SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

dokumen-dokumen yang mirip
Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

Surat Berharga Syariah Negara

BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL

DAFTAR ISI DISCLAIMER

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 447/KMK.06/2005 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN MENTERI KEUANGAN,

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009

BAB I PENDAHULUAN. khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)

ORI OBLIGASI NEGARA RITEL

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

DAFTAR ISI. 2.r. vii profil Suku Bunga Surat 25 Utang Negara. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal. berkaitan dengan efek. (Indonesia Stock Exchange).

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.


XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa

1. Tinjauan Umum

Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

I. PENDAHULUAN. Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi. berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

S e p t e m b e r

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

Prof. Dr. Adler Haymans Manurung, SE., ME, M.Com., SH Wilson R. L Tobing, Ph. D

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

PENCATATAN DAN PERDAGANGAN OBLIGASI DAERAH

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

S e p t e m b e r

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Frequently Asked Questions (FAQ) Sukuk Negara Ritel SR-010

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan agar dapat menguasai pasar, maka harus mampu bersaing dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

2 Mengingat d. bahwa penerapan prinsip kehati-hatian tersebut sejalan dengan upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan domestik; e. bahwa penera

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Saving Bonds Ritel seri SBR002

Transkripsi:

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai sumber utama pembiayaan defisit saat ini masih mempunyai prospek dan daya tarik bagi investor. Tetapi SUN tetap mempunyai titik jenuh atau kelemahan. Oleh karenanya, pengeloaan SUN harus dirumuskan dengan baik. Selain itu, diversifikasi sumber pembiayaan harus terus dilakukan baik melalui penerbitan yang mengarah pada target investor yang berbeda, maupun variasi instrumen yang diterbitkan. ORI dan sukuk merupakan beberapa contoh diversifikasi investor dan variasi instrumen. Pembiayaan Anggaran Definisi pembiayaan anggaran menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: 1

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Defisit APBN ditutup dengan pembiayaan baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Selama tiga tahun terakhir besarnya pembiayaan selalu sama dengan besaran defisit. Besaran defisit dan pembiayaan angagran untuk tahun 2005 Rp 24,943 Triliun, tahun 2006 Rp39,983 Triliun dan tahun 2007 adalah Rp40,512 Triliun seperti tercantum dalam grafik 1 berikut : Grafik 1. Defisit dan Pembiayaan Triliun Rp 60.000,0 40.000,0 20.000,0 Grafik Defisit dan Pembiayaan - 2005 2006 2007 Tahun Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan defisit pembiayaan Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa selama tiga tahun besarnya pembiayaan selalu sama dengan defisit, artinya tidak ada SIKPA (Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran) maupun SILPA (Sisa lebih Pembiayaan Anggaran). Kompoisi Pembiayaan Komposisi pembiayaan anggaran menunjukkan besaran proporsi dari setiap sumber pembiayaan. Bagaimana komposisi pembiayaan anggaran selama tigatahun terakhir dapat dilihat pada grafik 2. 2

Grafik 2. Komposisi Pembiayaan Anggaran Kom posisi Pem biayaan Anggaran 50.000,00 40.000,00 30.000,00 20.000,00 10.000,00 0,00-10.000,00 2005 2006 2007 Tahun Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan 1. Privatisasi 2. Penj. Aset Prog. Rest. Perbankan 3. Surat Utang Negara (SUN) 4. Penyertaan Modal Negara 5. Pinjaman Program 6. Pinjaman Proyek Dari grafik 2 di atas dapat dilihat bahwa pembiayaan anggaran selama tiga tahun terakhir didominasi oleh penerbitan Surat Utang Negara. Besaran (nilai) kompenen pembiayaan angagran dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Data Komposisi Pembiayaan Anggaran Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan 3

PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN Jenis Pembiayaan 2005 2006 2007 APBN-P II APBN-P APBN UU % UU % UU No No.9/2004 selisih No.14/2006 selisih 18/2006 A. Pembiayaan Dalam Negeri 29.786,0 55.257,7 55.068,3 I. Perbankan Dalam Negeri 4.270,6 17.906,5 12.962,0 II. Non Perbankan Dalam Negeri 25.515,4 37.351,2 42.106,3 1. Privatisasi (netto) 3.500,00-71,43% 1.000,0 100,00% 2.000,0 2. Penj. Aset Prog. Rest. Perbankan 5.124,6-49,66% 2.579,5-41,85% 1.500,0 3. Surat Utang Negara (SUN) 22.085,8 61,97% 35.771,7 13,52% 40.606,3 4. Dukungan Infrastruktur -5.195,0 42,25% -2.000,0 0,00% -2.000,0 B. Pembiayaan Luar Negeri (Bersih) -4.842,3-15.273,8-14.555,4 I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri 35.540,7 37.550,4 40.274,6 1. Pinjaman Program 11.270,0 7,14% 12.075,1 34,78% 16.275,0 2. Pinjaman Proyek 24.270,7 4,96% 25.475,3-5,79% 23.999,6 II. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -40.382,9-52.824,2-54.830,0 Jumlah 24.943,7 39.983,9 40.512,9 % SUN terhadap Pembiayaan dalam Negeri 74,15% 64,74% 73,74% % SUN terhadap Total Pembiayaan 88,54% 89,47% 100,23% Pertumbuhan pembiayaan anggaran dari penerbitan surat utang negara dari tahun 2005 ke tahun 2006 adalah sebesar 61,97% (dari Rp22,085 Triliun menjadi Rp35,78 Triliun) sedangkan pertumbuhan dari tahun 2006 ke tahun 2007 adalah 13,52% (dari Rp35,78 Triliun menjadi Rp40,60 Triliun). Trend pembiayaan defisit APBN melalui SUN meningkat. Rasio penerbitan SUN terhadap total pembiayaan dalam negeri dari tahun 2005 hingga 2007 adalah masing masing sebesar 74,15%, 64,74% dan 4

73,43%. Sedangkan rasio penerbitan SUN terhadap total pembiayaan dari tahun 2005 hingga 2007 adalah 88,54%, 89,47% dan 100,23%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pembiayaan bersumber pada SUN, sehingga beban pembayaran bunga dan pokok semakin meningkat pula. Bila SUN tidak dikelola dengan baik, risiko fiskal akan meningkat. Tabel 2. Komposisi Kepemilikan Obligasi Negara Domestik (dalam triliun rupiah) Kelompok Investor 2000 % 2001 % 2002 % 2003 % Bank BUMN Rekap 250,18 62,58% 235,42 59,61% 228,18 57,90% 194,98 49,93% Bank Swasta Rekap 138,73 34,70% 119,62 30,29% 105,19 26,69% 97,19 24,89% Bank Non Rekap 6,95 1,74% 24,77 6,27% 13,83 3,51% 27,29 6,99% BPD 1,23 0,31% 1,23 0,31% 1,21 0,31% 2,07 0,53% BI 0 0,00% 0 0,00% 0 0,00% 0 0,00% Depkeu 0,87 0,22% 0,87 0,22% 0,87 0,22% 0 0,00% Reksadana 0,02 0,01% 2,03 0,51% 35,72 9,06% 41,38 10,60% Asuransi 1,04 0,26% 3,76 0,95% 6,51 1,65% 16,68 4,27% Asing 0 0,00% 0 0,00% 1,04 0,26% 6,06 1,55% Dana Pensiun 0,01 0,00% 0,16 0,04% 0,36 0,09% 3,83 0,98% Sekuritas 0 0,00% 0,3 0,08% 0,13 0,03% 0,25 0,06% Lain-Lain 0,76 0,19% 6,78 1,72% 1,02 0,26% 0,75 0,19% Jumlah 399,79 100,00% 394,94 100,00% 394,06 100,00% 390,48 100,00% Kelompok Investor 2004 % 2005 % 2006 % 2007 % Bank BUMN Rekap 158,84 39,78% 154,50 38,64% 152,76 36,48% 149,99 33,93% Bank Swasta Rekap 95,14 23,83% 85,38 21,35% 80,79 19,29% 76,77 17,36% Bank Non Rekap 32,40 8,11% 45,79 11,45% 32,78 7,83% 31,91 7,22% BPD 1,18 0,30% 3,96 0,99% 2,78 0,66% 4,18 0,95% BI 0,00 0,00% 10,52 2,63% 7,54 1,80% 12,47 2,82% Depkeu 0,00 0,00% 0,00 0,00% 0 0,00% 0 0,00% Reksadana 53,98 13,52% 9,12 2,28% 21,43 5,12% 22,64 5,12% Asuransi 27,08 6,78% 32,30 8,08% 35,04 8,37% 36,38 8,23% Asing 10,74 2,69% 31,09 7,78% 54,92 13,12% 71,33 16,13% Dana Pensiun 16,42 4,11% 22,02 5,51% 23,08 5,51% 23,62 5,34% Sekuritas 0,43 0,11% 0,46 0,12% 1 0,24% 0,59 0,13% Lain-Lain 3,08 0,77% 4,68 1,17% 6,63 1,58% 12,25 2,77% Jumlah 399,30 100,00% 399,84 100,00% 418,75 100,00% 442,12 100,00% 5

Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk kategori perbankan, sebagian besar SUN hingga 2007 dimiliki oleh Bank BUMN rekap. Hal ini berkaitan dengan diterbitkannya obligasi dalam negeri oleh pemerintah untuk memberi tambahan modal dalam rangka program rekapitalisasi perbankan (obligasi rekap). Untuk kategori non perbankan sebagian besar SUN dimiliki oleh pihak asing. Pada tahun 2002, pihak asing hanya menguasai 0,26% SUN dan sekarang pada tahun 2007 pihak asing telah menguasai 16,13% kepemilikan SUN. Rata rata pertumbuhan kepemilikan asing atas SUN dari tahun 2002 hingga 2006 adalah 3,17%. Hal ini mengingat daya tarik SUN bagi investor asing bukan hanya dari sisi yield tetapi dari perpajakan bersumber dari adanya tax treaty. Kepemilikan asing tersebut di satu sisi dapat membantu meningkatkan likuiditas pasar domestik, tetapi di sisi lain membuat pasar menjadi berisiko manakala arus balik modal asing terjadi. Posisi Outstanding Surat Utang Negara Penggunaan SUN sebagai instrumen pembiayaan telah mengakibatkan membengkaknya stok utang pemerintah. Berikut adalah data posisi outstanding Surat Utang Negara dari tahun 1999 Februari 2007 : Tabel 3. Posisi Outstanding Surat Utang Negara Tahun Fixed Rate SUN (Denominasi Rupiah Triliun Rp) ORI Variable Rate Hedge Bonds Jumlah SUN Denominasi US$ (Miliar USD) 1999 51,29 203,90 26,64 281,83 0,4 6

2000 179,44 219,48 26,61 425,53 0,4 2001 175,46 219,48 35,79 430,73 0,4 2002 154,73 239,60 28,09 422,42 0,4 2003 159,04 231,44 14,29 404,77 0,4 2004 178,73 220,57 2,71 402,01 1,4 2005 189,16 210,68 0,00 399,84 3,9 2006 235,28 3,28 180,19 0,00 415,47 5,5 2007 267,24 3,28 174,87 0,00 442,11 7 Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan Resiko SUN Risiko Kesinambungan Fiskal, adalah resiko akibat besarnya jumlah utang yang dapat mengurangi daya dukung fiskal; Beban pembayaran bunga yang semakin besar dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan fiskal (fiscal sustainability Risiko Pasar terdiri dari: Risiko Nilai Tukar, jika besarnya pinjaman luar negeri Pemerintah dan sebagian besar SUN dalam mata uang asing; Risiko Perubahan Tingkat Bunga, jika hampir sepertiga dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang (floating rate); Risiko Pembiayaan Kembali (refinancing risk), akibat besarnya volume utang negara yang jatuh tempo dan harus dilunasi pokoknya setiap tahun (periode 2006-2009); Dana yang dibutuhkan untuk membayar kembali pokok dan bunga utang negara dalam jangka menengah (2007-2009) relatif sangat besar sehingga dapat meningkatkan refinancing risk Risiko Operasional, akibat kegagalan jika operasional pengelolaan utang sehari-hari tidak dikelola dengan baik, baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi kelembagaannya. Keunggulan dan Kelemahan SUN 7

