dijelaskan secara teknis. Sebagai contoh, hanya dengan melihat bentuk salah satu jenis kuli bia, posisi yang tepat untuk pembuatan lubang tiup sehingga dapat menghasilkan bunyi bisa ditentukan. Kesalahan pelubangan akan menyebabkan kuli bia tidak menghasilkan bunyi yang baik. Setelah kuli bia dilubangi, maka dilanjutkan dengan penentuan nada yang dilakukan dengan cara ditiup dan bunyi yang dihasilkan dibandingkan dengan bunyi seruling. Lubang tiup yang menghasilkan bunyi yang tidak baik akan langsung ditutup dan dibuat lubang tiup yang baru (Horhorouw, wawancara, Januari 2011). Keterbatasan kemampuan dalam membuat lubang tiup yang tepat pada kuli bia yang hanya didasarkan pada pengetahuan yang diperoleh turun temurun tanpa bisa dijelaskan secara ilmiah inilah yang menyebabkan alat musik ini sulit dikembangkan. Kemampuan ini biasanya hanya dimiliki oleh orangtua yang memiliki riwayat keluarga pembuat kuli bia. Proses pembuatan yang rumit menjadi salah satu alasan bagi generasi muda Maluku saat ini untuk tidak berkecimpun dalam dunia ini. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti, maka tanpa disadari suatu saat alat musik ini akan menjadi alat musik yang langka. Masalah di atas akan menjadi semakin rumit jika sumber daya alam yang tersedia semakin sulit diperoleh. Dari penelusuran literatur, diperoleh sedikit sekali informasi mengenai kuli bia ini. Bahkan tidak ada litetur yang membahas alat musik ini secara ilmiah. Berdasarkan kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih ilmiah tentang kuli bia ini khususnya mengenai frekuensi yang dihasilkan kuli bia jika kuli bia tersebut diberi lubang tambahan (seperti halnya lubang nada untuk alat musik seruling). Penelitian ini dibatasi pada analisis pengaruh penambahan lubang terhadap frekuensi yang dihasilkan oleh kuli bia. Variabel yang diukur meliputi 2 hal yaitu jarak lubang tambahan ke lubang tiup dan diameter lubang tambahan yang dibuat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh adanya lubang tambahan yang dibuat terhadap frekuensi kuli bia yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat berguna pada pengembangan dan pelestarian alat musik tradisional Maluku dimana secara teoritis dapat memberikan kontribusi sebagai sumber informasi ilmiah dan secara praktisnya dapat menghasilkan kuli bia dengan nada lebih dari satu nada. 2. Dasar Teori 2.1 Deskripsi Biologi Kuli bia Kuli bia atau cangkang siput yang digunakan sebagai alat musik, biasanya berasal dari Filum Moluska, kelas Gastropoda. Gastropoda merupakan anggota Moluska yang memiliki cangkang tunggal, yang morfologinya bervariasi sesuai dengan spesiesnya [4]. Cangkang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para budayawan Maluku sebagai alat musik tiup setelah diberi perlakuan yaitu dengan melubangi cangkang tersebut. Ada empat jenis bia yang biasa digunakan sebagai alat musik oleh masyarakat Maluku yaitu bia capeu, bia tahuri, bia murex/duri lemon, spider konch/tataratol. 2
Namun hanya satu jenis kuli bia yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu bia capeu (Cassis cornuta). Gambar 1. Cassis cornuta 2.2 Cara memperoleh nada Ada beberapa cara memperoleh nada pada alat musik tiup. Kuli bia merupakan salah satu alat musik tiup yang belum banyak dideskripsikan keberadaannya. Namun menurut Horhorouw (2011), untuk memperoleh nada pada kuli bia, selain dilubangi pada posisi yang tepat biasanya bagian badan cangkang dipecahkan. Dalam penjelasan lebih lanjut, walaupun bagian badan cangkang telah dipecahkan namun nada yang dihasilkan masih bisa diatur dengan cara menutup lubang atau memasukkan tangan ke dalam rongga. Prinsip kerja yang demikian hampir sama dengan prinsip kerja alat musik tiup lain, khusunya alat musik tiup kayu/buluh. Cara memperoleh nada pada alat musik tiup kayu yaitu mengubah panjang kolom udara getar dengan mengubah panjang efektif tabung dengan cara menutup atau membuka lubang di sisi tabung. Ini dapat dilakukan dengan menutup lubang dengan jari atau menekan suatu kunci yang akan menutup lubang [8]. Jika semua lubang di sisi tabung ditutup, maka nada yang dihasilkan adalah nada rendah, dan sebaliknya, jika lubang di sisi tabung dibuka maka nada yang dihasilkan adalah nada tinggi [3]. 