2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

dokumen-dokumen yang mirip
1. Tinjauan Umum

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

4. Outlook Perekonomian

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

4. Outlook Perekonomian

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Perekonomian Suatu Negara

4. Outlook Perekonomian

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BERITA RESMI STATISTIK

Analisis Perkembangan Industri

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

4. Outlook Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

BERITA RESMI STATISTIK

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAGIAN II PEREKONOMIAN DOMESTIK

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

Transkripsi:

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 25 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Secara keseluruhan, kinerja ekonomi Indonesia pada triwulan III-25 tidak sebaik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan, terutama disebabkan oleh sisi produksi (penawaran) yang menghadapi sejumlah kendala dalam merespons kenaikan permintaan domestik. Kendala tersebut antara lain mencakup lambannya proses perubahan struktural dan perbaikan iklim investasi, menurunnya persepsi bisnis, serta meningkatnya biaya produksi sehubungan dengan kenaikan harga BBM industri dan depresiasi rupiah. Masih cukup tingginya ekspansi sisi permintaan pada saat bersamaan memberikan tekanan yang besar pada neraca pembayaran. Transaksi berjalan masih mengalami defisit sehubungan dengan meningkatnya defisit transaksi perdagangan non-migas sebagai akibat akselerasi kenaikan impor yang melebihi kenaikan ekspor. Di sisi lain, kondisi neraca modal juga mengalami keterbatasan sehubungan dengan meningkatnya pembayaran utang luar negeri dan impor. Memburuknya kinerja neraca pembayaran ini secara fundamental telah memberikan tekanan yang besar terhadap nilai tukar rupiah. Untuk itu, langkah-langkah untuk mengatasi gangguan keseimbangan internal dan eksternal dalam perekonomian Indonesia ini perlu memperoleh perhatian utama agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. 15, 1, 5,, -5, -1, -15, -2, Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22* 23** 24 25 PDB 1993 PDB 2 Grafik 2.1 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto PERTUMBUHAN EKONOMI Ekonomi Indonesia pada triwulan III-25 tumbuh lebih lambat dari yang diperkirakan semula. PDB triwulan III-25 diperkirakan tumbuh sebesar 5,2%- 5,7% (y-o-y), atau mengalami revisi ke bawah dari perkiraan pada triwulan sebelumnya, 5,5-6,%. Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan antara lain oleh berbagai kendala sisi produksi dalam memenuhi permintaan domestik yang walaupun melambat namun masih tumbuh relatif cukup kuat. Berbagai kendala sisi penawaran tersebut mencakup lambannya kebijakan struktural dan perbaikan aturan investasi, serta meningkatnya biaya produksi terkait dengan kenaikan harga administered dan pelemahan nilai tukar. Kapasitas perekonomian juga diperkirakan belum mengalami peningkatan yang berarti. Di tengah masih tumbuhnya permintaan dan sejumlah kendala di sisi penawaran, kesenjangan output (output gap) cenderung semakin menyempit. Sejalan dengan menurunnya kegiatan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka diperkirakan kembali meningkat. 6

