BAB III METODE PERENCANAAN 3.1. Bagan Alir Perencanaan Langkah-langkah yang dilaksanakan pada studi ini dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini. Mulai Perumusan masalah Studi literatur Pengumpulan data sekunder & primer Penentuan tebal perkerasan menggunakan metode FAA (Federal Aviation Administration) Perbandingan tebal perkerasan hasil perhitungan dengan metode FAA dan programcomfaa 3.0 Selesai Gambar 3.1. Bagan Alir Perencanaan Ulang Tebal Perkerasan Apron Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang dengan menggunakan metode FAA III - 1
3.2. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode FAA Alur atau langkah-langkah perhitungan tebal perkerasan rigid/kaku dengan menggunakan metode FAA (Federal Aviation Administration) adalah sebagai berikut : 1. Menentukan umur rencana, pembebanan, pesawat rencana, dan annual departure dari tiap-tiap pesawat yang harus dilayani oleh apron di bandar udara tersebut. 2. Menentukan tipe roda pendaratan dan menghitung MTOW (maximum take off weight) untuk setiap tipe pesawat. 3. Konversikan tipe roda pendaratan tiap-tipe pesawat yang diramalkan harus dilayani ke pesawat rencana. 4. Menentukan wheel load tiap jenis pesawat. 5. Menentukan nilai modulus tanah dasar (k) dari subgrade dan subbase dari perkerasan rencana. 6. Menentukan flexural strength dari beton yang akan digunakan pada perkerasan rencana. 7. Menghitung equivalent annual departure (EAD). 8. Gunakan nilai : flexural strength, harga k, MTOW pesawat rencana dan equivalent annual departure total sebagai data yang menghitung perkerasan kaku dengan kurva rencana yang sesuai dengan jenis pesawat. Untuk lebih jelas, langkah-langkah perhitungan tebal perkerasan rigid/kaku dengan menggunakan metode FAA dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini : III - 2
Perhitungan perkerasan kaku/rigid dengan menggunakan metode FAA AC No. AC/150/5320-6E, No. AC/150/5320-6D, dan No. AC/150/5370-10F 1. Umur Rencana 2. Pesawat rencana 3. Pembebanan 4. Data annual departure 1. Identifikasi jenis, MTOW, dan tipe roda pendaratan pesawat yang akan dilayani. 2. Mengkonversi dari tiap jenis pesawat yang dilayani ke aircraft design Perhitungan equivalent annual aircraft design Log R1 = Log R2 x (W2/W1) R1 = Jumlah keberangkatan tahunan ekivalen terhadap pesawat rencana R2 = Jumlah keberangkatan tahunan yang dinyatakan dalam konfigurasi roda pesawat rencana W1 = Beban roda pesawat rencana = MTOW x 0,95 x 1 Jumlah roda main gear W2 = Beban roda pesawat terbang yang dikonversikan = MTOW x 0,95 x 1 Jumlah roda main gear Tanah Dasar / Subgrade 1. Hasil soil investigation / penyelidikan tanah. Diperoleh klasifikasi tanah, CBR, IP, Ekspansifitas tanah dasar. 2. Menentukan harga k (modulus of reaction subgrade) k = ((1500 x CBR/26)^0,7788) (pci) A III - 3
A Perbaikan daya dukung dan stabilisasi 1. Perbaikan daya dukung : pemadatan 2. Stabilisasi : penggantian material dengan material pilihan Didapatkan CBR lab dengan material yang dipilih, d0 (tebal stabilisasi subgrade), dan k (modulus of reaction subgrade) Lapisan Pondasi / Subbase 1. Tebal minimum 4 in / 102 mm (d1) 2. Material : stabilized subbase (aircraft weight > 100.000 lbs) 3. Menentukan harga MR/k1 (modulus of rupture / flexural strength atau kuat tekan beton) Lapis Permukaan Beton / Concrete Slab 1. Menentukan k kombinasi (kekuatan lapisan dibawah perkerasan kaku kombinasi). k kombinasi = ((d0 x k0) + (d2 x k2)) / (d0 + d1 + d2) 2. Menentukan harga MR/k3 (modulus of rupture / flexural strength atau kuat tekan beton). 3. Menggunakan harga kumulatif equivalent annual departure dan MTOW pesawat rencana. 4. Menggunankan grafik FAA untuk menentukan tebal perkerasan kaku. 5. Tebal Perkerasaan Kaku Gambar 3.2. Bagan Alir perencanaan tebal perkerasan Metode FAA 3.3. Umur Rencana (Life Time Design) Dalam perencanaan dengan Metode FAA (Federal Aviation Administration), perhitungan masa pemakaiannya adalah 20 tahun tanpa pemeliharaan yang berarti apabila tidak ada perubahan tipe pesawat yang dilayani. III - 4
