BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

SKRIPSI. Oleh : RABITHAH KHAIRUL NIM DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur,

BAB I P E N D A H U L U AN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

HAK SEWA SATUAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI SURAKARTA

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan. pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menimbang huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah Susun. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB II. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Pasal 28 mengatakan : 1) Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan

BAB I PENGANTAR. Kota Tangerang terletak antara Lintang Selatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

BAB II. A. Ruang Lingkup Rumah Susun dan Satuan Rumah Susun. keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 40

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

BAB II RUMAH SUSUN DAN BANGUNAN BERTINGKAT. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan pengakaran nilai-nilai budaya sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan berlaku sejak ditanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyalahgunaan perizinan..., Mumtazah, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu badan, yang juga menjamin atas kesejahteraan rakyat. Sehingga,

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. 1 Bidang perumahan

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk terpadat nomor empat di dunia. 1. beristirahat, dan berlindung dari hujan atau terik matahari.

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

dalam penulisan ini khususnya properti.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang, adalah negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945. 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. 5 4 M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam Kerangka Hukum Benda, Bandung, Nuansa Aulia, 2009, hlm 13. 5 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana lingkungannya. 6 Meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman sangat erat kaitannya dengan kependudukan, seperti jumlah penduduk, laju pertumbuhannya, dan perubahan rata-rata jumlah jiwa keluarga. Hal tersebut merupakan masalah yang dihadapi, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sepeti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang. 7 Menurut A.P Parlindungan, 8 pembangunan rumah susun, terutama di wilayah perkotaan, merupakan suatu kemutlakan sebagai akibat terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan semakin tinggi. Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu dilakukan 6 Dr. Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana Prenada Group, 2010, hlm 75. 7 A.P.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-Undang Rumah Susun, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 91. 8 M. Rizal Arif, Analisis.Op.Cit., hlm 15

penataan atas tanah sehingga pemanfaatannya betul- betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Dengan demikian di kota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada pembangunan rumah susun. 9 Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh. Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. 10 Di samping itu, rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah- wilayah kota-kota besar di Negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Guna memenuhi kebutuhan penting masyarakat perkotaan tersebut di atas, dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. 9 Dr. Urip Santoso, Pendaftaran Op.Cit., hlm 77 10 M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan.. Op. Cit., hlm. 14.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut di bagian konsideran menimbang a menyatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan sebagaimana diamanatkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), diperlukan peningkatan usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh dayaguna rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah. 11 Selanjutnya konsideran menimbang b mengatakan bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan permukiman terutama di daerahdaerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya. Menurut A.P Parlindungan latar belakang diterbitkannya Undang Undang Rumah Susun tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal, dalam hal ini rumah susun, artinya di samping semakin sedikitnya tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal, aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal / 11 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998, hlm 14.

rumah untuk rakyat kebanyakan yang digunakan sebagai tempat hunian menjadi pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut. 12 Berdasarkan tujuan pembentukan UURS, sekaligus diketahui bahwa latar belakang pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut 13 : 1. Untuk memenuhi pemerataan kebutuhan perumahan rakyat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Pasal 5 UURS menegaskan keberpihakan untuk mengutamakan pembangunan rumah susun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. A.P Parlindungan menyayangkan ketentuan Pasal 5 UURS ini oleh karena pada waktu ini juga sudah berkembang rumah-rumah flat yang akan dihuni oleh penduduk golongan ekonomi menengah ke atas dengan fasilitas yang lebih baik. A.P Parlindungan berpendapat pembangunan rumah-rumah flat tersebut perlu diatur juga dalam suatu peraturan sendiri. 2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan perumahan serta lebih meningkatkan lingkungan permukiman di daerah-daerah yang berpenduduk padat, tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Kedua hal itu mengharuskan dilaksanakan dan ditingkatkannya pembangunan rumah susun. Seiring dengan berkembangnya zaman fungsi bangunan bertingkat tersebut tidak hanya untuk hunian namun juga untuk usaha ataupun perindustrian. Berbeda pendapat dengan A.P Parlindungan sebelumnya, Boedi Harsono mengatakan bahwa walaupun tujuan utama disusunnya UURS adalah untuk 12 Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Penerbit Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 282 13 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium Op cit. hlm 14

memberikan landasan hukum bagi pembangunan gedung bertingkat dengan bagian-bagiannya untuk dihuni, terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah, namun ketentuan-ketentuannya dengan penyesuaianpenyesuaian seperlunya, menurut pasal 24 undang-undang rumah susun ini dapat diberlakukan juga untuk bangunan-bangunan bagi keperluan lain, seperti perkantoran dan pertokoan, dan lain sebagainya. Demikian pun ketentuanketentuan undang-undang rumah susun tersebut dapat diberlakukan juga bagi pembangunan rumah susun yang terdiri atas satuan rumah susun mewah. 14 Pertumbuhan bangunan bertingkat untuk hunian atau usaha akan semakin bertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin meningkat pendapatan per kapitanya. Di Kota Medan misalnya, bangunan bertingkat telah menjamur memenuhi kota. Di antaranya merupakan tempat usaha atau pusat perbelanjaan yang juga dikategorikan sebagai rumah susun, seperti Cambridge Square City, J.W Marriot dan lain-lain. Dikatakan demikian karena sertifikat atas bangunan bertingkat tersebut merupakan sertifikat rumah susun yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan. Namun peraturan yang ada saat ini tidaklah melaju secepat perkembangan jaman. Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 tersebut dianggap tidak memadai lagi untuk menghadapi tuntutan demi tuntutan akan kebutuhan setiap orang terutama tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun. Untuk itu perlu diadakan penyempurnaan 14 Ibid, hlm. 1