Perkembangan Makroekonomi Terkini Permintaan Agregat Kondisi perekonomian mengalami perlambatan walaupun dalam trend yang masih meningkat. Perlambatan pertumbuhan ini diindikasikan oleh perkembangan indikator-indikator investasi seperti sentimen bisnis yang menurun. Penurunan sentimen bisnis ini terkait dengan faktor ketidakstabilan harga dan nilai tukar maupun ketidakpastian kebijakan pemerintah di bidang energi dan investasi, serta terbatasnya anggaran Pemerintah yang dialokasikan untuk investasi. Konsumsi swasta juga melambat sebagai dampak dari berkurangnya pendapatan disposable Tabel 2.1 Pertumbuhan PDB Sisi Permintaan % (y-o-y) % (y-o-y) riil dan penurunan ekspektasi penghasilan karena kebijakan pengurangan subsidi BBM Sektor 24 25 yang ditempuh pemerintah. I II III IV Total I II III f Sementara itu, keterbatasan Total Konsumsi 6,15 5,22 4,4 3,12 4,6 1,98 2,48 4,7-5,2 anggaran Pemerintah juga Rumah Tangga 5,71 5,29 5,5 3,75 4,94 3,22 3,46 3,6-4,1 menekan pengeluaran Pemerintah 1,6 4,67-3,8-1,33 1,95-8,52-5,61 14,1-14,6 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 11,5 13,1 19,7 18,29 15,71 14,7 13,21 16,2-16,7 konsumsi dan investasi Permintaan Domestik 9,2 11,82 8,12 1,18 9,8 6,42 6,35 7,6-8,1 pemerintah sehingga peran Ekspor Barang dan Jasa 1,2 2,3 17,9 13,72 8,47 13,3 7,29 6,3-6,8 Impor Barang dan Jasa 15,35 25,24 31,97 27,11 24,95 15,58 1,8 11,7-12,2 kebijakan fiskal dalam PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,38 4,38 5,1 6,65 5,13 6,19 5,54 5,2-5,7 mendorong pertumbuhan Sumber : BPS (diolah) f : Forecast Bank Indonesia, Untuk proyeksi permintaan domestik tidak termasuk stok dan diskrepansi statistik. ekonomi sangat terbatas. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor masih tumbuh melambat seiring dengan melambatnya permintaan global dan lemahnya daya saing ekspor. 8, 6, 4, 2,, -2, -4, Kegiatan investasi tetap tumbuh relatif tinggi meskipun menunjukkan kecenderungan menurun. Kegiatan investasi triwulan III-25 diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu pada kisaran 16,2-16,7%. Kecenderungan penurunan ini seperti ditunjukkan oleh sejumlah indikator penuntun (leading indicators) yang menunjukkan perlambatan kegiatan investasi baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Pertumbuhan investasi non-bangunan kembali cenderung menurun. Rencana pembangunan infrastruktur yang digulirkan Pemerintah pada awal tahun lalu masih jauh dari yang direncanakan. Salah satu penyebab adalah belum selesainya 3 Porsi dari pertumbuhan Non Bangunan (skala kiri) Porsi dari pertumbuhan Bangunan (skala kiri) Pertumbuhan Non Bangunan 2,5 sejumlah produk hukum tentang privatisasi infrastruktur dasar Pertumbuhan Bangunan 2 seperti pelabuhan. Selain itu, kebijakan subsidi BBM yang 1,5 1,5 -,5 ditempuh Pemerintah saat ini membatasi ketersediaan dana untuk pengeluaran investasi. Peran (Pemerintah) daerah juga masih sulit diharapkan, seperti terlihat dari masih minimnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 21 22 23* 24** 25** -1-1,5-2 inisiatif daerah sebagai penggerak investasi. Di sisi investasi swasta, kenaikan biaya BBM untuk industri diperkirakan mengurangi kemampuan dunia usaha dalam melakukan Grafik 2.2 investasi. Kontribusi Pertumbuhan Konsumsi swasta pada triwulan III-25 juga masih tumbuh Investasi Bangunan & Non Bangunan melambat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan 7

