BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

dokumen-dokumen yang mirip
Kata Kunci: Masyarakat miskin, PNPM Mandiri Perkotaan, dan pendapatan.

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I P E N D A H U L U A N

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme... Halaman Pengesahan Skripsi... Halaman Pengesahan Ujian... Halaman Motto...

BAB I PENDAHULUAN. sebutan Millenium Development Goals (MDGs) yang memuat 8 program

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C18 BKM /UP - UP. Pinjaman Bergulir. PNPM Mandiri Perkotaan

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB V PENUTUP. kesimpulan yang dapat diambil peneliti adalah: terbantu dalam pengembangan usaha yang telah dikelola.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III PINJAMAN BERGULIR DALAM KERANGKA PROGAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP)

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh semua negara khususnya negara-negara yang sedang

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. salah satu program percepatan penanggulangan kemiskinan unggulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

BAB VI HASIL PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PRONANGKIS) DI KELURAHAN PAKEMBARAN Program Asistensi Sosial dan Jaminan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

Pengembangan Livelihood dalam Program KOTAKU

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir?

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

SKRIPSI. Tugas untuk Mencapai Gelar Sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas. Oleh

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB III GAMBARAN UMUM. Gambaran Umum Unit Pengelola Keuangan (UPK) Di Kelurahan. Gumawang Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.

Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Penilaian Indikator Kinerja BKM Universitas Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2 Beny Susanti 3. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

ANALISIS PENGELOLAAN DANA SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

: PERATURAN GUBERNUR TENTANG ARAH, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

I. PENDAHULUAN. Dalam sebuah negara yang berkembang seperti Indonesia, masalah kemiskinan akan selalu

Bab 4. Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir oleh UPK-BKM

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PANDUAN KUESIONER. Petunjuk Pengisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

EFEKTIVITAS KEGIATAN PINJAMAN BERGULIR PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT DI DESA PILOHAYANGA BARAT JURNAL

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

Tidak BERDAYA (Masyarakat Miskin) Masyarakat BERDAYA PEMBELAJARAN YANG DIHARAPKAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan di tandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa pangan, sandang, dan papan. Rendahnya kemampuan pendapatan ini juga berdampak pada kemampuan dalam memenuhi standar hidup rata rata seperti pada kesehatan dan standar pendidikan. Secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad, 1997). 2.1.1. Kemiskinan Absolut Pada umumnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup layak. Jika pendapatan tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapat dikatakan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin 12

13 dan tidak miskin atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Kemiskinan absolut dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Masalah utama dalam konsep yang didasarkan atas perkiraan kebutuhan dasar minimum merupakan konsep yang mudah dipahami tetapi garis kemiskinan obyektif sulit dilaksanakan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Garis kemiskinan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya sehingga tidak ada garis kemiskinan yang berlaku pasti dan umum. 2.1.2. Kemiskinan Relatif Seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep kemiskinan relatif ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin besar ketimpangan antara golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin.

14 2.1.3. Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada di bawah garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan. Masalah utama dalam distribusi pendapatan sebuah daerah adalah ketidakmerataan pendapatan antar kelompok masyarakat dalam daerah tersebut, oleh karenanya sering juga disebut tingkat ketidakmerataan atau kesenjangan (inequality). Ketidakmerataan distribusi pendapatan tersebut diakibatkan banyak hal terutama: 1) Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor faktor produksi terutama stok modal (capital stock) antar kelompok masyarakat. Teori neo-klasik menjelaskan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh kepemilikan faktor capital stock ini secara otomatis dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari pendapatan pemilik modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Jika mekanisme otomatis tidak dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari pendapatan pemilik modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Jika mekanisme otomatis tidak dapat berjalan maka teori Keynesian mengandalkan peranan pemerintah dalam melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan dan

