STRUKTUR DAN SIFATNYA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT PADA MASA POST MODERN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

DOMINASI PENUH MUSLIHAT AKAR KEKERASAN DAN DISKRIMINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles pada kalimat pertama dalam bukunya, Metaphysics,

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

Oleh: M. Hamid Anwar, M. Phil

FILSAFAT ILMU ( PHS 101 ) Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology. oleh:

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini.

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

KODE ETIK, PELAKSANAAN DAN EFEKTIFITAS PENGAWASANNYA

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

PANDANGAN ROUSSEAU TENTANG NEGARA SEBAGAI KEHENDAK UMUM TONNY P. SITUMORANG

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

Prof.DR.H.GUNARTO,SH.SE.Akt.M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

FILSAFAT MANUSIA. Intelek dan kehendak manusia. Masyhar Zainuddin. Modul ke: Fakultas Fakultas. Program Studi Pendidikan Psikologi

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

BAB V PENUTUP. kritik sastra itu sendiri. Berbagai maacam pendapat mengenai manfaat kritik sastra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

Pengantar. Jakarta, September Tim Penulis

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

SEX dan KEKUASAAN (Histoire de la Sexualite 1: La Volonte de Savoir) Michel Foucault

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

PRADIGMA PENELITIAN SOSIAL. Bahan Kuliah 1. Universitas Andalas

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

PERPUSTAKAAN SEBAGAI RUANG PUBLIK (PERSPEKTIF HABERMASIAN) Oleh Luh Putu Sri Ariyani*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra sebagai hasil pemikiran imajinatif, menceritakan segala

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

BAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

The Pastor s Heart. A Tribute. Timothy Athanasios & Dhila Cherish

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SOSIOLOGI STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

POSTMODERNISME HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan komunikasi, mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun

DISKURSUS, Volume 15, Nomor 1, April 2016:

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

ETIKA POLITIK PANCASILA

Ruang Lingkup Ilmu Politik

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Setelah menganalisis struktur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Atheis

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Bab I. Pendahuluan. Menjelang tahun 1789, terjadi berbagai aksi yang menentang kekuasaan

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

Teori-teori Umum (LittleJohn) Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.

Transkripsi:

STRUKTUR DAN SIFATNYA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT oleh Suma Riella Rusdiarti 1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Pendahuluan Michel Foucault adalah salah satu filsuf penting abad ke-20 yang pemikirannya sampai hari ini masih relevan dipakai untuk memahami fakta sosial dan perkembangan budaya kontemporer, sekaligus juga masih menjadi bahan perdebatan. Sebagian pendapat memasukkan pemikiran Foucault dalam aras strukturalisme dan sebagian lagi memasukkannya dalam laju pemikiran post-strukturalisme sebagai perkembangan strukturalisme. Foucault sendiri menolak itu semua dengan mengatakan bahwa pemikirannya adalah khas dirinya dan tidak dapat dimasukkan dalam aliran pemikiran manapun. Namun demikian, makalah ini akan mencoba melihat jejak-jejak strukturalisme dalam pemikiran Foucault, khususnya yang berhubungan dengan konsep-konsepnya tentang épistémè, wacana, pengetahuan, dan kekuasaan. Michel Foucault dan Strukturalisme Foucault menolak dirinya dimasukkan dalam jajaran pemikir strukturalis, tetapi beberapa karyanya lahir di tengah-tengah masa jaya strukturalisme dan di dalamnya dapat ditemukan kemiripan pemikiran dengan tokoh-tokoh strukturalisme lainnya. Harus diakui bahwa pemikiran Foucault berkembang dan mengalami perubahan, namun tetap saja strukturalisme masih membayanginya. 1 Makalah belum dipublikasikan

