PENGKAJIAN USAHA TERNAK SAPI MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DI KABUPATEN TTU

dokumen-dokumen yang mirip
TAMPILAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI BALI PADA DUA MUSIM YANG BERBEDA DI TIMOR BARAT

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU

RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PROFIL BUDIDAYA SAPI POTONG DALAM USAHATANI DI PULAU TIMOR, NUSA TENGGARA TIMUR. Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PELUANG USAHA PENGGEMUKAN SAPI DALAM KANDANG KELOMPOK DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

Dukungan Teknologi Perbibitan dan Penggemukan Sapi Potong Melalui Sekolah Lapang di Nusa Tenggara Timur (Kasus Pulau Timor)

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI INTRODUKSI LIMBAH PERTANIAN dan PROBIOTIK BIO - CAS

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

Tabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

PRODUKSI TERNAK DALAM SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU DI KEBUN PERCOBAAN LILI, BPTP NTT

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PROSPEK PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI DI LAHAN MARGINAL UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN SAPI BAKALAN DI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PEMANFAATAN LIMBAH PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM USAHATANI SAYUR-SAYURAN ORGANIK DI TIMOR TENGAH UTARA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

JURNAL INFO ISSN : PENDAMPINGAN PROGAM PENGUATAN PAKAN INDUK SAPI POTONG DI KABUPATEN BLORA

KAJIAN PERUBAHAN BERAT BADAN DAN PENDAPATAN SAPI POTONG KONDISI PETANI DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

POLA PEMBESARAN SAPI PEDET Pola pembesaran pedet yang sangat menonjol di Kab. Boyolali ada 3 sistem yaitu : (1) pembesaran secara tradisional, (2) pem

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

PENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

MANAJEMEN PEMELIHARAAN

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PENGKAJIAN USAHA TERNAK SAPI MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DI KABUPATEN TTU Amirudin Pohan dan Sophia Ratnawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Suatu pengkajian Perbaikan produktifitas sapi serta penyediaan sapi bibit dan bakalan menunjang agribisnis sapi potong di Pulau Timor dan Sumba telah dilakukan pada tahun 2005. Lokasi pengkajian dilaksanakan di Desa Usapinonot Kec, Insana Kab. TTU. Tujuan dari pada pengkajian adalah meningkatkan produktivitas ternak sapi Bali melalui perbaikan pakan dan manajemen perkawinan untuk mendapatkan ternak bibit dan bakalan yang berkualitas. Materi pengkajian terdiri dari 96 sapi Bali induk, 1 ekor pejantan sebagai pemacek dan 35 ekor anak sapi yg lahir pada kurun waktu tahun 2005 dan 22 ekor sapi jantan hasil kandang komunal untuk usaha penggemukan. Introduksi teknologi meliputi kandang kolektif dan kandang pemacek, pejantan yang selalu siap sebagai pemacek, flushing pada induk bunting dan periode menyusui, pemisahan anak dari induk berumur 3-5 bulan dan pemberian silase pada jantan penggemukkan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa : a). Perkembangan jumlah anak yang lahir antara tahun 2004 dengan tahun 2005 sebesar 28,5 %. b). Jumlah anak sapi yang terseleksi untuk sapi bibit betina sebesar 21 ekor dan bibit pejantan sebanyak 2 ekor sedangkan jumlah anak sapi bakalan sebayak 20 ekor, c). Terjadi penurunan angka mortalitas anak sebesar 5,8 %, dan d).pertambahan bobot badan harian ternak tertinggi diperoleh pada perlakuan silase + bioplus (0,57 kg/ekor/hari) diikuti oleh perlakuan bioplus (0,46 kg/ekor/hari), silase (0,38 kg/ekor/hari) dan terendah pada kontril (0,15 kg/ekor/hari). Kata Kunci : Usaha ternak, manajemen pemeliharaan, produktivitas PENDAHULUAN Latar Belakang. Walaupun pemeliharaan ternak sapi di daerah NTT baru mulai dikenal pada awal abad ke 20, ternyata usaha peternakan ini mempunyai prospek yang cukup menggembirakan. Sampai tahun 1980-an populasi sapi berkembang dengan cepat, data terakhir menyatakan populasi ternak sapi Bali di NTT berjumlah lebih dari 700.000 ekor (Anonim., 1998) sehingga NTT telah menjadi pemasok penting sapi potong dan bibit bagi daerah lainnya di Indonesia. Namun dalam sensus ternak tahun 2000, ternyata populasi sapi Bali di NTT hanya sekitar 500.000 ekor dan 50.000 ekor sapi Ongole di Pulau Sumba. Dari jumlah tersebut, 85 % sapi Bali tersebar di Pulau Timor dan Pulau Sumba (Anonim.,1990; Bamualim, 1991). Setiap tahun sebanyak 60.000-80.000 ekor sapi Bali yang terjual ke luar NTT dan menyumbang sekitar 12 % dari pendapatan daerah. Penjualan ternak sapi potong memberikan sumbangan penting bagi pendapatan dan sebagai penyangga perekonomian rakyat di pedesaan. Pada umumnya, sistem pemeliharaan ternak sapi mengandalkan sumber pakan ternak dari rumput alam di lahan penggembalaan dengan biaya produksi yang relatif murah dan penggunaan tenaga yang minim. Produktivitas ternak sapi dengan sistem ini, berfluktuasi mengikuti musim (Wirdahayati, 1994). Pada musim hujan produksi hijauan melimpah, ternak mengalami peningkatan bobot badan. Sebaliknya di musim kemarau, produksi dan kualitas hijauan menurun dengan tajam, sehingga terjadi kehilangan bobot badan dimana penurunannya dapat mencapai 20-25 % dari berat badannya pada musim hujan (Bamualim, 1994 ). Oleh karena itu pertumbuhan ternak di lahan NTT mengikuti pola seperti mata gergaji (saw tooth pattern).

