berarti hanya sekitar 14,28% gugus benzena yang tersubtitusi oleh gugus sulfonat. Identifikasi gugus fungsi PS dan PSS dilakukan dengan menggunakan FTIR. Gambar III menunjukkan perbedaan gugus fungsi yang dimiliki oleh kedua polimer. Garis warna biru adalah serapan gugus fungsi PS sedangkan garis warna merah adalah serapan gugus fungsi PSS. Adanya perbedaan sebagian puncak serapan antara gugus fungsi dalam PS dengan gugus fungsi dalam PSS. Perbedaan ini disebabkan adanya gugus sulfonat yang tersubstitusi pada cincin benzena dalam PSS. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang antara 1217-1165 cm -1 disebabkan oleh vibrasi ikatan O=S=O dari gugus sulfonat dan antara 3600 cm -1-3200 cm -1 disebabkan vibrasi ikatan hidrogen dari gugus -OH. Puncak serapan juga muncul pada bilangan gelombang 860-800 cm -1 menunjukkan adanya subtitusi 1,4 pada cincin benzena. Ketiga puncak tersebut menunjukkan terjadi penambahan gugus baru ke dalam cincin benzena pada posisi para yaitu SO 3 H yang menyebabkan PSS bersifat hidrofil. 127

metanol 80% (v/v). Proses ekstraksi dilakukan selama empat jam pada suhu 40 o C. Hasil ektraksi disaring dan dikeringkan Gambar III Spektrum IR PS (garis biru) dan PSS (garis merah) Selain itu dalam PS dan PSS muncul puncak serapan pada bilangan gelombang yang sama antara lain, vibrasi ikatan CH 2 dan -C H alifatik teramati pada bilangan gelombang antara 3000 2700 cm -1, vibrasi ikatan C=C dan C-C pada cincin benzena muncul pada bilangan gelombang antara 1675 1500 cm -1, pada bilangan gelombang 1000 650 cm -1 juga muncul serapan akibat vibrasi ikatan C=C pada cincin benzena. Puncak serapan yang lain juga muncul yaitu pada gelombang 770 730 cm -1 bilangan menunjukkan adanya monosubstitusi cincin benzena. 3.2 Ekstraksi Pati dan Pemisahan Amilosa Pemisahan asam lemak dan senyawa lainnya dari Amprotab dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan dalam oven selama 24 jam. Residu ditimbang dan diperoleh rendemen sebesar 86,46 %. Tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan asam lemak dan senyawa lainnya yang terdapat dalam pati agar amilosa dan amilopektin dapat dipisahkan dengan baik dan bebas dari senyawa yang tidak diharapkan. Didasarkan pada kelarutannya dalam air, antara amilosa dan amilopektin dapat dipisahkan dengan metode pengendapan. Pati dilarutkan dalam aqua dm dengan volume berlebih. Bagian yang larut adalah amilosa sedangkan amilopektin langsung mengendap berbentuk agregat kasar. Dari keadaan ini langsung dipisahkan dan ditampung dalam gelas kimia yang bersih. Untuk mendapatkan masing-masing komponen dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 6500 rpm. Setelah terpisah, endapan didekantasi dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Amilosa larut dalam air disebabkan karena struktur rantainya yang lurus sehingga gugus hidroksi dalam amilosa dapat berasosiasi dengan air membentuk ikatan hidrogen. Sedangkan amilopektin memiliki struktur bercabang menyebabkan gugus hidroksi dalam amilopektin terhalangi secara sterik 128

