PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL MASINIS KERETA API RUTE JARAK JAUH (STUDI KASUS PADA PT KAI DAOP 2)

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH. Diajukan oleh: D TEKNIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Evaluasi Beban Kerja Mental Masinis Kereta Api Prameks dengan Metode RNASA-TLX (Studi Kasus: PT. KAI DAOP 6 YOGYAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL MASINIS DENGAN METODE RNASA-TLX

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah kendaraan juga berbanding lurus dengan meningkatnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGUKURAN DAN ANALISIS BEBAN KERJA FISIK DAN MENTAL PENGEMUDI BUS AKDP RUTE SOLO- SEMARANG

ANALISIS BEBAN KERJA TERHADAP PENGEMUDI BUS JURUSAN BANDUNG-DENPASAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE NASA-TLX

Tingkat Beban Kerja Mental Masinis berdasarkan NASA-TLX (Task Load Index) di PT. KAI Daop. II Bandung

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR RUMUS.. DAFTAR LAMPIRAN... Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN 5.1 NASA-TLX Analisis Setiap Dimensi NASA-TLX

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL MASINIS DENGAN METODE RNASA-TLX (Studi Kasus: PT. KAI DAOP 6 YOGYAKARTA)

Tingkat Beban Kerja Mental Masinis Berdasarkan NASA-TLX (Task Load Index) Di PT. KAI Daop. II Bandung *

ANALISIS TINGKAT BEBAN KERJA OPERATOR PACKING DENGAN METODE NASA-TLX (TASK LOAD INDEX) DI PT GEMBIRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan

ANALISA BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE NASA TLX PADA OPERATOR KARGO DI PT. DHARMA BANDAR MANDALA (PT. DBM)

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat,

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

xii 3.2 Pengumpulan Data Pengolahan Data NASA-TLX RSME Analisis Komparatif Desain Penelitian..

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Transportasi berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL OPERATOR WEAVING B UNIT INSPECTING PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV DENGAN METODE NASA-TLX

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bahan bakar, hemat lahan, rendah polusi, regulated traffic, relatif aman/

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menangani pasien

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA BEBAN KERJA OPERATOR INSPEKSI DENGAN METODE NASA-TLX (TASK LOAD INDEX) DI PT. XYZ

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA Tutorial 4 BEBAN KERJA MENTAL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Masalah...

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi. Peningkatan kebutuhan ini mendorong tumbuhnya bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT BERDASARKAN SHIFT KERJA DAN JENIS KELAMIN MENGGUNAKAN METODE NATIONAL

ANALISIS TREN KECELAKAAN PADA SEKTOR TRANSPORTASI DI INDONESIA (Moda Transportasi : Kereta Api)

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Karyawan atau tenaga kerja merupakan asset utama dan sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS BEBAN KERJA FISIK DAN MENTAL UNTUK MENGURANGI TINGKAT KELELAHAN PEKERJA DI CV. SUMBER JAYA FURNITURE

III. METODE PENELITIAN

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

Bab 3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan ditengah-tengah badai persaingan. darat, laut dan udara. Salah satu alat transportasi darat yang digunakan oleh

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal

ANALISIS KEANDALAN MASINIS DAOP VI YOGYAKARTA DENGAN METODE HEART

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. bidang komunikasi maupun bidang instruksional telah memungkinkan tersedianya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGUKURAN BEBAN KERJA PERAWAT MENGGUNAKAN METODE NASA-TLX DI RUMAH SAKIT XYZ

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Analisis Pengaruh Beban Kerja Mental Terhadap Perubahan Kondisi Fisiologis pada Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PROSPEK PENGEMBANGAN KERETA API PENUMPANG JURUSAN TEGAL-PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

Evaluasi Beban Kerja Mental Dengan Subjective Workload Assessment Technique (Swat) Di PT. Air Mancur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang terjadi di dunia usaha akhir akhir ini mengalami

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. satunya dengan metode pengukuran denyut jantung. Metode pengukuran. dengan metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique).

