BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara. Dalam beberapa tahun terakhir sektor industri ini menjadi salah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu negara serta menunjang ekonomi suatu negara ( Parmono, 2001 ).

BAB I PENDAHULUAN. (financial assets) dan investasi pada aset riil (real assets). Investasi pada aset-aset

BAB 1 PENDAHULUAN. dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal (capital market) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi tersebut ada suatu keuntungan (return) yang diinginkan oleh investor.

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan dana yang cukup besar, dimana pemenuhannya tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perusahaan yang Termasuk dalam Industri Pertanian di BEI Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. jangka panjang dengan menjual saham maupun obligasi. Perusahaan akan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam waktu dua tahun atau lebih secara bertahap. Secara umum investasi dikenal

BAB I PENDAHULUAN. permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional negara tersebut, Sehingga banyak negara yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berupa capital gain. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2002: 133),

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Didalam perekonomian negara yang maju dan berkembang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, pertanyaan, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan penelitian.

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan transaksi jual beli dimana instrumen yang. diperjualbelikan adalah berupa surat-surat berharga yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat.

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan para pemodal (investor) untuk melakukan diversifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB 2. Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, pasar modal banyak dijumpai diberbagai negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam kegiatan untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Investasi. cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan dananya adalah sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan sektor properti

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan di masa mendatang. Para investor dapat membeli saham, obligasi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif bagi perusahaan (Lubis, 2006). Dari sudut pandang ekonomi, pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. ekspansi bisnis dengan berbagai cara agar investor mendapatkan keuntungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Karena pasar modal menjalankan dua fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan selalu membutuhkan dana untuk menunjang kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari perusahaan go public semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam portofolio sering disebut dengan return. Return merupakan hasil yang

2015 PENGARUH STRUKTUR MOD AL D AN PROFITABILITAS TERHAD AP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR ANEKA IND USTRI YANG TERD AFTAR D I BURSA EFEK IND ONESIA

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Indeks Harga Saham Gabungan

BAB I PENDAHULUAN. dana ke dalam lembaga investasi dan atau suatu benda dengan harapan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan cerminan kekuatan ekonomi suatu bangsa. Secara formal, pasar

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan adanya pasar modal (capital market), pemodal sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. masa mendatang (Tandelilin, 2010:2).Secara umum, pemodal (investor) yang

BAB I PENDAHULUAN. modal dan industri-industri sekuritas yang ada pada suatu negara tersebut. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PENGARUH EPS ( EARNING PER SHARE

BAB I PENDAHULUAN. ingin melakukan investasi sehingga masyarakat umum juga dapat ikut berperan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam jenis salah satunya adalah pasar modal (capital market), pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan ekonomi saat ini dihadapkan dengan pilihan untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN. emiten dan tempat terjadinya kegiatan investasi. Secara konsep, investasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. semua sektor perusahaan di Indonesia selain melalui sektor perbankan. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pasar modal merupakan suatu sarana

PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS) DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO (DPR) TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Kasus Pada PT. Astra International, Tbk)

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Dalam era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan

BAB 1 PENDAHULUAN. investor dan perusahaan yang telah go public (emiten). Bagi emiten, pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. biasanya mereka akan mendasarkan keputusannya pada beberapa informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. penurunan keuntungan, yang mengakibatkan turunnya tingkat return saham. Grafik LQ45 Periode sampai

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan (return) saham bagi investor, karena return saham

BAB I PENDAHULUAN. investasi bagi para pemilik modal atau investor (Adji, Suwerli dan Suratno,

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional suatu negara. Ada beberapa alternatif yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu (Jogiyanto,2003). Investasi ke dalam produksi yang efisien dapat

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi pada umumnya dan di bidang investasi khususnya. Investasi

ANALISIS FUNDAMENTAL DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu industri adalah di pasar modal yaitu dengan menjual saham

BAB I PENDAHULUAN. investasi di pasar modal. Salah satu instrumen di pasar modal yang paling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Menurut Husnan (2004) nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. ikut serta dalam kepemilikan saham suatu perusahaan. Pasar modal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pesat yang merupakan salah satu kunci untuk mendorong pertumbuhan dan

PENILAIAN SAHAM. Nilai nominal Nilai nominal adalah nilai per lembar saham yang berkaitan dengan hukum. Nilai yang tercantum dalam lembar saham.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ( UU No 8/1995 Tentang Pasar Modal ).