3.4. Pesawat Terbang Rencana (Aircraft Design) Selain penentuan umur rencana perkerasan, pada perencanaan ini juga perlu ditentukan penentuan pesawat terbang rencana. Pesawat rencana perlu ditentukan karena pesawat-pesawat yang beroperasi di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang memiliki konfigurasi roda pendaratan yang berbeda-beda. Untuk menentukan beban dari seluruh pesawat, perlu dilakukannya penyamaan tipe konfigurasi roda pendaratan. Hal itu dapat dilakukan dengan mengkonversi tipe roda pendaratan dari tiap pesawatpesawat yang dilayani ke tipe roda pendaratan pesawat rencana. Pada saat ini jenis pesawat terbesar yang beroperasi di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang adalah Airbus 330-200 dengan Max Take-Off Weight / MTOWnya sebesar 230.000 kg. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 10 Tahun 2010 tentang Rencana Induk Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, pesawat ultimate yang dapat beroperasi di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang dan dijadikan sebagai pesawat terbang rencana (aircraft design) pada perencanaan ini adalah Airbus 330-300. MTOW pesawat jenis Airbus 330-300 sama dengan Airbus 330-200 yaitu 230.000 kg. Karena MTOW pesawat eksisting pada saat ini sama dengan pesawat rencana, maka pengembangan yang akan dilaksanakan hanyalah perluasan apron tanpa perbaikan/overlay apron eksisting. III - 5
Tabel 3.1. Spesifikasi Pesawat A330-300 No Spesifikasi Pesawat A330-300 1 Typical Seating Max 300 (2 kelas) Maksimum 400 2 Overall Length 63,69 m 3 Wingspan 60,30 m 4 Cabin Length 50,35 m 5 Max Cabin Width 5,28 m 6 Fuselage width 5,64 m 7 Height 16,83 m 8 Track 10,69 m 9 Wheelbase 25,60 m 10 Maximum Take Off Weight(MTOW) 230,000 kg (507.000Ib) 11 Max Ramp Weight 230,9 ton 12 Max Landing Weight 185,0 ton 13 Max Zero Fuel Weight 173,0 ton 14 Maximum range 11.300 km Gambar 3.3. Dimensi Airbus 330-300 III - 6
3.5. Pembebanan Pembebanan untuk perencangan perkerasan kaku didasarkan atas berat total pesawat terbang, dimana 95% dari berat total pesawat terbang dianggap didukung/dipikul oleh roda utama (main gear). Berdasarkan berat totalnya, pesawat terbang dikelompokkan kedalam 2 (dua) golongan yaitu pesawat terbang ringan (light aircraft) dengan berat tidak lebih dari 133 KN (30.000 lbs) dan pesawat terbang berat (heavy aircraft) yaitu pesawat dengan berat lebih dari 133 KN (30.000 lbs). 3.6. Tipe Dan Konfigurasi Roda Tipe dan konfigurasi roda pesawat menentukan pembagian berat total pesawat terbang pada struktur perkerasan. Karena pesawat yang beroperasi di bandar udara memiliki rodapendaratan yang berbeda-beda, maka perlu dikonversikan untuk menentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat berkenaan dengan konfigurasiroda pendaratan utama dari pesawat rencana. Tipe roda pendaratan utama yang digunakan pada pesawat Airbus 330-300 adalah Dual Tandem Wheel dengan jumlah roda 8. Faktor pengali untuk mengkonversi dari setiap tipe konfigurasi roda pesawat sesuai dengan yang tercantum dalam tabel dibawah ini : III - 7
Tabel 3.2. Faktor Konversi Dari Pesawat yang dilayani ke Pesawat Rencana Konversi dari Roda Tunggal (single wheel) Roda Tunggal (single wheel) Roda Ganda (dual wheel) Roda Ganda (dual wheel) Roda Ganda Tandem (dual tandem) Roda Ganda Tandem (dual tandem) Dua Roda Ganda Tandem (double dual tandem) Dua Roda Ganda Tandem (double dual tandem) Konversi ke Roda Ganda (dual wheel) Roda Ganda Tandem (dual tandem) Roda Tunggal (single wheel) Roda Ganda Tandem (dual tandem) Roda Tunggal (single wheel) Roda Ganda (dual wheel) Roda Ganda Tandem (dual tandem) Roda Ganda (dual wheel) Faktor Pengali Jumlah Keberangkatan 0,8 0,5 1,3 0,6 2,0 1,7 1,0 1,7 Sumber : AC 150/5320-6D dan Heru Basuki (1984) 3.7. Equivalent Annual Departure Dikarenakan jenis pesawat yang beroperasi di setiap bandara sangat beragam jenisnya dan kapasitasnya, dalam perhitungan tebal perkerasan kaku perlu dilakukan pengelompokan jenis-jenis pesawat sesuai dengan pendekatan jumlah seat/kapasitas penumpang tiap pesawat. Pengelompokan dengan kriteria jumlah seat/kapasitas pesawat ini berdasarkan peraturan III - 8