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM (Studi Kasus : Kereta Api Prambanan Ekspres Solo-Yogyakarta)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA USULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMPLIFIED SWAT (STUDI KASUS DI BANK X)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berperan strategis dalam memajukan kesejahteraan umum

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

SEJARAH & PERKEMBANGAN

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DAN SEMANGAT KERJA PADA KARYAWAN OPERASIONAL PT KAI (PERSERO) PURWOKERTO

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan di dalam Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi yang dimiliki oleh PT.KAI yang berada di masing masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN APLIKASI INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API BERBASIS WEB

Keandalan Manusia (Human Reliabilily Assesmenl) Pada Masinis PT. KAI Daop IV Kota Semarang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. bersifat survey analitik, dengan menggunakan desain penelitian cross sectional,

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi mengalami kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas (road. jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

Transkripsi:

PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL MASINIS KERETA API RUTE JARAK JAUH (STUDI KASUS PADA PT KAI DAOP 2) Kristiana Asih Damayanti 1, Yuke Cantikawati 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit No. 94 Bandung 40141 Telp 022 2032700 Email: krist@unpar.ac.id ABSTRAK Studi ini dimaksudkan untuk mengukur beban kerja mental yang dialami masinis. Penelitian dilakukan dengan metode RNASA-TLX, sebuah pengembangan dari metode evaluasi beban kerja mental NASA-TLX yang dikhususkan untuk pekerjaan. Terdapat enam dimensi yang diukur, yaitu tuntutan mental, tuntutan visual, tuntutan auditori, tuntutan waktu, faktor kesulitan dalam, dan faktor kesulitan mengerti. Secara keseluruhan beban kerja mental masinis menunjukkan nilai yang tinggi (WWL=72.34). Studi dilakukan terhadap seluruh masinis yang bekerja pada rute jarak jauh di PT KAI Daop 2 sejumlah 90 dari 132 orang dengan menyebarkan kuesioner RNASA-TLX dan observasi lapangan terhadap pekerjaan masinis termasuk mengikuti rute-rute perjalanan kereta api untuk melakukan pengematan terhadap cara kerja masinis dalam lokomotif saat kereta dijalankan. Dari hasil studi didapatkan bahwa masalah kesejahteraan dan mengantuk merupakan hal terbesar yang membebani masinis dalam bekerja. Dalam studi ini juga ditemukan bahwa berat gerbong yang harus diangkut, pembacaan sinyal atau rambu-rambu, suara getaran mesin, ketepatan waktu sesuai jadwal, pengoperasian lokomotif dengan sistem komputer, kesulitan melakukan pengereman atau pemberhentian merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi pekerjaan masinis dari setiap dimensi RNASA-TLX. Rekomendasi diberikan untuk mengurangi beban kerja masinis meliputi dua hal, yaitu usulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pekerjaan masinis dari setiap dimensi RNASA-TLX dan mengenai hal-hal yang membebani masinis selama bekerja. Kata kunci: beban kerja mental, masinis, RNASA TLX Pendahuluan Jasa angkutan kereta api merupakan salah satu angkutan yang banyak digunakan oleh masyarakat, disamping transportasi darat lainnya. Kereta api merupakan alat transportasi darat yang hemat lahan dan energi, rendah polusi, bersifat masal, dan adaptif terhadap perubahan teknologi. Dari segala keunggulannya, tingkat keselamatan kereta api di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. PT. Kereta Api (Persero) Daop 2 Bandung, Jawa Barat memiliki permasalahan tersendiri dari adanya intensitas dan frekuensi kecelakaan yang terjadi. Biasanya hal tersebut disebabkan oleh kereta api yang menempuh rute perjalanan jauh. Rute perjalanan jauh memungkinkan timbulnya kelelahan dan kesalahan kerja yang akhirnya berakibat pada terjadinya kecelakaan. Kecelakaan kereta api seperti ini lebih banyak disebabkan oleh faktor kesalahan manusia, yang dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan gambar 1 tersebut dapat dilihat bahwa penyebab kecelakaan KA paling banyak terjadi karena faktor SDM sebagai operator dengan persentase 35%. Padahal peran SDM sebagai operator sangat menunjang kelancaran operasional transportasi khususnya operasional kereta api. Dari beberapa kasus kecelakaan terlihat adanya peristiwaperistiwa yang menyangkut keselamatan, yang terjadi akibat kondisi masinis yang tidak optimal. Makin buruk kondisi masinis, maka makin rentan terhadap kemungkinan kecelakaan yang mengancam keselamatan penumpang. I-53