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi perekonomian yang semakin terbuka. Sejalan dengan itu, maka perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber

I. PENDAHULUAN. Indeks kompas 100 merupakan suatu indeks saham yang terdiri dari 100 saham

BAB I PENDAHULUAN. daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pikuknya kehidupan globalisasi, tentu saja tidak bijaksana membiarkan harta

BAB I PENDAHULUAN. dipertimbangkan yaitu return dan risiko. Return adalah tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi. Layaknya pasar, bursa efek dapat dikaitkan sebagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. sama, yaitu mendapatkan capital gain, yaitu selisih positif antara harga

BAB I PENDAHULUAN. return yang setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukannya. Tetapi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan. return yang diharapkan. (Tandelilin, 2001 : 3)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersumber dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana ke berbagai sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua perusahaan pada umumnya mempunyai suatu tujuan. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan dunia usaha bagi perusahaan yang sudah Go Public semakin

I. PENDAHULUAN. Istilah penawaran umum atau sering juga disebut dengan go public semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi pasar modal inilah maka kebutuhan atas informasi yang relevan dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Dalam beberapa tahun terakhir sektor industri ini menjadi salah satu industri strategis yang memiliki peran signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Ini merupakan bagian dari pengelolaan bahan-bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah lebih besar. Hasil industri manufaktur Indonesia kian merambat ke pasar dunia, sebagai traded sector, efisiensi sektor industri manufaktur akan meningkatkan daya saing perekonomian di pasar dunia karena memiliki peran dalam penciptaan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja produktif, dan pendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi kondisi perekonomian global yang tidak menentu menyebabkan sektor-sektor pendukung perekonomian nasional mengalami penurunan salah satunya adalah sektor manufaktur. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi karena return merupakan keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya. Menurut Wahyudi (2003), return memiliki dua komponen yaitu current income dan capital gain. Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil kinerja fundamental perusahaan. Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga 1

2 beli saham. Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bilamana harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Pada tahun 2013 emiten yang bergerak di industri manufaktur mengalami penurunan yang disebabkan oleh berbagai faktor negatif seperti kenaikan harga gas, tarif dasar listrik, upah minimum pekerja, infrastruktur yang belum dapat diandalkan, serta melemahnya nilai tukar, hal ini tentunya mengganggu pertumbuhan sektor ini. Sebelum melakukan investasi di pasar modal, investor akan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi. Informasi yang bersifat fundamental dan teknikal dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi return, resiko atau ketidakpastian, jumlah, waktu, dan faktor lain yang berhubungan dengan aktivitas investasi. Informasi yang dapat dijadikan landasan bagi investor dalam menentukan investasi antara lain harga saham, kinerja perusahaan dan lingkungan ekonomi makro seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah turut berpengaruh pada fluktuasi harga dan volume perdagangan pada pasar modal yang efisien (Manullang, 2004). Tabel berikut menunjukkan kinerja sektor industri manufaktur pada tahun 2013 menurun. Tidak terjaganya pertumbuhan sektor ini ditunjukkan pada perilaku investor dalam mengapresiasi negatif sahamsaham manufaktur. Return perusahaan manufaktur secara keseluruhan cenderung mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut.