Petani juga mengusahakan penggemukan sapi jantan untuk diantar-pulaukan sebagai ternak potong. Sistem penggemukan dilakukan dengan pengandangan ternak atau diikat pindah di bawah pohon (Bamualim et al., 1996; Bustami et al., 1997) dengan memberikan hijauan lamtoro sebagai pakan dasar. Lamanya pemeliharaan biasanya berlangsung sampai 1-2 tahun sebelum dijual. Masalah Pengembangan Peternakan di NTT Tingkat Produktivitas ternak sapi yang dipelihara secara ekstensif relatif rendah dan berfluktuasi mengikuti musim. Selama musim hujan kualitas pakan meningkat dan sebaliknya pada musim kemarau, kandungan protein dan mineral pada rumput terjadi penurunan dan Serat Kasar (SK) meningkat. Akibat fenomena ini maka terjadi penurunan bobot badan ternak yang sangat ekstrim hingga mencapai 20 % dari bobot optimal pada musim hujan. Kecenderungan penurunan standar berat badan yang diantar-pulaukan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : (i). Petani cenderung menjual ternak jantan yang mempunyai pertumbuhan tinggi, sehingga terjadi kelangkaan ternak jantan bermutu sebagai pemacek. (ii). Semakin berkurangnya populasi ternak betina produktif yang mampunyai Calving interval (CI) satu tahun, (iii). Ketersediaan pakan yang terbatas pada musim kemarau, akibatnya ferlilitas menurun, dan (iv). Pola kelahiran anak yang cenderung terkonsentrasi pada musim kemarau (bulan April Oktober dengan puncaknya di bulan Juli). Upaya Pemecahan Masalah Perbaikan usaha peternakan diarahkan kepada dua aspek yaitu : (i) menghasilkan ternak yang bermutu / unggul, dan (ii) dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan. Aspek pertama akan terwujud melalui seleksi jantan dan induk serta ketersediaan pakan yang kontinyu sepanjang tahun. Aspek kedua akan terwujud apabila dapat menghasilkan ternak bakalan yang bermutu untuk digemukkan serta ternak bibit yang mempunyai fertilitas tinggi. Dasar Pertimbangan. Tingkat Produktivitas ternak sapi yang dipelihara secara ekstensif relatif rendah dan berfluktuasi mengikuti musim. Selama musim hujan kualitas pakan meningkat dan sebaliknya pada musim kemarau, kandungan protein dan mineral pada rumput terjadi penurunan dan Serat Kasar (SK) meningkat. Akibat fenomena ini maka terjadi penurunan bobot badan ternak yang sangat ekstrim hingga mencapai 20 % dari bobot optimal pada musim hujan. Kecenderungan penurunan standar berat badan yang diantar-pulaukan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : (i). Petani cenderung menjual ternak jantan yang mempunyai pertumbuhan tinggi, sehingga terjadi kelangkaan ternak jantan bermutu sebagai pemacek. (ii). Semakin berkurangnya populasi ternak betina produktif yang mampunyai CI satu tahun, (iii). Ketersediaan pakan yang terbatas pada musim kemarau, akibatnya ferlilitas menurun, dan (iv). Pola kelahiran anak yang cenderung terkonsentrasi pada musim kemarau (bulan April Oktober dengan puncaknya di bulan Juli) Perbaikan usaha peternakan diarahkan kepada dua aspek yaitu : (i) menghasilkan ternak yang bermutu/unggul, dan (ii) dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan. Aspek pertama akan terwujud melalui seleksi jantan dan induk serta ketersediaan pakan yang kontinyu sepanjang tahun. Aspek kedua akan terwujud apabila dapat menghasilkan ternak bakalan yang bermutu untuk digemukkan serta ternak bibit yang mempunyai fertilitas tinggi. Tujuan kegiatan ini antara lain menyediakan sapi bibit dan sapi bakalan melalui perbaikan produktivitas dan memperkecil angka kematian anak sapi melalui perbaikan manajemen pemeliharaan METODOLOGI PENGKAJIAN Kerangka pemikiran.