sehingga ada sebagian gugus hidroksi yang tidak mampu memecah ikatan hidrogen yang terdapat dalam air. Gambar IV menunjukkan spektrum serapan gugus fungsi dalam pati, amilopektin dan amilosa yang dipisahkan dari Amprotab. Secara kualitatif, intensitas serapan pati lebih tajam (kuat) jika dibandingkan dengan amilopektin dan amilosa. Namun daerah serapan setiap gugus fungsi yang muncul pada rentang bilangan gelombang antara 4000 sampai 900 cm -1 hampir sama, karena senyawa pati, amilopektin dan amilosa memiliki gugus yang sama. Kecuali ikatan glikosidik akibat vibrasi ulur C-O-C dari ikatan -(1,4)-glikosidik dan ikatan - (1,6)-glikosidik masing-masing terlihat pada daerah bilangan gelombang 1658,78 cm -1 dan 1546,91 cm -1. Serapan yang muncul pada bilangan gelombang 3400-3300 cm -1 sebagai akibat vibrasi ulur ikatan hidrogen dari O-H, pada bilangan gelombang 2929,87 cm -1 muncul serapan sebagai akibat adanya vibrasi ulur dari C- H. Puncak serapan pada bilangan gelombang antara 1440-1300 cm -1 disebabkan oleh vibrasi tekuk O-H dalam bidang, sedangkan puncak pada bilangan gelombang 1260-900 cm -1 akibat adanya vibrasi ikatan C-O. Puncak serapan juga muncul pada daerah bilangan gelombang 3000 2700 cm -1 sebagai akibat vibrasi ulur ikatan C-H yang terikat pada gugus CH 2. Gambar IV Spektrum IR Pati (garis hitam), Amilopektin (garis merah dan Amilosa (garis biru) Massa molekul relatif amilosa ditentukan menggunakan metode viskometri. Viskositas intrinsik diperoleh melalui grafik yang dieksplorasikan dari data pengukuran. Menggunakan persamaan Mark-Houwink-Sakurada dengan tetapan pasangan amilosa-air pada suhu 20 o C yaitu K =1,32 x 10-2 ml/g dan 0,68 diperoleh massa molekul relatif ratarata viskositas amilosa sebesar 70.987,45 g/mol. Sedangkan massa molekul relatif rata-rata viskositas amilopektin dan pati juga dilakukan secara viskometri dengan pelarut yang sama, masing-masing diperoleh 95.225,47 g/mol dan 155.922,95 g/mol. Perbedaan ini disebabkan karena jumlah satuan unit glukosa dalam amilosa, amilopektin dan pati berbeda. Dalam hal ini amilosa memiliki satu ikatan -(1,4) membentuk rantai lurus sedangkan amilopektin dan pati sama-sama memiliki ikatan -(1,4) dan -(1,6) membentuk 129

rantai bercabang menyebabkan ukuran molekulnya lebih besar jika dibandingkan dengan amilosa. 3.3 Pembuatan Poliblend Poliblend antara polimer PSS dan amilosa dibuat dengan berbagai perbandingan komposisi PS/Amolosa (80:20), PSS/Amilosa (100:0), PSS/Amilosa (90:10), PSS/Amilosa (80/20), PSS/Amilosa (70:30), PSS/Amilosa (60:40), PSS/Amilosa (50:50) menggunakan pelarut toluen dan n-butanol sebanyak 7 : 3 (v/v), karena amilosa kurang larut dalam n-butanol maka ditambahkan gliserol0,04% (w/w). Polimer dilarutkan dalam toluen sedangkan amilosa dilarutkan dalam n-butanol dan gliserol. Setelah larut dan homogen, larutan polimer dicetak dalam cawan petri dan dibiarkan menguap pada suhu ruang selama 24 jam. Penambahan gliserol sebanyak 0,04 % (w/w) selain sebagai plasticizer juga dapat membantu melarutkan amilosa sehingga poliblend PS/amilosa dan PSS/amilosa dapat dibentuk. Hal ini disebabkan karena gliserol dapat berinteraksi dengan amilosa membentuk ikatan hidrogen melalui gugus hidroksidanya. IV. KESIMPULAN Polistyren yang bersifat nonpolar dapat disulfonasi menjadi polistyren tersulfonasi yang bersifat polar sehingga olistyren dan polistyren tersulfonasi dapat dipoliblend dengan amilosa DAFTAR PUSTAKA Mitchell, B.S., (2004) : An Introduction to Material Engineering and Science, New York, John Wiley and Sons, 448-459. Montgomery E.M., Senti F.R., (1958): Separation of Amylose from Amylopectin of Starch by an Extraction-Sedimentation Procedure, Journal of Polymer Scienc, 28, 1-9. Rohandi. R., (2006) : Modifikasi Polistiren Melalui Pembentukan Poliblend dengan Polihidroksibutirat, Skripsi, Institut Teknologi Bandung. Rohaeti E.,(2003) : Pengaruh Komposisi Amilosa Terhadap Kemudahan Degradasi Poliuretan, Jurnal Matematika dan Sains, 8, 159-161. Steven, M.P., (1989) : Polymer Chemistry An Introduction. Oxford University Press, Inc. Terjemahan dari Sopyan I (2007) Kimia Polimer. PT 130

Prayadya Paramita, Jakarta, 63, 128-131. Stuart, B.H., (2003) : Polymer Analysis. University of Technology, Sydney, Australia, 164-167. Schnabel. W., (1981) : Polymer Degradation, Principle and Applications. Hanser International, 155 169. 131