3 Tabel 1.1 Pertumbuhan Return Perusahaan Manufaktur Periode 2011-2013 Tahun Return 2011 14.376% 2012-0.58% 2013-2.44% Sumber: www.idx.co.id (Data diolah) Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan return perusahaan manufaktur mengalami penurunan dari 14.376% pada tahun 2011 menjadi -2.44% di akhir tahun 2013. Beberapa perusahaan manufaktur tersebut yang mengalami penurunan diantaranya PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk yang menunjukkan return pada tahun 2011 sebesar 16% dan di akhir tahun 2013 sebesar -40%. PT. Astra International Tbk yang menunjukkan return 35.7% pada tahun 2011 dan di akhir tahun 2013 sebesar -11%. PT. Gudang Garam Tbk yang menunjukkan return 55.1% pada tahun 2011 dan di akhir tahun 2013 sebesar -25%. PT. Asia Pasific Fibers Tbk yang menunjukkan return 87.5% pada tahun 2011 dan di akhir tahun 2013 sebesar -59%. Selain itu PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk juga menunjukkan return yang menurun yaitu sebesar 2.3% pada tahun 2011 dan di akhir tahun 2013 sebesar -31%. Penurunan return ini memberi makna bahwa harga jual selalu dibawah harga beli saham sehingga keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Investasi yang dilakukan oleh investor diasumsikan selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional sehingga berbagai jenis informasi diperlukan untuk

4 pengambilan keputusan investasi, termasuk data return diatas. Data return diatas merupakan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, yang akan dijadikan sebagai dasar perhitungan dalam menentukan besarnya return yang diharapkan (expected return) di masa mendatang. Dalam dunia yang sebenarnya hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian atau risiko. Pemodal tidak mengetahui dengan pasti hasil yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukannya. Pemodal hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungan yang diharapkan dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Karena pemodal hanya menghadapi kesempatan investasi yang berisiko, pilihan investasi tidak dapat hanya mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return). Semakin tinggi tingkat keuntungan (return) yang disyaratkan oleh investor maka akan semakin tinggi pula risiko suatu kesempatan investasi (Jogiyanto, 2000). Tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) pada perusahaan manufaktur secara keseluruhan mengalami fluktuasi selama 3 tahun. Tabel 1.2 Pertumbuhan Expected Return Perusahaan Manufaktur Periode 2011-2013 Tahun Expected Return 2011 5.057% 2012 11.043% 2013 0.36% Sumber: www.idx.co.id (Data diolah) Berbeda dengan tabel return realisasi sebelumnya, yang menunjukkan data menurun tiap tahunnya, pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan

5 expected return perusahaan manufaktur mengalami kenaikan dari tahun 2011 ke 2012, dari 5.057% meningkat menjadi 11.043% di tahun 2012, kemudian menurun menjadi 0.36% pada tahun 2013. Beberapa perusahaan manufaktur tersebut yang mengalami peningkatan tahun 2011 ke tahun 2012 dan menurun dari tahun 2012 ke tahun 2013 diantaranya PT. Barrito Pasific Tbk, expected return tahun 2011 sebesar 1.080%, tahun 2012 sebesar 20.82%, dan tahun 2013 sebesar 0.409%. PT. Budi Starch & Sweetener Tbk, menunjukkan expected return tahun 2011 sebesar 3.850%, tahun Jaya Pari Steel Tbk, menunjukkan expected return tahun 2011 sebesar 3.4241%, tahun 2012 sebesar 22.0707%, dan tahun 2013 sebesar -1.289%. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk, menunjukkan expected return tahun 2011 sebesar 2.981%, tahun 2012 sebesar 19.525%, dan tahun 2013 sebesar 0.271%. serta PT. Suparma Tbk, yang juga menunjukkan expected return tahun 2011 sebesar 4.2188%, tahun 2012 sebesar 4.33497%, dan tahun 2013 sebesar -2.409%. Berfluktuasinya expected return ini memberi makna bahwa return yang diharapkan tidak sesuai dengan realisasinya yg menurun dari tahun 2011-2013. Ketidaksesuaian return realisasi dengan return yang diharapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya risiko, firm size, dan market to book value. Menurut Husnan (2001), ada dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang hanya mempengaruhi satu atau sekelompok kecil perusahaan. Resiko ini dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, yaitu dengan menanam investasi dalam beberapa portofolio aset. Sedangkan risiko sistematis merupakan risiko