15 tentunya harus diperlukan pula kebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi pendapatan. 2) Ketidaksempurnaan mekanisme pasar (market failure) yang menyebabkan tidak terjadinya mekanisme persaingan sempurna. Tidak berjalannya mekanisme persaingan ini karena: (i) perbedaan kepemilikan faktor produksi; (ii) timpangnya akses informasi; (iii) intervensi pemerintah; dan (iv) keterkaitan antara pelaku ekonomi dengan pihak pemerintah yang kemudian mendistorsi pasar (misalnya, kebijakan pemerintah dalam satu kebijakan tentang perlindungan industri tertentu). Cara distribusi pendapatan akan menentukan bagaimana pendapatan nasional yang tinggi mampu menciptakan perubahan perubahan dan perbaikan perbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran dan kesulitan kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Perbedaan pendapatan muncul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. 2.2. Indikator Ketimpangan dan Ketidakmerataan 2.2.1. Distribusi Pendapatan Menurut Bank Dunia Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah Indeks Gini dan kriteria Bank Dunia (BPS, 1994). Kriteria Bank Dunia berdasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang

16 diterima oleh 40 % penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan: (i) tinggi, jika 40 % penduduk berpenghasilan terendah menerima kurang dari 12 % bagian pendapatan; (ii) sedang, jika 40 % penduduk berpenghasilan terendah menerima 12 hingga 17 % bagian pendapatan; dan (iii) rendah, jika 40 % penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17 % bagian pendapatan. Pada tabel 2.1 menunjukkan perkembangan distribusi pendapatan di provinsi D.I.Yogyakarta tergolong rendah selama tahun 2009 2011 dengan menggunakan kriteria Bank Dunia. Pada tahun 2009, kelompok 40 % penduduk berpendapatan terendah telah menerima 18, 85 % dari pendapatan. Pada tahun 2011, kelompok tersebut mengalami penurunan 16, 46 % dari pendapatan. Dengan kata lain, konsumsi pendapatan yang dinikmati 40 % kelompok berpendapatan terendah di provinsi D.I.Yogyakarta cenderung menurun selama tahun 2009 2011. Tabel 2.1 Distribusi Pendapatan Penduduk D.I.Y menurut Golongan Pendapatan, 2009-2011 Golongan Pendapatan 2009 2010 2011 40% terendah 18.85 18.77 16.46 40% menengah 36.5 35.22 34.19 20% tertinggi 44.65 46.02 49.34 Indeks Gini 0.3112 0.3088 0.3149 Rasio Kuznets 2.37 2.45 3.00 Sumber: BPS Provinsi D.I.Yogyakarta, 2013 Berdasarkan tabel 2.1 menunjukkan, meskipun ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi D.I.Yogyakarta relatif rendah menurit standar Bank Dunia, ternyata porsi terbesar konsumsi nasional tetap dinikmati oleh 20 % penduduk

17 berpendapatan tertinggi dan 40 % penduduk berpendapatan menengah. Pada tahun 2009, kelompok 20 % berpendapatan tertinggi telah menerima 44, 65 dari pendapatan. Pada tahun 2011, kelompok tersebut dapat menikmati 49, 34 % dari pendapatan. Tahun 2009, kelompok 40 % penduduk berpendapatan menengah telah menerima 35, 5 % dari pendapatan, pada tahun 2011 kelompok tersebut dapat menikmati 34, 19 % dari pendapatan. 2.3. Program Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan 2.3.1. Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarkat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Sejak pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota/kabupaten dan telah mencakup 18.9 juta orang pemanfaat (penduduk miskin) melalui 243.838 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) (Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, 2010). Pada tahun 2008 keberlanjutan pelaksanaan P2KP diperluas menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan), dengan mengalokasikan tambahan dana yang cukup signifikan pada tahun anggaran 2008 yang mencakup 8.813 kelurahan di 995 kecamatan tersebar pada 245 kota/kabupaten (Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan,2010).