Gambar 1. Penyebab Kecelakaan Kereta Api (Sumber: Perkeretaapian Dephub, 2012) Dari berbagai macam studi yang telah dilakukan ternyata tugas masinis lebih berat dibandingkan pengemudi transportasi darat lainnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, biasanya muncul kesalahan manusia (human error) dimana masinis dituntut untuk selalu sigap dalam membaca sinyal, mengendalikan kereta dengan hati-hati serta harus selalu berkomunikasi dengan asisten ataupun petugas stasiun melalui radio (http://keretaapi.blogsome.com/category/). Human error yang dialami masinis dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelelahan, kurangnya ketajaman penglihatan, dan stress yang disebabkan oleh suasana kabin yang panas, banyaknya getaran yang ditimbulkan oleh kerja mesin, sehingga mengakibatkan kurangnya konsentrasi masinis dalam menjalankan kereta api. Oleh karena itu, maka tidak heran jika hal tersebut akan memicu human error dan akhirnya menimbulkan tingginya beban kerja pada masinis. Beban kerja masinis timbul karena adanya konsekuensi dari kegiatan yang diberikan padanya. Hal ini dapat berupa penurunan perhatian, kemampuan kognitif atau respon, stress, kelelahan, penurunan performansi, dan ketidakmampuan dalam menyelesaikan tambahan pekerjaan. Faktor-faktor inilah yang disebut beban kerja mental. Oleh karena itu, perlu adanya pengukuran beban kerja mental agar dapat diketahui berapa besar beban kerja mental masinis dalam menjalankan pekerjaannya. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengukur beban kerja mental masinis agar diperoleh nilai untuk melakukan upaya perbaikan kerja masinis selanjutnya. Metode dan Data Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan 2 metode pengukuran, yaitu metode pengukuran secara objektif dan metode pengukuran secara subjektif. Metode pengukuran objektif didasarkan pada pendekatan fisiologis pekerja. Data yang dibutuhkan dari metode ini diperoleh dengan beberapa pendekatan seperti pengukuran variabilitas denyut jantung, temperatur tubuh, pengukuran selang waktu kedipan mata, dan sebagainya. Lain halnya dengan metode pengukuran subjektif. Metode pengukuran secara subjektif merupakan suatu pengukuran beban kerja mental yang didasarkan pada persepsi subjektif dari para responden atau pekerja. Data yang dibutuhkan untuk metode pengukuran secara subjektif ini diperoleh dari instrumen-instrumen seperti wawancara atau kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai beban kerja mentalnya. Ada banyak metode yang ditawarkan oleh pengukuran secara subjektif ini, diantaranya Modified Cooper Harper Scale, Overall Workload Scale, Bedford Workload Scale, NASA-TLX, SWAT, Workload Profile, dan sebagainya. Dalam mengevaluasi beban kerja mental masinis kereta api, metode yang paling baik digunakan adalah metode pengukuran secara subjektif. Metode ini cocok digunakan untuk mengevaluasi kemampuan mental masinis dalam pekerjaannya. Selain itu, dalam pengaturannya metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif ini, tidak akan mengganggu pekerjaan utama. Adapun metode pengukuran subjektif yang akan digunakan adalah NASA-TLX. Menurut Hart & Staveland, 1988 dalam Hancock (1988), NASA-TLX lebih mudah untuk dianalisis dan lebih akurat dibandingkan metode-metode Subjective mental workload measurements lainnya. Selain mudah dianalisis, menurut Cha & Park (1997) dalam Stanton et.al. (2005). NASA-TLX telah dikembangkan untuk berbagai macam bidang, salah satunya dibuat khusus untuk mengukur beban kerja mental pengemudi, RNASA-TLX. Untuk kasus ini, RNASA-TLX dapat digunakan untuk mengukur beban kerja mental masinis dalam mengendalikan dan menjalankan kereta api, I-54