Terdapat beberapa faktor yang sangat berperan terhadap menurunnya performans sapi Bali NTT. Adapun faktor-faktor itu antara lain : 1). Inbreeding yang disebabkan oleh terjadi perkawinan antar kerabat dekat dalam satu rumpun pemilikan, 2) Seleksi negatif yang terjadi secara tak disadarai, dimana ternak-ternak yang berkualitas baik menjadi prioritas untuk diperdagangkan keluar pulau, 3) Tingkat pemotongan induk bunting produktif yang cukup tinggi (diatas 70 %) terjadi tempat-tempat Rumah Potong Hewan (RPH), 4). Masih rendahnya aplikasi penerapan teknologi pengawetan pakan seperti Hay dan silase oleh patani sehingga permasalahan pakan masih merupakan persoalan krusial yang dihadapi petani setiap tahun, 5) Tingginya angka kematian induk dan anak akibat waktu kelahiran yang kurang tepat, dimana sebagian besar proses kelahiran sapi Bali terjadi pada musim kemarau. Penanganan Pola kelahiran sapi pada musim kemarau harus mendapat prioritas dalam hal perbaikan kondisi induk periode laktasi dengan pengaturan keseimbangan pakan yang tepat. Selain itu perlu dilakukan penyapihan dini dan seleksi pada anak sapi agar mempercepat siklus aktivitas reproduksi dari sapi induk. Lokasi dan waktu Kegiatan ini dilaksanankan pada desa Usapi nonot sejak tahun 2003 sampai dengan 2005 Pengkajian dipetani dilakukan di desa Usapinonot, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara melibatkan anggota kelompok tani dengan jumlah ternak lebih kurang 60 ekor sapi betina produktif. Teknologi yang akan diadopsikan pada petani meliputi : 1. Pemeliharaan dalam kandang kelompok 2. Pemisahan anak umur 3 bulan 3. Pengenalan cara pembuatan silase 4. Flushing pada induk dan anak umur postpartum 0 sampai 3 bulan. 5. Introduksi pejantan unggul sapi Bali sebagai pemacek.