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 25 1 8 6 4 2-2 -4-6 -8-1 Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 25 gkiriil ginv Grafik 2.3 Perkembangan Kredit Investasi III-25 diprakirakan 3,6 4,1% (y-o-y). Perlambatan pertumbuhan terjadi pada konsumsi non-makanan. Perlambatan tersebut dikonfirmasi oleh beberapa indikator terkait seperti konsumsi listrik rumah tangga, penjualan motor dan mobil serta tercermin pula pada pertumbuhan uang kartal riil. Perlambatan konsumsi ini diperlihatkan pula oleh hasil survei konsumen yang menyatakan bahwa penghasilan riil masyarakat, ekspektasi penghasilan, kondisi ekonomi, dan rencana konsumsi masyarakat ke depan mengalami penurunan. Melambatnya pertumbuhan konsumsi ini terkait pula dengan menurunnya pendapatan disposable riil akibat tingginya inflasi dan tingkat suku bunga riil yang mulai meningkat. 1, 8, 6, 4, 2,, Dari sisi fiskal, konsumsi maupun investasi pemerintah juga mengalami pelambatan. Kinerja fiskal selama delapan bulan pertama tahun 25 ini masih sangat terbatas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi konsumsi maupun investasi. Realisasi APBN sampai dengan akhir Agustus 25 masih mencatat posisi surplus sebesar Rp16,6 triliun (,6% dari PDB). Terbatasnya peran keuangan Pemerintah juga tercermin dari penurunan konsumsi Pemerintah dalam pembentukan PDB selama semester 6, makanan I-25. Sementara itu, pengeluaran investasi Pemerintah, 5, non makanan konsumsi swasta terutama dalam bentuk belanja modal dan belanja lainnya, yang 4, masih rendah antara lain disebabkan oleh masih rendahnya 3, pencairan anggaran untuk rekonstruksi Aceh. Peran Pemerintah 2, Daerah dalam kegiatan investasi juga belum menggembirakan 1, sejalan dengan dominannya struktur pengeluaran dalam bentuk, konsumsi. Selain itu, berbagai ketentuan yang bersifat duplikasi Grafik 2.4 dengan ketentuan Pemerintah Pusat turut mempengaruhi Pertumbuhan Konsumsi Makanan rendahnya minat melakukan penanaman modal di daerah secara dan Non Makanan keseluruhan. Seperti diperkirakan semula, pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan III-25 berada pada kisaran 6,3-6,8% Ekspk. Penghasilan (y-o-y). Pertumbuhan ekspor cenderung melambat sejak triwulan Ekspk. Ekonomi Ekspk. Ketersed Lapangan Kerja IV-24. Pertumbuhan ekspor lebih disumbang oleh ekspor nonmigas. Dua belas komoditas utama memiliki pangsa sekitar 75% terhadap total ekspor nonmigas yang sebagian diantaranya berbasis komoditas primer. Sementara itu, volume ekspor migas menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah, terutama terkait erat dengan terus menurunnya produksi minyak Indonesia. Dapat dikemukakan bahwa sejak tahun 24 keterkaitan ekspor dan impor semakin kuat yang menunjukkan relatif tingginya import Grafik 2.5 content beberapa komoditas ekspor, khususnya ekspor barang Ekspektasi Konsumen manufaktur. % yoy % yoy 12, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 21 22 23 24 25 Indeks 18 16 14 12 1 8 6 4 2 4 5 6 7 8 911112 1 2 3 4 5 6 7 8 911112 1 2 3 4 5 6 7 8 911112 1 2 3 4 5 6 7 8 911112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 21 22 23 24 25 8