2.3 Nilai Frekuensi Nada [7] Ada tujuh jenis nada pokok yang dikenal yaitu nada C, D, E, F, G, A dan B. Tiap nada ini memiliki nilai frekuensi dengan perbandingan tertentu. Berikut adalah tabel nilai frekuensi 7 nada pokok: Tabel. 1: Nilai nada dan frekuensi nada dalam Hertz Oktaf ke- Nada 1 2 3 4 5 6 7 8 C 66,00 132,0 264 528 1056 2112 4224 8448 D 74,25 148,5 296 594 1188 2376 4752 9504 E 86,50 165,0 330 660 1320 2640 5280 10560 F 88,00 176,0 352 704 1408 2816 5632 11264 G 99,00 198,0 396 792 1584 3168 6336 12672 3
A 110,00 220,0 440 880 1760 3520 7040 14080 B 123,75 247,5 496 990 1980 3960 7920 15840 3. Metodologi Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan memberi perlakuan pada alat (kuli bia). Memberi lubang tambahan pada bagian atas cangkang/daerah sekitar lubang tiup adalah perlakuan yang diberi pada kuli bia. Perlakuan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi kuli bia jika diberi tambahan lubang. Pada penelitiann ini terdapat dua variabel yang diukur yaitu jarak dan diameter lubang tambahan yang dibuat. Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuli bia (cangkang siput), bor, lem besi, dan laptop serta software perekam. Softaware perekam yang digunakan yaitu Speech Analyzer 3.0.1. Pengukuran pertama yang dilakukan yaitu pengukuran frekuensi dengan mengubah jarak lubang tambahan terhadap lubang tiup. x Gambar 2. Pengukuran jarak (x) Awalnya, bagian atas kuli bia dilubangii pada satu titik dengan menggunakan bor sampai membentuk lubang dengan ukuran ertentu. Setelah lubang tambahan dibuat, kuli bia ditiup dan direkam bunyinya untuk melihat frekuensi yang dihasilkan. Lubang tambahan yang telah dibuat kemudian ditutup menggunakan lem besi. Hal ini dimaksudkan supaya keadaan fisik kuli bia menjadi seperti semula dan bunyi yang nantinya dihasilkan oleh lubang tambahan yang akan dibuat tidak dipengaruhii oleh keberadaan lubang yang sebelumnya. Perlakuan ini dilakukan beberapa kali pada tempat dengan mengubah jarak lubang tambahan dalam hal ini jaraknya semakin mendekati lubang tiup. Analisa frekuensi bunyi tiap lubang tambahan yang telah direkam berdasarkan hasil pindai yang dilakukan secara kualitatif dengan cara membuat tabel frekuensi tiap lubang tambahan yang diubah-ubah jaraknya. Pengukuran selanjutnya yaitu pengukuran frekuensi kuli bia dengan mengubah diameter lubang tambahan. Pembuatan lubang tambahan pada tahap ini sama dengan tahapan sebelumnya tetapi dengan diameter yang berbeda. Setelah lubang tambahan dibuat, kuli bia ditiup dan direkam bunyinya. Lubang tambahan yang telah dibuat tidak lagi ditutup dengan lem besi tetapi diameternya akan dibuat menjadi lebih besar. 4
Diameter lubang dibuat dengan ukuran 2mm, 3mm, 4mm, 5mm, dan 6mm seperti dalam gambar 3. Gambar 3. Kuli bia dengan diameter yang berbeda-beda Kuli bia ditiup dan bunyinya direkam dengan software yang sama yang digunakan untuk pengukuran pertama. Frekuensi kuli bia untuk tiap diameter kemudian dicatat dalam tabel yang kemudian akan dianalisa. 4. Hasil dan Pembahasan Dari penelitian yang dilakukan dengan mengatur jarak lubang tambahan terhadap lubang tiup, maka didapatkan data yang merupakan hasil pindaian seperti tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Data pengukuran frekuensi kuli bia dengan jarak yang berbeda No Jarak (cm) Frekuensi (Hz) 1. 55,5 333-334 2. 23 341-352 3. 21,5 345-352 4. 10,5 354-367 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kuli bia dengan jarak lubang tambahan terjauh jika ditiup maka frekuensi yang terukur berkisar antara 333-334 Hz. Frekuensi tersebut setara dengan frekuensi nada E. Namun setelah diberi perlakuan/dilubangi (lubang no 1) pada posisi tertentu, frekuensi kuli bia akan mengalami perubahan yaitu menjadi sedikit lebih tinggi dengan kisaran antara 341-352 Hz. Frekuensi kuli bia ini akan terus bertambah tinggi jika posisi lubang tambahan yang dibuat semakin mendekati posisi lubang tiup. Hal ini bisa dilihat pada perlakuan no 2, 3 dan 4 (gambar 4). 5
