BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

BAB III METODE ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KOMBINASI TOPOLOGI JARINGAN NG-PON2 Analysis of Combination Topology Performance on NG-PON2 Network

SIMULASI DAN ANALISIS JARINGAN TIME AND WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING PASSIVE OPTICAL NETWORK MENUJU NEXT GENERATIO NETWORK

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3743

ANALISIS PERFORMANSI JENIS FORMAT MODULASI PADA NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

Performansi SCM/WDM Radio Over Fiber dengan Arsitektur PON menggunakan M-ary PSK

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

ANALISIS DAN PERANCANGAN JARINGAN OPTIK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GPON STUDI KASUS CENTRAL OFFICE TURANGGA

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

Pengertian Multiplexing

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE PERUMAHAN JINGGA

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

ANALISIS PANJANG GELOMBANG DOWNSTREAM DAN UPSTREAM PADA SISTEM JARINGAN NG-PON 2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA SARIWANGI ASRI GEGERKALONG BANDUNG

BAB III ANALISIS JARINGAN FTTH DENGAN TEKNOLOGI GPON DI CLUSTER TEBET

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Gian Dhaifannahri [1]

PENGGUNAAN KOMPENSATOR DISPERSI PADA JARINGAN BERBASIS OPTIK ANTARA STO LEMBONG DAN STO CIANJUR MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN LINK BUDGET DALAM PENERAPAN METRO WDM

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : ALVEN DELANO PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA INDONESIA

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK

ANALISIS PERANCANGAN TEKNOLOGI HYBRID GPON DAN XGPON PADA JARINGAN FTTH DI PERUMAHAN BATUNUNGGAL

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1780

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYTEM PADA LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

ANALISIS LINK BUDGET JARINGAN SERAT OPTIK GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK

ANALISIS PERFORMANSI SERAT OPTIK PADA LINK CIJAURA - BOJONGSOANG PERFORMANCE ANALYSIS OF FIBER OPTIC LINK CIJAURA - BOJONGSOANG

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

Aplikasi Multiplexer -8-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DI PRIVATE VILLAGE, CIKONENG

Analisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen

Pradika Erta Ardanta. Abstrak

ANALISA PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK TOWER A BANDUNG TECHNOPLEX LIVING

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 2011

Analisis Perancangan Jaringan Fiber To The Home Area Jakarta Garden City (Jakarta Timur) dengan Metode Link Power Budget dan Rise Time Budget

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER PERMAI

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Praktek Perancangan Jaringan Akses Fiber Optik menggunakan Software Optysistem pada Pembelajaran SMK Program Keahlian Teknik Telekomunikasi

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. tolok ukur perbandingan jaringan GPON (Gigabit Passive Optical Network) dengan

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

ANALISIS EFEK NON LINIERITAS FIBER PADA LINK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) MENGGUNAKAN GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) UNTUK PERUMAHAN JINGGA BANDUNG

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PERUMAHAN NATAENDAH KOPO Atika Fitriyani 1, Tri Nopiani Damayanti, ST.,MT.2, Mulya Setia Yudha 3

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA)

SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) BERBASIS TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON)

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN MENGGUNAKAN OTDR SERTA ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGGUKURAN TERHADAP RUGI-RUGI TRANSMISI

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

Fahmi Pahlawan*, Dwi Astuti Cahyasiwi, Kun Fayakun

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

ISSN : e-proceeding of Applied Science : Vol.2, No.3 December 2016 Page 1296

SIMULASI PERBANDINGAN PENGUATAN PADA PANJANG GELOMBANG 1310 nm DENGAN PENGUATAN PADA PANJANG GELOMBANG 1550 nm DALAM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB IV ANALISA KONFIGURASI, JARAK KEMAMPUAN, DAN INTERFACE

ANALISIS KINERJA TRANSMITTER OPTIK LASER PADA TEKNOLOGI XG-PON. Analysis Of Optical Transmitter Laser Performance In XG-PON Technology