Perkembangan Makroekonomi Terkini Lemahnya daya saing dan belum berkembangnya pasar alternatif tujuan ekspor turut menghambat pertumbuhan ekspor. Perkembangan kinerja ekspor Indonesia yang masih moderat ini tidak terlepas dari daya saing produk andalan kita. Perhitungan Revealed Competitive Advantage (RCA) 1 dari Departemen Perdagangan menunjukkan bahwa komoditi ekspor yang memiliki daya saing tinggi adalah karet, CPO serta produk kayu (berbasis sumber daya alam). Dengan struktur tersebut, ekspor riil belum dapat memanfaatkan peningkatan daya saing yang bersumber dari pelemahan nilai tukar rupiah. Hal ini terkait dengan sifat sektor penghasil produk tersebut yang cenderung kurang fleksibel dalam melakukan penyesuaian sisi pasokan. Terbatasnya perkembangan ekspor juga disebabkan oleh belum berkembangnya pasar alternatif tujuan ekspor yang saat ini masih tertuju ke pasar tradisional seperti Jepang, USA, dan Singapore. 5, 4, 3, 2, 1,, -1, -2, -3, -4, Persen Ekspor barang dan jasa Impor barang dan jasa I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 21 22 23* 24** 25** Grafik 2.6 Pertumbuhan Ekspor Sejalan dengan perlambatan permintaan domestik, kegiatan impor juga mengalami penurunan walaupun pada level yang masih cukup tinggi. Pertumbuhan impor barang dan jasa pada triwulan III-25 diprakirakan 11,7-12,2% (y-o-y), atau di bawah perkiraan semula dan pertumbuhan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara trend, pertumbuhan impor juga cenderung melambat dari titik tertinggi triwulan III-24, sejalan dengan melambatnya permintaan domestik. Perkembangan impor yang melambat sejak 24 diperkirakan terkait erat dengan melambatnya kegiatan investasi, khususnya jenis-jenis investasi yang membutuhkan bahan baku impor dalam proses produksinya. 8, 6, 4, 2,, -2, -4, -6, Persen Impor 1993 Impor 2 I II III IV I II I II III IV I II I II III IV III IV I II III IV III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22* 23** 24 25 Grafik 2.7 Pertumbuhan Impor Di sisi penawaran, sektor-sektor ekonomi juga tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Rendahnya pertumbuhan sektoral dibanding perkiraan semula terutama terjadi di sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor bangunan. Struktur PDB secara sektoral relatif tidak berubah, dengan pangsa besar masih tetap dicatat oleh sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, restoran dan hotel ; dan sektor pertanian. Sektor Industri Pengolahan masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,7-7,2% (y-o-y). Sektor Industri Pengolahan masih tumbuh cukup tinggi, meskipun diwarnai oleh pertumbuhan negatif pada industri migas. Pertumbuhan yang cukup pesat terjadi pada sub-sektor kimia dan sub-sektor makanan. Sementara itu, sub-sektor alat angkutan, mesin dan peralatannya juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, meskipun sedikit melambat dalam beberapa triwulan terakhir. Cerminan meningkatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan terlihat pada realisasi penjualan dan 1 RCAij = (nilai ekspor barang j dari negara i/total ekspor negara i) / (total ekspor dunia barang j/total ekspor dunia) 9

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 25 produksi kendaraan bermotor (mobil) yang masih menunjukkan trend meningkat dengan akumulasi penjualan s.d. bulan Agustus mencapai 395.797 unit. Jumlah ini sampai dengan akhir tahun 25 diperkirakan sudah mendekati angka revisi target penjualan oleh GAIKINDO sebanyak 55. unit. Meskipun permintaan domestik melemah, sektor Perdagangan tetap menunjukkan kinerja yang cukup baik walaupun lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu mencapai 7,6-8,1% (y-o-y). Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia kepada para pengusaha ritel pada Juli 25 mengindikasikan adanya peningkatan penjualan. Indeks riil penjualan naik sebesar,9%, dibandingkan 2,7% % (y-o-y) pada bulan sebelumnya. Di % (y-o-y) sub-sektor perhotelan, tingkat Tabel 2.2 hunian hotel di Jakarta dan PDB Sisi Penawaran Bali tercatat meningkat dari 24 25 Sektor triwulan sebelumnya masingmasing menjadi 55% dan I II III IV Total I II III f Pertanian 4,89 3,85 5,31 1,86 4,6 1,63 -,96,6-1,1 Pertambangan & Penggalian -7, -9,13-5,4 3,28-4,61 1,4-2,87-5,3 - (-4,8) 51%. Sementara itu, Survei Industri Pengolahan 5,98 6,87 4,78 7,17 6,19 7,5 6,65 6,7-7,2 Listrik, Gas & Air Bersih 6,7 6,76 3,5 7,87 5,91 7,81 7,59 7,3-7,8 Properti Komersial Jabotabek Bangunan 8,36 7,77 8,24 8,31 8,17 7,32 7,44 7, - 7,5 menunjukkan tingkat hunian Perdagangan, Hotel & Restoran 2,73 4,9 6,9 9,41 5,8 9,96 9,48 7,6-8,1 Pengangkutan & Komunikasi 12,62 13,33 13,47 11,47 12,7 13,12 13,91 12,3-12,8 hotel yang lebih tinggi, yaitu Keuangan, Persewaan & Jasa 7,48 6,66 8,26 8,45 7,72 6,51 9,97 9, - 9,5 sebesar 62,81%. Jasa-jasa 4,73 5,12 4,73 5,4 4,91 4,9 4,36 5,4-5,9 PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,38 4,38 5,1 6,65 5,13 6,19 5,54 5,2-5,7 f Angka proyeksi Bank Indonesia Seperti triwulan sebelumnya, sektor Pengangkutan dan Komunikasi diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi, yaitu sekitar 12,3-12,8% (y-o-y). Tetap tingginya pertumbuhan sektor ini didorong oleh sub-sektor komunikasi seiring dengan makin beragamnya produk telekomunikasi dengan harga yang relatif terjangkau dan biaya percakapan per menit yang semakin kompetitif, khususnya pada jaringan seluler. Namun demikian, sub-sektor pengangkutan tetap tumbuh dengan akselerasi yang lebih lambat, yang terutama dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan jasa angkutan udara. Di samping kenaikan tarif angkutan udara (sebagai dampak kenaikan harga avtur 21% 1 9 8 dan pelemahan rupiah), penurunan pertumbuhan tersebut diperkirakan juga karena adanya dampak psikologis kecelakaan pesawat yang terjadi selama periode laporan. 7 6 5 4 3 2 1 Total seluruh sektor Industri Pengolahan Industri Tekstil Industri Alat Angkutan Pertanian Industri Makanan & Minuman Industri Semen Listrik I II III IV I II III IV I II 23 24 25 Grafik 2.8 Utilisasi Kapasitas (SKDU) Produktivitas dan Efisiensi Kapasitas perekonomian diperkirakan relatif belum mengalami peningkatan yang signifikan seperti perkiraan semula. Terhambatnya peningkatan kapasitas perekonomian tersebut karena belum banyaknya kebijakan struktural yang mendukung peningkatan kapasitas perekonomian. Sementara itu, kondisi pertumbuhan stok kapital juga masih relatif lambat yaitu berkisar 1

Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. 1.8 1.6 1.4 1.2 1..8.6.4.2. TFP (A) 199 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 Grafik 2.9 Total Factor Productivity pada angka -,5% pada periode setelah krisis, sehingga membatasi upaya peningkatan produksi. Penambahan stok kapital yang relatif besar hanya terlihat di sektor pengangkutan dan telekomunikasi dan sektor industri, sementara stok kapital di sektor perdagangan, sektor pertanian, dan sektor pertambangan relatif tetap. Dengan kondisi tersebut kemampuan sisi penawaran semakin terbatas dalam merespons perkembangan sisi permintaan. Walaupun demikian, produktivitas faktor produksi dan efisiensi penggunaan modal masih membaik. Perbaikan produktivitas faktor produksi tercermin pada indikator tingkat Total Factor Productivity yang mencapai 1,73 pada tahun 24 mendekati tingkat sebelum krisis. Produktivitas tenaga kerja juga membaik, khususnya pada sektor industri yang mencapai Rp41,9 juta per orang pada tahun 24. Sementara itu, peningkatan efisiensi penggunaan modal tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang terus membaik mencapai 3,8 pada tahun 24 mendekati tingkat sebelum krisis. 6 5.2 4.7 5 4.2 3.8 4 3 2 1 21 22 23* 24** Grafik 2.1 Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Miliar Rp 5. PDB Aktual 45. Potensial 4. 35. 3. 25. 2. 15. I II IIIIV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 199 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 25 Grafik 2.11 PDB Aktual vs Potensial Kesenjangan Output Seiring dengan terbatasnya kondisi sisi penawaran, kesenjangan output (output gap) dalam perekonomian nasional menunjukkan arah yang semakin menyempit. Kecenderungan output gap yang menyempit ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan stok kapital yang lebih lambat dan ratio investasi terhadap PDB yang relatif tidak berubah di sekitar 22% atau jauh lebih rendah dibanding ketika kondisi krisis yang mencapai 3%. Dikaitkan dengan kondisi tenaga kerja, perlambatan perekonomian ini pada gilirannya mengakibatkan tetap rendahnya daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja sebagaimana tercermin pada masih tingginya angka pengangguran yang diperkirakan dapat mencapai 1,8% sesuai prediksi dari Depnaker. NERACA PEMBAYARAN Kondisi neraca pembayaran mengalami tekanan seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Masih tingginya permintaan domestik telah mendorong peningkatan impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal. Sementara itu, ekspor masih tumbuh terbatas karena rendahnya daya saing di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Perkembangan ini menyebabkan kinerja neraca transaksi berjalan terus mengalami defisit. Pada saat yang sama, kinerja neraca modal juga belum menunjukkan perbaikan terkait dengan masih 11