370 365 Frekuensi (Hz) 360 355 350 345 340 335 330 0 10 20 30 40 50 60 Jarak (cm) Gambar 4. Grafik hasil pengukuran frekuensi dengan jarak yang berbeda. Bentuk terbawah dan bentuk variasi teratas dari frekuensi alat musik variasi Kisaran frekuensi pada bagian yang ditandai dalam gambar 4 menunjukkan bahwa untuk memperoleh frekuensi yang lebih tinggi, maka jarak antara lubang tiup dengan lubang tambahan harus berkisar dari 10cm-23cm. Dalam penelitian ini, diperoleh frekuensi yang setara dengan frekuensi nada F. Jadi, untuk mendapatkan nada yang semakin tinggi, kuli bia harus dilubangi pada jarak yang semakin mendekati lubang tiup. Pengukuran frekuensi dengan mengubah diameter lubang, dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Data pengukuran frekuensi dengan diameter yang berbeda No Diameter (mm) Frekuensi (Hz) 1. 2 345-347 2. 3 344-347 3. 4 348-353 4. 5 348-358 5. 6 348-354 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa frekuensi kuli bia akan mengalami perubahan jika diameter lubang tambahan yang dibuat juga berubah. Semakin besar diameter lubang tambahan yang dibuat, semakin tinggi frekuensi yang dihasilkan. 6
Frekuensi (Hz) 360 355 350 345 340 335 330 0 1 2 3 4 5 6 7 Diameter (mm) Gambar 5. Grafik hasil pengukuran frekuensi dengan diameter yang berbeda. Bentuk terbawah dan bentuk variasi teratas dari frekuensi alat musik variasi Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa kuli bia dengan diameter lubang tambahan yang semakin besar akan cenderung menghasilkan frekuensi yang lebih besar pula. Kisaran frekuensi yang dihasilkan pun semakin luas, separti yang ditunjukkan pada bagian yang ditandai (lubang tambahan dengan diamater 4mm,5mm, 6mm). Kuli bia yang ditiup dalam keadaan lubang tambahan dibuka maka kisaran frekuensi yang dihasilkan kuli bia jika dikonversi ke frekuensi nada, maka akan sesuai dengan kisaran frekuensi nada F. Jika kuli bia ditiup dalam keadaan lubang tambahan ditutup, frekuensi yang dihasilkan berkisar antara 339-347 Hz untuk semua diameter. Kisaran frekuensi ini jika dikonversi ke frekuensi nada maka akan sesuai dengan kisaran frekuensi nada E. 7
(a) 333.5 Hz 664.0 Hz 2802.9 Hz (b) Gambar 6. Spektrum gelombang saat kuli bia ditiup, lubang tambahan dalam keadaan tertutup : (a)bentuk gelombang bunyi dalam rentang waktu (detik) tertentu; (b) Spektrum daya-frekuensi yang dihasilkan dalam rentang waktu pada gambar (a). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kuli bia yang ditiup dengan posisi lubang tertutup, bunyi yang lebih dominan memiliki frekuensi sebesar 333,5 Hz. Frekuensi tersebut bila dikonversi ke frekuensi nada akan sesuai dengan frekuensi nada E oktaf ke-3. Nada pada oktaf selanjutnya tetap ada, tetapi tidak dominan. Kuli bia akan mengalamai perubahan kualitas bunyi saat lubang tambahan dibuka. Hal ini bisa dilihat pada gambar 7 di bawah ini: (a) 694.6 Hz 345.8 Hz 2701.9 Hz Gambar 7. Spektrum gelombang saat kuli bia ditiup, lubang tambahan dalam keadaan terbuka. (a) Bentuk gelombang bunyi dalam rentang waktu (detik) tertentu; (b) Spektrum daya-frekuensi yang dihasilkan dalam rentang waktu pada gambar (a). (b) 8