yang ada pada Avitas Aviation - IATS (USA) seperti dalam tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Kriteria Penggunaan Pesawat Berdasarkan Kapasitas Seat No Kelas Pesawat Kapasitas Seat Kapasitas Seat Rata-Rata 1 1 > 250 350 2 2 150 250 200 3 3 100 150 125 4 4 50 100 75 5 5 30 50 50 6 6 0 30 23 Sumber : Avitas Aviation IATS (USA) Setelah melakukan pengelompokan pesawat, dilakukan perhitungan jumlah pesawat setiap jenis pesawat yang akan dilayani di bandara tersebut sesuai dengan estimasi jumlah dimasa yang akan datang. Setelah diketahui estimasi jumlah dari tiap jenis yang dilayani di masa yang akan datang, dalam metode FAA untuk menentukan tebal lapisan perkerasan dipakai pesawat rencana yaitu pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar padaperhitungan lapis keras pendahuluan. Berdasarkan pesawat rencana ini maka pesawat lain yang akan beroperasi harus dikonversikan dahulu ke pesawat rencana.prosedur untuk mengkonversikan jumlah keberangkatan tahunan dari pesawat terbang yang akan dilayani ke pesawat terbang rencana adalah dengan cara mengalikannya dengan koefisien yang ditentukan pada Tabel 3.2.yang hasilnya dikonversikan ke keberangkatan tahunan pesawat terbang rencana III - 9
dengan menggunakan persamaan ekivalen keberangkatan tahunan adalah sebagai berikut : Log R W2 = Log R 2 (3.1) W 1 1 Dimana : R1 = Jumlah keberangkatan tahunan ekivalen terhadap pesawat rencana R2 = Jumlah keberangkatan tahunan yang dinyatakan dalam konfigurasi roda pesawat terbang rencana W1 = Beban roda pesawat terbang rencana W2 = Beban roda pesawat terbang yang dikonversikan R2 (Dual Gear Departure) dihitung dengan mengkonversikan tipe roda pendaratan ke roda pesawat rencana. Faktor konversinya terdapat pada Tabel 3.2.Wheel Load (W2) dari tiap tiap pesawat yang akan dilayani dihitung dengan asumsi dari berat total pesawat terbang dianggap didukung/dipikul oleh roda pendaratan utama(main gear) dengan memperhatikan jumlah roda dari main gear, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut : (3.2) Wheel Load (W1) dari pesawat rencana dihitung dengan asumsi dari berat total pesawat terbang dianggap didukung/dipikul oleh roda pendaratan utama (main gear) dengan memperhatikan jumlah roda dari main gear, sehingga didapatkan persamaan : III - 10
(3.3) Faktor potensi pertumbuhan jumlah penumpang diambil nilai sebesar 10% pada tiap periode. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan dan overload dari Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, meskipun pada Master Plant sudah ada data pada phase ultimate. Sehingga untuk perencanaan apron rigid, jumlah pergerakan pesawat pada phase ultimate akan ditambahkan sebesar 10%. Karena di Master Plant tidak terdapat data mengenai forecast berdasarkan jenis pesawatnya, maka Annual departure tiap pesawat yang akan dilayani berdasarkan forecast dibagi dengan jumlah rencana pesawat yang akan dilayani. Perkerasan kaku (rigid pavement) apron didesain untuk pesawat dengan berat kotor lebih dari 100.000 lbs (45.359 kg). Parameter utama pada perkerasan kaku (rigid pavement) Metode FAA Advisory Circular (AC) No. AC/150/5320-6E Airport Pavement Desain and Evaluation adalah harga k (modulus of soil reaction). Sehingga terdapat hubungan persamaan : (3.4) dimana : (E dalam psi) dan (k dalam pci) Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) ini pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari III - 11