peraturan perundang-undangan yang dapat mengcover semua permasalahan yang menyangkut rumah susun. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang. Terjadi perbedaan substansi antara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Perbedaan substansi tersebut tentunya akan memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun dan bangunan bertingkat ke depannya. Banyak hal yang tidak diatur dalam Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1985 kini disempurakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011. Dengan demikian perlu ditilik sudah sampai manakah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 diterapkan dan bagaimanakah dampaknya bagi perkembangan pembangunan rumah susun. B. Permasalahan Berdasarkan pada pengamatan penulis yang bersumber dari beberapa literatur baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan maupun yang menggambarkan kondisi sosial politik masyarakat Indonesia dewasa ini, maka untuk pahaman lebih lanjut, penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang berkisar sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan rumah susun dan bangunan bertingkat? 2. Bagaimana proses pembangunan rumah susun/bangunan bertingkat dan perkembangan pengaturannya di Indonesia 3. Bagaimanakah penerapan dan implikasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui perkembangan pengaturan hukum tentang bangunan bertingkat di Indonesia b. Untuk mengtahui penerapan serta implikasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat 2. Manfaat Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain: a. Secara teoritis Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan pembangunan bangunan bertingkat di Indonesia serta dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan hukum Agraria dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintah.

b. Secara praktis Secara praktis penulisan skripsi diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada bidang agraria, khususnya mengenai pelaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum. Sepanjang yang telah ditelusuri dari perpustakaan dan di lingkungan Fakultas Hukum, serta sepengetahuan dari penulis, skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat belum pernah ditulis sebagai skripsi dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis. E. Tinjauan Kepustakaan Untuk memberikan pemahaman terhadap penelitian ini, berikut akan diberikan beberapa pengertian terkait dengan objek penelitian ini.

Bangunan Gedung Bertingkat menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengartikan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sedangkan kata bertingkat menunjukkan adanya lapis lantai pada bangunan gedung tersebut. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Satuan rumah susun atau yang disebut sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Dengan demikian SRS adalah ruang dalam bangunan rumah susun yang akan dimiliki secara individual dan digunakan secara terpisah. Keharusan setiap SRS mempunyai sarana penghubung ke jalan umum merupakan penegasan hak pemilik SRS untuk mempunyai aksesibilitas ke jalan umum, dan antisipasi agar hak aksesibilitas tersebut tidak mengganggu SRS milik orang lain. Suatu penegasan

ketentuan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi keamanan dan kenyamanan masing-masing pemilik SRS. F. Metode Penelitian Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini dan agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, menggunakan studi lapangan (field research) sebagai sumber data utama dari penelitian, dan menggunakan studi literature sebagai data sekunder, mengambil lokasi kota Medan yang mencakup 21 kecamatan dengan luas wilayah 265,10 km 2. 2. Sumber data Isi atau materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud ialah: a. Bahan hukum primer, 15 yakni : Bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum maupun mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan 15 Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm 64.

oleh pihak yang berwenang. 16 Bahan hukum primer dalam tulisan ini diantaranya UUD 1945. b. Bahan hukum sekunder, yakni : Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa buku, majalah, karya ilmiah, maupun artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan obyek yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalahmajalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan hukum tertier, yakni : Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 17 18 3. Alat/ instrument penelitiaan Alat atau instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa: a. Studi dokumen (Library Research) 16 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 19. 17 Roni Hanitjo Soemitro, Op. Cit., hal 64. 18 Ibid, hlm. 64

Yaitu dengan mempelajari, mengumpulkan dan/atau mengutip bahanbahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah baik milik umum maupun milik instansi terkait terkait, data dari arsip instansi pemerintahan yang berwenang dalam bidang pembangunan bangunan bertingkat, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan bertingkat. b. Wawancara dan observasi (Field Research) Yaitu dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan pejabat dari instansi yang berwenang dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Sumatera Utara dan Kantor Pertanahan Medan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pendaftaran bangunan bertingkat di Kota Medan. 4. Analisis penelitian Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: 19 19, Ibid, hlm. 63.

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. G. Sistematika Penulisan Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur, terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Tulisan ini terdiri dari lima bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab. Adapun kelima bab itu terdiri dari: 1. BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang apa yang menjadi latar belakang penulis tertarik dalam menyajikan materi yang diteliti, Perumusan Masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan di bagian akhir Sistematika Penulisan. 2. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SUSUN, pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Pengertian Rumah Susun, Asas-Asas Pembangunan Rumah Susun, Tujuan Pembangunan

Rumah Susun, Penerapan Asas dalam Hukum Tanah pada Konsep Rumah Susun, Tanah Untuk Pembangunan Rumah Susun, serta Prinsip Nasionalitas Pembangunan Rumah Susun. 3. BAB III BANGUNAN BERTINGKAT DAN PENGATURAN HUKUMNYA DI INDONESIA, dalam bab ini akan dibahas mengenai definisi dan klasifikasi bangunan bertingkat, Perbedaan dan Persamaan Bangunan Bertingkat Rumah Susun (Hunian) dan Bangunan Bertingkat Tempat Usaha Bersusun (Bukan Hunian), serta Perkembangan Pengaturan untuk Bangunan Bertingkat di Indonesia. 4. BAB IV BANGUNAN BERTINGKAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN, dalam bab ini akan dibahas mengenai Perbandingan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, Penerapan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 untuk Semua Bangunan Bertingkat, dan Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 terhadap Semua Bangunan Bertingkat. 5. BAB V PENUTUP, dalam bab ini memuat Kesimpulan dan Saran sebagai hasil dari pembahasan skripsi ini secara keseluruhan.