18 Penanggulangan kemiskinan membutuhkan penanganan yang menyeluruh dalam skala perwilayahan yang memadai yang memungkinkan terjadinya keterpaduan antara pendekatan sektoral, perwilayahan dan partisipatif yang dalam hal ini dipilih kecamatan sebagai lokus program yang mampu mempertemukan perencanaan dari atas dan dari bawah. Di tataran kecamatan inilah rencana pembangunan yang direncanakan oleh Satuan Kerja Pembangunan Daerah (SKPD) bertemu dengan perencanaan dari masyarakat dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Kecamatan sehingga dapat digalang perencanaan pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan selaras waktu. Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan akan menekankan pemanfaatan Musrenbang Kecamatan sebagai mekanisme harmonisasi kegiatan berbagai program yang ada sehingga peranan forum LKM tingkat kecamatan menjadi sangat vital (http://www.pnpm-mandiri.org). 2.3.2. Kegiatan Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memberikan pinjaman dalam bentuk Dana Bergulir. Tujuan pemberian pinjaman dana bergulir kepada masyarakat miskin adalah untuk membantu pengembangan usaha kecil dan menengah melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pemberian pinjaman bergulir kepada masyarakat miskin melalui KSM hanya merupakan salah satu upaya dalam program PNPM Mandiri Perkotaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin agar bisa terlepas dari kemiskinannya. Program PNPM Mandiri Perkotaan hanya menyediakan alternatif kegiatan pinjaman bergulir berupa modal kemudian masyarakat sendirilah yang memutuskan apakah akan

19 menggunakan kegiatan pemberian pinjaman bergulir dalam program penanggulangan kemiskinannya. Penetapan kegiatan pemberian pinjaman bergulir kepada masyarakat miskin diputuskan sendiri oleh masyarakat melalui Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM). Selanjutnya berdasarkan ketentuan umum kelayakan peminjam harus memenuhi kriteria kelayakan yang dipersyaratkan untuk mendapat pinjaman dari UPK. Adapun kriteria kelayakan KSM sebagai calon peminjam adalah sebagai berikut: 1) KSM peminjam telah terbentuk dan anggotanya adalah warga miskin serta seluruh anggota telah memperoleh pembekalan tentang pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan peminjam, skim pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman),pert, kewirausahaan serta telah melakukan kegiatan menabung di antara anggota KSM. 2) KSM dibentuk hanya untuk tujuan penciptaan peluang usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan pendapapatan masyarakat miskin. 3) KSM dibentuk atas dasar kesepakatan anggota anggotanya secara sukarela. 4) Anggota KSM termasuk kategori keluarga miskin sesuai kriteria yang ditetapkan oleh LKM/masyarakat. 5) Jumlah anggota KSM minimal 5 orang dan jumlah anggota KSM minimal 30 % perempuan. 6) Mempunyai pembukuan yang memadai sesuai kebutuhan.

20 7) Semua anggota KSM telah memperoleh pelatihan tentang pinjaman bergulir, Rencana Usaha, Kewirausahaan dan Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga (PERT) dari fasilitator dan LKM/UPK. 2.3.3. Skim Pinjaman Unit Pengelola Keuangan (UPK) Syarat pinjaman bergulir PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Kricak Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta Provinsi D.I.Yogyakarta sebagai berikut: 1) Peminjam adalah warga miskin yang tergabung dalam Kelompok KSM dengan anggota minimal 5 orang dan minimal 30 %nya adalah perempuan. 2) Pinjaman untuk mengembangkan usaha yang tidak melanggar ketentuan, bukan untuk menunjang kepentingan militer atau politik. 3) Besar pinjaman pertama kali maksimal Rp. 500.000 per orang (disesuaikan dengan usahanya dan kemampuan membayarnya). Besar pinjaman berikutnya tergantung pada pembayaran kembalinya, dan besar pinjaman terakhir maksimal Rp. 2.000.000. 4) Jasa pinjaman ditetapkan 1,5 % per bulan, di hitung dari pokok pinjaman semula, dan dibayar bersamaan dengan pembayaran angsuran pokok pinjaman. 5) Jangka waktu pinjaman 3 12 bulan, disesuaikan dengan kegiatan usaha peminjam. 6) Peminjam hanya bisa meminjam sebanyak banyaknya 4 kali dengan catatan pengembaliannya lancar. 7) Angsuran pinjaman maksimal bulanan.