Transkripsi:

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada bab ini pembahasan yang akan dijelaskan meliputi simulasi pemodelan jaringan yang di-design menggunakan software optisystem. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar mempermudah penulis dalam melakukan pemodelan dan perhitungan pada sebuah jaringan akses serat optik untuk jaringan WDM yang menggunakan teknolgi AWG-GPON. Software optisystem dilengkapi dengan virtual instrumt, sehingga pemodelan jaringan optik murni yang menggunakan teknologi GPON dapat dilakukan secara lancar dan mudah tanpa ganguan keterbatasan biaya dan peralatan. 3.1 Pemodelan Jaringan Gambar 3.1 di bawah merupakan model dari WDM-GPON menggunakan AWG secara umum. Gambar 3.1. Model Jaringan WDM-GPON Menggunakan AWG Secara Umum

Keterangan : 1. WDM Transmitter Wavelenght Division Multiplexer (WDM) Transmitter digunakan untuk menghasilkan sinyal masukan pada model jaringan ini, dimana pada WDM Transmitter ini dapat membuat banyak sinyal masukan yang bisa kita atur. 2. Array Waveguide Grating (AWG) Array Waveguide Grating (AWG) berfungsi sebagai multiplexing dan demultiplexing yang memiliki jumlah kanal banyak dan jumlah kanal antara input dan output sama. 3. Serat Optik Serat optik digunakan sebagai media transmisi pengiriman sinyal informasi. 4. Passive Splitter Perangkat ini digunakan untuk melakukan percabangan sinyal informasi ke beberapa receiver yang ada, tingkatan dari splitter ini yaitu: 1:2, 1:4, 1:8, hingga 1:n. 5. Optical null Alat ini digunakan sebagai penanda tidak ada sinyal masukan pada Array Waveguide Grating (AWG) pada sisi input sebelum demultiplexer. Berdasarkan model jaringan di atas maka terlihat bahwasannya beberapa sinyal masukan yang dikirim oleh WDM Transmitter akan di-multiplexing oleh Array Waveguide Grating (AWG), kemudian akan ditransmisikan melalui serat optik sebagai media pengiriman, setelah itu sinyal masukan akan didemultiplexing menggunakan Array Waveguide Grating (AWG) dimana pada AWG ini sisi penerima dan pengirim sama, maka pada masukan demultiplexing akan diberikan optikal null yang berfungsi sebagai penanda bahwasanya tidak ada sinyal masukan di-line tersebut, setalah di-demultiplexing menggunakan Array Waveguide Grating (AWG), sinyal keluaran dari demultiplexing akan di-split menggunakan Passive Splitter (PS) untuk didistribusikan ke receiver. III-2

3.2 Parameter Set Up Parameter-parameter yang digunakan dalam memodelkan dan mensimulasikan adalah sebagai berikut. Tabel 3.1. Global Parameter Pada Optisystem Nama Nilai Satuan Bit Rate Time Window Sample Rate Sequench Length Sample per Bit Number of Samples Sensitivity 24000000000 5,33 10-9 15360000000000 128 64 8192-80 Bit/s s Hz Bits dbm Pembangkit sinyal yang digunakan adalah PRBS dengan bit rate sebesar 2,4 Gbit/s sesuai dengan standar ITU-T G984.1 tahun 2003. Serat optik yang digunakan pada model jaringan ini adalah serat optik jenis step index singlemode, dengan pengaturan parameter serat optik sebagai berikut. Tabel 3.2. Parameter Serat Optik pada Optisystem Parameter Nilai Satuan Reference Wavelength Attenuation Lower Calculation Limit Upper Calculation Limit 1550 0,2 1200 1700 db/km Rayleigh scattering terjadi pada panjang gelombang 1550 saja. Sehingga redaman diasumsikan sebesar 0,2 db/km yang merupakan redaman keseluruhan, yaitu redaman rayleigh scattering, micro bending, serta mode coupling. Redaman micro bending dan mode coupling merupakan redaman pada III-3