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 25 terbatasnya realisasi aliran masuk modal akibat belum kondusifnya perbaikan iklim investasi. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan neraca pembayaran mengalami peningkatan defisit menjadi sebesar USD2,3 miliar, atau lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar USD1,1 miliar. Perkembangan tersebut berimplikasi pada tekanan fundamental pelemahan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut. Guna menjaga ketahanan sektor eksternal ke depan, diperlukan percepatan realisasi upaya peningkatan arus masuk modal asing yang sustainable dan bersifat non-debt creating, serta peningkatan devisa hasil ekspor. 6, 4, 2,, -2, -4, 1. 8. 6. 4. 2. -2. -4. % (ratio) CA/GDP -3,6 Grafik 2.12 Transaksi Berjalan (%PDB annualized) 5,1 Transaksi Berjalan Ekspansi perekonomian yang ditopang oleh permintaan domestik menyebabkan transaksi berjalan masih mengalami defisit. Dengan tingginya akselarasi pertumbuhan impor dan masih terbatasnya kenaikan ekspor, transaksi berjalan pada triwulan III-25 diperkirakan mengalami defisit USD16 juta. Namun demikian, secara keseluruhan tahun 25, transaksi berjalan masih diprakirakan mengalami surplus USD2,2 miliar (,7% dari PDB), menurun dibandingkan tahun 24. Dengan perkembangan tersebut, rasio defisit Transaksi Berjalan terhadap PDB yang dihitung dengan metode annualized menurun dari 1,5% pada triwulan II-25 menjadi,4% dari PDB.,7,4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 25 Juta USD Migas Nonmigas Total 22 23 24 25 Grafik 2.13 Transaksi Berjalan (Juta USD) Neraca perdagangan tetap membukukan surplus. Surplus neraca perdagangan ini didukung oleh meningkatnya kinerja ekspor migas yang diperkirakan mencatat pertumbuhan sekitar 7,6% (y-o-y). Peningkatan kinerja ekspor migas tersebut berkaitan dengan kenaikan harga minyak dunia yang sempat mencapai sekitar USD7/barrel sedangkan dari volume produksi cenderung menurun menjadi sekitar 1,7 juta barrel/hari. Di sisi lain, meningkatnya konsumsi BBM domestik dan melonjaknya harga minyak dunia mengakibatkan nilai impor migas tetap tumbuh tinggi yaitu sekitar 45% (y-o-y). Kondisi konsumsi BBM domestik yang cenderung meningkat ini masih dapat di-offset oleh windfall profit migas. Dengan perkembangan tersebut neraca perdagangan migas telah mencatat surplus namun dengan jumlah yang semakin menipis. Sementara itu, kinerja Neraca Perdagangan non-migas pada triwulan III-25 diperkirakan masih mengalami defisit. Kegiatan ekspor non-migas diperkirakan hanya tumbuh 2,8% (y-o-y), yang terutama dipengaruhi oleh harga komoditas internasional yang mulai leveling off. Perkembangan harga tersebut secara umum tercermin pada indikator harga per unit pada tiga kelompok komoditas (industri, pertanian dan pertambangan) yang sampai dengan bulan Juli 25 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Kendatipun demikian, tingkat harga komoditas non-migas 12