atau dengan kata lain metode RNASA-TLX ini dianggap representatif dalam mengidentifikasi pekerjaan masinis. RNASA-TLX pada dasarnya sama dengan NASA-TLX, hanya saja dimensi-dimensi yang diukurnya dikembangkan dan disesuaikan untuk mengevaluasi beban kerja mental dalam kegiatan. Adapun dimensi-dimensi yang diukur dalam RNASA-TLX, yaitu tuntutan mental, tuntutan visual,tuntutan auditori, tuntutan waktu, kesulitan dalam, dan kesulitan mengerti. (Cha & Park 1997 dalam Stanton et.al. 2005 dan Johnson 2003). Tahap-tahap metode RNASA-TLX adalah sebagai berikut: 1. Rating, responden menilai setiap faktor antara 0-100 dengan skala yang disediakan. 2. Weighting, Enam responden membandingkan secara berpasangan faktor-faktor RNASA- TLX, sehingga diperoleh 15 perbandingan. 3. Perhitungan WWL (Weighted Workload), WWL= Weight x Rating RNASA-TLX pada dasarnya sama dengan NASA-TLX biasa, hanya saja dimensi-dimensi yang diukurnya dikembangkan dan disesuaikan untuk mengevaluasi beban kerja mental dalam kegiatan kan kendaraan bermotor (Cha & Park 1997 dalam Stanton et.al. 2005 dan Johnson 2003). Berikut pada tabel 1 adalah dimensi-dimensi yang diukur dalam RNASA-TLX. Dimensi Tuntutan mental Tuntutan visual Tuntutan auditori atau pendengaran Tuntutan waktu Tabel 1. Deskripsi Dimensi-Dimensi RNASA-TLX (Sumber: Cha & Park,1997 dalam Stanton et.al. 2005) Titik-Titik Ujung Deskripsi Skala Seberapa dibutuhkannya perhatian mental saat. Seberapa dibutuhkannya kegiatan visual dalam mengenali saat. Seberapa dibutuhkannya kegiatan auditori dalam mengenali atau mendengar saat. Seberapa besar tuntutan waktu yang dialami saat Seberapa sulit kan kendaraan yang dikendarai dibandingkan dengan kendaraan lain yang serupa. Seberapa sulit memahami saat kan kendaraan yang dikendarai. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, terdapat dugaan jika setiap rute perjalanan memberikan tingkat kesulitan tersendiri dalam memicu timbulnya beban kerja mental masinis. Tingkat kesulitan tersebut diawali dengan rute perjalanan awal dari Bandung. Dimana dapat diketahui jika dilihat dari struktur geografisnya, Bandung, Jawa Barat merupakan daerah dataran tinggi memiliki struktur tanah yang tidak rata. Dari kondisi tersebut, masinis akan banyak menemui kondisi perjalanan yang penuh dengan tanjakan, turunan, dsb yang akan cukup menyulitkan masinis dalam menjalankan kereta api. PT. Kereta Api (Persero) Daop 2 Bandung memiliki 138 masinis dan 20 asisten masinis. Dari jumlah populasi masinis tersebut, 19 diantaranya bertugas untuk menjalankan keberangkatan kereta api penumpang jarak lokal, sisanya yaitu sekitar 119 masinis yang bertugas untuk menjalankan keberangkatan kereta api penumpang jarak jauh. Dimana 119 masinis terdiri dari masinis yang menjalankan kereta api kelas ekonomi, kelas bisnis, dan kelas eksekutif yang masing- I-55