USAHA TERNAK SAPI MELALUI PERMBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DI KAB TTU PERMASALAHAN 1). Calving Interval Panjang (diatas 12 bulan) 2). Mortalitas anak dibawah umur 3 bulan tinggi ( 30 %), 3). Ketersediaan pejantan di padang penggembalaan tidak seimbang dengan betinaproduktif ( 1 : 20 ekor) 4). Semakin sulit ditemukan ternak bakalan dan bibit yang mempunyai performans baik 5). Periode Penggemukan di atas 1,5 tahun KONSEP PEMECAHAN MASALAH Seleksi induk dan pejantan Perberdayaan kelompok tani Ketersediaan pakan pada musim kemarau PENDEKATAN Penerapan kandang Kelompok Pemisahan anak umur 3 bulan Introduksi pejantan unggul Pembuatan silase LUARAN Pemeliharaan secara berkelompok Produktivitas Induk dan anak sapi yang optimum Prosentase Kebuntingan setiap tahun diatas 75 % Ternak sapi bakalan dan bibit Gambar 1. Alur pikir pemecahan masalah peternakan. Parameter yang di ukur : 1. Bobot lahir anak 2. Bobot umur 3 bulan 3. Bobot umur 6 bulan 4. Bobot umur 1 tahun 5. Pbbh induk dan anak serta jantan penggemukan (gr/ek/hr) 6. Angka kematian ternak Analisis Statistik : Data parameter teknis yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan status ternak, kemudian dilakukan tabulasi dan analisis diskriptif. Untuk membandingkan antara kegiatan yang dilakukan oleh petani kooperator dengan non kooperator dilakukan uji T (T-student). HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan populasi anak sapi pada kandang komunal kelompok tani Nekmese. Gambar 1. Alur Pengkajian Manajemen Perkawinan Induk.

Hasil yang telah dicapai pada tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2004, menunjukkan bahwa jumlah anak jantan yang lahir pada kandang komunal sebanyak 35 ekor yang terdiri dari anak sapi jantan sebanyak 20 ekor dan anak sapi betina sebanyak 15 ekor. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah anak sapi yang lahir sebanyak 49 ekor dengan rincian masing-masing anak jantan dan betina adalah 22 ekor dan 27 ekor. Data selengkapnya dapat disajikan pada Tabel 1 berikut ini Tabel 1. Perkembangan populasi anak sapi pada kandang komunal Kelompok tani Nekmesa Tahun 2004 dan Tahun 2005 Tahun Anak Jantan Anak Betina Jumlah 2004 20 15 35 2005 22 27 49 Jumlah 42 42 84. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan jumlah kelahiran anak pada kelompok ternak yang diberikan perlakuan perbaikan manajemen pemeliharaan yaitu sebanyak 14 ekor atau sebesar 28 %. Kenaikan ini diduga disebabkan karena andanya perlakuan pemisahan anak secara dini sehingga dapat mempercepat aktivitas ovarium dan meningkatkan kesuburan ternakn induk. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P< 0,01) antara jumlah anak nyang lahir pada periode Tahun 2004 dengan anak yang lahir pada periode Tahun 2005. Jumlah ternak bibit hasil seleksi dan sapi bakalan pada kandang komunal Kel.Tani Nekmese. Dari hasil seleksi berdasarkan Pertambahan Bobot Badan Harian (Pbbh) serta pengukuran ukuran linear tubuh yang mencakup Tinggi Pundak, Panjang Badan,dan Lingkar dada, maka jumlah anak sapi yang berhasil diseleksi dan ditetapkan sebagai sapi bibit pada Tahun 2004 sebanyak 2 ekor untuk calon pejantan dari 20 ekor yang lahir dan 10 ekor untuk calon betina dari 15 ekor anak yang lahir, sedangkan sebagai sapi bakalan sebayak 18 ekor. Untuk Tahun 2005 jumlah anak jantan yang berhasil terseleksi sebagai calon pejantan sebanyak 2 ekor dari 22 ekor anak sapin yang lahir, dan jumlah anak betina yang berhasil diseleksi sebagai calon betina induk yaitu sebanyak 21 ekor dari 27 ekor anak yang lahir, sedangkan jumlah yang digunakan sebagai sapi bakalan sebanyak 20 ekor seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Jumlah ternak yang lahir, yang terseleksi sebagai bibit dan bakalan pada Tahun 2004 dan Tahun 2005 di kandang komunal Kelompok Tani Nekmese. Tahu Anak Jantan Anak Betina Jumlah Bibit % Bakalan % Bibit % Bukan Bibit % 2004 2 10 18 90 10 66,7 5 33,3 35 2005 2 9,1 20 90,9 21 77,8 6 22,2 49 Jumla h 4 9,5 38 90,5 31 73,8 11 28,3 84 Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa, rata-rata kelahiran anak dari Tahun 2004 dan Tahun 2005 untuk anak jantan sebanyak 42 ekor (50 %) dan anak betina 42 ekor (50 %). Hal ini menggambarkan bahwa peluang akan terjadinya kelahiran kelamin jantan dan betina adalah seimbang yaitu 50 % dan 50 %. Jumlah anak jantan yang lahir sejak Tahun 2004 dan Tahun 2005 sebanyak 42 ekor, sedangkan yang memenuhi persyaratan sebagai calon pejantan adalah sebesar 4 ekor (9,5 %) dan yang memenuhi persyaratan sebagai bakalan sebenyak 38 ekor (90,5 %). Sedangkan jumlah anak

