BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul

dokumen-dokumen yang mirip
DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

1.2 Latar Belakang Kondisi Peternakan Di Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

Rumah Pemotongan Hewan yang Higienis di Balikpapan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Potensi Pengolahan Susu Di Kabupaten Boyolali

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN LP3A TUGAS AKHIR 135 MONALISA SAPUTRI SARANA REKREASI & EDUKASI PETERNAKAN SAPI PERAH DI DESA JETAK 1

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB III. Metode Perancangan. sarana atau tempat untuk refreshing. Hal ini tidak terlepas dari metode

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

1.1 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penekanan Desain Arsitektur Ekologis

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak saja dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa Negara, diharapkan. pekerjaan baru juga untuk mengurangi pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PEDAHULUAN. sekitar 2-5 ekor ternak per rumah tangga peternak (RTP). Skala yang kecil

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

RESORT HOTEL DI KAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

PUSAT REKREASI DAN PEMBENIHAN IKAN AIR TAWAR DI MUNCUL DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode

BAB I PENDAHULUAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN KAMPOENG BAWEN MENJADI PUSAT AGRO WISATA JAWA TENGAH.

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

Pasar Ikan Higienis Di Juwana, Pati BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Judul

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul a) Pembuatan : proses, cara, perbuatan membuat. (Balai pustaka, 1998) b) Kandang : bangunan tempat tinggal binatang; ruang berpagar tempat memelihara binatang. (Balai pustaka, 1998) c) dan : penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yg setara. (Balai pustaka, 1998) d) Rumah : Bangunan untuk tempat tinggal. (Balai pustaka, 1998) e) Pemotongan : proses, cara, perbuatan memotong (mengerat, memenggal, mengurangi). (Balai pustaka, 1998) f) Hewan : makhluk bernyawa yang mampu bergerak (berpindah tempat) dan mampu bereaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak berakal budi. (Balai pustaka, 1998) g) Ternak : binatang yang dipiara (lembu, kuda, kambing, dsb) untuk dibiakkan dengan tujuan produksi. (Balai pustaka, 1998) h) Berkonsep : memiliki ide atau pengertian yg diabstrakkan dari peristiwa konkret. (Balai pustaka, 1998) i) Ekologis : bersifat ekologi. (Balai pustaka, 1998) j) Islami : bersifat keislaman. (Balai pustaka, 1998) k) Edukatif : bersifat mendidik. (Balai pustaka, 1998) 1

Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian judul Pembuatan Kandang dan Rumah Pemotongan Hewan Ternak Berkonsep Ekologis, Islami, dan Edukatif di Sukoharjo adalah suatu proses perencanaan perancangan kandang dan tempat pemotongan hewan ternak di wilayah Kabupaten Sukoharjo yang berfungsi sebagai tempat wisata edukatif dengan pendekatan pada aspek ekologis dan konsep aturan islam yang ramah lingkungan dan hasil yang halal. I.2. Latar Belakang I.2.1. Umum Kebutuhan daging sapi potong secara nasional setiap tahun terjadi peningkatan, akan membawa dampak negatif terhadap kemampuan produksi dan perkembangan populasinya, Hartati (2010). Upaya pemerintah Cq. Dirjen Peternakan telah mencanangkan swasembada daging sapi tahun 2010, dengan predeksi sebesar 90 95 % kebutuhan dipasok dalam negeri dan 5 10 % impor dari luar negeri. Menurut Rasyid (2010) untuk mendukung program tersebut diperlukan talaksana pemeliharaan sapi potong melalui inovasi teknologi perkandangan. Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang belum mendapat perhatian dalam usaha peternakan sapi potong khususnya peternakan rakyat. Kontruksi kandang belum sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Saat ini daging hewan ternak yang dipasarkan di Kabupaten Sukoharjo dinilai relatif belum sepenuhnya memenuhi standar kesehatan sebagai sumber protein hewani. Menurut Leni (2011) hal tersebut karena para peternak melaksanakan pemotongan hewan sendiri tanpa dilakukan pengecekan terhadap kesehatan dari hewan ternak yang akan dipotong. Pemotongan hewan ternak yang sehat, higenis dan aman untuk dikonsumsi seharusnya dilakukan di sebuah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan petugas-petugas yang memang kompeten dalam bidangnya dan diawasi oleh instansi yang berwenang. Dinas Peternakan Kabupaten sukoharjo sebenarnya memiliki RPH, namun RPH tersebut mangkrak 2