masing kelasnya memiliki rute keberangkatan Bandung-Jakarta, Bandung-Banjar, dan Bandung Cirebon. Diantara 119 masinis tersebut terpilih 93 masinis karena 26 diantaranya memiliki lama tugas yang kurang dari 6 bulan. Sehingga, 26 masinis tersebut tidak dimasukkan sebagai responden, hal ini dikarenakan adanya pertimbangan bahwa 93 masinis yang lain dianggap telah lebih lama dalam menjalankan tugasnya. Dari jumlah total 93 masinis akan dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan penugasan, rute, dan kelas kereta api. Kategori penugasan diantaranya terdiri dari penugasan satu kali jalan dalam 1 minggu seperti Jakarta saja atau Cirebon saja atau Banjar saja, penugasan dua kali jalan dalam 1 minggu seperti Jakarta-Cirebon atau Jakarta-Banjar atau Cirebon-Banjar, dan untuk penugasan tiga kali jalan dalam 1 minggu yaitu menjalani ketiga dari semua rute yang ada. Pembagian ini didasari oleh adanya dimana masinis-masinis tersebut sedang menjalani rute-rute dari pembagian penugasan tersebut. Tabel-tabel berikut menunjukkan rekapitulasi jumlah total masinis untuk penugasan saat ini untuk satu kali jalan, dua kali jalan, dan tiga kali jalan beserta nomor respondennya. Berikut pada tabel 2 adalah profil penugasan masinis pada rute jarak jauh di Daop 2 Bandung. Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Total Masinis Untuk Penugasan Rute jarak jauh Rute satu kali jalan (31 orang) Jumlah Jakarta 16 Cirebon 6 Banjar 9 Rute dua kali jalan (49 orang) Jakarta-Cirebon 10 Jakarta-Banjar 26 Cirebon-Banjar 13 Rute tiga kali jalan Jakarta-Cirebon-Banjar 13 Total 90 orang Dari hasil pengukuran beban kerja mental dengan menyebarkan kuesioner kepada tabel 2 didapatkan hasil sebagai berikut sesuai tercantuk pada tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Weight setiap Faktor RNASA-TLX untuk tipe penugasan Penugasan Penugasan Penugasan tiga Faktor RNASA-TLX satu kali dua kali jalan kali jalan jalan Tuntutan mental 0.194 0.181 0.169 Tuntutan Visual 0.170 0.168 0.179 Tuntutan Auditori 0.151 0.135 0.118 Tuntutan Waktu 0.056 0.071 0.051 0.232 0.228 0.231 0.198 0.217 0.251 Pada tabel 3 tersebut didapatkan hasil bahwa berdasarkan tipe penugasan, kesulitan dalam yang memberikan bobot terbesar pada beban kerja mental masinis. I-56

Tabel 4. Rekapitulasi Weight faktor RNASA-TLX untuk rute perjalanan Rute Jakarta Rute Cirebon Rute Banjar Tuntutan mental 0.208 0.178 0.178 Tuntutan Visual 0.204 0.089 0.163 Tuntutan Auditori 0.138 0.211 0.133 Tuntutan Waktu 0.054 0.089 0.037 0.208 0.211 0.289 0.188 0.222 0.200 Berdasarkan rute perjalanan, sesuai yang tercantum pada tabel 4, kesulitan dalam juga memberikan kontribusi terbesar pada bobot beban kerja mental masinis. Hasil dan Diskusi Berdasarkan data yang diperoleh di atas, maka setelah dilakukan pengolahan terhadap jawaban seluruh responden terhadap semua factor RNASA-TLX, didapatkan hasil nilai WWl sebagai berikut seperti yang tercantum pada tabel 5 dan 6. Tabel 5. Nilai WWL untuk tipe penugasan Penugasan satu Penugasan dua Penugasan Faktor RNASA-TLX kali jalan kali jalan tiga kali jalan Tuntutan mental 16.59 14.92 13.49 Tuntutan Visual 14.51 13.71 15.51 Tuntutan Auditori 12.22 11.36 9.77 Tuntutan Waktu 3.92 4.90 3.67 14.46 14.58 10.82 10.82 14.56 14.54 WWL Total 72.52 74.03 67.79 Dari tabel 5 rata-rata WWL total dari responden untuk penugasan satu kali jalan dan penugasan dua kali jalan adalah 72.52 dan 74.03. Angka ini tergolong sedikit lebih tinggi. Sedangkan, untuk penugasan 3 kali jalan adalah 67.79. Angka ini masih tergolong sedang dibandingkan penugasan lainnya. Mengingat skor maksimal untuk WWL adalah 100, maka secara keseluruhan rata-rata responden untuk penugasan satu kali jalan dan penugasan dua kali jalan merasakan beban kerja lebih dari rata-rata dan untuk responden penugasan tiga kali jalan merasakan beban kerja rata-rata. Tuntutan waktu yang dialami oleh responden untuk penugasan satu kali jalan, penugasan dua kali jalan, dan penugasan tiga kali jalan sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh kecilnya weight dari faktor tuntutan waktu, meskipun skor rating-nya tidak terlalu kecil. Dari tabel 6, rata-rata WWL total dari responden untuk rute Jakarta dan rute Banjar adalah 74.42 dan 73.30. Angka ini tergolong sedikit lebih tinggi. Sedangkan, rata-rata WWL total untuk rute Cirebon adalah 66.28. Angka ini masih tergolong sedang dibandingkan rute lainnya. Mengingat skor maksimal untuk WWL adalah 100, maka secara keseluruhan rata-rata responden untuk rute Jakarta dan rute Banjar merasakan beban kerja lebih dari rata-rata dan untuk responden rute Banjar merasakan beban kerja rata-rata. I-57