tanah, sistem drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. Klasifikasi tanah didasarkan atas hal-hal berikut ini : a) Butiran yang tertahan pada saringan no. 10 b) Butiran yang lewat saringan no. 10 tetapi ditahan no. 40 c) Butiran yang lewat saringan no. 40 tetapi tertahan saringan no. 200 d) Butiran yang lewat saringan no. 200 e) Liquid Limit f) Plasticity Index Klasifikasi tanah diatas hanya membutuhkan analisa mekanis (analisa saringan) serta penentuan liquid limit dan plasticity index. Namun untuk menentukan baik buruknya jenis tanah kita tidak hanya mendasarkan kepada analisa laboratorium, tetapi memerlukan penelitian di lapangan terutama yang berhubungan dengan drainase, kemampuan melewatkan air permukaan. 1. Subgrade Material tanah dasar dibawah perkerasan kaku harus dipadatkan untukdapat menyediakan stabilitas yang cukup dan dukungan yang merata terhadap beban seperti halnya pada perkerasan lentur, tetapi kebutuhan pemadatan tanah dasar pada perkerasan kaku tidak sepadat pada perkerasan lentur karena tekanan yang terjadi pada tanah dasar relatif rendah. Kekuatan tanah dasar yang diperlukan dalam perancangan perkerasan kaku adalah nilai modulus tanah dasar (k). Untuk mengetahui nilai k biasanya didapatkan dari pengujian tanah dilapangan tempat slab beton akan dipasang. III - 12
FAA telah membuat klasifikasi tanah dasar (subgrade), untuk perencanaan perkerasan yang dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport Paving FAA, Advisory Circular, yaitu sebagai berikut : a. Group E1 Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiran-butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik. Di negara-negara beriklim dingin tanah grup E1 tidak terpengaruh oleh salju yang merugikan, biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik, kerikil tanpa butiran halus. b. Group E2 Jenis tanah mirip dengan grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit, dan mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya tidak baik. c. Group E3 dan E4 Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih jelek dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup sampai baik. d. Group E5 Terdiri dari tanah yang bergradasi yang jelek, dengan kandungan lumpur dan tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%, dengan plastisitas index antara 10-15. III - 13
e. Group E6 Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan index plastisitas yang sangat rendah. Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah. Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moiture contentnya betul-betul dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan. f. Group E7 Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung dan lumpur berlempung, mempunyai rentang konsitensi kaku sampai lunak ketika kering dan plastis ketika basah. g. Group E8 Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat pemampatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan. h. Group E9 Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit dipadatkan. Stabilitasnya rendah, baik keadaan basah dan kering. i. Group E10 Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan keras dalam keadaan kering, serta sangat plastis bila III - 14
basah. Pada pemadatan perubahan volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan mengembang menyusut dan sangat elastis. j. Group E11 Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi, termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80 dengan index plastisitas diatas 30. k. Group E12 Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun index plastisitasnya. l. Group E13 Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut, mudah dikenal di lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah densitynya dan sangat tinggi kelembabannya. Karena perencanaan perkerasan merupakan suatu masalah rekayasa yang kompleks sehingga perencanaan ini melibatkan banyak pertimbangandari banyak variabel. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk merencanakan perkerasan meliputi berat kotor lepas landas pesawat (MSTOW), konfigurasi dan ukuran roda pendaratan utama dan volume lalu-lintas. Kurva-kurva perencanaan terpisah disajikan untuk roda pendaratan tunggal, roda tandem, roda tandem ganda, dan pesawat berbadan lebar. III - 15