karena tidak digunakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dianggap perlu tersedianya fasilitas pemotongan hewan ternak yang representatif. Sebagai langkah awal rencana pendirian RPH perlu didahului dengan menyusun studi kelayakan yang memperhatikan aspek ekonomi, teknis, finansial dan lingkungan. Keseluruhan aspek ini akan menentukan dan mempengaruhi kelayakan pendirian suatu RPH. Keberadan RPH pada gilirannya diharapkan dapat menghasilkan produk daging yang baik, aman, higenis, tidak terkontaminasi oleh penyakit hewan dan halal untuk dikonsumsi masyarakat. Di sisi lain, keberadaannya tidak merusak lingkungan dan sekaligus dapat menjadi salah satu sumber pemasukan pendapatan bagi pemerintah daerah. Jumlah tempat pariwisata yang sedikit membuat Kabupaten Sukoharjo kurang di minati oleh para wisatawan. Dari data yang di peroleh Kabupaten Sukoharjo hanya memiliki empat lokasi wisata. Padahal Kabupaten Sukoharjo memiliki potensi alam yang baik untuk tempat pariwisata, namun pemanfaatan yang dilakukan pemerintah Kabupaten masih kurang. Bila potensi alam yang baik ini dimanfaatkan secara optimal maka diharapkan dapat memberikan pemasukan daerah dan memberi ruang wisata untuk masyarakat. I.2.2. Khusus 1.2.2.1. Penekanan Aspek Ekologis Kita sebagai manusia yang hidup di abad ke 21 ini telah berada pada lingkungan dengan tingkat pencemaran lingkungan yang cukup tinggi. Baik itu dilingkungan tanah, air, dan udaranya. Pencemaran itu timbul akibat dari rusaknya ekologi karena kita telah lupa dalam memelihara dan mengelola sistem itu sendiri. Penyebaba rusaknya sistem ekologi dan pencemaran lingkungan adalah cukup banyak dan komplek. Diantara sekian banyak penyebab tersebut adalah akibat dari kotoran ternak yang selama ini belum atau kurang dimanfaatkan secara optimal, sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan manusia. Padahal kotoran ternak tersebut bila dimanfaatkan secara baik bisa memberi manfaat banyak, Terutama pada sektor pertanian maupun untuk peternakan itu sendiri. 3

1.2.2.2. Penekanan pada aspek hukum islam Kepentingan kesempurnaan penyembelihan hewan menurut islam sangat di utamakan. Karena hal ini menyangkut masalah halal dan haramnya sembelihan tersebut. Dalam menjamin mutu daging ditinjau dari kesehatan masyarakat bahan makanan yang berasal dari hewan merupakan bahan makanan yang paling lengkap karena mengandung zat-zat gizi esensial. Karena itu daging sangat penting peranannya di dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta kecerdasan manusia. Masyarakat Indonesia yang berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mayoritas beragama Islam, di dalam mengkonsumsi makanan disamping menilai mutu dan jenis makanan, mereka lebih memperhatikan halal dan haramnya makanan menurut ajaran agamanya. Banyaknya daging hewan tidak sehat yang beredar di pasaran membuat masyarakat menjadi cemas, sehingga mereka harus teliti dalam membeli daging di pasaran. Selain itu cara penyembelihanyapun tidak memperhatikan aturan dalam islam yang berkaitan dengan kehalalanya serta terdapat unsur penyiksaan terhadap binatang. 1.2.2.3. Kesenjangan Produksi Daging Domestik dengan Konsumsi Rata-rata konsumsi daging (daging merah dan putih) rakyat Indonesia pada tahun 2009 masih cukup rendah, yaitu sebesar 4,5 kg per kapita per tahun. Konsumsi dan penawaran daging berfluktuasi, dan cenderung meningkat lebih cepat dari peningkatan populasi. Dari model penduga, ramalan tahun 2009-2013, konsumsi daging tumbuh dengan laju yang lebih cepat dibandingkan dengan penawaran. Fenomena ini akan memacu peningkatan harga daging, yang selanjutnya dapat merangsang peternak rakyat untuk menjual sapinya, termasuk sapi betina produktif yang perlu diwaspadai. Tabel 1. Penyediaan dan Konsumsi Daging Sapi Tahun 2005-2009 No. Uraian Tahun (000 ton) 2005 2006 2007 2008 2009 1 produksi lokal 217,4 259,5 210,8 233,6 250,8 2 impor 111,3 119,2 124,8 150,4 142,8 bakalan 55,1 57,1 60,8 80,4 72,8 4