Tabel 6. Nilai WWL untuk rute perjalanan Rute Rute Faktor RNASA-TLX Rute Cirebon Jakarta Banjar Tuntutan mental 18.19 14.56 15.11 Tuntutan Visual 18.17 6.56 13.30 Tuntutan Auditori 11.81 16.28 10.22 Tuntutan Waktu 3.46 6.89 2.78 12.04 12.39 20.15 10.75 9.61 11.74 WWL Total 74.42 66.28 73.30 Berdasarkan hasil-hasil tersebut diatas, maka didapatkan nilai total untuk ukuran beban kerja mental operator seperti tercantum pada tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Rekapitulasi WWL keseluruhan Faktor RNASA-TLX WWL keseluruhan Tuntutan mental 15.23 Tuntutan visual 14.19 Tuntutan auditori 11.30 Tuntutan waktu 4.01 14.20 13.41 WWL total 72.34 Nilai WWL sebesar 72.34 tersebut sudah masuk dalam kategori tinggi, dimana tuntutan mental menjadi faktor yang dominan kemudian disusul faktor kesulitan dalam dan tuntutan visual. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya untuk mengurangi beban kerja tersebut. Upaya-upaya tersebut bisa meliputi upaya untuk mengurangi ketiga faktor dominan tersebut dengan membuat program-program refreshment bagi masinis, rancangan di lokomotif yang mudah dimengerti dan dioperasionalkan sehingga mengurangi beban tuntutan mental, perbaikan dan memperjelas kembali rambu-rambu di perlintasan kereta api untuk memudahkan masinis membaca sinyal dan untuk alasan keselamatan. Kesimpulan Dari hasil studi didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Beban kerja mental masinis kereta di Daop 2 Bandung berdasarkan metode RNASA-TLX menunjukkan nilai yang cukup tinggi, sebesar 72,34. 2. Faktor terbesar yang mempengaruhi beban kerja mental tersebut adalah berturut-turut meliputi tuntutan mental, kesulitan dalam, tuntutan visual, dan kesulitan mengerti. 3. Upaya-upaya perbaikan terhadap factor terbesar tersebut dapat dilakukan untuk mengurangi beban kerja mental masinis. I-58

Daftar Pustaka Hancock, P. A. & Meshkati, N. (1988). Human Mental Workload. Kereta Api (Persero), PT. Masinis, [Online], Diakses dari: http://keretaapi.blogsome.com/category/ [2012, 8 Januari]. Stanton, N.A., et. all (2005). Human Factors Methods: A Practical Guide for Engineering and Design. Ashgate Publishing Limited, Hampshire. I-59