III - 16
III - 17
Sesuai dengan data sekunder yang didapat, klasifikasi tanah berdasarkan FAA (Federal Aviation Administration), tanah dilokasi rencana termasuk dalam kategori : Group E1, Group E2, Group E3, E4, Group E5, Group E6 dan Group E7. Apabila pada saat pelaksanaan setelah diuji lagi didapatkan CBR < 5 %, maka diperlukan perbaikan tanah/stabilisasi. Stabilisasi tanah dasar berupa pemadatan tanah dasar (subgrade) dan penambahan material berupa agregat kelas B dengan ketebalan ± 30 cm. Lapisan subgrade dibawah perkerasan rigid harus dipadatkan agar terdapat stabilisasi yang memadai dan mendapatkan dukungan yang seragam. Pemadatan akan meningkatkan density dengan moisture content yang tepat. Kedua faktor tersebut akan meningkatkan kekuatan. 2. Subbase Menurut peraturan FAA AC 150/5320-6E Airport Pavement Desain and Evaluation, subbase harus memiliki ketebalan minimal 4 in (102 mm), baik yang menggunakan stabilisasi ataupun tidak. Adapun material yang direkomendasikan sebagai material subbase untuk perkerasan kaku adalah : P-154 (Subbase Course), Item P-208 (Aggregate Base Course), Item P-209 (Crushed Aggregate Base Course), Item P-211 (Lime Rock Base Course), Item P-301 (Soil Cement Base), Item P-304 (Cement Treated Base Course), Item P-306 (Econocrete Subbase Course), Item P-401 (Plant Mix Bituminous Pavements), Item P-403 (HMA Base Course). III - 18
Material P-208 (Aggregate Base Course) hanya digunakan pada desain perkerasan untuk pesawat rencana (aircraft design) dengan berat kotor (MTW) maksimum 60.000 lbs (27000 kg) atau untuk pesawat rencana maksimum jenis B737-200. Material P-304, P-306, dan P-401 termasuk subbase yang distabilisasi dan digunakan bila pesawat yang dilayani memiliki berat 100.00 pounds (45.400 kg) atau lebih. FAA AC 150/5320-6E Airport Pavement Desain and Evaluation merekomendasikan untuk subbase yang distabilisasi dengan semen harus mempunyai kuat tekan minimal 750 psi (5,18 MN/m2) pada umur 7 hari. Gambar 3.4. Pengaruh stabilisasi agregat terhadap nilai k pada subbase III - 19
3. Lapis Permukaan (Slab Beton) Perkerasan kaku menggunakan lapisan beton sebagai lapis permukaan (surface course). Untuk menentukan tebal slab beton yang diperlukan, digunakan salah satu parameter kekuatan beton yaitu flexural strength, karena aksi pertama yang terjadi pada perkerasan kaku adalah melentur. Suatu nilai kekuatan yang biasa digunakan untuk pendekatan terhadap flexural strength adalah nilai modulus of rupture (MR). Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan menurut ASTM C 39 adalah : (3.5) Dengan : MR = Modulus of rupture (flexural strength), psi K = Konstanta, nilainya 8-10 tergantung berbagai parameter fc = Kuat tekan beton, psi FAA AC 150/5320-6E Airport Pavement Desain and Evaluation merekomendasikan untuk kuat lentur beton MR (flexural strength) 600 sampai dengan 700 psi (4,14 sampai 4,83 Mpa). Dalam Metode FAA ini akan digunakan metode grafis dengan menggunakan grafis/kurva yang dikeluarkan oleh manufacture pembuat pesawat terbang. III - 20
Untuk Equivalent Annual Departure lebih dari 25.000, tebal perkerasan totalnya harus ditambah dengan mengikuti Tabel. 3.6. dibawah ini. Tabel 3.6. Tebal Perkerasan bagi tingkat Equivalent Annual Departure > 25.000 Tingkat Equivalent Annual Departure % 50.000 104 100.000 108 150.000 110 200.000 112 Sumber: Heru Basuki, (1984) Penentuan tebal slab beton dengan metode FAA untuk pesawat dengan konfigurasi roda Dual Tandem Wheel adalah dengan memasukkan nilai k subbase, MTOW, Annual departures, dan MR kedalam kurva perencanaan tebal perkerasan kaku AC 150/5320-6D sebagai berikut : III - 21
1 III - 22