daging 56,2 62,0 64,0 70,0 70,0 Total Prod lokal & Impor 328,6 378,7 335,6 384,1 393,6 Konsumsi Daging Sapi 314,0 313,3 325,9 Selisih (prod. Lokal & (103,3) (79,7) (75,0) konsumsi) Selisih (impor dg kekurangan prod. lokal) 21,5 70,8 67,8 Sumber :Blue Print PSDS 2014; terdapat perbedaan angka dengan data dari PPSKI Gambar 1. Jumlah Penduduk dan Permintaan Daging Sapi Sumber :Blue Print PSDS 2014 1.2.2.4. Perkembangan Peternakan Sapi di Sukoharjo Perkembangan sapi potong di Sukoharjo masih perlu ditingkatkan, mengingat kebutuhan daging sapi masih terbuka, karena persedian bakalan sapi potong jumlahnya kurang memadai dengan permintaan kebutuhan pasar. Usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong di Sukoharjo pada umumnya merupakan usaha sampingan dengan skala usaha sekitar 1-3 ekor yang menggunakan teknologi sederhana pemilihan bangsa sapi pemeliharaan yang produktif lebih digemari oleh peternak. Cara pemeliharaan didaerah intensif pertanian cenderung dikandangkan sedangkan daerah pertanian ekstensif di lepas di padang penggembalaan. Dimasa yang akan datang pembibitan sapi potong diarahkan kedaerah yang lahannya 5

cukup luas, karena persediaan pakan ternak yang memadai akan menghasilkan bakalan yang berkualitas untuk bibit atau penggemukan sampai saat ini jumlahnya masih terbatas, dengan adanya kandang semua aktivitas usaha dapat lebih mudah dilakukan seperti : memberikan pakan, mengiseminasi, mencatat pertumbuhan sapi mengumpulkan limbah ternak. I.3. Rumusan Masalah Pemanfaatan potensi Sukoharjo dilihat dari sektor peternakan dan pariwisata masih belum optimal, sebagai salah satu potensi peternakan dan pariwisata yang lumayan besar adalah pembuatan peternakan ekologis yang berfungsi sebagai wisata edukatif. Selain itu di Sukoharjo juga belum terdapat rumah potong hewan yang memperhatikan kenyamanan ternak yang akan dipotong serta proses penyembelihan yang tidak sesuai hukum Islam dan belum adanya tempat pemotongan yang sesuai dengan lansekap dan utilitas yang mendukung. I.4. Persoalan Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa persoalan mengenai kearsitekturan antara lain: 1. bagaimana sistem utilitas yang sesuai dengan kegiatan di kandang dan penyembelihan sehingga bau limbah dari ternak tidak lagi mengganggu lingkungan sekitar? 2. Bagaimana tata lingkungan dan landscape yang mendukung kandang dan tempat penyembalihan sebagai tempat wisata edukatif? 3. Bagaiman menciptakan ruang yang dibutuhkan dalam kandang dan tempat penyembelihan yang sesuai kebutuhan serta memberi kenyamanan bagi ternak, pengelola, dan pengunjung? 4. Teknologi bangunan seperti apakah yang optimal untuk kandang dan RPH yang membuat tempat tersebut menjadi ekologis? 5. Persyaratan apa saja yang menjadikan RPH tersebut sesuai dengan konsep islam dan menghasilkan daging yang halal dan sehat? 6