6 yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi dan berdampak pada seluruh jenis saham yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Penjumlahan dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis disebut risiko total. Penelitian ini hanya menilai risiko sistematis saja. Hal ini dikarenakan dilihat dari sifatnya yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi, maka bagi investor risiko sistematis lebih relevan untuk dipertimbangkan dalam melakukan investasi daripada risiko total. Risiko sistematis sering disebut dengan risiko pasar (market risk) yang diukur dengan beta dan standar deviasi. Hal ini dikarenakan market risk mempunyai pengaruh terbesar untuk saham. Menurut Brigham (2010), beta adalah suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana pengembalian suatu saham tertentu bergerak naik dan turun mengikuti pasar saham. Risiko ini terjadi akibat fluktuasi kondisi pasar dimana harga dari surat-surat berharga sangat berfluktuasi melebihi dari perkiraan yang wajar. Sedangkan deviasi standar adalah pengukur absolute penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya (Van Horne dan Wachowics. Jr, 1992). Hal ini berhubungan erat dengan perubahan harga saham jenis tertentu atau kelompok tertentu yang disebabkan oleh antisipasi investor terhadap perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan (expectation return). Untuk mengetahui sumbangan suatu saham terhadap risiko portofolio yang didiversifikasi dengan baik, tidak bisa dengan melihat seberapa besar risiko saham tersebut apabila dimiliki secara terpisah, tetapi harus dengan mengukur risiko pasarnya dan ini akan mendorong untuk mengukur kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar. Maka risiko

7 sistematis menjadi hal penting yang perlu dipertimbangkan investor sebelum melakukan keputusan investasi. Risiko sistematis perusahaan manufaktur secara keseluruhan cenderung mengalami penurunan selama 3 tahun. Tabel 1.3 Data Risiko Sistematis Perusahaan Manufaktur Periode 2011-2013 Tahun Risiko Sistematis 2011 0.120 2012 0.106 2013 0.083 Sumber: www.idx.co.id (Data diolah) Tabel 1.3 di atas merupakan data yang telah diolah. Berdasarkan tabel 1.3 risiko cenderung menurun dikarenakan nilai IHSG dan harga penutupan saham harian perusahaan manufaktur selama tahun 2011-2013 juga menurun. Risiko paling rendah adalah PT. Multistrada Arah Sarana Tbk pada tahun 2013 dengan nilai 0.01, sedangkan risiko paling tinggi adalah PT. Asiaplast Industries Tbk pada tahun 2011 dengan nilai 0.28. Menurut Tandelilin (2010), hal yang mendasar dalam mengambil keputusan investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan risiko investasi. Hubungan antara return dan risiko akan berbanding lurus, sehingga jika seorang investor menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi maka risiko yang ditanggungnya akan semakin besar pula. Dalam beberapa penelitian lebih sering menggunakan risiko sistematis yaitu risiko yang dihadapi perusahaan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian diluar kegiatan operasional perusahaan (faktor makro) seperti inflasi, resesi, tingkat suku bunga, dan nilai

8 tukar valuta asing dan sebagainya. Menurut Solechan (2009), risiko pasar yang besar akan memberikan informasi bagi investor untuk berhati-hati (cenderung menunggu) ketika kondisi pasar tidak stabil, sehingga menimbulkan permintaan saham menurun. Dengan menurunnya minat investor tersebut, maka harga saham relatif menurun. Hal ini berdampak pada investor yang berani menghadapi risiko tinggi menanamkan investasinya pada kondisi yang berisiko tinggi tersebut. Dengan harapan harga saham akan meningkat dan return yang diperoleh investor juga tinggi. Di luar rasio keuangan yang ada, terdapat beberapa variabel yang memiliki pengaruh terhadap return saham. Salah satunya adalah faktor firm size (ukuran perusahaan). Faktor ini merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan return saham (Hou dan Dijk, 2008). Dalam berinvestasi, investor tidak jarang melihat firm size pada perusahaan tempat mereka berinvestasi. Dengan adanya informasi ini para investor dapat mengetahui perkembangan perusahaan, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk membeli atau menjual saham-saham yang dimiliki. Firm size (ukuran perusahaan) adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara, antara lain: total asset, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Penentuan ukuran perusahaan dalam penelitian ini didasarkan kepada total aset perusahaan, karena total aset dianggap lebih stabil dan lebih dapat mencerminkan ukuran perusahaan (Machfoedz, 1994 dalam Herawaty, 2005). Menurut Yolana dan Martani (2005), aktiva merupakan tolak ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Biasanya perusahaan besar mempunyai aktiva yang