Perkembangan Makroekonomi Terkini 2 15 1 Pangsa (%) saat ini masih lebih tinggi dari perkiraan awal tahun. Di sisi lain, kenaikan permintaan domestik telah menyebabkan impor nonmigas pada triwulan III-25 mengalami peningkatan yang cukup tajam, yaitu tumbuh sekitar 34,8%, hingga mencapai USD13,4 miliar, sehingga menyebabkan prestasi neraca perdagangan nonmigas mengalami defisit. 5 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 Singapura Amerika Jepang Malaysia Cina 1999 2 21 22 23 24 25* Grafik 2.14 Perkembangan Ekspor per Negara Tujuan TOT Total TOT Nonmigas Daya saing komoditas ekspor Indonesia yang belum menunjukkan perbaikan turut menghambat kinerja ekspor non-migas. Indikasi lemahnya daya saing yang dilihat dari indikator terms of trade (TOT) produk nonmigas belum menunjukkan perbaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa produk ekspor Indonesia yang cenderung berbasis produk primer tidak bisa mengimbangi kenaikan harga impor. Sementara itu, indikator total TOT (migas dan nonmigas) yang meningkat lebih disebabkan oleh kenaikan harga minyak yang meningkat pesat sejak awal 24. Perkembangan tersebut memberikan gambaran potensi lemahnya sustainabilitas perdagangan internasional di sektor eksternal. Masih tingginya permintaan domestik menyebabkan impor bahan baku dan barang modal tumbuh cukup tinggi. Kenaikan impor non-migas terutama dipicu oleh impor bahan baku dan barang modal yang mempunyai pangsa sekitar 9% dari total impor non-migas. Dalam periode Januari-Juli 25, pertumbuhan Grafik 2.15 impor untuk barang modal, bahan baku, dan barang konsumsi Perkembangan Term of Trade masing-masing mencapai 4,6%, 26,%, dan 4,2% (y-o-y). Dari komposisi impor barang modal yang didominasi oleh barang modal bukan peralatan transportasi, impor kelompok barang ini diperkirakan terkait dengan kegiatan investasi domestik. Dalam pada itu, struktur produksi dalam negeri juga masih sangat tergantung pada impor yang tercermin pada tingginya pangsa bahan baku yang diproses dalam impor bahan baku. 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 1999 2 21 22 23 24 25 Neraca Modal Secara keseluruhan, kinerja neraca modal masih menurun. Di luar pencatatan sisi aset sektor swasta, lalu lintas modal (LLM) pada triwulan III-25 mencatat surplus sebesar USD1, miliar. Surplus tersebut bersumber dari LLM swasta dan publik masing-masing sebesar USD,5 miliar. Namun, apabila aset sektor swasta residen turut dicatat, LLM pada triwulan yang sama diperkirakan akan defisit. Sementara itu, struktur aliran modal asing swasta masih dalam berbentuk pinjaman (4%), serta FDI dan FPI masing-masing sekitar 3% dari total aliran modal masuk. Dengan masih tingginya beban pembayaran pinjaman LN swasta, hanya FDI dan Portfolio Investment yang masih mencatat net inflows masing-masing sebesar USD247 juta dan USD524 juta. Dengan perkembangan tersebut, peran investasi yang bersifat likuid (portofolio) masih dominan dalam mendukung aliran modal masuk. 13