serat optik yang diakibatkan oleh proses pembuatan serat optik yang tidak sempurna, redaman tersebut sangat kecil atau kurang dari 0,05 db. Transmitter yang digunakan pada model jaringan ini adalah WDM transmitter, dengan pengaturan parameter pada WDM transmitter sebagai berikut Tabel 3.3. Parameter WDM Transmitter pada Optisystem Nama Nilai Satuan Number of Output Ports Frequency Frequency Spacing Power Linewidth 8 1550 0,05-1,2 0 10 db/km MHz Pada parameter multiplexer-nya yang digunakan pada model jaringan ini adalah AWG NxN, dengan pengaturan parameter pada AWG NxN sebagai berikut Tabel 3.4. Parameter AWG NxN pada Optisystem Nama Nilai Satuan Size Configuration Frequency Bandwidth Frequency Spacing 8 Mux/Dem 1550 2,4 0,1 GHz Pada AWG NxN pengaturan konfigurasi pada optisystem dapat mengubah fungsi dari AWG menjadi multiplexer atau demultiplexer. III-4

3.3 Skenario Kerja 3.3.1 Verifikasi Sistem Pada skenario pertama, untuk membuat rancangan model jaringan WDM- GPON dengan menggunakan AWG, penulis akan melakukan verifikasi terhadap model jaringan yang akan dibuat dengan mengikuti standar ITU-T. Salah satu standar untuk mendapatkan sebuah jaringan dengan performansi yang baik adalah BER. Sesuai dengan standar BER yang ditetapkan oleh ITU-T untuk teknologi GPON adalah 10 dan untuk teknologi DWDM sebesar 10, maka pada tahapan verifikasi ini diambil nilai minimum BER adalah sebesar 10. Model jaringan WDM menggunakan AWG-GPON secara umum dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini. Gambar 3.2. Model Jaringan WDM-GPON menggunakan AWG pada Optisystem III-5

Gambar 3.3. Subsystem Model Jaringan WDM-GPON menggunakan AWG pada Optisystem Setelah model dibuat menggunakan software optisystem langkah selanjutnya adalah membuktikan apakah jaringan yang telah kita buat pada optisystem dapat dijalankan dengan baik atau tidak yaitu dengan cara running. Jika model jaringan yang telah dibuat pada optisystem dapat berjalan sesuai yang diinginkan, maka untuk langkah selanjutnya dapat mempermudah dalam membuat model jaringan lainnya, seperti untuk mengetahui channel spacing minimum, jarak maksimum, panjang gelombang yang dapat dimultipleks pada jaringan ini, dan mengetahui jumlah split ratio pada model jaringan unidirectional dan bidirectional serta membandingkan penggunaan multiplexer AWG dengan WDM multiplexer. 3.3.2 Penentuan Channel Spacing Minimum Pada tahap skenario kedua penulis ingin mengetahui channel spacing minimum yang dapat diterapkan pada model jaringan yang telah dirancang pada skenario pertama. Untuk mendapatkan channel spacing minimum, dilakukan iterasi terhadap frequency spacing pada WDM tramsitter dan AWG NxN mulai dari 0,05 sampai dengan 1,2, seperti terlihat di bawah ini. III-6

Gambar 3.4. Skenario Penelitian Iterasi Channel Spacing 3.3.3 Penentuan Jarak Maksimum Pada skenario ketiga ini penulis akan melakukan 10 iterasi mulai dari 10 km sampai dengan 100 km untuk mengetahui jarak maksimum pembentangan serat optik dari sentral sampai ke pelanggan dengan memperhatikan nilai BER sesuai dengan standart ITU-T sebesar 10 -. Channel spacing yang diterapkan pada skenario ini adalah channel spacing minimum yang diperoleh dari hasil simulasi skenario kedua. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.5. Skenario Penelitian Iterasi Jarak III-7