9 besar pula nilainya. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan kedepan. Ukuran perusahaan yang besar dianggap sebagai suatu indikator yang menggambarkan tingkat risiko bagi investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut, karena jika perusahaan memiliki kemampuan finansial yang baik, maka diyakini bahwa perusahaan tersebut juga mampu memenuhi segala kewajibannya serta memberi tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Berikut ini disajikan data Firm Size (Ukuran Perusahaan) perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013 sebagai berikut: Grafik 1.1 Pertumbuhan Firm Size (Ukuran Perusahaan) Perusahaan Manufaktur Tahun 2011-2013 29.382 29.253 29.266 Sumber: www.idx.co.id (Data diolah) Firm size beberapa perusahaan manufaktur cenderung mengalami kenaikan dari tahun 2011-2013. Seperti PT. Gudang Garam Tbk, firm size perusahaan ini pada tahun 2011 adalah sebesar 31.297 dan diakhir tahun 2013 sebesar 31.558. PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, firm size-nya pada tahun 2011

10 adalah 29.743 dan diakhir tahun 2013 sebesar 30.333. selain itu PT. Gajah Tunggal Tbk juga menunjukkan firm size yang meningkat dari tahun 2011 sebesar 30.078 dan pada tahun 2013 sebesar 30.362, serta PT. Kalbe Farma Tbk yang firm size-nya sebesar 29.744 pada tahun 2011 dan 30.057 pada tahun 2013. Keadaan firm size yang meningkat tersebut terlihat pada grafik 1.1 yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata firm size perusahaan manufaktur cenderung meningkat dari tahun 2011-2013. Menurut Hashemi et al. (2012), ukuran perusahaan secara positif dapat mempengaruhi return saham. Perusahaan yang lebih besar dapat menghasilkan earning yang lebih besar sehingga mendapatkan return yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang lebih kecil, hal ini sesuai dengan pernyataan Nurningsih (2005) yang menyatakan bahwa pasar modal lebih mudah dimasuki oleh perusahaan yang besar sehingga dengan kesempatan ini perusahaan akan lebih optimal dalam menghasilkan output guna memaksimalkan laba yang akan diperoleh untuk membayar dividen yang semakin besar kepada pemegang saham. Tinggi rendahnya nilai firm size akan menentukan prospek perusahaan, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap minat dan keyakinan investor untuk memiliki saham perusahaan. Jika prospek perusahaan membaik maka makin besar minat investor untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan dan hal ini akan mempengaruhi harga saham dan selanjutnya akan mempengaruhi return saham. Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten, nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan

11 nilai sebenarnya dari saham. Salah satu pendekatan dalam menentukan nilai intrinsik saham adalah Market to Book Value (MBV). Market to Book Value (MBV) merupakan salah satu rasio penilaian yaitu rasio yang memberikan ukuran kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar usahanya diatas biaya investasi dengan cara membandingkan nilai pasar saham terhadap nilai buku (Kasmir, 2009). Semakin tinggi rasio MBV dapat diartikan semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Berikut ini disajikan data MBV perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013 sebagai berikut: Grafik 1.2 Nilai MBV Perusahaan Manufaktur Periode 2011-2013 3.662 3.096 2.997 Sumber: (www.idx.co.id) Ringkasan Kinerja Perusahaan Tercatat (Data diolah) Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai MBV perusahaan manufaktur cenderung mengalami penurunan dari tahun 2011-2013. Seperti PT. Polychem Indonesia Tbk, MBV perusahaan ini pada tahun 2011 adalah sebesar 0.88 dan diakhir tahun 2013 sebesar 0.22. PT. Astra Internasional Tbk, MBV-nya pada tahun 2011 adalah 3.95 dan diakhir tahun 2013 sebesar 2.79. selain itu PT. Barito