betina yang lahir sejak Tahun 2004 dan Tahun 2005 sebanyak 42 ekor, dan yang memenuhi persyaratan sebagai calon bibit induk adalah sebanyak 31 ekor (73,8 %) dan yang tidak memenuhi persyaratan sebenyak 11ekor (28,3 %). Hal ini menunjukan bahwa ternak sapi Bali yang berada di Pulau Timor telah terjadi penurunan mutu oleh sebab itu upaya untuk meningkatkan serta mengembalikan mutu genetiknya harus terus diupayakan melalui perbaikan sistem pemeliharaan. Angka kematian anak (mortalitas) pada kandang komunal Kelompok Tani Nekmese Pada Tahun 2004 dan Tahun 2005. Berdasarkan hasil pencatatan tanggal lahir anak serta pencatatan terhadap tingkat kematian anak sejak Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2005, maka jumlah anak sapi yang mati akibat penyakit serta kekurangan pakan akibat kelahiran pada musim kemarau yaitu sebesar 13 ekor (13,4 %) dari 97 ekor seperti yang disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rata-rata angka kematian anak pada kandang komunal Kelompok Tani Nekmese tahun 2004 dan Tahun 2005. Tahun Jumlah Kelahiran Jumlah Yang mati % kematian (ekor) (ekor) 2004 42 7 16,7 2005 55 6 10,9 Jumlah 97 13 13,4 Dari tabel diatas, terlihat bahwa secara keseluruhan sejak Tahun 2004 dan Tahun 2005 prosentase mortalitas anak masih tinggi yaitu 13,4 %, namun jika dilihat pertahunnya ada kecenderungan menurun yaitu dari 16,7 % menjadi 10,9 % atau turun sebesar 5,8 %. Adanya penurunan angka kematian anak sapi ini disebabkan karena terjadi perubahan pola kelahiran akibat dari perlakuan pengaturan perkawinan pada tahun sebelumnya. Secara alamiah ternak sapi Bali yang ada di Pulau mempunyai pola kelahiran yang terkonsentrasi pada bulan Juli sampai dengan Oktober setiap tahunnya. Pada kondisi bulan-bulan tersebut jumlah ketersediaan pakan di padang penggembalaan sangat terbatas sehingga jumlah konsumsi pakan oleh induk mengalami kekurangan akibatnya produksi air susu berkurang. Oleh sebab itu upaya untuk mengatur pola kelahiran anak agar terjadi kelahiran antara bulan Maret sampai dengan Juni yang telah dilakukan pada Tahun 2004 memberi dampak yang positif terhadap angka kematian anak yang lahir pada Tahun 2005. Tampilan Produktivitas Anak Sapi Bali. Dari hasil penimbangan terhadapat berat badan anak sapi yang lahir bulan Mei 2004 dan Desember 2005 yang dilakukan masing-masing selama 6 kali penimbangan dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik.1. Perubahan Bobot Badan Nak sapi Bali pada musim hujan dan kemarau Berat Badan 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Lahir Desember Lahir Mei 1 2 3 4 5 6 Waktu Penimbangan Gambar 2. Perubahan bobot badan anak sapi bali pada musim hujan dan musim kemarau Pada grafik tersebut terlihat bahwa pertambahan bobot badan harian (pbbh) dari anak sapi yang lahir pada bulan Desember lebih baik jika dibandingkan dengan anak sapi yang lahir pada bulan Mei. Namun jika dibandingkan berat lahirnya maka kelahiran pada bulan Mei lebih berat dari pada kelahiran pada bulan Desember. Rata-rata berat lahir pada kelahiran bulan Mei sebesar 12 kg, sedangkan kelahiran pada bulan Desember mempunyai rataan berat lahir sebesar 10 kg. Adanya perbedaan berat lahir ini, kemungkinan disebabkan pengaruh nutrisi untuk pertumbuhan foetus dimana pada trimester III yaitu antara umur kebuntingan 6 sampai 9 bulan merupakan fase pertumbuhan yang cepat menjelang kelahiran. Pada anak sapi dengan kelahiran bulan Mei, maka Trimester terakhir terjadi antara bulan Maret sampai dengan Mei. Pada masa tersebut tersedia pakan yang cukup banyak pada padang penggembalaan. Sebaliknya kelahiran yang terjadi pada bulan Desember mempunyai berat lahir yang lebih rendah disebabkan karena trimester III terjadi pada periode antara bulan Oktober sampai dengan Desember dimana pada kurun waktu tersebut terjadi kekurangan pakan sehingga pertumbuhan foetus mengalami gangguan. Pada grafik 1 juga dapat terlihat bahwa pbbh anak sapi pada bulan Mei mempunyai rataan pertumbuhan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lahir pada bulan Desember yaitu masing-masing sebesar 187 grm/ekor/hari dan 332 grm/ekor/hari. Adanya perbedaan ini disebabkan pengaruh pakan induk terhadap produksi air susu dimana pada pada periode menyusui antara Mei sampai September rata produksi air susu sapi Bali sebanyak 1,5 litter sedangkan produksi susu pada periode menyusui antara bulan Desember sampai dengan Mei lebih banyak yaitu 3,5 litter per ekor per hari. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa rata-rata produksi air susu induk sapi Bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif sebesar 3 liiter per ekor per hari (Pohan A,dkk 1997). Pertambahan bobot badan induk Produktivitas Induk sapi Bali Menyusui Dari hasil penimbangan terhadapat berat badan induk sapi yang sedang menyusui umur 0 sampai 5 bulan menyusui dapat dilihat pada grafik 2. Pada grafik tersebut terlihat bahwa pertambahan bobot badan harian (pbbh) dari induk sapi yang menyusui mulai bulan Mei- September mengalami penurunan sedangkan periode menyusui antara bulan Desember sampai April terlihat mengalami kenaikan. Hasil analisa statistik menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata (p< 0.01) dimana rata-rata penurunan pbbh dari induk periode menyusui Mei sampai dengan September sebesar 316,6 gram/ekor/hari sedangkan rata-rata pbbh induk periode menyusui Desember sampai April sebesar 375 gr/ek/hr. Penurunan pbbh terbesar terjadi sejak periode menyusui memasuki bulan Agustus sampai September yaitu sebesar 633 gr/ek/hr dimana mulai mamusuki puncak musim kemarau. Sedangkan pbbh pada induk periode menyusui Desember sampai April mempunyai pbbh yang tertinggi yaitu antara bulan Februari sampai Maret yaitu sebesar 567 gr/ek/hr dimana terjadi puncak ketersediaan pakan.

Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian (pbbh) Induk Sapi Bali Pada Musim Kemarau dan Hujan 300 Berat Bdan 250 200 150 100 50 0 kemarau ( Mei-Nop) hujan (Des-April) 1 2 3 4 5 Waktu penimbangan Gambar 3. Rataan pertambahan bobot badan harian induk sapi bali pada musim hujan dan musim kemarau Produktivitas induk sapi Bali Periode Bunting Monitoring produktivitas ternak induk yang bunting dilakukan pada Trimester terakhir yaitu pada umur kebuntingan 6 sampai 9 bulan. Dasar pertimbangan dari pengamatan pada periode ini yaitu pada trimester ini pertumbuhan foetus sangat cepat. Selain alas an tersebut diatas apabila dilakukan pemgamatan selama 9 bulan sesuai dengan umur kebuntingan maka hanya dapat dimonitor kebutingan pada periode musim kemarau saja sedangkan peride musim hujan hanya dapat dimonitor selama 3 bulan saja. Hasil penimbangan tersebut dapat kita lihat pada grafik 3 berikut ini. Pada garfik 3 terlihat bahwa pbbh induk bunting pada periode musim hujan mempunyai pbbh yang lebih besar dari pada periode kebuntingan pada musim kemarau. Hasil analisis statistik menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) antara kedua musim. Pbbh yang sangat signifikan pada periode yang sama terjadi pada umur kebintingan trimester I dengan trimerster II dan III. Adanya perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh hormonal. Rataan Pertam bahan bobot badan harian induk s api pe riode bunting pada m usim hujan dan k em arau 250 Berat badan 200 150 100 50 0 kemarau hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pe nim bangan k e Gambar 4. Rataan pertambahan bobot badan harian induk sapi bali periode bunting pada musim hujan dan musim kemarau Produktivitas induk sapi tidak bunting Dari hasil penimbangan terhadap perubahan berat badan induk yang tidak bunting pada dua periode musim yang berbeda disajikan pada grafik 4 dibawah ini. Pada garafik diatas terlihat bahwa hasil analisis statistik terhadap hasil penimbanmgan yang dilakukan pada musim hujan dan kemarau terjadi perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) dimana rataan pbbh pada induk yang tidak bunting untuk musim hujan dan kemarau masing-masing sebesar 458 gr/ek/hr dan 75 gr/ ek/hr.