Strukturalisme adalah pendekatan yang melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu kesatuan (Piaget). Bagi kaum strukturalis, praktik sosial yang tampak tidak beraturan di permukaan ini sebenarnya selalu didasari oleh struktur dalam atau fundamental yang biasanya tak nampak yang beroperasi di bawah kesadaran manusia. Oleh karena itu, strukturalisme juga mengandaikan individu atau subjek pelaku yang tidak bebas karena ditentukan oleh struktur tersebut dalam praktik sosialnya. Karya Foucault yang sangat dekat dengan strukturalisme adalah Les mots et les choses (1966) dan L archeologie du savoir (1969). Melalui karyanya tersebut Foucault dianggap mampu menjadikan strukturalisme sebagai filosofi baru bagi para intelektual Paris saat itu, menggantikan eksistensialisme yang mulai surut. Filosofi baru dalam karya Foucault ini dengan jelas menyetujui pernyataan bahwa subjek tidak memaknai dunia melalui kebebasannya yang penuh dengan kecemasan seperti pemikiran kaum eksistensialis, tetapi subjek ditentukan oleh struktur dalam yang ada di balik kesadaran manusia. Dalam kedua karya tersebut Foucault memperkenalkan istilah épistémè yang kemudian dapat dibaca sebagai struktur pengetahuan atau wacana. Berikut ini adalah penjelasannya. Épistémè sebagai struktur Dalam Les mots et les choses (1966) Foucault melahirkan istilah épistémè yang secara sederhana dapat diartikan sebagai keseluruhan ruang bermakna, stratigrafi yang mendasari kehidupan intelektual, serta kumpulan prapengandaian pemikiran suatu jaman. Bambang Sugiharto menyebut épistémè sebagai struktur kognitif fundamental yang mendasari keseluruhan pola berpikir masyarakat di suatu jaman. 2 Beberapa kritikus lain menyebutkan bahwa épistémè bisa disejajarkan dengan paradigma menurut pandangan Thomas Kuhn. Sebagai sebuah struktur, épistémè dapat dikenali dari salah satu sifat struktur yang disepakati oleh para pemikir strukturalis, yaitu totalitas. Dalam bukunya L archeologie du savoir (1969) Foucault menjelaskan épistémè sebagai sebuah totalitas yang menyatukan, 2 I. Bambang Sugiharto, Postmodernisme, Tantangan bagi Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 2000

dalam arti mengendalikan cara kita memandang dan memahami realitas tanpa kita sadari. Épistémè hanya berlaku pada suatu zaman. Ketika kita sadar akan épistémè yang mempengaruhi kita, berarti kita telah berada dalam épistémè yang berbeda, karena menurut Foucault épistémè tidak dapat dilihat atau disadari ketika kita ada di dalamnya. 3 Épistémè tidak bisa dilacak, tetapi dapat ditemukan dengan cara mengungkap yang tabu, yang gila, dan yang tidak benar menurut pandangan suatu jaman. Pada saat kita menemukan yang tabu, maka kita telah mengetahui sebelumnya yang pantas. Saat kita tahu yang gila, maka kita sebelumnya telah tahun mana yang normal. Demikian juga dengan yang tidak benar, saat kita temukan, berarti kita ada di dalam yang benar. Klasifikasi-klasifikasi itulah yang sepenuhnya didasari oleh épistémè suatu jaman. Oleh karena itulah Foucault sangat serius mendalami masalah kegilaan, seksualitas, dan kejahatan, karena melalui ketiga hal itulah dia bisa mengidentifikasi épistémè suatu jaman. Wacana dan Kekuasaan Selanjutnya, Foucault menjelaskan épistémè dengan konsepnya tentang wacana dan kekuasaan. Pada saat mengungkap yang tabu, yang gila, dan yang tidak benar dalam suatu jaman atau masyarakat, Foucault memperkenalkan hubungan antara wacana, pengetahuan, dan kekuasaan. Di dalam épistémè ada hubungan yang erat antara bahasa dan realitas. Bahasa tidak transparan, bahasa bukanlah cermin realitas, tetapi bahasa ditentukan oleh épistémè. Realitas yang disampaikan bahasa dengan demikian adalah realitas yang dibentuk oleh épistémè. Bahasa di sini berarti adalah wacana yang merupakan pengetahuan yang terstruktur. Menurut Foucault, berbicara tentang wacana, berarti berbicara tentang aturan-aturan, praktik-praktik yang menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada satu rentang historis tertentu. 4 Wacana menurut Foucault berkaitan erat dengan konsep kekuasaan. Konsep kekuasaan Foucault berbeda dengan konsep kekuasaan yang telah ada sebelumnya. Kekuasaan bukanlah struktur politis seperti pemerintah atau kelompok-kelompok sosial yang dominan. Kekuasaan bukanlah raja yang absolut atau tuan tanah yang tiranik. 3 Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Ffilsafat Sejarah, Gramedia, Jakarta, 1987. 4 Lihat Donny Gahral Adian, Menabur Kuasa Menuai Wacana dalam BASIS nomor 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari 2002.