12 Pacific Tbk juga menunjukkan MBV yang menurun dari tahun 2011 sebesar 0.56 dan pada tahun 2013 sebesar 0.26. PT. Gudang Garam Tbk, MBV perusahaan ini pada tahun 2011 adalah sebesar 4.86 dan diakhiri tahun 2013 sebesar 2.85. PT. Gajah Tunggal Tbk juga menunjukkan MBV yang menurun dari tahun 2011 sebesar 2.36 dan pada tahun 2013 sebesar 1.02. PT. Jaya Pari Steel Tbk, MBVnya pada tahun 2011 adalah 1.08 dan diakhir tahun 2013 sebesar 0.55. PT. Mustika Ratu Tbk juga menunjukkan MBV yang menurun dari tahun 2011 sebesar 0.60 dan pada tahun 2013 sebesar 0.51. PT. Sierad Produce Tbk, MBVnya pada tahun 2011 adalah 0.40 dan diakhir tahun 2013 sebesar 0.37. serta PT. Indo Acidatama Tbk yang MBV-nya sebesar 1.29 pada tahun 2011 dan 1.07 pada tahun 2013. Keadaan MBV tersebut terlihat pada grafik yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan rasio MBV yang cenderung menurun dapat diartikan perusahaan kurang berhasil menciptakan nilai bagi pemegang saham. Menurut Husnan. S dan Pudjiastuti (2006) semakin besar rasio MBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan. Perusahaan yang berjalan baik umumnya mempunyai MBV diatas 1, yang menunjukkan nilai pasar lebih tinggi dari nilai bukunya. Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham yang artinya jika MBV perusahaan semakin tinggi, maka perusahaan juga dinilai semakin baik oleh investor. Hal ini akan membuat investor tertarik meletakkan dananya sehingga permintaan akan saham tersebut semakin banyak, yang dapat menyebabkan naiknya harga saham. Salah satu faktor pembentuk harga pasar saham adalah banyaknya penawaran dan

13 permintaan yang dilakukan oleh investor dipasar modal. Harga saham di pasar perlu dibandingkan dengan nilai bukunya untuk mengetahui apakah harga saham di pasar tersebut dinilai terlalu rendah (undervalued), terlalu tinggi (overvalued), atau berada dalam kondisi wajar. Jika harga pasar berada dibawah nilai bukunya, hal ini menunjukkan bahwa investor memandang perusahaan tidak cukup potensial, namun jika harga pasar berada diatas nilai bukunya, hal ini menunjukkan bahwa investor tersebut optimistik. Sikap investor yang optimistik terhadap saham yang dibelinya akan terus meningkatkan harga pasar tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan return saham. Adanya kecenderungan investor lebih senang menanamkan modal pada perusahaan besar sebab investor percaya pada perusahaan besar memberikan return per saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil. Tinggi rendahnya nilai firm size akan menentukan prospek perusahaan, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap minat dan keyakinan investor untuk memiliki saham perusahaan. Semakin tinggi ukuran perusahaan, minat investor juga akan semakin tinggi membeli saham tersebut dan pada akhirrnya harga saham akan berada di atas nilai bukunya, hal ini berarti akan meningkatkan nilai market to book value pada perusahaan tersebut. Tingginya minat investor akan saham tersebut didasarkan pada semakin tingginya return yang diharapkan, sehingga semakin tinggi pula risiko yang akan dihadapi oleh investor tersebut. Dipilihnya variabel risiko sistematis, firm size, dan market to book value dalam mempengaruhi return saham didasarkan pada dalam berinvestasi investor sering kali terbuai dengan return yang tinggi tanpa mempertimbangkan risiko