Dari gambar dapat dilihat bahwa, frekuensi akan bertambah besar jika lubang tambahan dibuka. Berdasarkan hasil pindai, bunyi yang lebih dominan memiliki frekuensi sebesar 694 Hz. Jika dikonversi ini dikonversi ke frekuensi nada, maka aka berada pada kisaran frekuensi anatara nada E dan nada F pada oktaf 4. Spektrum gelombang bunyi kuli bia berbeda jika dibandingkan dengan spektrum gelombang pada alat musik tiup lainnya seperti flute. (a) 660.9 Hz 1321.9 Hz 1976.9 Hz 2680.5 Hz (b) Gambar 8. Spektrum gelombang flute pada nada E: (a)bentuk gelombang bunyi dalam rentang waktu (detik) tertentu; (b) Spektrum daya-frekuensi yang dihasilkan dalam rentang waktu pada gambar (a). Gambar di atas menunjukkan bahwa bunyi yang dihasilkan flute lebih dominan berada pada frekuensi 660Hz yang jika dikonversi ke frekuensi nada akan sesuai dengan frekuensi nada E pada oktaf ke-4. Jika dibandingkan dengan spektrum gelombang kuli bia (gambar 6), spektrum gelombang flute akan lebih teratur. Hal ini bisa dikarenakan oleh faktor luar yaitu peniup alat musik tersebut. Cara meniup yang berbeda dapat menyebabkan frekuensi yang agak melebar. 5. Kesimpulan Secara umum, dari kedua penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa kuli bia jenis Cassis cornuta yang telah diberi perlakuan (diberi lubang tambahan yang berfungsi sebagai lubang nada) dapat menghasilkan dua nada yang berjarak ½ laras yaitu nada E dan nada F. Jika kuli bia ditiup dan lubang tambahan dalam keadaan ditutup, maka kuli bia akan menghasilkan frekuensi yang setara dengan frekuensi nada E. Dan jika kuli bia ditiup dan lubang tambahan dalam keadaan dibuka, maka kuli bia akan menghasilkan frekuensi yang setara dengan frekuensi nada F. Untuk menghasilkan frekuensi nada yang lebih tinggi (nada F oktaf ke-3), maka jarak lubang tambahan yang dibuat harus berkisar antara 23-10,5 cm mendekati lubang tiup dengan diiameter kuli bia yang berkisar antara 2-3mm. 9
Perubahan jarak dan diameter lubang tambahan yang dibuat akan berpengaruh pada kualitas bunyi yang dihasilkan. Semakin kecil jarak antara lubang tiup dan lubang tambahan (dibawah 10cm) maka kuli bia semakin sulit menghasilkan bunyi yang baik (bunyi yang jernih). Diameter lubang tambahan yang dibuat semakin besar (diatas 3mm) juga akan untuk menghasilkan bunyi yang tidak baik (banyak desah). 6. Saran Dalam upaya pengembangan dan pelestarian alat musik ini, disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menggunakan kuli bia dengan jenis yang berbeda. Pengaturan jarak dan diameter lubang tambahan juga harus lebih diperhatikan. Untuk penentuan jarak antara lubang tambahan dan lubang tiup sebaiknya lebih diatur lagi agar memudahkan pengukuran. Sedangkan untuk diameter, sebaiknya saat diberi perlakuan (dilubangi), kuli bia harus dalam keadaan diam. Secara keseluruhan, saat dilubangi, kuli bia harus tegak lurus terhadap alat bor. Hal ini dimaksudkan supaya lubang tambahan yang dibuat dapat menghasilkan bunyi yang lebih baik. Disarankan juga untuk penelitian selanjutnya menggunakan software yang lebih memudahkan penelitian. Dianjurkan juga untuk hanya menggunakan satu orang peniup saja, karena peniup dengan kekuatan meniup yang berbeda akan menghasilkan bunyi kuli bia yang berbeda juga sehingga frekuensi yang dihasilkan pun akan lebih teratur. 7. Daftar Pustaka [1] Anonim., 1994. Deskripsi Musik Kuli bia. Maluku: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Maluku [2] Badan Pusat Statistik Maluku., 2010. Hhttp://maluku.bps.go.id/?pilih=malH (diakses 28 Maret 2011) [3] Backus, J., 1969. The Acoustical Foundation of Music. New York: W.W Norton & Company. Inc [4] Dharma, B., 1988. Siput dan Kerang Indonesia. Jakarta: PT Sarana Graha [5] Hall, Donald E., 2002. Musical Acoustics. USA: Brooks/Cole [6] Halliday, David. Resnick, Robert. 1998. Fisika. Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga [7] Kurnia, A 2011, Penala Nada Alat Musik Menggunakan Ahli Ragam Fourier, Universitas Diponegoro [8] Wikipedia Indonesia., 2011 Hhttp://id.wikipedia.org/wiki/Alat_musik_tiupH (diakses 28 Maret 2011) 10