Menurut praktisi keuangan, Paulus Nurwandono, keunggulan dan kelemahan Surat Utang Negara antara lain meliputi : Keunggulan : Transparansi pasar: Pricing maupun volume jelas sehingga lebih mudah untuk melakukan public scrutiny. Jumlah investor relatif lebih beragam sehingga tidak menimbulkan ketergantungan terhadap suatu institusi atau negara tertentu Dari kacamata lembaga rating, SUN dapat menambah fleksibilitas pembiayaan anggaran. Dapat menjadi acuan (benchmark) bagi imbal hasil investasi domestik. Menjadi alternatif instrumen investasi bagi masyarakat serta Kelemahan meningkatkan partisipasi dalam pembangunan. Berpotensi terjadi crowding- out effect. Sektor korporasi mengalami kesulitan untuk mencari sumber pembiayaan domestik. Dalam kondisi tertentu, berpotensi dicorner oleh pasar sehingga biaya bunga menjadi mahal. Untuk meminimalkan risiko tersebut perlu dikembangkan fungsi treasury pemerintah yang bertindak aktif untuk melakukan stabilisasi pasar. Keuangan negara menjadi terekspos pada volatilitas pasar global. Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Upaya pengelolaan utang dimaksudkan untuk menciptakan posisi stock utang yang aman dan sehat bagi perekonomian yaitu penurunan stok utang secara bertahap tanpa mengganggu stabilitas APBN. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 8

tahun 2004-2009 telah diberikan pedoman umum pengelolaan utang pemerintah baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Pengeloaan utang luar negeri pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja relatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi juga secara absolut (nominal). Sedangkan pengelolaan utang dalam negeri diupayakan supaya tetap ada ruang gerak fiskal yang cukup bagi sektor swasta melalui penarikan pinjaman neto kurang dari 1% terhadap PDB, dan menurun secara bertahap. Dengan demikian, rasio stok utang terhadap PDB diperkirakan menurun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 40% terhadap PDB pada akhir tahun 2009. 1 Dalam rangka melaksanakan pedoman umum pengelolaan utang negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 (RPJMN 2004-2009), telah disusun Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009 Dalam KMK Nomor 447/KMK.06/2005 tersebut antara lain dikemukakan bahwa secara umum, tujuan pengelolaan utang negara dalam jangka panjang adalah meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali. Sedangkan secara rinci, tujuan pengelolaan utang adalah untuk: (i) menjamin terpenuhinya financing gap dan ketahanan fiskal yang berkesinambungan (fiscal sustainability) yang sesuai dengan kondisi ekonomi makro, serta berbiaya rendah; (ii) meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang terutama untuk meminimalkan risiko, baik risiko pasar maupun risiko pembiayaan; dan (iii) mengembangkan upaya-upaya agar pinjaman yang sudah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan perkiraan biaya. 1 Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2007 9