14 yang ada. Padahal dalam berinvestasi besarnya return yang diharapkan juga sama dengan besarnya risiko yang harus diterima. Disisi lain, dalam berinvestasi para investor juga seringkali mengharapkan return yang tinggi dari investasinya pada perusahaan-perusahaan besar dan mengabaikan perusahaan kecil, padahal tidak semua perusahaan besar memberikan return sesuai yang diharapkan. Selain itu, untuk memutuskan dimana para investor harus berinvestasi, tak jarang mereka melihat nilai MBV nya, hal ini dikarenakan nilai MBV yang tinggi menunjukkan bahwa saham perusahaan selalu diapresiasi positif oleh para investor lain sehingga harga saham yang semakin tinggi diharapkan akan menghasilkan return yang tinggi pula. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Risiko Sistematis, Firm Size dan Market to Book Value (MBV) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public Di BEI Tahun 2011-2013. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan return perusahaan mengalami penurunan? 2. Apakah penurunan return disebabkan oleh faktor risiko sistematis?

15 3. Apakah penurunan return disebabkan oleh faktor ukuran perusahaan? 4. Apakah penurunan return disebabkan oleh faktor Market to Book Value? 5. Variabel apakah yang paling dominan mempengaruhi return saham? 6. Hubungan apakah yang terdapat antara risiko sistematis, firm size, market to book value dan return saham? 1.3 Pembatasan Masalah Terdapat banyak permasalahan atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bidang penelitian ini, maka penulis membatasi masalah dengan melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Return Saham diantaranya adalah dengan melihat Risiko Sistematis, Firm Size, dan Market to Book Value (MBV) pada perusahaan manufaktur periode 2011-2013. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada pengaruh Risiko Sistematis terhadap Market to Book Value (MBV) perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013? 2. Apakah ada pengaruh Risiko Sistematis terhadap Return Saham perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013?

16 3. Apakah ada pengaruh Firm Size terhadap Risiko Sistematis pada perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013? 4. Apakah ada pengaruh Firm Size terhadap Market to Book Value (MBV) perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013? 5. Apakah ada pengaruh Firm Size terhadap Return Saham perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013? 6. Apakah ada pengaruh Market to Book Value (MBV) terhadap Return Saham perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh Risiko Sistematis terhadap Market to Book Value (MBV) perusahaan manufaktur periode 2011-2013. 2. Untuk mengetahui pengaruh Risiko Sistematis terhadap Return Saham perusahaan manufaktur periode 2011-2013. 3. Untuk mengetahui pengaruh Firm Size terhadap Risiko Sistematis perusahaan manufaktur periode 2011-2013. 4. Untuk mengetahui pengaruh Firm Size terhadap Market to Book Value (MBV) perusahaan manufaktur periode 2011-2013.

17 5. Untuk mengetahui pengaruh Firm Size terhadap Return Saham perusahaan manufaktur periode 2011-2013. 6. Untuk mengetahui pengaruh Market to Book Value (MBV) terhadap Return Saham perusahaan manufaktur periode 2011-2013. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat bagi Penulis Sebagai sarana belajar untuk mengetahui sejauh mana teori yang diperoleh dalam praktek juga menambah pengetahuan penulis mengenai pengaruh risiko sistematis, firm size, dan Market to Book Value (MBV) terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013. 2. Manfaat bagi UNIMED Sebagai bahan literatur dan masukan untuk pihak UNIMED maupun universitas lain yang menjadi obyek penelitian dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

18 3. Manfaat bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan masukan dalam pengambilan keputusan manajemen dan membantu investor dalam mengambil keputusan investasi. 4. Manfaat bagi Pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi referensi tambahan khususnya mengenai pengaruh risiko sistematis, firm size, dan Market to Book Value (MBV) terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013..