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 25 Rendahnya realisasi disbursement utang luar negeri pemerintah diperkirakan dapat memperburuk kinerja LLM pemerintah. Surplus LLM pemerintah yang diperkirakan sebesar USD,5 miliar kemungkinan tidak dapat dicapai terutama akibat rendahnya realisasi disbursement komitmen ULN. Realisasi pinjaman program mengalami hambatan terkait dengan terundanya penyelesaian prasyarat penarikan pinjaman yang telah disepakati dengan kreditur. Cadangan Devisa Defisit yang terjadi pada neraca transaksi berjalan dan kinerja neraca modal yang menurun menyebabkan Neraca Pembayaran pada triwulan III-25 masih mengalami defisit sebesar USD2,3 miliar. Kondisi ini menyebabkan posisi cadangan devisa pada triwulan III-25 turun menjadi USD31,3 miliar, atau cukup untuk 3,9 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Ke depan, upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal perlu dilengkapi dengan kebijakan perbaikan kinerja transaksi berjalan dan LLM. KEBIJAKAN MAKROEKONOMI Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan semula terjadi di tengah adanya gangguan keseimbangan internal dan eksternal. Untuk itu, Bank Indonesia dan Pemerintah perlu merespon kondisi tersebut dengan langkah-langkah sinergis di bidang kebijakan makroekonomi agar tidak menimbulkan tekanan lebih lanjut terhadap stabilitas makroekonomi yang dapat menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan yang mampu mempercepat pembalikan siklus ekonomi atau mengurangi akselerasi perlambatan pertumbuhan perlu segera ditempuh dengan langkah-langkah yang terkoordinasi. Demikian pula, upaya mendorong perekonomian menuju keseimbangan internal dan eksternal perlu diprioritaskan dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih konsisten. Baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal perlu terus diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Pola ekspansi ekonomi yang telah menimbulkan tekanan stabilitas makroekonomi pada gilirannya dapat mengganggu keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini telah diperlihatkan pada perkembangan ekonomi yang di triwulan III-25 mengalami perlambatan. Bersamaan dengan upaya Bank Indonesia secara konsisten terus mengendalikan kestabilan makroekonomi, sejumlah perbaikan yang perlu diprioritaskan adalah menerapkan kebijakan fiskal yang berorientasi pada penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif. Pilihan ini utamanya ditujukan untuk memperbaiki persepsi investor asing akan prospek ekonomi Indonesia. Selain itu, peningkatan daya saing ekspor juga menjadi prioritas, mengingat prestasi ekspor saat ini lebih didorong oleh faktor harga dan belum ditopang penuh oleh peningkatan kapasitas produksi. Di bidang penciptaan iklim investasi, kebijakan yang ditempuh Pemerintah adalah 14

Perkembangan Makroekonomi Terkini dengan memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Sejumlah peraturan yang sering dikeluhkan investor dalam menanamkan modalnya pada proyek-proyek jangka panjang terus ditinjau ulang dan diperbaiki. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 25 tentang Jalan Tol diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam pengembangan wilayah dan efisiensi pelayanan jasa distribusi. Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya menghilangkan kebijakan antar sektor yang tumpang tindih, sehingga dapat memberikan kepastian investor untuk menanamkan modalnya tanpa harus menghadapi kendala-kendala sektoral. Sebagai contoh, pada triwulan III-25 ini Pemerintah telah menghapus Perda yang tumpang tindih, memperbaharui kebijakan di sektor pertambangan dan kehutanan, meningkatkan kepastian hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus investasi yang terjadi, termasuk memperjelas arah kebijakan ekonomi dan regulasi. Misalnya, mengurangi ketidapastian fiskal mengenai ketentuan perpajakan yang berubah-ubah mengakibatkan terhambatnya investasi baru di sektor pertambangan Di bidang peningkatan daya saing, sejumlah kebijakan makroekonomi dan struktural (macroeconomic policy mix) ) ditempuh Pemerintah untuk mendorong peningkatan kapasitas perekonomian. Selama kurun waktu triwulan III-25 Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang terkait dengan pemberian insentif investasi kepada sektor industri dan pertambangan, pembebasan bea masuk impor, dan paket kompensasi kenaikan harga BBM bagi industri. Kebijakan-kebijakan itu antara lain adalah harmonisasi tarif untuk mendorong produksi dan investasi dalam negeri. Sebagai contoh di industri makanan, tarif bea masuk yang dikenakan untuk produk jadi lebih rendah dibandingkan bea masuk untuk bahan baku. Selain itu, Pemerintah juga mempercepat realisasi INPRES No.5 tahun 25 tentang pemberdayaan industri pelayaran nasional. Kebijakan tersebut juga dimaksudkan untuk menghemat pengeluaran devisa yang setiap tahunnya diperkirakan mencapai sebesar USD18 miliar. Di bidang ketenagakerjaan, Pemerintah telah membuat peraturan ketenagakerjaan yang tidak terlalu rigid, mengingat investasi yang tumbuh tinggi dalam beberapa triwulan terakhir sebagian besar terjadi pada investasi yang padat modal. Di bidang energi, Pemerintah tetap berupaya menjaga kelancaran pasokan energi, misalnya kelancaran pasokan gas di industri keramik dan pupuk serta pasokan listrik untuk sektor industri. 15