Pada pbbh periode musim hujan mempunyai angka yang tertinggi antara bulan Maret sampai April dimana pada bulan tersaebut terjadi over produksi hijauan makanan ternak yang ada pada padang penggembalaan. Akibatnya pertumbuhan ternak optimum terjadi pada periode tersebut. Sedangkan pada periode kemarau pbbh paling rendah terjadi antara bulan Oktober sampai Nopember dimana pada periode ini terjadi defisiensi pakan oleh sebab itu pertumbuhan ternak berada pada titik yang yang kritis. Pemanfaatan Silase Sebagai Pakan Ternak Sapi Penggemukan Di Musim Kemarau Silase yang dibuat, diberikan pada ternak sapi penggemukan sebagai suplemen sebanyak 5 kg/ekor/hari, terutama didalam mengatasi kekurangan pakan saat musim kemarau. Hasil kajian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Pertambahan Bobot Badan dan Konsumsi Pakan Lokal Ternak Sapi Potong di Kecamatan Insana, Kabupaten TTU Keragaan Perlakuan Kontrol Silase Bioplus Silase+Bioplus Bobot Badan 170,8 ± 31,6 169,3 ± 38,6 179,6 ± 44,4 161,9 ± 36,4 Awal (Kg) Bobot Badan 175,4 ± 26,4 180,6 ± 35,9 187,7 ± 40,9 179 ±35,4 Akhir (Kg) Pertambahan 4,58 11,3 8,17 17,1 Bobot Badan/PBB (Kg) Pertambahan Bobot Badan 0,15 0,38 0,46 0,57 Harian/PBBH (Kg) Konsumsi Pakan Lokal (Kg/ekor/Hari) 15,34 ± 2,88 16,15 ± 2,38 15,31 ± 2,88 Sumber: Ratnawaty et al, 2005 Pada Tabel 2 terlihat bahwa pertambahan bobot badan (PBB) sapi yang mendapat perlakuan bioplus + silase memberikan PBB yang lebih tinggi sebesar 0,57 kg/ekor/hari, kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan bioplus sebesar 0,46; perlakuan silase sebesar 0,38 dan 0,15 kg/ekor/hari untuk perlakuan kontrol. Winugroho (1998) menyatakan bahwa bioplus merupakan isi rumen terpilih yang mengandung mikroba yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mencerna serat dalam pakan, biplus yang diberikan kepada ternak akan bersinergi dengan mikroba rumen yang ada sehingga kemampuan mikroba untuk mencerna pakan akan meningkat dengan signifikan. Selanjutnya dikatakan bahwa respon bioplus yang diberikan ke ternak dapat memberikan kenaikan bobot hidup harian 0,2-0,4 kg diatas kontrol, adanya perubahan dalam pola makan yang semakin rakus, penampakan kulit yang licin serta hasil feses yang tidak berbau. Pemberian bioplus pada ternak akan memberikan respon yang berbeda karena tergantung pada perbedaan komposisi mikroflora dari ternak yang digunakan, umur dan tipe ternak, jaminan kualitas, cara atau tipe pengolahan, aturan pemakaian dan metoda produksi (Fuller, 1992). Hasil pengkajian Marawali et al, 2004 diperoleh pertambahan bobot badan ternak sapi yang mendapat pakan lokal dan probiotik (bioplus) lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang mendapatkan pakan lokal dan probiotik starbio yaitu masing-masing sebesar 0,52 dan 0,47 kg/ekor/hari, sedangkan kontrol sebesar 0,25 kg/ekor/hari. KESIMPULAN