Foucault mendefinisikan kembali kekuasaan dengan menunjukkan ciri-cirinya, bahwa kekuasaan itu tersebar, tidak dapat dilokalisasi, merupakan tatanan disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi struktur kegiatan-kegiatan, tidak represif tetapi produktif, serta melekat pada kehendak untuk mengetahui. 5 Ciri-ciri tersebut memang tidak menjelaskan apa itu kekuasaan?, tetapi Foucault lebih tertarik untuk melihat bagaimana kekuasaan dipraktikkan, diterima, dan dilihat sebagai kebenaran dan juga kekuasaan yang berfungsi dalam bidang-bidang tertentu. Kekuasaan Foucault bukanlah milik tetapi strategi. Dalam hal ini Foucault tidak memisahkan antara pengetahuan dan kekuasaan. Tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa pengetahuan. Foucault percaya bahwa agar kekuasaan dapat beroperasi dibutuhkan adanya rezim wacana yang ada di dalam setiap kebudayaan dan masyarakat dan dapat memperlihatkan model permainan kebenaran atau truth-games seperti yang diperkenalkan oleh Nietsche. Permainan kebenaran menurut Nietsche memiliki empat prinsip, yaitu prinsip eksterioritas, prinsip fiksi, prinsip penyebaran, dan prinsip kejadian. Prinsip eksterioritas percaya bahwa di balik wacana tersimpan sisi tiranik nurani. Di balik ucapan seseorang ada naluri ingin menguasai. Prinsip fiksi menyatakan bahwa kebenaran tidak lain adalah kasus khusus kekeliruan. Contoh yang sering dipakai adalah bagaimana wacana Galileo dan Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat pada awalnya dianggap sebagai kekeliruan ketika berhadapan dengan wacana dominan waktu itu yang percaya bahwa bumi itu datar. Prinsip ketiga adalah prinsip penyebaran, yang artinya kebenaran tidak tergantung pada salah satu subjek, tetapi tergantung pada sintesa pengetahuan subjek. Prinsip keempat adalah prinsip kejadian yang melihat bahwa kebenaran tidak mendefinisikan keseluruhan tetapi merupakan penemuan yang khas suatu jaman. Keempat prinsip permainan kebenaran inilah yang biasanya ada dalam rezim wacana. Rezim wacana sangat berperan di dunia ilmiah atau dunia kaum intelektual, karena inti dari rezim wacana adalah rezim kebenaran. Rezim kebenaran ini menurut saya dapat dibandingkan dengan kekuasaan simbolik dalam pemikiran Pierre Bourdieu. Rezim wacana 5 Haryatmoko, Kekuasaan melahirkan Antikekuasaan. Menelanjangi Mekanisme dan Teknik Kekuasaan Bersama Foucault dalam BASIS nomor 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari 2002.

dan kekuasaan simbolik memiliki legitimasi untuk menentukan yang benar dan yang salah, yang tabu dan yang pantas, yang gila dan yang normal. Menurut Foucault, dunia intelektual sebenarnya bukanlah ruang ilmiah yang bertujuan utama pada pengembangan ilmu pengetahuan tetapi dunia ilmiah adalah dunia pertarungan wacana alias pertarungan kebenaran. Penutup Pemikiran Foucault tentang épistémè, wacana, dan kekuasaan, memang memperlihatkan kecenderungan Foucault yang tidak sepenuhnya strukturalis. Konsep épistémè dan kekuasaan menurut Foucault memperlihatkan satu mekanisme yang bekerja secara halus, struktural, menyeluruh dan panoptik. Struktur sangat berperan penting dalam menentukan praktik sosial individu. Ini memang sejalan dengan konsep strukturalisme. Namun, menyeluruh tidak berarti harus universal, karena épistémè dan kekuasaan juga mengambil bentuk-bentuk partikular, bekerja di tingkat mikro, seperti sekolah, penjara, rumah sakit, agama, atau institusi-institusi yang berperan dalam pembentukan individuindividu yang patuh. Hal inilah yang memperlihatkan ide-ide post strukturalis Foucault yang mengarah pada postmodernisme. Pada dua karya yang dibahas di makalah ini, Foucault memang tidak berbicara tentang manusia sebagai subjek pelaku atau agensi. Manusia adalah bentukan dari épistémè yang mendasari wacana-wacana yang ada. Foucault baru berbicara tentang manusia sebagai subjek pelaku pada karyanya selanjutnya La Volonté du Savoir (1976). -0-

DAFTAR PUSTAKA Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Ffilsafat Sejarah, Gramedia, Jakarta, 1987 Adian, Donny Gahral, Menabur Kuasa Menuai Wacana dalam BASIS nomor 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari 2002. Foucault, Michel., Les mots et les choses. Une archéologie des sciences humaines. Gallimard, coll. «Bibliothèque des sciences humaines», Paris, 1966. Foucault, Michel., L archeologie du savoir. Gallimard, coll. «Bibliothèque des Sciences humaines», Paris, 1969. Haryatmoko, Kekuasaan melahirkan Antikekuasaan. Menelanjangi Mekanisme dan Teknik Kekuasaan Bersama Foucault dalam BASIS nomor 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari 2002. I.Bambang Sugiharto, Postmodernisme, Tantangan bagi Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 2000-0-

STRUKTUR DAN SIFATNYA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT TUGAS SINTESIS BAHAN BACAAN DAN KULIAH PROF. DR. BENNY HOEDORO HOED TEORI DAN METODOLOGI ILMU PENGETAHUAN BUDAYA oleh Suma Riella Rusdiarti Program S3 Ilmu Susastra FIB UI Program S3 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia 2008