6. Estetika bangunan seperti apakah yang sesuai dengan kandang dan RPH tersebut agar mampu menarik perhatian pengunjung? 7. Bagaimana merencanakan sarana dan prasarana bagi sapi dan pengelolanya? I.5. Tujuan Dan Sasaran 1.5.1. Tujuan Menciptakan kawasan peternakan dan RPH yang ekologis dan Islami sebagai wisata edukatif yang mampu menampung segala aktifitas di dalamnya baik dalam pemeliharaan (kandang), penyembelihan, pengemasan, pengolahan limbah, dan rekreasi. 1.5.2. Sasaran Dalam penulisan laporan ini penyusun mempunyai saasaran sebagai berikut, antara lain : 1. Merencanakan dan merancang bangunan yang ekologis dengan dilengkapi sistem utilitas yang fungsional dan praktis pada kandang dan RPH agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan serta mampu mengolah limbah menjadi produk pertanian dan peternakan. 2. Merencanakan bangunan RPH yang sesuai dengan konsep Islam. 3. Menentukan fasilitas-fasilitas kandang dan RPH yang mampu mendukung proses pemeliharaan dan penyembelian serta memberikan kenyamanan pada pengunjung. 4. Menentukan konsep tampak sebagai penanda bangunan dan pengolahan site dengan lansekap yang mendukung fungsi dari kandang dan RPH sebagai wisata edukatif. I.6. Lingkup Pembahasan Adapun lingkup pembahasan konsep perencanaan dan perancangan dari pembuatan kandang dan RPH ini dititikberatkan pada : 7

a. Pembahasan tentang aspek ekologis dan penerapan konsep Islam pada kandang dan rumah potongnya untuk menghasilkan produk pengolahan limbah serta daging yang sehat dan halal. b. Pembahasan tentang pengolahan tata lingkungan dan lansekap yang mampu mendukung kandang dan RPH menjadi wisata edukatif. I.7. Metode Pembahasan Metode yang digunakan dalam pengumpulan data, antara lain : 1. Studi Lapangan. Kompilasi data yang dikelompokan dalam data primer dan sekunder. a. Data primer adalah data yang disusun melalui survey lapangan dan wawancara lagsung dengan pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan data yang ada saat ini. b. Data sekunder adalah data yang didapat dari instansi terkait yang terkait, Bappeda Kabupaten Sukoharjo, Dinas Peternakan Kabupaten Sukoharjo. c. Studi banding dengan bangunan yang sudah ada. 2. Studi Literatur Mengumpulkan landasan-landasan teori yang berhubungan dengan judul dan spesifikasi yang dicari dalam referensi maupun teori. 3. Analisa Sintesa. Penganalisaan dilakukan dengan membahas data yang diperoleh dari hasil pengamatan studi lapangan dengan landasan teori dari studi kepustakaan. I.8. Sistematika Pembahasan BAB I PENDAHULUAN Mengemukakan tentang deskripsi, latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, keluaran, metodologi pembahasan, dan sistematika pembahasan. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mengemukakan tentang pengertian, klasifikasi, karateristik, penataan ruang, dan standar pembuatan kandang dan RPH serta tinjauan pemanfaatan sebagai pariwisata. Selain itu mengemukakan hasil observasi dan wawancara lapangan, studi literatur dan studi banding. BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN Mengemukakan tentang lokasi atau aspek fisik, aktivitas dan lingkungan sosial lain atau aspek non-fisik, aspek visual arsitektural, kesimpulan atau gagasan perancangan BAB IV ANALISA PENDEKATAN DAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Mengemukakan tentang analisis pendekatan dan konsep perancangan dari permasalahan yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran yang berupa konsep dasar perencanaan dan perancangan kandang dan RPH sebagai wisata edukatif yang ekologis dan Islam. 9