Dari hasil pengkajian selama tahun 2004 dan Taun 2005 dapat disimpulkan beberapa point sebagai beikut : 1. Prosentase capaian dari rencana tingkat capaian untuk indikator hasil (out put) ternak bibit sebesar 84 % atau 21 ekor dari 25 ekor yang ditargetkan. Belum tercapainya target ini disebabkan masih tingginya angka kematian anak akibat kelahiran yang terjadi pada kisaran bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu pada saat musim kemarau. Demikian juga dengan target untuk menghasilkan ternak bakalan hanya sebesar 80 % yaitu 20 ekor dari 25 ekor yang ditargetkan. 2. Meskipun angka mortalitas anak masih diatas 10 % namun terjadi penurunan jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu dari 16.7 % menjadi 10,9 %. 3. Jumlah ternak betina yang terseleksi untuk digunakan sebagai calon induk mempunyai prosentase yang lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah ternak jantan yang akan digunkan sebagai calon pejantan yaitu masing-masing sebesar 9,5 % dan 73,8 %. Hal ini memberikan gambaran bahwa jumlah pejantan yang tersedia dipadang penggembalaan telah mengalami penurunan jumlah populasinya. 4. Produktivitas induk maupun anak yang beranak pada kisaran bulan Maret sampai dengan Juni lebih jika dibandingkan dengan yang beranak pada Juli sampai dengan Oktober. 5. Pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang mengkonsumsi pakan lokal ditambah bioplus + silase sebesar 0,57 kg/ekor/hari dengan RC rasio 2,1 dan MBCR 6,4; pakan lokal ditambah bioplus sebesar 0,46 kg/ekor/hari, RC rasio 1,9 dan MBCR 4,2 dan pakan lokal ditambah silase sebesar 0,38 kg/ekor/hari, RC rasio 1,8 dan MBCR 2,8 lebih tinggi dibanding dengan pola petani (kontrol) sebesar 0,15 kg/ekor/hari dengan RC rasio 1,4. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. (1998). Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Anonymous. (1999). Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Widadahayati R.B, A. pohan, A. Bamualim. (1994). Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Berbasis Sapi Potong di Nusa Tenggara Timur. Laporan Tahunan Proyek NTAADP Tahun 1994. Bamualim A.,(1994). Interaksi Peternakan dalam Sistem Pertanian di Pulau Timor. Prosiding Seminar Komunikasi dan Aplikasi Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Kupang 17 18 Nopember 1994.