21 2.4. Studi Terkait Beberapa penelitian telah membahas mengenai PNPM Mandiri Perkotaan. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2012) tentang Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Di Kota Solok pada tahun 2009. Kota Solok menjadi salah satu daerah yang melaksanakan pemberdayaan fakir miskin melalui PNPM Mandiri Perkotaan yang diberikan pada masyarakat miskin di kota Solok. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi bentuk partisipasi dan tingkat partisipasi masyarakat, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat miskin pada pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan dan untuk mengetahui implikasi kebijakan yang tepat untuk pengembangan pasrtisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Dari hasil analisis penelitian penulis dapat menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat berupa pikiran yang disampaikan melalui usulan, saran maupun kritik. Kemudian, tingkat partisipasi masyarakat di Kota Solok dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan tergolong rendah. Selain faktor kemiskinan hal ini juga disebabkan oleh pengetahuan masyarakat yang kurang terhadap PNPM Mandiri Perkotaan dan belum optimalnya peranan pihak terkait dalam mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Surya (2012) tentang Analisis Kinerja Dana Bergulir PNPM Mandiri di Kecamatan Lubuk Begalung Kota

22 Padang pada tahun 2011. Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang merupakan salah satu tempat yang menerima program PNPM Mandiri Perkotaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kinerja keuangan dan sosial ekonomi usaha mikro dan kecil anggota KSM sebelum dan sesudah mendapat dana bantuan Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotan. Penelitiannya menggunakan pendekatan deskriptif dan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah kinerja keuangan dan indikator sosial ekonomi usaha mikro kecil dan keluarganya pada waktu tertentu atau cross section. Dari hasil analisisnya mengungkapkan bahwa rasio likuiditas pada usaha mikro dan kecil anggota KSM yang mendapat bantuan Dana Bergulir PNPM MP sebagian besar tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan. Sementara itu rasio profitabilitas pada usaha mikro dan kecil anggota KSM yang mendapat Dana Bergulir PNPM MP sebagian besar memperlihatkan perubahan yang nyata. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Waskitho (2009) tentang Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) pada tahun 2009. Tujuannya adalah untuk mengetahui kinerja dari program P2KP yang dilaksanakan di kota dianggap kurang berhasil. Penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Dari hasil analisisnya bahwa dalam proyek P2KP, fungsi pembinaan ini masih sangat minim. Pembinaan yang dilakukan oleh Fasilitator Kelurahan (Faskel) hanya menitikberatkan dalam pembuatan proposal sebagai syarat pengajuan pinjaman. Para Pengurus BKM juga tidak mendapatkan pelatihan yang memadai sehingga memungkinkan mereka bisa mengelola BKM dengan lebih baik.

23 Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mubarak (2010) tentang Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau dari Proses Pengembangan Kapasitas pada Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan pada tahun 2009. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi proses pemberdayaan masyarakat pada kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan ditinjau dari aspek pengembangan kapasitas masyarakat, dengan sasaran penelitian yaitu mengkaji implementasi pengembangan kapasitas masyarakat, mengkaji sikap dan cara pandang masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat serta mengkaji derajat keberdayaan masyarakat di Desa Sastrodirjan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitiannya adalah penelitian yang bersifat deduktif dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat di Desa Sastrodirjan telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip pemberdayaan dan telah berhasil mengubah tingkat kesadaran masyarakat serta meningkatkan pemahamannya untuk berperan dalam pembangunan komunitasnya.