Dalam kaitannya dengan utang dalam negeri, kebijakan pokok penurunan stok utang dalam negeri dilakukan antara lain melalui pengelolaan utang secara baik dengan kematangan perhitungan (sound and prudent management policy). Langkah yang harus ditempuh adalah dengan pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo, dan pengaturan pembayaran kembali pokok dan bunga utang. Pengaturan pembayaran kembali difokuskan pada pendistribusian beban pembayaran utang pada suatu tahun ke tahuntahun berikutnya dengan memperhatikan kemampuan membayar. Sementara itu, dalam kaitannya dengan pinjaman luar negeri, upaya intensif yang menjadi prioritas pemerintah adalah memfokuskan pada efektivitas kebijakan stabilitas ekonomi makro dan strategi pendanaan pinjaman luar negeri (borrowing strategy) serta kebijakan pengelolaan utang (debt management strategy). Dalam strategi dimaksud, Pemerintah akan lebih berhati-hati menerapkan uji kelayakan persiapan proyek dari segi administrasi dan pengorganisasiannya (readiness criteria), selalu mengutamakan sumber pinjaman lunak dengan cost of borrowing yang relatif murah dan dalam batas-batas yang tidak terlalu mempersyaratkan keterikatan politis dan ekonomi (tied loan), serta menempuh jalur diplomasi guna membantu penurunan stock utang melalui mekanisme konversi utang (debt swap). Secara umum strategi yang ditempuh oleh pemerintah dalam jangka menengah periode tahun 2005 2009, khususnya berkaitan dengan pengelolaan portofolio dan risiko utang, antara lain meliputi: 1. Pengurangan utang negara 2. Penyederhanaan portofolio utang negara 3. Penerbitan/pengadaan utang negara dalam mata uang rupiah 4. Minimalisasi risiko pembiayaan kembali 5. Peningkatan porsi utang negara dengan bunga tetap 10

6. Penurunan porsi kredit ekspor 7. Penerapan prinsip pengelolaan utang negara yang baik. Di samping itu, juga telah, sedang dan akan terus diupayakan pengembangan pasar perdana dan pasar sekunder SUN agar dapat mendukung pengelolaan utang negara secara optimal yang bertujuan untuk menurunkan biaya utang pada tingkat risiko yang minimal dalam jangka panjang. Alternatif Pengembangan Produk SUN 1. SUN Retail SUN retail ialah SUN yang dijual kepada investor individu melalui Agen Penjual, dengan volume minimum yang yang telah ditentukan. Penerbitan SUN retail sangat bermanfaat bagi Pemerintah dalam hal memperluas basis investor SUN. Di lain pihak investor individu dapat memiliki kesempatan untuk berinvestasi secara langsung dan dalam denominasi yang kecil, pada instrument yang pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh Undang-Undang. SUN retail yang telah diterbitkan oleh pemerintah adalah Obligasi Republik Indonesia (ORI), pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 dan nilainya hingga Februari 2007 mencapai Rp3,28 Triliun. 2 2. SUN Berbasis Syariah Pembahasan mengenai SUN berbasis syariah telah berlangsung cukup lama, dengan melibatkan banyak pihak seperti Dewan Syariah Nasional, dan pihak lainnya. Penerbitan SUN berbasis syariah (sukuk) terbentur masalah peraturan perundang undangan yang belum mendukung. Berbagai hal yang belum diatur atau bertentangan dengan peraturan perundangan di antaranya: pembentukan SPV (Special Purpose Vehicle), dan penjaminan asset Pemerintah. Saat ini tengah dirintis upaya untuk 2 Posisi Outstanding Surat Utang Negara, Departemen Keuangan 11

menerbitkan peraturan perundang-undangan baru dan melakukan amandemen terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah ada untuk dapat mendukung penerbitan sukuk. REFERENSI : 1. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 2. Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Utang Negara 3. Data Pokok APBN, Departemen Keuangan 4. Outstanding Government Securities as of April 19, 2007 - Ditjen Pengelolaan SUN, Departemen Keuangan 5. Posisi Outstanding Surat Utang Negara - Departemen Keuangan 6. Posisi Kepemilikan Obligasi Negara Domestik Departemen Keuangan 12