3.3.4 Penentuan Jumlah Panjang Gelombang Maksimum yang dapat dimultipleks Pada skenario keempat, Channel spacing minimum hasil dari skenario kedua akan menentukan jumlah panjang gelombang maksimum yang dapat dimultipleks. Pada skenario keempat ini penulis akan menerapkan range panjang gelombang mulai dari 1550 sampai dengan 1640. Seperti yang telah diuraikan pada Tujuan di Bab I, hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah saluran maksimum yang dapat dimultipleks oleh sistem dengan memperhatikan nilai BER pada penerima. Gambar 3.6 berikut menampilkan model sistem pemultipleksan saluran dengan perbedaan panjang gelombang sebesar channel spacing minimum yang diperoleh pada skenario kedua untuk masing-masing salurannya. Gambar 3.6. Model Jaringan WDM menggunakan AWG-GPON dengan Jumlah Panjang Gelombang Maksimum yang dapat dimultipleks III-8

3.3.5 Penentuan Split Ratio Maksimum Pada skenario kelima akan ditentukan split atau pencabangan saluran maksimum yang dapat diimplementasikan pada model sistem. Penentuan split ratio maksimum pada Tugas Akhir ini dilakukan pada model jaringan WDM- GPON menggunakan AWG untuk sistem unidirectional dan bidirectional. split ratio yang akan diterapkan mulai dari 1:2 hingga 1:n, penentuan split ratio maksimum dilihat dari nilai BER minimum pada jaringan. Gambar 3.7 menampilkan model jaringan WDM-GPON menggunakan AWG untuk sistem unidirectional dengan splitter 1:4. Gambar 3.7. Subsystem Model Jaringan Unidirectional WDM-GPON menggunakan AWG dengan Splitter 1:4 Model jaringan pada gambar 3.7 di atas merupakan salah satu model jaringan unidirectional dengan splitter 4 tingkat yang menggunakan jarak transmisi 10 km hingga 100 km dan pencabangan pada ratio 1:4. Dengan menggunakan beberapa variasi terhadap jarak transmisi dan jumlah pencabangan (split). III-9

Setelah model jaringan unidirectional dengan splitter 1:2 dan 1:4 tingkat disimulasikan, selanjutkan mensimulasikan model jaringan unidirectional dengan splitter 1:8, 1:16 dan tidak hingga untuk mendapatkan split ratio maksimum sesuai dengan parameter BER minimum. Sama halnya dengan simulasi unidirectional, model jaringan bidirectional juga disimulasikan menggunakan split ratio mulai dari 1:2 hingga 1:n, yang membedakan antara unidirectional dan bidirectional adalah dimana proses bidirectional dilakukan secara dua arah. Untuk model jaringan bidirectional ini menggunakan 2 kombinasi bit rate yaitu 1,2 Gbit/s upstream 2,4 Gbit/s downstream dan 2,4 Gbit/s upstream 2,4 Gbit/s downstream. Gambar 3.8 di bawah merupakan gambar model jaringan bidirectional WDM-GPON menggunakan AWG. Gambar 3.8. Model Jaringan Bidirectional WDM-GPON menggunakan AWG III-10

Dari gambar 3.8 di atas dapat dilihat perbedaan dengan gambar 3.7 untuk model jaringan unidirectional. Model jaringan bidirectional memiliki WDM transmiter pada sisi central office maupun sisi pelanggan. WDM transmiter yang terdapat pada kedua sisi tersebut berfungsi sebagai uplink dan downlink. Setelah jumlah Split ratio maksimum didapatkan, penggunaan multiplexer AWG akan diganti menggunakan WDM multiplexer untuk melakukan perbandingan performansi pada penggunaan multiplexer AWG dan WDM dengan jumlah split maksimum yang dapat diterapkan pada jaringan ini. III-11